Taboo

—Sesuatu yang terlarang—

*~*

Disclaimer :

SMT: Persona 4 © 2008, ATLUS.

*~*

Summary :

Pandangan seseorang tentang SAHABAT. Chie's POV. OOC, gaje, aneh, gak nyambung, maksa.


Entah mengapa, mungkin kata 'sahabat' itu tabu bagiku. Sebenarnya, ingin sekali rasanya punya sahabat. Tapi, justru karena itulah aku merasa takut. Takut dibenci, takut membenci, takut disakiti, takut menyakiti. Lalu, apa arti sebenarnya dari 'sahabat'? apakah sahabat adalah orang yang harus kita jaga perasaannya? Apakah sahabat adalah orang yang selalu ada didalam senang maupun susah? Apakah sahabat adalah orang yang harus selalu kita jaga perasaannya? Apakah sahabat adalah tempat pelampiasan?

Jika menjadi seorang sahabat, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memberikan kebahagiaan? Haruskah aku memberikannya kesulitan? Jika telah menjadi sahabat, akankah para sahabat itu merasa bahagia? Ataukah, hanya ada seorang saja yang bahagia akan status itu? Ketika seseorang berkata "You're my best friend", haruskah kita mempercayainya? Apa yang akan kita rasakan? Bahagiakah? Sedihkah? Takutkah?

Sayangnya, yang aku rasakan justru ketakutan. Ketakutan yang mendalam. Takut menyakitinya, takut disakiti, takut ditinggalkan. Berapa kali aku harus merasakannya? Rasa pedih dan sakit ketika aku ditinggalkan. Walaupun aku tahu akan ditinggalkan, entah mengapa, aku tak bisa berhenti—tak bisa menghentikan aliran hubungan ini. Makin lama, makin mendekat, makin ditiup melambung ke atas. Lalu, dijatuhkan dan ditinggalkan. Namun, ketika itu aku tak mau menyebutnya sahabat.

Perasaan yang entah apa namanya meluap tak tertahankan. Senang tapi takut. Terharu tapi bersedih. Yakin tapi ragu. Dalam kebingungan yang melanda, aku menceritakannya. Menceritakan hal dibalik kenyataan itu. Pada saat itu pula, dia melontarkan kata-kata yang seolah tak menginginkan aku untuk menceritakannya. Hancurlah harapan ini. Harapan menjadi keputus asaan. Senang menjadi sedih. Haru menjadi takut.

Padahal tahu akan begini jadinya. Tp, tetap saja..

Memang dasar manusia. Tak jauh bodoh dari rusa. Kini, haruskah aku menangis sendiri lagi ditengah kegelapan tanpa seorang pun mendengar?


A/N : a.. ano.. ehm.. gaje yah? Menurut saia sih, gak nyambung sangat. =____= maaf yah kalau gak ngerti maksud cerita dan intinya m(_ _)m soalnya, saia sendiri gak ngerti maksud dan inti ceritanya *ditimpukin* maklum, fic ini dibuat waktu lagi masa-masa UN =__= jadi, yah, taulah.. hancur. (udah tau hancur, ngapain di publish?*digampar*)

dan.. saia gak yakin akan genre, dan rated-nya. Benar gak pilihan genre dan rated saia? Kalau kiranya tak berkenan untuk dibaca, nanti saia delete fic ini~

Terima kasih karena telah membaca fic gaje ini. (meski saia yakin gak ada yang mau baca)