Hay haayyyy minna! Saia kembali dengan Kakei/Maki~*lari-lari pake odong-odong ngebawa fic KakeiMaki*. Dan fic ini untuk award pertama saia sejak saia lahir(?)! #kejauhan! #jduagh

Pasti ada yang maksa di fic ini, atau ada yang mirip sama fic Kakei/Maki 'Pink Carnation'-nya HirumaManda. Mbak Manda, saia mengambil tema yang sama, hontou ni gomenasai! XDa #ditendang ke Andromeda Dan juga kepada readers-nya… :D *nyengir watados* #didupak

Yang kedua, kalau anda(HirumaManda) membaca fic saia, rikues anda ndak dipenuhi (Kakei/Mamo), gomen sangaaatt… saia ndak dapet feel-nya… TwT *nangis kejer* #dikemplang

Yang ketiga, saia minta maaf dari readers yang RnR di 2 fic saia (Eyeshield 21 KPop! – Yuri and Lily) yang mungkin juga baca fic ini(?), 2 fic itu saia HIATUS! Tapi untuk fic lainnya ndak, 2 fic itu saia WB… Q.Q *ngorek comberan terdekat(?)*

Udah ah, TTB-nya. #kenapanggakdaritadi #dibantaireaders

Ndak mau banyak bacot, lanjut okeeehh…? (readers: nggak….! XP)


"Winter Pink"

[Kamulah yang Kucintai]

Disclaimer: Eyeshield 21 belong to R. Inagaki and Y. Murata

Story by: Yunna Michi

Written by: Yunna Michi

Summary:

For Eyeshield 21 Award Month August/ Karena kamulah yang kucintai, seperti bunga Arbutus ini./ My second Kakei/Maki/ Mind to RnR or CnC?

Warning(s)!:OOC(banget), semi AU, typo(jaga-jaga), kurang air eh? Ide!, maksa, pas-pas-an, gajhe, nggak nyambung, di sini Maki kuliah di Saikyoudai :D, dan bagi panitia yang baca, harap buang alat yang digunakan untuk membaca fic ini(?) ke comberan terdekat(?)!

Don't Like? Don't Read!

~Happy Reading~


-Winter Pink-


Seorang gadis dengan wajah kusut berdiri menatap langit luas terbentang tak berujung. Di atap kampusnya —Saikyoudai—, dengan hati galau. Rambut cokelat terangnya dibiarkan tertiup oleh angin, membuat helaian halus rambutnya berantakan.

Shibuya Maki(nama gadis itu) diliputi rasa gundah-gulana. Beberapa keping kenangan kalimat —yang diucapkan seseorang kepadanya— menyatu dalam bersitan pikiran yang menyakitkan serasa terngiang di telinganya. Maki mengeratkan kepalan tangannya(yang sejak tadi memang terkepal), tanpa memedulikan sesuatu yang rusak digenggamannya.

Maaf…

(Saat ini Maki memutar kembali masa lalunya, dimana ada kata itu.)

Apanya, apanya yang 'maaf'? Rangkaian kata yang tersusun padu dalam satu kalimat yang begitu ingin Maki katakan. Melontarkan kalimat itu sepuasnya. Ia jengah, penyesalan katanya? Apa buktinya?

Maki bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia masih menyukai dirinya(seperti sebelumnya)? Apakah lelaki itu ingat, apa yang dikatakan pada gadis ini? Apakah Shun Kakeimasih mengingat janjinya, dan jika terlalu muluk-muluk, apakah masih mengingat sosok Shibuya Maki?

Dirinya(Maki) galau. Maki ingin marah, tapi ia merasa tidak bisa. Semua perasaan itu ia pendam sendiri. Meskipun ia tahu, setiap waktu ia merasa galau dan perih.

Angan beribu terbang begitu saja. Kelemahannya sudah terjamah oleh Kakei —pikirnya. Maki ingin Kakei tidak pergi begitu saja. Maki tidak ingin Kakei pergi dan membuatnya jatuh dalam jurang penuh siksa kegalauan dan ketidakpastian.

Maki menatap sesuatu yang ada digenggamannya. Sesuatu yang disebut bunga. Bunga Arbutus, bunga putih dengan sedikit warna merah jambu yang mungil, yang kini beberapa mahkota bunganya terlepas. Pikirannya terbang ke masa lalu. Pikiran ya pikiran. Bukan raga yang sangat Maki inginkan. Dan pikiran itu mudah membuat Maki terombang-ambing dalam perih.


-Winter Pink-


Flashback

Shibuya Maki berjalan menuju lapangan sekolahnya, setelah berjam-jam berada di dalam ruangan. Bau rumput yang terkena air begitu menyegarkan, karena sejak tadi, distrik Kyoshin diguyur hujan yang tidak begitu deras. Gadis beriris emerald ini pun menghirup udara segar yang menyejukan, sambil tetap berjalan menuju area lapangan amefuto. Di lapangan itu, banyak murid-murid yang ramai berkecimpungan. Sekedar mengobrol sampai berlatih olahraga. Bicara tentang olahraga, Maki pun memperhatikan latihan para pemain amefuto, untuk apa? Karena ia manajer di sini.

Maki merasa ada yang janggal. Pemuda itu, ace tim yang berposisi linebacker, tidak ikut berlatih. Kemana pun matanya mencari, tetap tidak ada. Putus asa, ia pun menanyakan kemana Kakei pada sahabatnya, Otohime, cheerleader tim Kyoshin.

"Otohime-chan!"

"Ng? Ah, ada apa, Maki-chan?"

Gadis berkuncir kuda berambut indigo gelap itu menghampiri Maki. Maki pun dengan buru-buru menanyakan perihal Kakei yang dari tadi tidak ada.

"Kamu lihat Kakei-kun?"

"Kakei…kun?

"Iya, apa kamu melihatnya?"

Otohime terdiam dengan menundukan kepalanya. Maki menunggu dengan sabar, sesekali mendesah pelan. "Katakan padaku, dimana Kakei-kun?"

"Itu…," Otohime pun membuka mulutnya. Tapi kemudian ia terdiam kembali. Gadis itu pun menghela napas, kedengaran kecewa.

"Kenapa? Kenapa dengan Kakei? Ayo dong, katakan padaku!"

Maki mulai tidak sabar. Dalam hati ia gelisah. Kenapa dengan Kakei sehingga sahabatnya tidak mau mengatakan yang sebenarnya?

"Nhaa~ Ada apa ini?"

"Mizumachi-kun?"

Maki menoleh ke arah lapangan amefuto. Seorang pemuda berambut pirang dengan tubuh jangkung sambil mengorek telinganya dengan santai menanyakan apa yang tadi dibicarakan Maki. Maki menaruh kepercayaan kepada Mizumachi, bahwa sahabat Kakei itu pasti tahu keberadaan Kakei.

"Kakei-kun kemana?"

Mizumachi hendak menjawab, tapi anggota tim lain yang pun datang. Seakan tahu apa masalah kali ini, mereka menyuruh Mizumachi diam. Itu membuat Maki semakin bingung(dan gelisah).

"Gomenasai Shibuya-san, Kakei melarang kami memberitahumu,"

Kali ini kapten tim Kyoshin, Kobanzame yang menjawab. Jawaban yang pasti membuat Maki sangat terkejut. Matanya terbelalak sedikit. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.

"Kenapa…?"

Maki bertanya dengan serak. Semua terdiam. Tidak ada yang bersuara. Maki semakin gelisah dan frustasi. Ada apa ini?

"Nhaa~ Kakei 'kan, pertukaran pelajar lagi ke Amerika!"

DEG!

"Mizumachi!"

Otohime, Kobanzame, dan anggota tim lainnya membentak Mizumachi. Semua melotot tajam ke arah lelaki jangkung itu. Maki terhenyak. Ia menundukan kepalanya. Kakei pergi ke Amerika?

Kenapa, kenapa bisa? Kenapa dia tidak memberitahuku? Kenapa?

Pertanyaan itulah yang ada di benak Maki. Bahunya bergetar dengan tangan yang terkepal. Irisnya berkaca-kaca, siap untuk mengeluarkan air mata.

Maki berlari menuju gerbang SMU Kyoshin. Ia berlari tak tentu arah. Sakit, itulah yang dirasakannya. Sesuatu yang menyesakkan di dadanya. Apa yang kamu rasakan jika orang yang kamu sayangi pergi dan tidak memberitahumu sama sekali? Sakit bukan?

Maki baru menyadari, detik ini juga. Ia menyimpan rasa pada Kakei. Gadis itu memendamnya, dan akhirnya ia tahu itu menyakitkan. Maki menyukai Kakei, menyayanginya, dan mencintainya. Cinta yang menyesakan, cinta yang menyiksanya, dan cinta yang menyakitkan.

Air mata di iris emerald-nya menetes. Maki menangis dalam diam, ia menggigit bibir bawahnya dan tetap berlari menuju taman. Taman di dekat kompleks rumahnya. Sampai di taman, ia terengah-engah dengan kaki yang sakit. Air matanya tetap mengalir, terus menangis. Maki duduk di salah satu bangku taman dan menangis sepuasnya. Bahunya bergetar kencang, rambut cokelat terangnya terurai jatuh menutupi wajahnya.

"Kakei-kun…ke…kenapa? Kenapa kamu tidak bilang padaku kalau kamu ke Amerika? Kenapa?"

Maki terisak lebih kencang. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang ada di pikiran pemuda itu? Kenapa harus melarang semua temannya memberitahu dirinya? Kenapa? Kenapa Kakei begitu tega padanya?

"Shibuya-san? Kenapa kamu ada di sini?

Sebuah suara memanggil Maki. Gadis itu pun terhenyak. Suara itu… suara Kakei? Tidak mungkin!

"Ka…Kakei-kun?"

Maki menengadahkan kepalanya. Ia melihat sosok Kakei berdiri tegap di depannya. Dengan iris aquamarine yang menatap iris emerald miliknya.

"Kenapa?"

Maki berdiri. Ia sudah tak tahan. Ia siap mengeluarkan seluruh emosi yang dipendamnya, dan segala yang membuatnya tadi sangat gelisah.

"Kakei-kun, kenapa kamu tidak mengatakan itu? Kenapa kamu tidak jujur? Kenapa kamu menyembunyikan kabar kalau kamu akan ke Amerika? Kenapa kamu lakukan ini?"

"Tahu darimana kamu?"

Kakei balik bertanya dengan nada yang lebih tinggi dari yang biasanya. Maki menggigit bibir bawahnya lagi. Ia mengeratkan kepalan tangannya sampai begitu sakit. "Aku tidak peduli, Kakei-kun. Sekarang, kumohon, jawab aku. Jawab aku, Kakei-kun!"

Kakei menghela napas. Iris-nya menatap iris emerald yang basah di hadapannya. Kakei miris. Di lubuk hatinya, ia merasa sangat bersalah tidak memberitahu gadis di depannya. Tapi, keputusan itulah yang seharusnya dibuatnya. Keputusan yang tidak salah.

"Maaf…," sepatah kata ia ucapkan. Kakei kembali menghela napas. Maki menatap lurus ke arahnya, dengan tatapan berharap.

Kakei memperpendek jarak antara dirinya dengan Maki. Ia memeluk gadis di depannya, membiarkan Maki tenggelam di dadanya. Maki yang sebenarnya malu, dikalahkan oleh rasa sakit dan menumpahkan semuanya sekarang.

"Shibuya-san, aku minta maaf. Aku memang sengaja melakukan itu," Kakei mulai menjelaskan dengan nada merendah. Tangannya mengelus rambut panjang Maki, dan melanjutkan, "Karena itu memang keputusan yang sudah kubuat agar tidak menyakiti perasaanmu."

Maki terhenyak. Ia menangis lebih keras. Kakei membiarkannya menangis. Maki berusaha menjawab, meskipun dengan terisak, "Tapi kamu tidak tahu, hiks… aku sangat sakit saat tahu kamu pergi! Aku tidak tahu, hiks…kenapa aku begitu kecewa, hiks…,"

"Kupikir, kamu tidak memedulikannya. Maka dari itu, aku minta maaf."

Maki terharu. Ia melanjutkan tangisannya di pelukan Kakei. Kakei kembali mengelus rambut gadis di pelukannya. Penuh rasa sayang.

Merasa sudah tenang, Maki menghentikan tangisnya. Kakei pun melepas pelukannya. Maki mengusap air matanya, tapi Kakei mendahuluinya. Ia mengusap pelan pipi Maki yang masih tersisa jejak air mata. Maki sontak blushing menerima perlakuan dari pemuda berambut dark blue di depannya. Tapi, ia tidak begitu memperdulikannya. Sekarang(yang terpenting), hatinya merasa tenang.

Mereka berdua pun duduk di bangku taman. Hening menyelimuti mereka. Bosan, Maki pun memecah keheningan tidak berarti. "Kakei-kun, aku boleh Tanya sesuatu?"

Kakei mengangkat alisnya. "Kenapa?"

Maki pun agak ragu. Tapi kemudian, ia bertanya, "Kenapa hanya aku yang kamu larang untuk tahu dari teman-teman tentangmu yang pergi ke Amerika? Adakah yang lain?"

Kakei menghela napas. Ia pun menjawab, "Ada. Mereka yang aku tidak begitu kenal,"

"Kalau begitu, aku juga?" Maki pun agak sewot. Kalau begitu, aku juga tidak dikenalnya? Pikir Maki.

Kakei tertawa kecil. Ia menyangkal, "Bukankah kamu yang aku larang? Mereka yang tidak tahu, tidak perlu repot-repot kuberitahu. Kalau kamu, aku larang, bukan tidak mau,"

Maki pun mendengus kesal. Bisa juga, seorang pemuda dingin di sampingnya bercanda. Tapi, dalam hatinya, jawaban Kakei-lah yang membuatnya penasaran. Kenapa hanya dirinyalah yang dilarang Kakei untuk tahu? "Lantas, kenapa hanya aku?"

Kakei terdiam. 2 detik berikutnya, ia tersenyum. Pemuda itu tidak menjawab, tapi ia mengulurkan tangannya dan memetik sesuatu di sebelah Maki. (A/N: kalo kurang jelas deskripsinya, jadi Kakei tuh ngambil sesuatu dari sebelahnya Maki. Gitu lho maksudnya. :D)

"Bunga Arbutus?" Tanya Maki heran. Kakei kembali tersenyum. Ia pun mulai menjelaskan, "Ya, bunga Arbutus atau Winter Pink. Jawabanku adalah sama seperti bunga ini,"

Maki masih bingung. Gadis itu tidak tahu-menahu tentang bunga. Ia pun tetap diam sehingga Kakei kembali menjawab, "Artinya, karena kamulah yang kucintai,"

"Eh~? Ja,jadi…," Maki gelagapan. Ia merasa pipinya memanas. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Kakei. Kakei sendiri, ia tersenyum maklum. Ia mengangkat dagu Maki. Maki kembali blushing menerima perlakuan pemuda di depannya(untuk kedua kalinya terasa tiba-tiba).

"Aku melarang semuanya memberitahumu karena aku takut kamu sakit. Tapi aku memang salah. Aku berjanji, aku akan tetap mencintaimu."

Maki terhenyak. Ia tidak menyangka, Kakei menyayanginya atau tepatnya, mencintainya. Gadis ini tak bisa berkata-kata lagi. Kalau ia berbicara, yang ada hanya gumaman tidak jelas.

Kakei mendekatkan jarak antara dirinya dengan Maki. Ia mengecup dahi yang setengahnya tertutupi poni rambut Maki yang agak berantakan. Kakei menuangkan segala perasaannya melalui perlakuannya. Lalu, ia berkata pelan, sebuah pernyataan, "Aishitteru yo,"

Maki tidak merespon apa-apa. Ia berbisik pelan pada Kakei, "Aku memang belum terlambat, Shun. Aishitteru mo…,"


-Winter Pink-


Maki melepas genggamannya, melepas bunga Arbutus yang sedari tadi ia tatap. Perih di hatinya membuatnya lemah. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak menangis detik itu juga. Air mata sudah ada di pelupuk matanya.

Menyerah, tangisnya pun pecah. Maki sudah sakit menggigit bibir bawahnya, dan percuma saja, itu tidak berarti. Rasa perih itu tidak akan berhenti.

Maki pun menjatuhkan dirinya ke lantai tempatnya berpijak. Ia mulai terisak. Maki menumpahkan semua perasaannya dengan menangis. Luka hati yang disebabkan Kakei yang pergi ke Amerika(meskipun sudah berpamitan) sekarang ia obati dengan air mata. Kakei, kekasihnya, memang sudah 2 tahun di Amerika. Dan 2 tahun bukan waktu yang sebentar. Bagaimana rasanya, jika orang yang kita cintai, baru menyatukan rasa itu hanya beberapa jam saja, dan selanjutnya tidak bertemu kembali? Sakit, bukan? Gelisah, bukan? Galau, bukan?

Maki takut, Kakei tidak mengingat janjinya lagi. Gadis ini masih ingin bersama pemuda yang 2 tahun tidak bertemu. Dari sejak kenaikan kelas 12, sejak upacara kelulusan, dan kuliah seperti tahun ini, tidak dilewati bersama Kakei. Apakah di sana Kakei masih mencintainya, seperti janji yang diucapkannya?

Maki menekuk lututnya. Ia memungut bunga Arbutus yang tadi dilepasnya. Maki melanjutkan tangisannya dengan bertumpu pada lututnya. Tidak memedulikan rok cokelat dan lengan cardigan cream- nya menjadi sedikit basah. Angin terus meniup rambutnya. Maki menghayati suasana di atap kampusnya.

BRAK!

"Maki-chan! Ada kabar buruk!"

Seseorang membuka pintu menuju atap dengan keras, membuat Maki yang tengah menangis terkejut.

"Mamori-neechan?"

Mamori Anezaki yang membuka pintu. Rambut auburn panjangnya ikut berkibar tertiup angin. Iris sapphire-nya menatap sosok Maki yang berantakan. "Maki-chan, kamu kenapa?"

Maki buru-buru mengusap air matanya. Mamori berlari kecil menuju Maki yang sudah berdiri dan merapikan kemeja, rok, dan rambutnya yang berantakan. Sambil merapikan bajunya, Maki menjawab pertanyaan Mamori, "Aku hanya galau sedikit, kak,"

"Oh…," Mamori menarik napas pelan. "Maki-chan, ada kabar buruk. Tapi sayangnya, datang ketika kamu galau…,"

Maki mengerutkan kening. "Memang kenapa, kak? Bilang saja padaku, aku tidak apa-apa,"

Mamori menarik napas lagi, "Ini tentang Kakei-kun," Mamori berhenti sebentar, dan sukses membuat Maki kaget dan jantungnya berdegup kencang. Perasaan tidak enak menyelimuti hatinya. Mamori cepat melanjutkan, "Kakei-kun mengalami kecelakaan saat akan ke sini… Sekarang dia dirawat di Rumah Sakit Kyoto,"

DEG!

Lutut Maki sontak melemas. Keringat dingin bercucuran di pelipisnya. Namun, bukan saatnya ia menangis dan jatuh terduduk sekarang. Maki berlari meninggalkan Mamori yang memanggilnya. Iris emerald milik Maki sudah berkilat-kilat oleh pantulan cahaya pada air mata di pelupuknya. Saat ini, ia merasa sangat cemas. Dan, sangat takut

Maki memanggil-manggil nama kekasihnya, di dalam hati. Di pikirannya hanya ada Kakei. Dan Maki semakin mempunyai perasaan tidak enak, mengarah ke arah kekasihnya.

"Shun…,"


-Winter Pink-


~To Be Continued~

.

.

.

Yosh, ini dia tadi fic saia…! *nutup tirai*

Ada 2 chappie, tadinya mau dibuat oneshoot, tapi jadi kepanjangan… OnO" *garuk kepala ala Monta*

(readers: pose-mu memprihatinkan… *sweatdropped*)

Oh, ada tragedy-nya! Entah kenapa muncul ide tragedy kecelakaan itu sejak baca 2 fic-nya Yukari Hyuu-Kei…! *tebar confetti eweuh gawe* (saia jadi promosi author di sini! ^^" *dilempar koran*)

Maksa 'kah? Gajhe 'kah? OOC udah ditanya sendiri ke si OOC(?).

Bagaimana 'kah selanjutnya? *nanya ala S*let yang ada di R*TI*

Makanya, RnR or CnC please? Flame tidak diterima di sini. XDD

RnR or CnC please!