Disclaimer: Masashi Kishimoto belum mewariskan lisensi NARUTO kepadaku *sigh*

Pairing: SasuxFemNaru

Summary: Naruto, mahasiswi jurusan komunikasi tingkat tiga yang senang berbicara. Sasuke, pelajar SMA tingkat akhir yang antisosial. Apa yang akan terjadi ketika dewa kesialan ingin bermain-main dengan memaksa dua orang yang bertolak belakang itu untuk tinggal selama setahun di bawah satu atap yang sama?

Author Notes:

Cerita ini berawal dari niatku untuk menulis fanfic Naruto yang mendadak muncul di tengah malam, yang membuatku langsung merancang ide dadakan untuk fanfic ini meskipun hari untuk ujian akhir sudah sangat dekat... XP

Pengarang juga terinspirasi dari komik COMING HOME (Mori Hinoto) dalam pembuatan ide cerita ini. Tapi untuk alur ceritanya dan peng-karakteran dari tokoh-tokoh yang ada di fanfic ini akan aku kembangkan menurut imajinasiku sendiri. Karena terburu-buru, aku masih belum memikirkan judul dan sinopsis yang tepat untuk cerita ini, sehingga mungkin nanti akan ada perubahan judul & sinopsis. Rating juga mungkin akan berubah nanti, tapi untuk sementara cerita ini aman untuk di-rating K+. Ini adalah fanfic Naruto pertama yang pernah kutulis, karena itu kalau ada masukan" dan review-nya tolong jangan ragu-ragu dikirim ya^^

PS: Tidak terima Flame yang mempermasalahkan pairing atau masalah-masalah teknis lainnya. Jika Anda keberatan, tombol BACK selalu terbuka untuk diklik :)

Selamat membaca...!

Chapter 1

You're My Bad Luck

Author: Ryonee

Rating: K+

Naruto uzumaki sudah tahu kalau tahun ini dirinya akan berada di bawah naungan bintang kesialan sejak ulang tahunnya yang ke-19 sebulan yang lalu. Oh ya, dia sudah sangat yakin mengenai hal itu. Dewa kesialan sudah cukup berbaik hati dengan memberitahunya melalui kejadian menghebohkan yang terjadi di pesta ulang tahun kecil-kecilannya, dimana rambutnya yang setelah sekian lama berhasil ia panjangkan hingga sebahu terbakar api lilin kue ulang tahunnya ketika ia sedang memejamkan mata dan memohon agar tahun ini pun ia dan orang-orang yang disayanginya dapat selalu berbahagia. Sungguh Ironis.

Karena kejadian mengenaskan itu, Naruto akhirnya harus memotong habis rambutnya hingga dengan model rambutnya yang sekarang hanya sepanjang sedikit di bawah telinga, penampilan gadis itu lebih menyerupai seorang lelaki remaja. Sungguh ulang tahun yang ter-tragis yang pernah ia alami. Naruto memang bukan orang yang terlahir dengan otak yang jenius, namun ia cukup pintar untuk menyadari bahwa inilah cara dewa kesialan memperingatkan kepadanya kalau tahun ini bukanlah tahun yang baik untuknya. Makanya, semenjak ulang tahunnya yang suram itu, Naruto berusaha berhati-hati sebisa mungkin untuk menghindari masalah.

Dan ia pun cukup berhasil dalam upayanya menghindari masalah ini. Setidaknya, setelah ulang tahun tragis itu hidupnya berlanjut dengan damai seperti biasa. Gadis berambut pirang itu sempat berpikir kalau ia pasti hanya terlalu paranoid saja, hingga berpikiran yang tidak-tidak terhadap kekacauan kecil yang terrjadi di pesta ulang tahunnya itu dan sebenarnya tidak berarti apa-apa. Namun rupanya ia salah. Ternyata dewa kesialan itu benar-benar serius ingin bermain-main dengan Naruto, dan ia memperlihatkan keseriusannya ini melalui telepon yang diterimanya pagi ini dari Kushina Uzumaki—Ibu Naruto yang tinggal bersama suaminya di Hokkaido. Saat mendengar alasan Ibunya itu menelpon, Naruto seketika dapat membayangkan sekarang ini dewa kesialan tengah menertawakannya.

'Kau boleh lari dari masalah, karena aku sendiri yang akan mengirim masalah untuk mendatangimu, Naru-chan.' Naruto bahkan dapat membayangkan ucapan itu terlontar dari sang dewa kesialan. Oh, dia pasti sudah benar-benar gila sekarang!

"… Kau masih dengar Naruto? Ibu harap kau mau mengerti dan mendengarkan permintaan Ibu. Kau cukup bersabar selama setahun, lalu setelah itu ia akan tinggal bersama kami di Hokkaido. Bagaimana? Kau tidak keberatan, kan?"

Suara ibunya yang cemas menyadarkan Naruto kembali dari alam pikirannya yang kacau. "H-hah? Ya, mak-maksudku, iya aku masih dengar Ma," Naruto berusaha menjernihkan pikirannya dan menarik nafas dalam-dalam. "Jadi dia hanya akan tinggal disini bersamaku hingga dia lulus SMA? Lalu ia akan tinggal dan melanjutkan kuliahnya di Hokkaido?"

Kushina mendesah lega, "Ya, kau tidak perlu khawatir, Sasuke benar-benar anak yang sopan dan baik. Ia tidak akan mengganggumu. Ah, kalian dulu bahkan sangat akrab. Ingat kan, dulu kau dan Sasuke selalu bermain berdua?"

"Oh ya?" Naruto mengernyitkan alisnya. Ia tidak ingat pernah memiliki teman main kecil bernama Sasuke. "Kapan?"

"Eh— umm… waktu kau umur lima tahun?"

Hening.

Naruto mendesah. "Baiklah Ma, meski aku tidak ingat sama sekali tentang Sasuke dan meski aku bingung kenapa kau mau membiarkan anak gadismu tinggal berdua saja dengan lelaki tak jelas di bawah satu atap yang sama—," Naruto menghela nafas panjang, tidak rela mengucapkan kalimat selanjutnya yang ia tahu akan ia sesali di kemudian hari. "dia…. boleh tinggal disini."

Pekikan senang dari ibunya membuat gadis itu menjauhkan gagang telepon dari telinganya sesaat. Naruto dapat membayangkan senyum lebar yang tersungging di wajah ibunya di ujung kabel telepon sana, dan hal itu membuatnya sedikit terhibur karena telah menyanggupi permintaan aneh dari ibunya.

"Narutoooooo, Mama tahu kamu memang anak Mama yang paliiiing baik!" Naruto mendengus geli mendengar rayuan khas Ibunya itu. "Mama akan menghubungi Sasuke untuk memberitahukan alamatmu nanti. Mungkin dia akan datang ke tempatmu sabtu ini, setelah ia selesai mengurus pemakaman neneknya. Kau harus baik-baik dengannya ya. Dia baru saja kehilangan salah satu keluarga yang dekat dengannya, jadi kau harus lebih memperhatikannya."

"Ya, ya, ya…. Aku tahu, Ma," jawab Naruto bosan. Ibunya ini selalu panjang dalam memberi nasihat.

Terdengar suara tawa samar dari Ibunya di seberang sana. "Dan Naruto, Mama ingin kau tahu kalau Mama tidak akan membiarkanmu tinggal di satu atap bersama lelaki yang tidak jelas. Sasuke adalah anak sahabat dekat Mama— Tante Mikoto yang dulu sering berkunjung ke rumah— dan mama benar-benar ingin membantunya, dan-."

"Ya, Ma, aku mengerti. Aku hanya hiperbola sedikit untuk menggodamu tadi," Naruto nyengir mendengar penjelasan Ibunya yang tidak akan berhenti kalau ia tidak memotongnya tadi.

Kushina tersenyum. "Yah, Mama hanya ingin tahu kalau Mama sangat menyayangimu."

"Hmm, aku juga menyayangimu dan Paps. Dimana Paps?" tanya Naruto yang tiba-tiba saja merasa kangen untuk berbicara dengan ayahnya itu.

"Papamu sedang mengurus atap kandang sapi yang bocor. Aku akan menyuruhnya menelponmu nanti malam. Sekarang aku akan menghubungi Sasuke. Kau jaga dirimu baik-baik ya disana. Jangan lupa makan yang teratur, dan—"

"Aku tahu, Ma, aku tahu," ujar Naruto menenangkan ibunya. "Kau dan Paps juga, jangan terlalu lelah bekerja ya."

Naruto menghembuskan nafas seraya menaruh gagang telepon itu kembali ke tempatnya. Meskipun ia sudah mengiyakan permintaan ibunya itu, tetap saja ada sebagian dirinya yang tidak mau menerima kalau ia harus tinggal dengan orang asing—lelaki pula—selama setahun ke depan. Sejak orang tuanya itu memutuskan pindah ke Hokkaido dua tahun yang lalu untuk memulai mengembangkan usaha peternakan, Naruto sudah terbiasa menguasai rumah ini seorang diri. Ia sudah merasa nyaman mondar-mandir di dalam rumah hanya menggunakan kaos tipis dan celana pendek, serta menggantung pakaian dalamnya di sembarang tempat. Sekarang ia tidak akan bisa melakukan kebiasaan nyaman itu lagi.

Naruto mengacak rambut pirang pendeknya yang spiky dengan frustasi, membuat rambut-rambut pendeknya itu semakin berjingkrak. Seandainya Sasuke adalah perempuan, mungkin Naruto tidak akan terlalu mempermasalahkannya seperti ini. Sekarang ia hanya dapat berharap Ibunya itu salah mengingat gender Sasuke.

"Maaf Naruto, Sasuke benar-benar seperti anak laki-laki terakhir kali Mama bertemu dia waktu kalian kecil dulu. Tapi ternyata dia perempuan!"

Naruto menggelengkan kepalanya, berusaha memusnahkan harapan-harapan aneh yang ada di pikirannya. Sebaiknya aku segera menjemput Sakura dan berangkat ke kampus sebelum otakku menjadi lebih gila, putus Naruto sembari cepat-cepat melahap sarapan roti panggangnya yang terabaikan sejak ia menerima telepon dari ibunya tadi.

#####

Haruno Sakura sudah menunggu di depan gerbang rumahnya yang besar ketika Naruto dengan sepedanya sampai di kompleks perumahan elit yang mewah itu. Wajah Sakura yang masam itu memberitahu Naruto kalau gadis berambut pink fuschia itu sepertinya sudah menunggu kedatangannya sejak tadi. Namun raut wajah Sakura dengan cepat berubah cerah ketika ia menyadari kedatangan Naruto yang sejak tadi ditunggu-tunggunya. Tanpa menghabiskan waktu lebih lama lagi, Sakura segera menghambur memeluk Naruto dengan erat.

"Selamat pagi, Naru-kunnn! Kau lama sekali! Sakura sudah menunggumu disini sejak tadi," ujar Sakura dengan suara manis dibuat-buat sebelum mengecup pipi kanan Naruto yang menegang. "Lakukan seperti yang kemarin kubilang, Naruto, atau aku janji akan menghajarmu kalau kau merusak rencanaku ini," bisik Sakura penuh penekanan. Naruto yang sudah bersahabat baik dengan Sakura sejak kecil adalah salah satu orang yang tahu benar kekuatan menakutkan macam apa yang tersembunyi di dalam figur mungil gadis cantik itu. Ia melirik sesosok lelaki yang tengah memperhatikan mereka secara sembunyi-sembunyi dari tikungan jalan.

"Ah, Sakura sayang," Naruto cepat-cepat menelan ludah sebelum membalas pelukan sahabatnya itu dengan ragu-ragu dan membuka mulutnya lagi, "Maafkan aku, kemarin aku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkanmu. Tiba-tiba saja hari sudah pagi dan—"

Suara cekikikan Sakura menahan ucapannya. "Kau dimaafkan, honey. Aku tidak keberatan menunggu selama apapun asalkan itu Naru-kun yang kutunggu," Sakura melepaskan pelukannya dan mengatur duduknya di bagian belakang sepeda Naruto. "Ayo, Naru-kun, kita berangkat," ucap Sakura manis sambil melingkarkan tangannya di pinggang Naruto.

Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Naruto segera menggoes sepedanya itu menjauh dari kediaman mewah keluarga Haruno.

"Sakura?"

"Hmm…?"

"… Kau benar-benar menakutkan," ucap Naruto yang bergidik mengingat tingkah sok mesra sahabatnya barusan yang membuat seluruh bulu di lengannya berdiri.

Sakura tertawa geli. "Seharusnya kau lihat wajahmu tadi. Wajahmu benar-benar pucat dan tegang. Kau hampir saja menggagalkan rencanaku."

Naruto mendengus sebal. "Itu salahmu. Kenapa kau tidak cari teman cowokmu saja untuk berpura-pura menjadi pacarmu? Kenapa harus aku? Aisshh, tadi benar-benar menjijikan!"

"Kau kan tahu tidak ada lagi yang bisa kuharapkan selain kau, Naruto," Sakura mendesah. "Lee benar-benar keras kepala. Sudah berapa kali aku menolaknya, tapi dia tetap saja mendesak untuk mengantarku ke kampus. Setiap hari dia lari pagi mengelilingi rumahku, menungguku keluar ke gerbang, lalu berpura-pura seolah-olah takdir yang mempertemukan kita di masa muda penuh gemilang cinta."

"Pfft," Naruto menahan tawa. "Barusan kau terdengar seperti Lee."

"Itu memang kata-kata Lee! Aku mendengarnya setiap hari sampai-sampai kalimat itu menghantuiku ke dalam mimpi! Kau tahu, kemarin dia benar-benar gila, dia berlari mengejar mobilku sampai ke kampus dan berusaha mengajakku berbicara lewat jendela mobil sepanjang jalan! Aku benar-benar tidak menyangka ada manusia seperti dia!" teriak Sakura frustasi hingga ia kehabisan nafas.

"Tapi Lee kelihatannya tidak seburuk itu," Naruto mengingat sosok seorang pemuda ber-alis tebal dan berambut jamur yang dilihatnya samar-samar tadi dari kejauhan. "Maksudku, di luar dari penampilannya yang —err, sedikit aneh—dia terlihat seperti orang yang baik."

Sakura mendengus. "Tentu saja menurutmu dia seperti orang baik. Dia kan tidak mengganggumu. Pokoknya, untuk seminggu ke depan kau harus menjemputku setiap pagi. Aku ingin dia menyerah karena mengira aku sudah punya pacar."

"Aku masih tidak mengerti jalan pikiranmu, Sakura. Jelas-jelas masih ada banyak lelaki tulen yang dapat berpura-pura menjadi pacarmu. Kenapa harus aku? Kau tidak takut dia tahu kalau aku ini perempuan?"

"Berapa surat cinta yang telah kau terima sejak kau menggunting rambutmu, Naruto?" goda Sakura jahil.

Kedua pipi Naruto memanas seketika. Sakura benar-benar pandai mencari kata-kata yang tepat untuk membungkamnya. "Dengan cara berpakaianmu yang seperti ini kau bahkan bisa mengelabui semua gadis di Konoha, Naruto. Jadi kau tenang saja dan lakukan rencanaku dengan baik, ok?"

Naruto hanya menghela nafas pasrah dan tanpa berkata-kata lagi menaikkan kecepatan sepedanya menuju Universitas Konoha.

/To Be Continued/

Saran & kritik minna-san mengenai cerita ini ditunggu ya^^

Meskipun aku sudah sangat gatal untuk menulis penampilan perdana Sasuke, tapi sepertinya di chapter ini dia masih belum bisa keluar. Sebagai penjelasan, di cerita ini Naruto yang baru sebulan berulang tahun lebih tua 3 tahun dari Sasuke.

Naruto: 19 tahun, mahasiswa tingkat 3

Sasuke: 16 tahun, pelajar SMA akhir

:)