Katekyo Hitman Reborn ©Amano Akira

But, 6918 belongs to each other, ever after—

Eien no Monogatari ©Jendela Rusak

.

A/N:

Kumpulan oneshot fict 6918.

Sesuai dengan judulnya, saya hanya ingin memberi 'kesan' pada para pembaca, bahwa kisah 6918 tidak akan pernah berakhir. Dan karena ini oneshot, jadi harap maklum jika ceritanya (mungkin) pendek plus dibuat dari berbagai versi (present/TYL) ataupun universe. XDD

By the way, panjang pendeknya tiap chapter tidak menentu. Tergantung mood dan ide saya selaku Author, tentunya~ :P

.

*SPECIAL UPDATE CHAPTER FOR HIBARI KYOUYA BIRTHDAY!*

Well—PLEASE Enjoy, Ladies!

.

CHAPTER 1

[ The Words of Love ]

Canon | Sho-ai |TYL – version | A little bit Adult theme | No-Lemon! | Maybe OOC & typo's

.

.

.

~XOX~

"Kyouya, cobalah kau bersikap jujur sesekali."

Pria berambut hitam yang duduk di seberangnya hanya melirik sekilas. Kemudian ia larut pada gelas porselen yang berisi cairan cokelat favoritnya. Menyesapi hangatnya minuman yang dibuat dari salah satu jenis pucuk daun di dataran tinggi itu.

"Mengapa harus…" dia bertanya sembari menaruh kembali cangkir tehnya di atas sebuah meja berkayu mahoni. Hanya dari wajah datar dan intonasi suara tanpa nada tanya—meski dia bertanya—siapa pun tahu bahwa pria yang dipanggil "Kyouya" itu memang tak tertarik membahasnya. Menganggap pembicaraan mereka kali ini tidaklah penting.

Sepenggal tawa anomali pun terdengar tak lama berselang dari lawan bicara si pria bernama "Kyouya"—atau lebih lengkapnya; Hibari Kyouya tadi. Bibirnya melengkung membentuk senyum ambigu yang menjadi ciri khasnya selama ini.

"Tentu itu penting," terdapat jeda sejenak sebelum Rokudou Mukuro—nama lawan bicara Hibari tadi—memulai kembali sembari menopang dagu; menatap pemilik surai hitam di hadapannya. "Sebab jika kau tidak mulai bersikap jujur, jangan cemburu jika nanti aku sedang bersama dengan orang lain," lanjutnya.

Mantan prefek Namimori-chuu itu mendengus. "Aku tidak cemburu, Herbivora…"

Lagi—tawa khas milik Mukuro kembali mengudara.

Entah dia terkena jenis penyakit apa, sehingga sering sekali menertawakan ekspresi pria di depannya. Padahal, jika kita menilik siapa Hibari Kyouya sebenarnya, aku rasa tak mungkin seseorang yang normal bisa bersikap sesantai itu di hadapan pria yang dijuluki karnivora Namimori tersebut.

Ups-!

Aku lupa jika Rokudou Mukuro termasuk di luar kategori normal milik manusia biasa, 'kan?

"Kyoya-ku ternyata sekarang sudah pandai bercanda, eh?" diabaikannya delikan Hibari yang mengarah padanya. "Jika kau tidak cemburu, mengapa melempar tonfamu saat aku dan mantan bos Millefiore itu berbicara tadi, hm?" senyumnya kembali muncul.

Tak ada kata yang terucap dari sang karnivora. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela ruang tamu rumah mereka, menatapi ribuan titik air hujan yang membasahi kaca jandela rumahnya. Bibirnya bergerak sedikit; seperti menggumamkan sesesuatu yang tidak jelas. Meski begitu, Mukuro sudah cukup pintar untuk mengetahui maksud dari kekasihnya itu.

Tunggu—kekasih, eh?

.

Meski tak ada pemberitaan secara resmi, keduanya kini telah menjalin hubungan lain sebagai rival. Tepat setelah Mukuro terbebas dari Vendicare sepuluh tahun yang lalu, sang prefek muda langsung menyambangi Kokuyou. Mengajaknya bertarung. Dan hal ini terus berlanjut hingga sekarang, dikarenakan mereka selalu seri—tak pernah sekalipun di antara mereka yang menyerah kalah. Berusaha merebut dominasi satu sama lain. Sampai-sampai membuat Sawada Tsunayoshi mulai lelah menghentikan mereka.

Mereka memang rival, namun mereka berbeda dari yang lain.

Hingga akhirnya, keduanya menyadari 'sesuatu' yang lain di hati mereka. Sebuah perasaan aneh yang sealu hinggap di relung hati mereka—dan 'sesuatu' itu dapat jelas terasa, saat keduanya sedang bersama. Mukuro-lah yang pertama kali menyadari makna dari 'sesuatu' yang ada di hatinya—hati mereka.

Itu adalah ketika malam menjelang sehabis menuntaskan acara rutin mereka—mengadu trident dan tonfa. Di bawah naungan ribuan bintang di langit, sang ilusionis berlutut di hadapan Cloud Guardian, mengatakan deretan kalimat simpel, namun seakan dapat menghipnotis segalanya. Kemudian menyodorkan sebuah kotak beludru berisi benda perak berbentuk lingkaran kecil—mirip dengan benda yang diberikan Vongola dahulu, hanya saja lebih sederhana—pada sang Skylark.

Tentunya, Hibari Kyouya bukanlah pihak yang dapat kau tuntut lebih dalam hal verbal. Cukup melihat bahasa tubuhnya yang kaku, Mukuro sudah lebih dari sekedar mengetahui kata yang tak terucap dari bibir tipis pemilik surai sehitam arang tersebut. Mereka sudah menjadi rival selama sepuluh tahun—ingat? Dan asal kau tahu, orang yang bermusuhan—atau dalam kasus ini, rival—dapat memahami lawannya lebih baik dari orang lain. Tak lama kemudian, mereka memutuskan untuk tinggal bersama dan membeli sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari Vongola HQ cabang Jepang. Entah apa, yang mendasari Tsunayoshi itu membangun markas Vongola di Jepang.

—Siapa peduli?

Hingga kini, tak ada masalah berarti dalam hubungan mereka. Ya—kekurangannya hanya satu, yaitu kejujuran. Atau lebih tepatnya kurangnya keterbukaan sang karnivora Namimori pada kekasihnya sendiri. Egonya yang kelewat tinggi itulah yang menutupi segalanya, seakan membuat dinding kokoh yang membatasi dirinya dengan orang lain-bahkan, dengan sang kekasih. Pertanyaannya sekarang adalah; berhasilkah Mukuro meruntuhkan dinding pembatas itu?

"Aku mau ke kamar."

Lamunan Mukuro terputus kala mendengar suara Hibari. Pemilik iris dwiwarna itu dapat melihat kekasihnya hendak berjalan ke arah kamar mereka di lantai atas. Buru-buru, Mukuro menarik lengan sang mantan prefek.

"Kufufu. Tunggu dulu, Kyouya." Yang berambut sebiru malam menyentak sedikit lengan sang kekasih agar tubuh ramping itu menghadap ke arahnya. Memeluk tubuh pemilik rambut hitam dengan kedua lengan kekarnya. "Masa' kau mau ke kamar begitu saja, hm?"

—Ia tahu jika Hibari pasti merasa gelisah jika diperlakukan seperti itu.

Berusaha mengabaikan segala getaran aneh yang menghinggapi tubuh, mantan prefek itu mengalihkan pandangannya.

"Aku mau tidur," ia ingin sekali menggerakkan tangan dan melonggarkan kedua lengan Mukuro yang melingkar protektif di pinggangnya. Namun, apa daya—tubuhnya terasa kaku, bagaikan diberi semen saja. "Jangan ganggu aku, Mukuro…"—sepertinya, hanya ini saja perlawanan darinya.

Berbeda dengan Hibari, Mukuro justru sangat senang menggoda lelaki Jepang yang kini agaknya sedang salah tingkah di pelukannya. Hei, kapan lagi kau bisa melihat pemuda stoic itu bersikap manis begini? Jarang-jarang lho, kesempatan seperti ini!

Lihat saja ekspresi wajah merengutnya, bibirnya mengerucut kecil, dengan alis ditekuk. Matanya yang sipit itu semakin bertambah sipit saja lantaran si empunya sedang menampilkan ekspresi 'aku-sedang-tidak-ingin-melakukannya-sekarang' pada sang mantan rival. Ditambah dengan serabut pink tipis menghiasi pipi pucat itu. membuat tampilan lelaki bertitel Karnivora Namimori itu semakin manis di mata Mukuro.

Mukuro melirik jam hitam yang tertempel di dinding. "Ini bahkan belum jam sembilan malam, dan kau bahkan mau tidur?" mendekatkan bibirnya di telinga pasangannya dengan nada seduktif ia berbisik. "Malam ini hujannya lumayan deras, lho. Bagaimana jika kau temani aku dahulu sebelum tidur, Kyouya? Kufufufu…"

Menghela napas panjang, Hibari berpikir rasanya tidak ada gunanya jika berdebat dengan Mukuro Night Version(?) ini. Mereka mungkin seimbang perihal bertarung di medan tempur, tapi kalau sudah memasuki medan tempur di ranjang, Hibari masuk peringkat kedua.

—Jangan tanya kenapa.

Kedengarannya konyol mungkin, tapi sebenarnya Hibari juga ingin, dan selalu menantikan momen seperti ini di setiap malam mereka. Tetapi sekali lagi kukatakan, karena egonya yang tinggi itu pastilah membuatnya mengucapkan kata yang berlawanan dengan isi hatinya. Padahal, justru ia sendirilah yang paling menikmati.

Dasar, Tsundere.

Melihat sang kekasih yang sudah mulai melepas pertahanannya, membuat Mukuro tak mau buang waktu. Pria itu memenuhi permintaan tak terucap Hibari dan membawa pria yang lebih tua darinya itu dalam ciuman hangat yang membuai angan. Segala kekauan yang melingkupi diri sang karnivora berubah menjadi gairah, bahkan temperatur udara di sekitar mereka yang semula dingin, langsung meningkat secara signifikan.

Jujur saja, walaupun Hibari tadi menolak ajakan Mukuro karena dirinya mengatuk, kini ia tak keberatan sedikit pun jika sang mantan rival mengajak melakukannya sekarang. Rasa kantuk yang menyerang dirinya langsung menguap begitu saja seiring dengan berlangsungnya keintiman mereka malam ini.

Oh—ke, kurasa kini kalian dapat menyimpulkan jika Hibari Kyouya adalah seorang tsundere sejati.

.

.

.

~XOX~

Sepasang mata beriris kelabu membuka perlahan di tengah kegelapan malam. Sejenak, ia melirik sang partner berambut biru yang sudah terlelap tepat di sampingnya.

Bangkit dari posisi tidurnya, Hibari berusaha bangun dengan mengabaikan bagian bawah tubuhnya yang terasa kesemutan karena aktifitas mereka tadi. Menaruh bantal di sisi kepala tempat tidur, dan menjadikan bantal lembut itu sebagai sandaran tubuhnya. Kedua mata tajamnya tak lepas mengamati sang kekasih. Memastikan iris dwiwarna sang partner tak akan terbuka dalam waktu dekat ini.

Setelah seratus persen yakin, pemilik rambut raven itu mendekatkan tangannya di helaian biru lembut milik Mukuro. Mengelusnya perlahan dengan penuh kasih sayang. Kemudian, tatapan matanya melembut—sebuah pandangan yang tak akan ditunjukkannya pada orang lain. Hanya untuk sang kekasih seorang.

"Maafkan aku…"

Berlawanan dengan pria Jepang itu, Mukuro selalu berusaha untuk berbicara dan bersikap jujur pada sang kekasih. Ilusionis itu selalu berkata bahwa ia mencintai Hibari lebih dari apapun dalam hidupnya, dan akan selalu seperti itu. Meskipun yang bersangkutan tidak pernah memintanya 'sih. Tetapi, jauh di dalamnya, Hibari selalu menghargai segala kejujuran Mukuro padanya.

Entah bagaimana, hatinya sedikit tersentuh ketika Mukuro mengecup punggung tangannya dan berbisik bahwa ia mencintainya. Hibari menyukai saat-saat dimana Mukuro menatap dan tersenyum lembut kepadanya. Ia juga menyukai saat ketika kedua lengan Mukuro melingkari pinggangnya dengan protektif—seakan berusaha menunjukkan bahwa tak ada seorang pun yang dapat menyentuh dirinya. Hibari Kyouya-nya.

"… Maafkan aku karena tak bisa jujur padamu."

Sebuah kebiasaan di malam hari ini pun terus berlanjut seakan berusaha mewakili perasaannya yang sesungguhnya pada sang kekasih.

Menatapi wajah Mukuro yang tertimpa sinar bulan temaram dari jendela kamar mereka, membuat rupa mantan rival-nya itu semakin menawan di bawah tatapannya. Bahkan ketika iris dwiwarna-nya pun tidak terbuka, pesona kekasihnya tak jua memudar.

Alis mata yang terbentuk dengan sempurna, bulu mata yang tumbuh panjang dan lentik, hidung mancungnya, rahang yang kokoh, bibir tipisnya yang merah alami. Semuanya terangkum sempurna dalam satu wujud milik Rokudou Mukuro. Bahkan rambut indigo yang menjadi cirri khasnya itu sangat lembut bagaikan menyentuh benang sutera.

Jemari putih Hibari membelai wajah rupawan sang kekasih. Mengagumi keindahan paras makhluk di hadapannya itu. Dan sering membuatnya bertanya-tanya, mengapa semua rentetan keindahan itu bisa menempel dalam tubuh seorang lelaki?

—siapa peduli.

Yang jelas, ia adalah pengagum Mukuro.

Pengagum rahasia, maksudnya.

Mukuro telah berhasil, menjebol tembok pertahanan yang selama ini dibuat oleh Hibari itu, kok. Meski mungkin sang 'pemilik' tembok berusaha tidak menampakkannya.

Tanpa Mukuro ketahui, Hibari sebenarnya selalu melakukan aktifitas seperti ini. Aktifitas yang rutin ia lakukan semenjak menjadi kekasih sang Mist Guardian. Di setiap malam ketika Mukuro terlelap dalam tidurnya, Hibari akan bangun memandangi wajah kekasihnya itu, dan mengungkapkan segala hal yang tak bisa diucapkan olehnya ketika kedua iris dwiwarna pasangannya terbuka.

Namun, tak bisa dipungkiri jika sikap keterbukaan dalam suatu hubungan memang penting adanya. Agar nantinya dalam hubungan itu tidak timbul kesalahpahaman yang dapat merusak hubungan mereka.

Hibari menyadari hal itu, kok. Ia sendiri sebenarnya merasa kesulitan sendiri jika tak berusaha jujur. Seperti tadi contohnya, saat orang yang dikenal sebagai mantan Bos Millefiore bertandang ke markas Vongola ia mendapati pria berambut putih itu terlihat sedang mengobrol entah apa dengan Mukuro. Dan tanpa pikir panjang lagi, tonfa kesayangannya pun dilemparkan ke arah kedua orang tengah mengobrol itu. setelah selesai melakukan aksinya, mantan prefek itu pergi begitu. Tak mempedulikan namanya dipanggil berulang kali oleh Mukuro. Dan, semuanya berlanjut sampai acara minum teh tadi.

Hibari mengakui bahwa ia tidak suka saat Mukuro mendekati atau didekati orang lain. Oh—yah, silahkan kau bilang dirinya posesif, karena memang kenyataannya seperti itu. Meski ia tak mengakuinya. Berterimakasihlah pada sifat egoisnya yang selangit itu. Asal tahu saja, Ia tak akan merubah sedikit pun sikapnya.

Karena sejak awal, mereka memang berbeda.

.

—senyumnya mengembang,

"aku mencintaimu, Mukuro."

Karena setiap orang memang memiliki caranya sendiri dalam mengungkapkan rasa cintanya kepada yang terkasih.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Kufufufu…"

—tanpa tanpa Hibari ketahui, bahwa sedari tadi pemilik iris dwiwarna yang dikaguminya itu mendengarkan segala ucapannya—dari awal, hingga akhir.

"Kyouya-ku memang makhluk termanis yang pernah ada~"

.

.

.

.

.

.

.

.

END

but They're Never Ending, right?

.

[ Mind to review, please? ]