Byun Baekhyun :
- Seorang Jobseeker yang kerap melakukan kesalahan dalam mencetak dokumen.
- Mempunyai kebiasaan buruk (tertidur dimanapun dan kapanpun).
- Tidak akan jatuh cinta pada seorang HRD diperusahaannya.
- Semua yang diatas.
Park Chanyeol :
- Seorang HRD (Human Resources Development) menyebalkan.
- Mengoleksi beberapa jenis mobil dengan brand terkenal.
- Tidak akan jatuh cinta pada seorang Jobseeker diperusahaannya.
- Semua yang diatas.
.
.
.
.
Chanyeol memutar kunci kontak setelah menyamankan diri duduk di belakang kemudi Audi A8 bermotif krom miliknya. Melaju dengan kecepatan 250 rpm, lelaki jangkung tersebut memecah jalanan Seoul pada pukul tujuh pagi; mendapat sedikit insiden dengan dasinya yang mendadak hilang.
Sejauh ia memacu mobilnya, selama itu pula ia tidak dapat berhenti merutuk. Dasi kesayangannya hilang dan Fisker karmanya masih dipinjam oleh Kris; Si bule keturunan China yang jarang mandi pagi.
Barusan juga Jongin karyawannya, menelpon bahwa Sehun tidak bisa masuk kerja hari ini karena anak itu mendapat gangguan di lambungnya. Jongin bilang sembelit, tapi Luhan bilang diare, membuat kepala Chanyeol lagi-lagi ingin pecah di pagi hari.
"Baiklah, baiklah, berikan saja dia cuti."
"Tapi? Banyak dokumen yang—"
"Terima kasih Chanyeol-ssi, semoga kau diberkati." Lalu telepon ditutup secara sepihak.
Chanyeol memutar matanya jengah. Pasti di kantornya Jongin dan Luhan sedang perang mulut soal pengalihan pembicaraan barusan.
Dua karyawannya itu memiliki mulut yang mampu berbicara dari pagi bahkan hingga pagi berikutnya; terlebih Luhan. Tidak salah Chanyeol menempatkan mereka pada bagian Marketing, mereka memiliki jiwa pembujuk yang berlebihan.
Chanyeol menginjak pedal gas lebih kencang saat berada dilintasan lurus.
.
.
.
.
"Ibuuuuu."
"Aish, diamlah bodoh! Ingin bokongmu kucubit lagi?"
"Baekhyun! Jangan marahi adikmu."
"Kau dengar itu? Makanya berhentilah menangis!" Baekhyun mendorong kepala bagian belakang adiknya saat berada di dalam kamar mandi. Pasalnya, adiknya yang bernama Jongdae sudah berumur 15 tahun namun belum bisa mandi sendiri, jadilah Baekhyun yang harus membabu setiap pagi untuk memandikan adiknya tersebut.
"Kau sudah menjewer telingaku sebanyak lima kali hyung." Di bawah shower, Jongdae merengut ketika Baekhyun mulai menyabuni tubuhnya.
"Itu agar otakmu bisa bekerja sedikit."
"Apa hubungannya?"
"Hya! Berhentilah protes. Kau masih membutuhkan jasaku untuk memandikanmu, harusnya kau berterima kasih."
Baekhyun kembali menjambak surai adiknya, membuat bocah 15 tahun itu terpekik secara dramatis; ia harus mendapat teguran kembali dari ibunya.
Byun Baekhyun harus segera mendapatkan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya beserta ibu tercintanya dan adiknya yang payah bernama Jongdae. Ia sempat melamar disuatu audisi bernyanyi, namun keberuntungan belum datang padanya. Sempat beberapa bulan bekerja sebagai tukang pengarsipan dan tukang scanner di sebuah supermarket, lagi-lagi nasibnya yang sial membuatnya kehilangan pekerjaan tersebut.
"Pakai handukmu dan segera berangkat kesekolah, aku tidak ingin mendengar kau membolos lagi."
"Memakai handuk kesekolah?"
Oh ya Tuhan! Baekhyun ingin menjambak adiknya ini hingga botak.
"Lakukan saja jika kau memang sudah gila!" Omelnya keluar dari dalam kamar mandi, meninggalkan sang adik yang berotak dungu.
.
.
.
.
"Lupakan tentang pengkleptoan bodohmu itu Kim Jongin yang tampan. Karena aku tidak akan setuju. Kecuali aku putus cinta, berat badanku naik, kehilangan pekerjaan, tagihan-tagihan kartu kredit yang menggunung, gigi berlubang atau perut lapar, trauma akibat menggunakan menu otomatis pada telepon, mendapat kunjungan mengejutkan dari ibu, tidak ada telepon dari pihak asuransi, dan yang terpenting —ah, selamat pagi Chanyeol-ssi." Luhan yang sejak awal berdiri diatas kursi kerjanya nyaris terpleset ketika Chanyeol melintas di depannya.
"Xi Luhan, aku sudah sering menegurmu untuk tidak berdiri diatas kursi." Chanyeol bertolak pinggang menatap nyalang kearah lelaki berkebangsaan China tersebut.
"Mungkin dia menginginkan pemecatan atau pemotongan gaji." Jongin yang berada disana ikut memprovokatori.
"Apa di kantor ini tidak ada kebebasan pribadi?" Tanya Luhan, berharap topik ini segera dialihkan. Siapa yang ingin tertangkap basah berceloteh pada jam kerja oleh atasan? Beruntunglah karena Chanyeol setidaknya sedikit baik untuk menjadi seorang atasan.
"Sepertinya tidak." Jongin menimpali.
"Aku tidak bertanya padamu, makhluk hitam."
"Hei! Itu penghinaan ras." Jongin berdiri dari duduknya.
Kyungsoo mengintip keributan tersebut dari balik buku kwitansi yang tebal. "Bisakah kalian hentikan perdebatan itu? Aku sudah bolak-balik masuk kamar mandi mendengar kalian berdebat sejak tadi."
"Sejak tadi?" Chanyeol mengulang. Luhan segera membuat beberapa perincian dengan penanya, sedangkan Jongin segera duduk membuat suatu kesibukan.
"Yeah, begitulah." Kyungsoo bergidik. "Mereka se-la-lu seperti itu." Lanjutnya, berekspresi melalui penggambaran gerak tubuhnya.
Jongin dan Luhan dalam hati sudah membatin untuk merencanakan pemakaman Kyungsoo segera. Sedangkan Chanyeol berhenti sejenak, puas hanya dengan melihat ekspresi kedua karyawannya; seperti ketahuan membobol brangkas perusahaan.
Chanyeol juga suka menganggap dirinya adalah seseorang yang terbuka, tetapi ia belum pernah memikirkan seperti apa rasanya berada di posisi Jongin dan Luhan. Ia tidak akan membentak, memukul meja, atau yang terparah mencekik kerah kemeja kedua lelaki itu. Karena, hei ayolah, Chanyeol hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.
"Kyungsoo, kau mendapat tugas baru." Chanyeol beralih menatap karyawannya yang bermata bulat penuh itu dengan berani, kemudian melanjutkan. "Awasi mereka."
"Dengan senang hati." Ia tersenyum merekah, merasa akan terbebas dari sebuah drama 'Cinderella dan ibu tiri' yang kerap dipertontonkan Jongin dan Luhan. Jika saja Sehun masuk kerja hari ini, maka dia juga akan berada di pihak Kyungsoo.
Chanyeol membuang nafas berat sesaat, kemudian menepuk bahu karyawannya yang bertubuh pendek itu dan berlalu pergi dari ruangan.
"Ehm, Chanyeol-ssi."
Jongin dan Luhan ikut mengarahkan pandangan mereka kepada si pemilik suara. Disana ada Kyungsoo yang mengekori atasannya dengan langkah yang gugup.
"Kau berubah pikiran?"
"Bukan, maksudku..." Kyungsoo menggaruk tengkuknya. "Tidakkah ada sesuatu yang kau berikan untuk tugas tambahan itu? Engg, seperti tunjungan transportasi? Atau kenaikan gaji, misalnya?" Kyungsoo menyelesaikan kalimatnya sembari menyunggingkan senyum bunga mataharinya.
Chanyeol memutar matanya untuk kali kedua pagi ini. Ia melupakan fakta bahwa Kyungsoo adalah pemuda matrealistis yang pernah ia kenal. "Sepertinya di hidupmu tidak ada yang gratis."
"Baguslah jika kau tahu."
"Kau mendapatkan kenaikan gaji 20 persen, tapi kau juga harus memastikan tidak akan ada lagi insiden seperti tadi." Chanyeol melayangkan jari telunjuknya ke udara bermaksud mempertegas kalimatnya.
"Apapun demi 20 persen." Balasnya dengan mata penuh uang, senyum kartu kredit, dan tangan mengacungkan ibu jari.
.
.
.
To Be Continue!
