SO CLOSE, YET SO FAR

Cast : Tokugawa Ieyasu, Date Masamune, Chosokabe Motochika, Maeda Keiji

Rating : K+

Genre : Drama

Disclaimer : all characters belong to CAPCOM

Warning : slight boy's love, OOC, typos, don't like don't read!


Istana Sunpu, provinsi Shizuoka…

Date Masamune datang ke istana ini untuk kedua kalinya, di dampingi Katakura Kojuuro dan semua pasukan Date. Di kali pertama, dia datang menemui Tokugawa Ieyasu untuk menanyakan banyak hal mengenai usaha mantan jenderal Toyotomi itu menyatukan Jepang. Selain itu, dia ingin membalas kekalahannya melawan Ishida Mitsunari. Karena dia tidak mempunyai pasukan yang cukup banyak, di kunjungannya yang kedua ini, dia memutuskan untuk membentuk persekutuan dengan Ieyasu.

"Terima kasih sudah menyanggupi permintaanku, Dokuganryu. Aku memang sudah sangat lama ingin menjalin hubungan baik ini denganmu," kata Ieyasu yang sedang menjamu Masamune makan siang di ruang makan istananya.

"Date tidak pernah membentuk persekutuan apa pun dengan daimyo lain. Bahkan kami lebih suka bertindak sendiri daripada harus merepotkan orang lain membantu misi kami," tegas Masamune. "Kojuuro yang mengusulkan ini sebenarnya. Awalnya aku sering menolak, namun akhirnya kusadari kekuranganku."

"Tidak ada salahnya membentuk persekutuan, Dokuganryu. Suatu hari nanti, kau akan berhadapan dengan musuh dalam jumlah besar. Kekuatanmu sendiri tidak akan mampu melawan mereka."

"Apakah aku satu-satunya yang tergabung dengan barisanmu, Ieyasu?"

"Tidak, aku sudah membentuk persekutuan dengan beberapa daimyo lain. Tapi dengan adanya kau di barisanku, entah kenapa aku merasa cukup kuat. Aku tidak lagi kekurangan kekuatan untuk berhadapan dengan Mitsunari dan pasukannya dari barat."

"Sebelum kau berhadapan dengannya, apakah kau mengizinkan aku untuk melawannya lebih dulu?"

Ieyasu tersenyum dan menjawab, "Aku tahu kau punya urusan sendiri dengannya. Tapi yang boleh mengalahkan Mitsunari hanya aku seorang, Dokuganryu."

"Don't worry, Ieyasu. Paling tidak, aku akan merasa puas setelah melihatnya bertekuk lutut di depanku."

-000-

Masamune sekarang sudah resmi menjadi bagian dari pasukan timur yang dipimpin oleh Ieyasu. Di Sunpu, dia mengajukan diri menjadi penjaga garis depan istana bersama beberapa orang pasukannya. Dia meminta Kojuuro untuk membantu Ieyasu menyusun strategi perang yang akan mereka jalankan di Perang Sekigahara. Hanya tinggal menghitung minggu saja, perang besar itu akan dimulai. Masa depan Jepang akan ditentukan dengan perang 2 kubu itu.

"Hitto!" Naga Bermata Satu itu mendengar salah seorang prajuritnya memanggil namanya ketika dia sedang berjaga di salah satu pos. "Lapor! Penjaga gerbang Istana Sunpu mengatakan bahwa ada 2 orang daimyo yang sedang bergerak kemari."

"Siapa saja orangnya?" tanya Masamune lalu bertolak dari posnya bersama prajuritnya menuju gerbang istana.

"Chosokabe Motochika dari Shikoku dan Maeda Keiji dari Kaga."

"Apa mereka datang bersama pasukan mereka?"

"Tidak, Hitto. Mereka datang hanya berdua saja."

"Kau temui Ieyasu dan laporkan hal ini padanya. Kedatangan Saikai no Oni dan Pengembara itu pasti ada hubungannya dengan dia."

"Hai'!"

Pintu gerbang istana dibuka dan masuklah Chosokabe Motochika bersama Maeda Keiji. 4 orang pasukan Tokugawa menggiring mereka masuk untuk kemudian disambut oleh Masamune. Daimyo Oshuu itu melipat kedua tangan di depan dada dan menyapa mereka, "Welcome to Sunpu! Apa kedatangan kalian kemari ingin bergabung dengan Ieyasu?"

Maeda Keiji langsung menjabat tangan Masamune dan berkata, "Aku tidak tahu kau ada di sini, Dokuganryu! Senang bisa bertemu denganmu lagi."

"Atas permintaan Ieyasu, aku bergabung dengan pasukan timur miliknya. Sudah 3 hari ini aku berada di sini, Maeda."

Ketika Masamune hendak menyapa Motochika, dia melihat sorot mata Bajak Laut itu tampak berbeda dari biasanya. Pria berambut perak itu terlihat enggan berbicara dengannya. Senyum lebarnya tidak tergambar di wajahnya. Berusaha tidak mempedulikannya, Masamune tetap memberanikan diri mendekatinya dan menyapa, "Yo, apa kabarmu, Saikai no Oni?"

Mata biru Motochika lalu memandang dingin ke mata kelabu Masamune. Dia lalu membuang pandangannya ke arah lain dan berkata, "Di mana Ieyasu, Dokuganryu?"

Sejenak Masamune terdiam mendengar nada bicara Motochika yang terkesan menjawab, "Dia ada di dalam istana, sedang menyusun strategi perang bersama Kojuuro."

Tanpa bertanya lebih lanjut, Motochika langsung melangkah melewatinya pergi ke bangunan utama komplek istana. Jangkar besarnya dipanggul di bahunya, rantai-rantainya terdengar bergemirincing mengikuti langkahnya. Dari belakang, Masamune dan Keiji berjalan mengikutinya. Keduanya saling melempar pandangan bertanya. Mereka sengaja memperlambat langkah mereka supaya pembicaraan mereka tidak didengar oleh Motochika.

"Apa yang terjadi dengannya, Vagabond?" tanya Masamune.

"Ada hal yang harus dia cari tahu langsung kepada Ieyasu," jawab Keiji. "Mengenai serangan ke Shikoku."

"Serangan ke Shikoku?"

"Kita akan mengetahui cerita lengkapnya setelah keduanya dipertemukan."

Tak lama kemudian, mereka tiba di bangunan utama komplek istana. Motochika melangkah dengan berani tanpa mempedulikan berapa banyak prajurit penjaga yang mencoba menghalanginya bertemu dengan Ieyasu. Saat ini, Ieyasu sedang berdiskusi dengan para petinggi angkatan perangnya. Dibantu oleh Kojuuro, mereka sedang menyiapkan siasat perang untuk nanti mereka gunakan di Sekigahara.

"Minggir! Atau akan kutebas dengan jangkarku!" ucapnya tegas sambil terus melangkah ke ruang pertemuan.

BRAK!

Dengan sekali tendangan, pintu ruang pertemuan langsung terbuka. Sontak semua orang yang berada di dalamnya terkejut melihat Motochika berdiri di depan pintu, termasuk Ieyasu.

"Motochika! Apa kabarmu, Sobat? Aku tidak tahu kau akan datang kemari!" sapa Ieyasu.

Iblis Penguasa Lautan Barat itu menurunkan jangkar dan ditancap ke tanah hingga terasa bergetar. Mata birunya menatap tajam mata cokelat Ieyasu. Para prajurit penjaga berusaha meminta maaf kepada tuan mereka karena tidak berhasil mencegahnya datang kemari. Dari posisinya duduk, Ieyasu juga bisa melihat Keiji dan Masamune yang berdiri di belakang Motochika. Dia menyadari ada pembicaraan serius yang harus dibahas dan ini tidak berhubungan dengan siasat perang mereka.

"Diskusi siang ini kita akhiri dulu sampai di sini. Kita akan berdiskusi lagi besok pagi setelah sarapan. Kalian boleh meninggalkan tempat," perintah Ieyasu kepada para petinggi angkatan perangnya. Satu per satu dari mereka mulai meninggalkan ruang pertemuan. Ieyasu juga memberi perintah kepada para prajuritnya untuk tetap berjaga di luar pintu. Dia akan berbicara pribadi dengan kedua tamunya ini.

Ieyasu mempersilakan Motochika dan Keiji duduk di ruang pertemuan. Sementara Masamune berdiri di belakang kursi Ieyasu. "Selamat datang di Sunpu, Sahabat-sahabatku," ucap Ieyasu menyapa mereka. "Senang sekali rasanya bisa bertemu dengan kalian lagi. Aku harap kalian dalam keadaan sehat dan tidak kekurangan suatu apa pun hingga bisa tiba di sini."

"Aku juga senang bertemu denganmu lagi, Ieyasu," balas Keiji. "Kedatanganku kemari sebenarnya ingin meminta penjelasan darimu. Tapi yang lebih punya kepentingan adalah Saikai no Oni."

"Benarkah? Motochika, ada perlu apa kau datang kemari?"

Sekali lagi mata biru Motochika menatap tajam kepada Ieyasu. Meski dia ingin sekali marah, tetapi hatinya menyuruhnya untuk tetap tenang. "Ieyasu," ucapnya kemudian. "Jawab pertanyaanku! Apakah kau yang menjadi otak—bukan, apakah kau yang memerintahkan prajuritmu untuk menyerang Shikoku dan membunuh anak buahku?"

Mata cokelat Ieyasu terbelalak dan dia berkata, "Apa maksudmu, Motochika?"

"Jangan bohong!" balas pria berambut perak itu sambil memukul meja. "Kau tidak tahu, Ieyasu. Prajuritmu menyerang wilayahku dan membunuh hampir semua anak buahku. Mereka bahkan membakar desa tempat tinggal anak buahku!"

"Mengapa kau bisa tahu itu adalah perbuatan prajuritku?"

"Lihat ini!" Motochika lalu melempar robekan bendera berwarna kuning bergambar lambang khas klan Tokugawa. Lembaran kain yang sudah usang itu diambil oleh Masamune dan diberikan kepada Ieyasu. Selagi dia memperhatikannya, Motochika meneruskan kata-katanya, "Bendera ini berkibar di pelabuhanku. Jelaskan padaku, Ieyasu! Mengapa kau melakukan ini? Mengapa kau mengkhianati persahabatan kita?!"

"Tunggu dulu, Motochika! Aku sungguh tidak mengerti apa yang kau katakan. Aku malah tidak tahu apa yang terjadi di Shikoku."

"Kau masih mencoba mencari alasan, hah?!"

"Setidaknya, izinkan aku mencari tahu juga! Baiklah, kau punya benderaku sebagai bukti. Tapi untuk kau tahu, aku tidak pernah memerintahkan anak buahku pergi ke sana untuk menyerangmu."

"Apa buktinya kalau kau tidak memberi perintah kepada mereka, Ieyasu? Bagaimana kau akan membela dirimu sendiri kali ini?"

Ieyasu menarik nafas beberapa kali sebelum kemudian dia berkata, "Aku memang belum punya bukti untuk menyatakan bahwa aku tidak melakukan apa pun. Tapi aku pun berhak mencari tahu mengapa benderaku bisa sampai di wilayahmu, Motochika. Perkara ini akan kubicarakan dengan anak buahku dulu. Apa yang harus aku lakukan selagi kau menunggu jawaban dariku, Motochika?"

"Aku tidak suka menunggu lama! Perang Sekigahara akan menjadi hukuman untukmu telah mengacau di wilayah Iblis Penguasa Lautan Barat sepertiku. Aku tergabung dengan pasukan Ishida. Jadi kita akan bertemu di medan perang nanti untuk menyelesaikan semuanya!"

Seperti dihantam palu besar di kepala, Ieyasu terkejut bukan main mengetahui sahabat baiknya ini tergabung dengan pasukan musuhnya, Ishida Mitsunari. Besar keinginannya untuk mengajak Motochika tergabung dengannya di pasukan timur. Tapi insiden di luar kuasanya inilah yang membuat hubungan mereka sedikit kacau. Hilang sudah harapan Ieyasu bisa berperang 1 barisan dengannya. Segala impian yang mereka ukir bersama kini terkaburkan oleh perasaan benci dari Motochika.

"Kau…tergabung dengan pasukan barat…" gumam Ieyasu menyesalinya.

"Benar! Aku tergabung dengan pasukan barat untuk menuntaskan dendamku padamu, Ieyasu! Jadi sebaiknya kau bersiap-siaplah! Jumlah pasukan barat jauh lebih banyak dari pasukan timur. Aku beritahu kau dari sekarang supaya kau sudah mempersiapkan dirimu," tegas Motochika masih melempar pandangan benci kepadanya.

"Baiklah, Motochika. Aku tidak akan mengusik hakmu bergabung dengan kubu mana pun dalam peperangan ini nanti. Tapi sebagai teman, aku mohon izinmu untuk mencari tahu siapa dalang di balik kasus penyerangan Shikoku."

"Apa yang akan kau lakukan, Ieyasu?"

Ieyasu lalu berdiri dari kursinya dan berkata, "Aku akan mempertaruhkan nyawa dan harga diriku sebagai pemimpin pasukan timur untuk membuktikan apakah aku bersalah atau tidak! Jika benar aku yang memerintahkan pasukanku untuk menyerang Shikoku, silakan penggal kepalaku dan bawalah ke hadapan Mitsunari. Tapi jika aku tidak terbukti memberikan perintah, aku ingin kau meninggalkan pasukan barat. Aku tidak akan menyuruhmu bergabung dengan pasukanku. Tapi aku ingin kau kembali pulang ke Shikoku untuk membangun kembali wilayahmu yang hancur karena penyerangan itu."

Selagi kedua belah pihak yang sedang bersitegang ini terdiam, Keiji mencoba memberikan saran kepada Motochika, "Masih banyak waktu sampai ke Perang Sekigahara, Saikai no Oni. Ieyasu tidak akan mangkir dari janjinya. Sementara dia mencari tahu asal usul perkara ini, kita tidak akan meninggalkan Sunpu. Kita akan tinggal di sini sampai semuanya selesai, bagaimana?"

"Aku tidak mau! Aku akan kembali ke Osaka. Aku akan melaporkan hal ini kepada Ishida!" ucap pria bermata satu itu kemudian beranjak dari kursinya.

"Wait, Saikai no Oni!" potong Masamune tiba-tiba.

Motochika menghentikan langkahnya dan menoleh kepada mendengar laki-laki berambut cokelat itu berkata, "Osaka itu jauh. Kau hanya akan membuang tenagamu jika harus pulang ke sana. Lagipula, Ishida juga tidak akan mau mendengar ceritamu barusan."

"Hmph! Akan kupaksa dia mendengarkanku jika perlu! Yang punya urusan dengan Ieyasu bukan hanya dia, tapi aku pun demikian!"

"Apa kau tidak mau tahu kebenarannya?" Masamune lalu beralih kepada Ieyasu, "Hey, Mikawa no Taisho. Apa kau mengizinkan mereka untuk tinggal di Sunpu sampai kau selesai menyelidiki kasusnya?"

"Tentu saja!" jawab Ieyasu bersemangat. "Kalian boleh menginap di istanaku selama apa pun kalian mau. Tenang, aku tidak akan memprovokasi kalian untuk bergabung ke pasukanku. Kalian datang kemari sebagai tamuku, sudah selayaknya aku sebagai tuan rumah melayani kalian dengan baik."

"Terima kasih banyak, Ieyasu!" jawab dia berkata kepada Motochika, "Aku sudah bilang padamu, Ieyasu akan berbaik hati untuk mengizinkan kita menginap di sini. Kau pun tentunya ingin tahu kebenarannya kan? Kita tidak bisa begitu saja percaya dengan suatu hal yang belum ada buktinya."

Motochika dilanda keraguan. Kedatangannya kemari memang mencari kebenaran, bukan mencari keributan. Namun entah kenapa dia tidak ingin dikelilingi oleh orang-orang yang berpihak kepada Ieyasu. Tidak akan ada yang mengerti perasaannya sekarang, bahkan Mitsunari pun tidak akan mau mendengarkan penjelasannya jika nanti dia pulang ke Osaka. Pria bermata satu itu menatap Ieyasu, lalu berpindah ke Keiji, dan terakhir ke Masamune. Cukup lama mata birunya menatap daimyo Oshuu itu dalam diam.

"Keh! Ya sudahlah, aku tidak akan kembali ke Osaka. Tapi, Ieyasu, aku tidak ingin menunggu lama-lama! Selidiki kasus ini segera dan beritahu hasilnya kepadaku secepatnya!" tegas Motochika sambil kemudian keluar dari ruang pertemuan.

"Aku akan menyusulnya setelah ini. Sekali lagi, terima kasih, Ieyasu," kata Keiji. "Setelah urusanmu dengan Saikai no Oni selesai, aku ingin berbicara denganmu."

"Baiklah. Tolong temani Motochika sementara aku menyelidiki kasus ini, Keiji," balas Ieyasu kemudian mengizinkan Keiji meninggalkan ruang pertemuan menyusul Motochika.

Setelah kedua tamunya keluar, Ieyasu kembali duduk di kursinya dan menghela nafas mengatup kedua tangannya untuk menopang dagunya. "Apa yang terjadi?" gumamnya bertanya pada dirinya sendiri. "Apa yang sebenarnya terjadi? Aku benar-benar tidak tahu. Dokuganryu, apa kau mengetahui sesuatu mengenai serangan ke Shikoku itu?"

"I don't understand. Jika memang Shikoku di serang dan melibatkan anak buahmu, seharusnya berita itu sampai ke sini kan?" kata Masamune lalu duduk di sebelahnya.

"Itu dia, aku sungguh tidak mengetahui apa pun soal ini. Tapi karena Motochika membawa benderaku sebagai bukti, aku tidak boleh tinggal diam."

"Kalau aku boleh memberimu saran, kau harus memeriksa satu per satu prajuritmu, Ieyasu. Karena bendera itu adalah lambang klanmu, orang lain tidak mungkin bisa didapatkan dengan mereka menyusup ke barisanmu."

Ieyasu menimbang-nimbang di dalam pikirannya. Apa yang membuatnya lengah? Jelas hal ini terjadi ketika dia sedang sibuk membentuk barisan. Apa mungkin karena dia selalu melihat ke depan, dia jadi tidak waspada dengan yang terjadi di sekelilingnya?

"Jadi aku harus menyelidiki anak buahku sendiri…" katanya kemudian.

"Want it or not, para prajuritmu adalah orang-orang terdekatmu. Bukannya aku menyuruhmu mencurigai anak buahmu. Tapi ini demi mencegah terjadinya pergerakan lain di belakang punggungmu. Kau pun tentunya tidak ingin adanya pengkhianatan sekecil apa pun kan?"

"Pengkhianatan…kah? Aku telah dikhianati oleh anak buahku sendiri?"

"Aku akan membantumu menyelidikinya. Terus terang kukatakan, kau tidak berada di pihak yang salah. Pokoknya, kita selidiki bersama-sama. Akan kubantu kau mendapatkan kembali kepercayaan dari sahabatmu itu, Ieyasu."

Laki-laki berambut hitam itu tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Dokuganryu…"

-to be continue-


Chapter 2 coming up next!