XXX Palace, Elim, Shiltz

.

Tipareth 18th,1020, 16.23 P.M

.

"Hei, Claire."

Claire menoleh ke saudara kembarnya. "Ada apa, Aria?"

"Aku tidak mengerti," ujar Aria. "Kenapa kita ditakdirkan seperti ini, di Shiltz ini?"

"Entahlah..."

Shiltz merupakan planet yang terletak di ujung selatan Galaksi Andromeda yang mengandung kehidupan, seperti Bumi. Sama-sama memiliki kandungan air dan atmosfer di dalamnya. Shiltz juga memiliki udara yang mendukung kehidupan di sana. Bedanya, Shiltz hanya memiliki satu benua, sejak planet itu sekecil Venus—atau bahkan Merkurius. Hanya terdapat empat kota besar di Shiltz; Lime adalah kota di mana terdapat banyak pedagang dan petarung di sana; Zaid adalah kota tambang yang sangat dingin; Madelin adalah kota hiburan yang penuh dengan badut dan keceriaan; dan Elim adalah ibukota Shiltz yang sekarang ditinggali Aria dan Claire, sekaligus kota paling besar di Shiltz. Sisanya dalah sungai, gunung, tebing, dan kenampakan alam lain.

Selain itu, penanggalan juga adalah hal yang membedakan Shiltz dengan Bumi. Bukan, bukan jumlah bulan dan hari. Melainkan nama-nama hari dan bulan yang membedakan. Hari tetap ada tujuh, namun memiliki nama yang berbeda; Malkuth mewakili hari Senin; Yesod sama dengan hari Selasa; Hod sama saja dengan Rabu; Dean mewakili Kamis; Metatron sama saja dengan hari Jumat; Kettere sama dengan Sabtu; dan Elios sama dengan Minggu. Sedangkan bulan-bulan di Shiltz juga berbeda nama dengan bulan-bulan di Bumi; Laziel mewakili bulan Januari; Hokma sama dengan bulan Februari; Sakiel sama dengan bulan Maret; Vinagh sama dengan April; Samael sama saja dengan Mei; Jikael sama dengan Juni; Tipareth sama dengan Juli; Hanaiel sama dengan bulan Agustus; Neza mewakili bulan September; Lanael mewakili bulan Oktober; Galadriel mewakili bulan November; dan Sandalpon mewakili bulan Desember. Oya, setiap nama hari dan bulan melambangkan dewa-dewi di Shiltz.

Waktu dan tahun juga menjadi perbedaan Shiltz dengan Bumi. Jika di Bumi sudah tahun 2000, maka Shiltz baru menginjak tahun 1000. Lalu, waktu di Shiltz adalah dua kali waktu Bumi. Jadi, jika kau berdiri satu jam di Shiltz, maka sama saja kau menghabiskan waktu dua jam di Bumi. Begitu pula dengan hari, minggu, bulan, dan tahun di Shiltz. Jadi, jika kau bersekolah selama satu tahun di Shiltz, sama saja kau bersekolah selama dua tahun di Bumi. Namun, kau tidak akan bisa merasakan perbedaannya. Sebabnya? Tidak ada yang tahu.

Tidak hanya itu, Shiltz juga memiliki sistem teleportasi atau biasa disebut warp, yaitu gerbang sihir yang bisa memindahkan warga Shiltz dari satu tempat ke tempat lain yang berdekatan. Namun, jika ada yang ingin pergi menuju kota ke kota—mengetahui letak kota yang berjauhan dan dibatasi oleh bentang alam yang cukup rumit dan ekstrim, ada seorang kurir perjalanan di setiap kota yang akan membawa mereka dari satu kota ke kota lain.

"Kali ini, aku yang harus pergi ke sana..." gumam Aria. "Dan kau yang menjadi permaisuri mudanya," lanjutnya.

"Benar," sahut Claire. "Ini demi menghentikan pertarungan antara kita dan bale, antara Elim dan Balie...antara monster dan manusia."

Elim adalah dewa Shiltz ketika Shiltz pertama kali dibentuk. Pada awalnya, Shiltz aman dan tenteram di bawah naungannya, namun semua berubah ketika dewa lain, Balie, menyerang. Pertarungan besar pun terjadi; hampir seluruh tempat di Shiltz hancur. Pada akhirnya, Elios, sang dewa terkuat, menghentikan pertarungan antara kedua pihak. Namun...

...perang tetap tidak bisa dihentikan, entah mengapa. Itu karena para manusia di Shiltz harus berjuang melawan Bale, alias monster yang bisa beregenerasi yang diciptakan oleh Balie. Pada awalnya, Balie dan Bale disegel ke dalam suatu dimensi oleh para manusia. Namun, entah bagaimana atau mengapa, segel itu melemah dan berhasil dihancurkan oleh Balie. Balie beserta pasukannya pun bebas dan membuat kekacauan di Shiltz; Bale pun berpencar ke berbagai daerah di Shiltz, sebagian besar di antaranya terdapat di bentang alam di Shiltz. Belum lagi, beberapa Bale menetap di Bumi setahun sebelum Aria dan Claire membicarakan hal ini. Saat ini pasti sudah banyak jumlahnya. Belum lagi, Balie sudah menciptakan Balie Spirit, roh jahat yang dapat merasuki sesuatu, baik itu makhluk hidup maupun benda mati.

Karena itu, kedua putri kerajaan Shiltz, yaitu Aria dan Claire, harus membagi tugas kerajaan. Claire harus menjadi permaisuri muda, sejak ibu mereka akan meninggalkan istana untuk mencari tahu informasi tentang Balie dan sekutu-sekutunya, sedangkan Aria pergi ke Bumi demi mendapatkan Seal yang dapat membantunya untuk menghancurkan Balie.

Seal. Ya. Itulah yang selalu diidam-idamkan seluruh warga Shiltz. Seal merupakan sekumpulan orang-orang dari planet lain—yang memiliki kehidupan, tentu saja—yang telah dipilih oleh raja Shiltz. Mereka bertugas membantu Aria dan Claire untuk menyegel kembali Balie dan Bale. Kali ini, jumlah Seal yang telah ditunjuk ada empat puluh tiga orang, dan semuanya tinggal di bumi. Maka dari itu, Aria harus pergi ke sana, demi mengumpulkan mereka.

"Bagaimana caranya agar aku bisa melawan Bale dan Balie?" gumam Aria gelisah. "Aku tidak tahu harus menggunakan apa."

"Ini," Claire memberikan Seal Key—lima belas kunci yang tergantung pada satu gantungan kunci—kepada Aria. "Pakai saja. Aku tidak perlu itu."

"Makasih ya, Claire!" kata Aria.

Claire tersenyum. "Tapi kau harus hati-hati. Jangan sampai kau membongkar rahasia tentang Shiltz sampai waktunya tiba."

"Iya, aku tahu!" kata Aria santai. "Kalau ada yang aku tidak tahu, kasih telepati, ya!" pintanya.

"Baiklah!" jawab Claire. "Tapi, apa kau yakin mereka akan membantu kita? Aku takut jika mereka tidak mau."

Aria tersenyum. "Ayolah, Claire. Percayalah pada mereka!"

"Tapi...bagaimana?"

"Selama mereka dipilih Ayahanda..."

Aria pun keluar dari kamar mereka, tempat mereka mengobrol.

"...pasti akan baik-baik saja! Aku, kau, mereka, semuanya!"

"Aria!" Claire mencegat Aria. "Kapan kau akan ke sana?"

Sebelum Aria betul-betul keluar dari kamar, ia mengatakan...

"Sepuluh tahun lagi..."

.

.

.

Di Bumi, terdapat berbagai hal...

Terdapat sejuta pohon-pohon, bunga-bunga, hewan-hewan, dan manusia...

Mereka hidup berdampingan...

Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna di Bumi...

Saling tolong-menolong dan bersama dalam satu ikatan...

Agar semuanya menjadi sejahtera...

Walau sering terjadi kekacauan...

...kejahatan...

...perselisihan...

...apa pun yang terjadi...

...mereka pasti akan selalu bersatu!

Namun,

apakah mereka bisa bertahan...

...dari malapetaka yang telah menunggu dengan sabar di luar angkasa sana?

Belum lagi...

...apakah mereka mau dan mampu membantu...

...manusia seperti mereka yang datang dari planet lain yang sangat jauh...

...dan menghentikan bencana itu?

.

~Aria Stellacia from Elim, Shiltz's quote~

.

.

.

Hetalia Seals - Summer Shining, akan segera dimulai...

.

.

.

In your position...
Set!

Kinou made no keiken to ka
Chishiki nanka nimotsu na dake
Kaze wa itsumo toori sugite
Ato ni nani mo nokosanai yo

Atarashii michi wo sagase!
Hito no chizu wo hirogeru na!
Fuseta me wo ageta toki ni
Zero ni naru nda

Bokura wa yume miteru ka?
Mirai wo shinjite iru ka?
Kowai mono shirazu mi no hodo shirazu
Muteppou na mama

Ima bokura wa yume miteru ka?
Kodomo no you ni massara ni...
Shihai sareta kusari wa
Hikichigirou

Nani mo dekinai
Chanto dekinai
Sore ga doushita?
Bokura wa wakai nda
Nani mo dekinai
Sugu ni dekinai
Dakara bokura ni kanousei ga aru nda

Ame wa yanda
Kaze wa yanda
Mita koto no nai
Hikari ga sasu yo
Ima ga toki da

Kimi wa umare kawatta
Beginner!

.

.

.

Level 1 - Sudden Birth

.

.

.

.

.

Hetalia Axis Powers - Himaruya Hidekazu

Seal Online - Grigon Entertainment

Hetalia Seals - Summer Shining - Yukari Wada

I'm own nothing but this strange and twisted story plot...

Yeah...this is very long, especially in description, maybe...

Yeah, even if these characters are OOC and there's OCs in this story...

Don't flame me, please!

Please, enjoy...

.

.

.

.

.

XXX Building, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 12.37 P.M

.

"Huh, lama-lama aku bosen juga di sini."

Satya Wicaksono—personifikasi negara Indonesia—membiarkan keluhan-keluhan itu keluar dari mulutnya.

Bagaimana tidak? World Meeting yang dilaksanakan dengan Vash Zwingli sebagai tuan rumahnya ini berjalan seperti biasa. Bukannya tambah lancar, tapi malah tambah kacau. Baik meja panjang yang ditempati personifikasi negara kepulauan nan luas ini maupun meja lain yang ada di depannya sangat ribut.

Satya melihat teman-teman yang duduk di meja yang sama dengannya. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, sejak ia duduk di tengah. Apes gue, ini World Meeting beneran atau tawuran? pikirnya dalam hati.

Dari ujung kiri, terlihat Alfred F. Jones—personifikasi negara Amerika—yang sedang memakan hamburger sambil berteriak-teriak tidak jelas, namun sangat memekakkan telinga; seorang Prusia bernama Gilbert Beilschmidt juga sedang berteriak-teriak yang disambut oleh pukulan wajan milik Elizaveta Hedervary dari Hongaria yang kebetulan duduk di sebelahnya; Razak Wicaksono—adik angkat Satya—dari Malaysia sedang adu mulut dengan Willem van Andersen dari Belanda; Katyusha Braginskaya dari Ukraina ketakutan disebabkan oleh adiknya yang bernama Natalia Arlovskaya dari Belarusia sedang menodongkan pisau ke arahnya; dan seorang gadis asal Taiwan bernama Mei Xiao yang berusaha berlindung dari tatapan maut dari seorang Swedia bernama Berwald Oxenstierna dengan cara bersembunyi di belakang pemuda Finlandia bernama Tiino Vainamoinen.

Dari ujung kanan meja yang ditempati Satya, ada Francis Bonnefoy asal Prancis yang sedang mengejar-ngejar Sey Griffith dari Seychelles sambil membawa buket bunga mawarnya; Feliks Lukasiewicz dari Polandia sedang asyik-asyiknya memakai baju perempuan, membuat seorang pemuda Islandia bernama Emil Steilsson bingung setengah mati; Ivan Braginski, seorang berdarah Rusia sedang membuat Trio Baltik—Toris Laurinaitis dari Lituania, Eduard von Bock dari Estonia, dan Raivis Galante dari Latvia—ketakutan dengan pipa keran dan aura hitamnya; dan seorang gadis asal Greenland bernama Millie Steilsdottir sedang asyik mengobrol dengan gadis asal Malta, Pirouette Farrugia.

Satya pun melihat ke meja lain yang ada di depannya. Walaupun tidak begitu ribut, meja kedua ini juga tidak bisa dianggap enteng dalam hal membuat kasus-kasus yang sangat (tidak) penting dan sangat (tidak) perlu diurus.

Dari ujung kiri meja tersebut, terlihat seorang Feliciano Vargas—personifikasi Italia Utara—meminta ampun pada kakaknya, Lovino Vargas—personifikasi Italia Selatan—yang sedang marah-marah kepadanya, sebelum pada akhirnya dilerai oleh Antonio Fernandez Carriedo, pemuda berdarah Spanyol; pemuda Denmark bernama Mathias Kohler sekarat gara-gara digilas oleh 'teman'nya Lukas Bondevik yang berdarah Norwegia; Lili Zwingli—gadis asal Liechtenstein—sedang asyik mengobrol dengan Kirana Wicaksono, adik kandung Satya yang juga berasal dari Indonesia; Matthew Williams asal Kanada hanya mendengarkan pemuda Cina bernama Yao Wang mempromosikan barang baru; Roderich Edelstein yang berasal dari Austria asyik mengomel sendiri; Bella van Andersen, adik dari Willem yang berasal dari Belgia sedang asyik berbicara dengan Arthur Kirkland, pemuda asal Inggris; pemuda asal Yunani yang bernama Hercales Karpusi sedang asyik mengorok di kursinya, membuat temannya, Sadiq Adnan yang berasal dari Turki marah-marah entah kenapa; Lee Wang yang berasal dari Hong Kong dan pemuda lain yang berasal dari Jepang bernama Kiku Honda sedang asyik berbicara; Flora Primavera asal Peru sedang mengobrol dengan Virta Vainamoinen dari Aland; sampai di ujung kanan ada seorang Peter Kirkland dari Sealand marah-marah saking berisiknya Im Yong Soo yang berasal dari Korea Selatan.

Huh...di sini ribut semua... keluh Satya dalam hati.

...hah?

Tiba-tiba, ia teringat akan sesuatu.

Ludwig sama Vash di mana?

Tiba-tiba...

BRAK!

"KALIAN SEMUA BISA DIAM TIDAK?!"

"KALAU NGGAK, AKU DOR KALIAN SEMUA!"

Hening.

Semua terdiam, berkat teriakan seorang Ludwig Beilschmidt dari Jerman, dan Vash. Ditambah dengan dobrakan pintu yang cukup keras.

"Ah, West..." Gilbert memandang adiknya dengan ngeri. Ludwig memang selalu menyeramkan jika marah.

"Kakak..." Lili memandang Vash.

Tiba-tiba, ada seorang remaja—entah dari mana—yang maju ke dalam ruangan. "Hei, kalian semua. Sebaiknya jadi orang tahu situasi, ngurusin hal yang ada dulu, baru lakukan apa yang kalian inginkan. Hidup itu pendek, jadi gunakan baik-baik, jangan cuma buat melakukan hal gak penting. Aku rasa kalian terlalu ribut, mana aneh lagi. Ck ck ck, dasar kumpulan orang SGMS bin gila," katanya.

Semua terpana, lantaran melihat seorang gadis yang tingginya sekitar 155 cm. Rambutnya sepundak berwarna pirang platinum, matanya berwarna kuning terang. Anak itu memakai kemeja biru berlengan panjang dengan kalung dengan liontin pentagram berwarna abu-abu, celana jeans panjang warna merah, sepatu kets warna putih dan kaos kaki panjang berwarna ungu. Bisa dibilang jika remaja itu adalah perempuan, walaupun dadanya rata.

Bukan hanya itu, omongan gadis tersebut juga sangat pedas, tidak enak didengar. Apalagi kalimat yang terakhir. Hampir semua personifikasi itu menutup telinga mendengar kata-kata anak tersebut, bahkan ada yang terlihat marah, kaget, maupun kesal. Namun tidak bisa disangkal jika omongannya benar.

"Aduh, tolong hentikan..." keluh Tiino sambil menutup telinganya.

"Huh, kalian sinting semua. Aneh," kata gadis itu—yang bernama lengkap Aria Stellacia dan berumur 17 tahun, menambah beban emosi Tiino dan yang lain. Bahkan ada yang ambruk dari kursinya.

"...hentikan...tolong..." pinta Emil, yang sempat ambruk dari kursinya.

"Gila."

"Ugh...gak tahan..." keluh Mathias, yang juga ambruk dari kursi. Ia memang seringkali mengabaikan sindiran dari Lukas—atau bahkan tidak mengerti atau tidak tahu apa maksud dari Lukas, namun jika Aria yang mengkritik...

...sampai bumi berotasi kebalik pun tidak ada yang bakal tahan sama kata-kata pedas yang terus mengalir dari mulut sang Aria.

"Sedeng."

Berwald bergumam tidak jelas sambil menutup kedua telinganya. Sepertinya ia tidak tahan.

"Miring."

Muka Lukas semakin pucat, lantaran anak aneh itu semakin psikopat dan lidahnya sudah kelewat tajam.

"Gak jelas."

"Kau..." pinta Virta, memohon pada Aria agar menghentikan kata-kata yang sangat tidak enak didengar itu.

"Sopik."

Millie hanya terdiam sambil terus memainkan miniatur tombak ikannya. Sepertinya ia tidak memperhatikan kata-kata orang itu.

"Setres."

Flora hampir pingsan. Begitu pula dengan Katyusha dan Elizaveta.

"Suka rusuh."

Pirouette pun ambruk seketika, diikuti Feliks, Toris, Raivis, Eduard, Lili, Kirana, Kiku, dan Natalia.

"Sarap."

"Ugh..." keluh Peter yang dari tadi sudah ambruk terlebih dulu. "Siapapun...tolong..."

Feliciano dan Lovino sudah terlanjur pingsan di tempat, membuat Antonio panik.

"Berisik."

Muka Sey dan Bella pun menjadi pucat pasi. Sementara Arthur menahan marah, Roderich, Francis, dan Sadiq memukul meja dengan pelan saking marahnya.

"****ing annoying."

Razak, Willem, Alfred, dan Gilbert mulai mengeluarkan semacam 'asap' dari kepala mereka saking kesalnya, sedangkan Matthew, Satya, Heracles—yang sudah berhasil dibangunkan oleh Sadiq, Mei, Yong Soo, dan Lee langsung ambruk di tempat. Ivan sudah duluan mengeluarkan aura hitam dan pipa krannya, membuat Yao harus menenangkannya.

"Sangat menyedihkan."

"HEIII...!" teriak Ludwig, emosinya sudah mencapai puncak.

"SAMPAI KAPAN KAMU MAU MENYINDIR KAMI SEMUA?!" marah Vash. "DAN DARI MANA LOE BERASAL?!"

"Menyindir? Kau bilang menyindir? Cih, aku itu hanya mengatakan hal yang benar," kata Aria dengan nada enteng. "Jadi, jangan salahkan aku. Dari mana aku berasal, bukan urusanmu," lanjutnya.

"Kau itu kawan atau lawan, sih?" tanya Razak kesal.

"Kawan," jawab Aria.

"Lalu kenapa kamu bicara kayak gitu?!" bentak Willem.

"Karena aku mengatakan hal yang benar," jawab Aria. "Sebaiknya kalian instropeksi diri," lanjutnya.

Siiing...

"WHAT THE HELL ARE YOU, THE ****ING BLOODY GIT?!"

Alhasil, Kiku dan beberapa orang lainnya harus mengeluarkan tenaga ekstra, demi menghentikan Arthur yang selangkah lagi akan mengubah Aria yang (kelihatannya) tidak berdosa itu menjadi mayat untuk dikubur dengan bantuan 'teman-teman'nya.

"Sabarlah, Arthur-kun!" sahut Kiku. "Tenanglah!"

"Nggak awesome banget, sih!" sahut Gilbert sambil terus menahan Arthur.

"Like, Kiku dan Gilbert benar!" sahut Feliks, yang kemudian celingak-celinguk kebingungan. "Lho, Emil sama yang lain di mana? Like, hilang?"

Seketika, Arthur sadar dari jiwa pembuat sumpah serapah dan kutukannya, dan ikut celingak-celinguk. "Eh, iya ya. Mereka ke mana?"

"Mereka..." ujar Mei. "Mereka...pingsan..."

"Hah?" Feliks dan teman-temannya pun melihat ke lantai, baik di dekat maupun sekitar mereka. Ternyata kata Mei benar. Mathias, Tiino, Emil, Lukas, Berwald, Peter, Virta, dan Flora sudah terkapar tak berdaya di lantai dekat kursi masing-masing; mulut mereka berbusa. Sedangkan Pirouette terkulai lemas di kursinya, Millie sama sekali tidak memperhatikan keadaan ketujuh saudaranya; ia malah asyik bermain dengan salah satu kucing milik Heracles—yang entah kenapa pergi ke tempatnya.

"Ve~ Mereka kenapa, ya?" tanya Feliciano sambil mendekati 'mayat' Mathias dan Lukas dan menggoyang-goyangkan badan mereka. "Ve, bangun, ve~!"

"Apa karena..." Lili menoleh ke Aria, yang sedang asyik memainkan pancingan besinya—yang sejak tadi sudah ia bawa di genggaman tangan kirinya. "...apa karena dia?"

Hening sejenak.

Dipikir-pikir benar juga, sih... pikir Alfred.

Mon Dieu, dia anak yang mengerikan... batin Francis ketakutan.

Dia sama saja kayak Natalia, da... pikir Ivan ngeri.

Mengerikan, aru... gumam Yao dalam hati.

Kata-katanya pedas sekali... pikir Toris.

Itukah senjatanya? tanya Eduard dalam hati. Apakah kata-katanya adalah senjata mematikan?

Sama saja kayak Ivan... batin Raivis ngeri.

Anak itu gak awesome banget, sih! pikir Gilbert.

Dia bisa membuat skandal baru di sini... batin Matthew.

Pada akhirnya, beberapa dari mereka pun harus membawa kedelapan orang yang sudah sekarat tadi ke UKS yang terdapat di sebelah ruangan itu, sedangkan Lili membawakan teh manis hangat untuk diminum Pirouette. Aria sendiri? Ia keluar dari ruangan itu untuk merenungi sesuatu.

.

XwXwXwXwXwX

.

XXX Building, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 12.41 P.M

.

Aria menatap gantungan kunci tersebut yang sekarang ada di genggamannya. Claire, batinnya.

Aku, kau, dan mereka pasti akan menyelamatkan Bumi, Shiltz, dan alam semesta ini! Percayalah!

"Hei!"

Aria membuyarkan lamunannya, lalu menoleh ke belakang. "Kau..." Ia melihat gadis berambut coklat dengan pita merah dan bermata coklat menghampirinya. Gadis itu mengenakan gaun biru dengan bordir bunga dan mengenakan sepatu berwarna putih.

"Aku Sey Griffith dari Seychelles, senang bertemu," sapa gadis itu. "Kau...siapa namamu?"

"Aria. Aria Stellacia," jawab Aria pelan. Ia tahu jika adalah putri kerajaan Shiltz, namun ia merahasiakan asal, tempat kelahiran, dan beberapa informasi tentang dirinya—kecuali tanggal lahir, yaitu 11 Maret; golongan darah, yaitu AB; umur, yaitu 17 tahun; dan nama asli, tentu saja—untuk menyembunyikan identitas sebenarnya. "Ada apa?"

"Kamu lihat Gilbird?" tanya Sey.

"Gilbird?"

"Itu...burung kuning bulat punya si Gilbert..." jawab Sey.

"Gilbert?"

"Cowok berambut perak dan bermata merah yang suka ngomong 'awesome' itu, lho!" jawab Sey lagi. "Tahu nggak?"

Aria termenung sejenak. "...ah! Yang itu?" Aria mengangguk sekali, "Aku tahu, kok. Tadi aku lihat."

"Tentang Gilbird?" tanya Sey.

"Iya," jawab Aria. "...sepertinya."

"Perasaan, aku belum melihat Gilbird hari ini..." Sey berdiri di sebelah Aria, lalu menerawang ke langit biru yang begitu cerah. "Gilbert taruh dia di mana, ya?"

"Entahlah," jawab Aria pendek. "Paling di tepi jamban."

Sey tertawa kecil. "Di tepi jamban? Tapi aku lihat, si Gilbert belum ke toilet hari ini!"

"Benarkah?"

"Iya," jawab Sey. Tanpa sengaja, ia melihat kunci yang sedang dipegang Aria. "Itu...kunci apa?"

"Ah, ini?" Aria menunjukkan kunci itu. "Ini...kunci dari Claire."

"Claire?" Sey memiringkan kepalanya. "Siapa?"

"Ah, tidak apa-apa," kata Aria. Kalau ketahuan bisa gawat... pikirnya. "Memang terakhir kau melihat Gilbird di mana?" tanya Aria mengembalikan topik awal.

"Tadi pagi, pas aku, Arthur, sama Gilbert jalan-jalan di taman dekat sini." Sey menoleh, "Bagaimana kalau kita—"

"Ayo kita cari si Gilbird!"

Sey terperangah, lantaran melihat Aria yang pada awalnya kaku menjadi sangat ceria, matanya berbinar-binar. "A-Aria?"

"Ayo kita cari di taman!" ajak Aria girang. Ia pun menarik tangan Sey dan langsung berlari secepat angin ke lantai dasar lewat tangga.

A...Aria... pikir Sey ngeri.

Ada apa dengan dia? Kok dia jadi aneh?

.

XwXwXwXwXwX

.

XXX Park, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 12.41 P.M.

.

Gilbird...Gilbird...

Aria terus menggumamkan nama burung itu dalam hati sambil terus mencari di balik semak-semak.

Selain indah, taman yang terletak di dekat menara tempat World Meeting berlangsung itu juga besar, besarnya kira-kira mencapai separuh dari stadion yang terletak di London, Inggris sana. Saking besarnya, Sey dan Aria harus berpencar ke dua arah yang berbeda. Aria ke arah utara, sedangkan Sey menuju ke selatan.

Sudah empat puluh menit berlalu sejak Aria mencari Gilbird, namun masih belum ketemu juga.

Gilbird di mana—akh!

Tiba-tiba, Aria jatuh tersungkur sambil memegangi dadanya. Ada apa? Kenapa sakit begini?

Tiba-tiba, ia mendengar suara yang berbisik kepadanya. "Itu pertanda jika ada Balie Spirit di sekitarmu," katanya.

Tiba-tiba, ia tersentak. "Ah! Claire?" desisnya.

"Ya," jawab suara itu. "Kunci itu berguna sekali, lho."

"Ha?"

"Kunci-kunci itu bisa merasakan aura Bale dan Balie di sekitarnya. Bahkan, kunci-kunci itu bisa merasakan potensi Seal dalam mereka," jawab Claire.

"Potensi Seal?"

"Mereka bisa menjadi seorang Seal jika mereka menyadari untuk apa dan untuk siapa mereka hidup, dan keinginan mereka untuk menjadi Seal. Jika potensi itu bangkit, maka Seal Key akan bercahaya dan terbang menemui pemilik sebenarnya," jelas Claire.

Sriiing...

"Ah!" Aria memasukkan tangannya ke dalam saku jeans-nya, kemudian mengeluarkan Seal Key dari saku tersebut. Salah satu dari kunci itu, tepatnya yang berwarna hijau kebiruan dan berbentuk seperti tombak—tapi bukan tombak, bersinar terang dengan cahaya berwarna merah. "...kenapa?"

"Berarti ada Bale yang mendekati temanmu!" teriak Claire dalam telepati. "Dia pasti tidak jauh dari tempatmu!"

"Tidak jauh dari tempatku?" Aria tersentak. "Sey dan kawan-kawan...!"

"Cepat!"

Aria pun segera berlari ke arah gedung World Meeting yang terletak di sebelah selatan—yang juga merupakan tempat Sey mencari Gilbird.

Sesampainya di sana, ia memanggil-manggil Sey. "Sey! Di mana kamu?"

Tidak ada jawaban.

"Dia pasti sudah ada di gedung!" gumam Aria. Ia pun berlari lagi.

Apapun yang terjadi...

Ke arah gedung tempat Sey dan teman-teman baru lainnya—sekaligus pahlawan baru untuk Shiltz dan seluruh jagad raya—berada.

...bertahanlah...

Ia telah membuat tekad di tengah jalan.

...aku akan segera ke sana! Tidak, aku juga akan memastikan, jika kalian...

Tekad besar yang dapat menolong rakyatnya, keluarganya, warga Bumi...

...kalian...

...semuanya!

...akan menjadi Seal, demi mereka semua!

.

XwXwXwXwXwX

.

XXX Building, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 13.29 P.M.

.

"Hei, kawan-kawan!"

Ludwig dan teman-temannya menoleh, melihat Sey yang sedang senyum-senyum sendiri sambil menutup pintu ruangan.

"Ada apa, Sey?" tanya Arthur.

"Lihat ini!" Sey menunjukkan apa yang ada di tangannya, sebuah bola berwarna kuning bulat. "Aku menemukan Gilbird!"

"Wah! Makasih ya, Sey!" Gilbert langsung berlari ke arah Sey dan mengambil Gilbird dari tangan Sey. "Kesesesese~ Burungku yang awesome telah kembali!"

Arthur menjadi sedikit sewot mendengar kata 'awesome' dari mulut Gilbert. "'Awesome' kepalamu pe—"

"Piya!"

"He?" Gilbert kebingungan, begitu pula dengan yang lain.

"...'piya'?" gumam Peter.

"Kok beda sama ocehan Gilbird yang asli?" tanya Elizaveta.

Tiba-tiba, si burung meronta dari tangan Gilbert. Salahkan Gilbert yang lengah, karena Gilbird berhasil meloloskan diri. Gilbird pun terbang di tengah-tengah mereka.

"Gilbird, kau kenapa?" tanya Gilbert.

"Piya...piya...piya..."

Tiba-tiba, tubuh Gilbird membesar, ukurannya berubah menjadi seukuran bola basket, bentuknya bulat sedikit lonjong. Selain itu, Gilbird yang telah berubah wujud itu memperbanyak dirinya, dari satu menjadi sekitar seratus ekor, sejak ruang pertemuan itu cukup besar. Hal ini tentu saja membuat Gilbert dan teman-temannya ketakutan.

"Gi-Gilbird..." gumam Gilbert sambil jatuh tersungkur. "Kenapa kau..."

Tiba-tiba, salah satu 'Gilbird' mendorong tubuhnya ke muka Gilbert.

BUK!

"Argh!" Gilbert terpental. Tubuhnya menabrak tembok, lalu jatuh tak berkutik.

"Gil!" teriak Roderich.

"Kau..." Elizaveta pun mengayunkan wajannya ke salah satu makhluk lain yang ada di dekatnya...

...hanya untuk mengetahui jika wajannya menembus tubuh si makhluk kloning si Gilbird yang telah berubah wujud itu.

"K-kok bisa?" tanya Elizaveta ketakutan.

Tiba-tiba, salah satu 'Gilbird' yang lain seperti memberi komando pada yang lain. "Piya!"

BUK!

"Kyaaa!"

BUK!

"Argh!"

BUK!

"Ugh!"

BUK!

"Tolong, ve~"

BUK!

"Berhenti, kau!"

BUK!

"Waaa!"

Dan makhluk-makhluk itu terus menyerang para personifikasi negara tersebut sampai hampir semuanya terluka...

...entah kapan berakhirnya.

.

XwXwXwXwXwX

.

XXX Building, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 13.34 P.M.

.

Aria yang sudah sampai di depan gedung langsung memasuki gedung, memasuki lift yang kebetulan terbuka, lalu memencet tombol dengan angka 9. "Teman-teman..." gumamnya.

"...bertahanlah di sana!"

Setelah lift terbuka di lantai sembilan, Aria langsung berlari lagi. Kali ini dengan Seal Key yang berwarna hijau kebiruan tadi di pegangannya.

Biiip, biiip, biiip...

"Eh?" Aria menoleh ke kuncinya yang sekarang berbunyi-bunyi. "Apa sudah dekat?"

Pada akhirnya, ia sampai di depan ruang pertemuan. Dari luar, ia bisa mendengar keributan-keributan yang ada di dalam sana.

"Ada apa, ya?" gumamnya heran.

"Cepatlah, Aria!" teriak Claire melalui telepati. "Gilbird sudah dirasuki Balie Spirit!"

"Apa?!"

"Cepat!" seru Claire. "Kaulah satu-satunya yang bisa menghentikan ini!"

"Aku?"

"Iya!"

Sriiing...

Tiba-tiba, cahaya menyelimuti kunci yang dipegang Aria. Cahaya itu berwarna biru kehijauan dan sangat terang.

"Eh?" Aria keheranan. "...baiklah!" Aria pun mengangkat kunci itu ke atasnya. "Seal Power..."

Sinar dari kunci itu semakin terang.

"...Freezer Link!"

Tiba-tiba, cahaya menyelimuti Aria selama lima detik. Saat cahaya itu menghilang perlahan, Aria berubah wujud menjadi Seal Form, lengkap dengan pakaian, topi baja, dan sepatu berwarna hijau kebiruan. Aria juga memegang satu senjata di tangan kirinya. Jangan heran, karena dia memang kidal sejak kecil.

Oh, apa aku lupa mengatakan, jika Aria dan Claire juga memiliki tiga wujud yang berbeda?

Ya. Aria dan Claire, sebagai putri kerajaan, dapat berubah menjadi tiga wujud yang berbeda, yaitu Seal Form, Human Form, dan Royal Form. Setiap wujud memengaruhi warna, gaya, dan panjang rambut, dan juga warna mata mereka. Seal Form digunakan saat bertarung; Human Form adalah wujud mereka saat di Bumi; dan Royal Form digunakan saat di Shiltz. Kekuatan unik ini berguna agar identitas mereka sulit diketahui.

Pada Aria, saat ia menggunakan Seal Form, rambutnya berwarna pirang terang selutut dan dikuncir dua dengan pita—yang berbentuk seperti daun—berwarna hitam, matanya berwarna biru kehijauan. Pada Human Form, rambutnya berwarna pirang platinum sepundak dan matanya berwarna kuning terang. Sedangkan pada Royal Form, rambutnya berwarna ungu, saking panjangnya sampai hampir menyentuh tanah, dengan kuncir rambut dengan hiasan berbentuk wajik warna kuning—yang membuat rambutnya sedikit mengembang, dan matanya berwarna merah terang.

Pada Claire, jika ia menggunakan Seal Form, rambutnya menjadi berwarna biru tua sepinggang, dikuncir sebelah kanan dengan pita berwarna merah jambu; matanya berwarna jingga. Pada Human Form, rambutnya berwarna coklat gelap sedada dan mata berwarna merah jambu tua. Sedangkan pada Royal Form, rambutnya berwarna pirang terang sebetis dikuncir dengan pita kupu-kupu berwarna biru, dan matanya berwarna hijau tua.

Oya, mantera yang diucapkan oleh Aria tadi adalah mantera yang diwariskan kerajaan turun temurun. Mantera itu berguna untuk bertransformasi dengan Seal Key. Oya, karena Seal Key mempunyai lima belas jenis, maka kata-kata dalam mantera akan berubah, bergantung dari kunci mana yang dipilih. Otomatis, senjata dan pakaian juga akan berubah menurut kunci yang dipakai.

Karena kali ini Aria menggunakan Freezer Key, otomatis ia berubah profesi menjadi Freezer, lengkap dengan pakaian, aksesoris, dan senjatanya, yaitu tongkat es. Set pakaian yang ia kenakan kali ini adalah Underwater Set, sedangkan senjatanya adalah Poseidon Staff. Seperti namanya, Freezer adalah penyihir yang mementingkan elemen es.

Tanpa banyak tanya, Aria langsung membuka pintu dengan paksa. "Sey—ah!" Mata Aria membelalak lebar. "Kalian! Apa yang terjadi?"

Bagaimana Aria tidak kaget? Lihat saja, hampir seluruh personifikasi negara terkapar tak berdaya di lantai. Kursi dan meja berantakan, gelas dan vas pecah semua, dan yang paling tidak diinginkan Aria untuk ia lihat...

...makhluk-makhluk hasil dari Balie Spirit yang merasuki Gilbird, melayang-layang di atas para personifikasi itu.

"A...apa ini?" Aria mundur selangkah. Tiba-tiba, ia melihat ada seorang pemuda bermata violet dan berambut pirang gelap yang sedang meringkuk di pojokan sambil memeluk boneka berbentuk beruang.

Ternyata masih ada yang selamat! pikir Aria. Ia pun menghampiri pemuda tersebut, lalu berjongkok di depannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Aria.

"Eh..." Pemuda yang tadinya menunduk itu kini mengangkat kepalanya. "Iya..."

"Siapa namamu?" tanya Aria. "Cepat, aku tidak mau buang waktu."

"Matt...Matthew...Matthew Williams..." jawab pemuda itu, dengan suara yang sangat pelan.

Walaupun suara Matthew sangat pelan, entah mengapa Aria bisa mendengar suaranya. "Baiklah. Apa kronologi dari semua ini?"

"Itu...Sey...ia menemukan burung milik Gilbert, namanya Gilbird...tiba-tiba...Gilbird meronta-ronta dari tangan Gilbert...lalu...burung itu berubah bentuk...dan terjadilah hal ini..." jelas Matthew dengan malu. "Aku tidak tahu harus berbuat apa...jadi...aku bersembunyi di sini..."

"Kenapa harus bersembunyi?" tanya Aria. "Bersembunyi itu tidak akan menyelesaikan masalah! Bersembunyi hanyalah kelakuan yang dilakukan oleh seorang pengecut!"

"Aku tahu...tapi..." Matthew menunduk. "...tapi...aku tidak yakin...apa makhluk-makhluk itu akan menyadari...keberadaanku..."

"Hah?"

"Kau tahu...selama ini...teman-teman tidak menyadari keberadaanku...bahkan Alfred, saudaraku sendiri...yang menyadari hanya Sey dan Gilbert..." Mata Matthew mulai berkaca-kaca. "Mungkin, aku sudah tidak berguna lagi di—"

"Tidak ada yang menyadari keberadaanmu, bukan berarti kau tidak berguna!"

Matthew mengangkat kepalanya dengan spontan. "Kau..."

"Dulu...temanku juga begitu..." Aria melihat ke sisi lain, mengingat seorang gadis yang merupakan teman masa kecilnya. "Temanku sangat pemalu, jadi dia tidak pernah diketahui orang lain. Seperti kau, ia berpikir jika ia sama sekali tidak berguna. Tapi, aku dan saudaraku membantunya..." Aria tersenyum kecil. "...dan sekarang ia menjadi bintang kelas di sekolahku." Ia terdiam sesaat. "...namanya...Netralia."

"Wah..." gumam Matthew kagum.

"Kalau Netralia bisa, kau juga bisa!" Aria menyodorkan tangannya. "Kau bisa menjadi orang yang berguna, jika kau bangkit!"

"Tapi...kau siapa...?" tanya Matthew.

"Seal Freezer," jawab Aria, " dari Shiltz."

"Shiltz?"

"Akan kujelaskan lain waktu." Aria berdiri dan menatap Matthew. "Kau, sekarang kutanya. Untuk apa dan siapa kau hidup?"

"Untuk apa...dan siapa?" Matthew menunduk lagi, kali ini bukan untuk meratapi nasibnya. "Untuk..."

"Setiap orang pasti berguna. Bahkan orang paling bodoh sekalipun pun berguna untuk banyak orang," tutur Aria. "Oke, aku ulangi. Untuk apa dan siapa kau hidup?"

"Aku hidup...untuk menjadi personifikasi negaraku..."

Aria tersenyum kecil. "Lalu, untuk siapa?"

"...untuk..."

"Aku tahu," potong Aria. "Untuk saudaramu, kan?"

"Eh?" Matthew kaget, lantaran Aria seperti bisa membaca pikirannya. Padahal, sebetulnya Aria memang bisa membaca pikiran orang.

"Aku tahu," sahut Aria. "Saudaramu itu good speaker, sedangkan kau itu good thinker. Menurutmu, kalau itu digabung, apa yang akan terjadi?"

"Pasti akan menjadi sesuatu yang berguna!" jawab Matthew.

"Karena itu, kau hidup," kata Aria. "Hidupmu adalah sebagai personifikasi negara, bagian dari benua Amerika. Kau juga hidup, karena kau bersama saudaramu adalah satu." Aria menyodorkan tangannya. "Apa kau mau bertarung bersamaku, demi saudaramu, dan teman-temanmu?"

Matthew termenung sejenak, kemudian mengangguk sambil tersenyum, lalu berdiri dan menyambut tangan Aria. "Iya, aku mau!" jawabnya.

Sriiing...

Tiba-tiba, kalung pentagram yang dikenakan Aria bersinar terang.

"Eh..." Matthew keheranan. "...kok bisa?"

"Itu karena potensi Seal-mu bangkit!" jawab Aria, yang kemudian merasakan jika salah satu Seal Key ikut bersinar. Ia pun mengambil kunci tersebut dari kantong celananya, dan ia menemukannya. "...Assassin Key!"

"Assassin...Key?"

"Kita tidak punya waktu!" kata Aria sambil menaruh kunci di tangan kanan Matthew. "Cepat ucapkan manteranya!"

"Mantera?"

"'Seal Power Assassin Link'!"

"Eh..." Matthew memerlukan 3 detik untuk menyerap mantera tadi. "...baik!" Matthew pun mengangkat kunci itu. "Seal Power..."

Aria tersenyum, sambil melihat Assassin Key dan kalungnya yang bersinar semakin terang.

"...Assassin Link!"

Cahaya dari kunci itupun menyelimuti Matthew selama lima detik. Setelah itu, Aria sedikit terkejut dengan pakaian dan senjata Assassin yang sesungguhnya.

Untuk gaya pakaian, yang membuat Aria kaget adalah penutup mulut yang dikenakan Matthew. Apalagi senjatanya, ada sepasang pisau panjang yang tergenggam di kedua tangan Matthew. "...itukah...wujud Assassin?" Aria pun mengecek Cellset—telepon genggam yang berwujud kepingan kaca dalam berbagai warna dan bentuk yang bisa menampilkan layar tiga dimensi yang bisa disentuh—miliknya yang berwarna hitam dan berbentuk segitiga. Layar tiga dimensi pun muncul. "Hm...Red Shadow Set dan Dual Sai, hah..."

"Red Shadow? Dual Sai?" tanya Matthew.

"Red Shadow Set adalah set pakaianmu, sedangkan Dual Sai adalah senjatamu," jelas Aria. "Oh, bagaimana kalau kau coba melemparkan kedua senjatamu itu ke dua Piya itu?"

"Piya?"

"Kloning dari Gilbird yang berubah wujud itu."

Matthew pun mencoba berkonsentrasi, lalu melemparkan kedua pisau itu ke dua Piya yang sedang melayang-layang.

JLEB!

JLEB!

"Piya!"

Kedua Piya itu pun terjatuh dan berubah menjadi debu. Pada saat itu juga, kedua pisau itu kembali ke tangan Matthew.

"Lho..." Matthew keheranan. "...kok?"

"Hebat, kan?" Aria tersenyum. "Sekarang giliranku!" Ia pun berlari ke arah Piya-Piya itu, kemudian menyerangnya. "Kau juga!" serunya.

Matthew pun terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk. "Baik!" Matthew pun ikut menyerang makhluk-makhluk itu.

Tiga menit kemudian, tinggal satu Piya yang tersisa.

"Itu dia..." Aria menunjuk Piya itu. "...itu dia Gilbird yang dirasuki!"

"Lalu, kita harus apa?" tanya Matthew.

"Kita gunakan skill!"

"Skill?"

"Kekuatan sihir!" Aria pun menodongkan tongkatnya ke Piya itu dari kejauhan. "Ayo!"

Matthew pun mengangguk. "Ayo!"

Tiba-tiba, aura biru keluar dari tongkat Aria. Lalu, ada bola es raksasa di depan tongkat itu.

Begitu pula dengan kedua pisau Matthew. Pisau-pisau itu mengeluarkan aura ungu, dan konsentrasi Matthew semakin meninggi.

"Ice Cannon..."

Aria sudah siap menembakkan bola es itu ke Piya.

"Vital Attack..."

Sepertinya Matthew sudah mendeteksi titik lemah sang piya.

Dan dalam waktu bersamaan...

"...Seal!"

BLAR!

JLEB!

"Piyaaa...!" Piya itu pun kembali ke bentuk asalnya, Gilbird yang dulu. Dari tubuh burung kecil itu, ada cahaya hitam yang keluar, namun tertahan, dan berubah wujud menjadi sebuah kartu.

"...Spirit Card..." gumam Aria.

"Hah?"

"Jika Balie Spirit sudah disegel, ia akan berubah wujud menjadi kartu," jelas Aria. "Aku tahu tempat penyimpanannya, jadi serahkan saja padaku." Aria pun kembali ke wujud Human Form-nya, membuat Matthew—yang sejak tadi sudah kembali ke wujud aslinya dan mengangkat Gilbird yang pingsan—kaget.

"Ah! Kau...kau..." gumamnya kaget.

"Iya, aku orang yang tadi, namaku Aria Stellacia." Aria tertawa kecil. "Oya, kau simpan saja Assassin Key itu."

"Kenapa?"

"Aku sudah punya ini," kata Aria sambil menunjukkan kalung pentagramnya. "Jadi, simpan saja. Lalu, rahasiakan hal ini untuk sementara."

"Eh? Bukan untuk selamanya?" tanya Matthew.

"Karena..." Aria pun melihat ke sisi lain. "...sebentar lagi, mereka juga akan menjadi Seal."

"Mereka juga?"

"Iya," jawab Aria. "Jadi, jangan heran jika aku mengatakan hal ini ke teman-temanmu."

"Baik...lalu, soal Shiltz..." Matthew terdiam sesaat. "Kapan akan kau..."

"Kapan World Meeting selanjutnya?"

"Eh...mungkin, besok..."

"Aku akan ke sini lagi besok." Aria pun keluar dari ruangan itu. "Sampai bertemu lagi."

Matthew terdiam, lalu tersenyum. "Terima kasih, Aria..." Matthew pun melihat ke sekeliling. "...lho?"

Rapi. Seluruh barang di ruangan itu kini kembali rapi. Tidak ada vas pecah, gelas tumpah, kertas berceceran, dan lainnya. Ruang pertemuan itu kembali seperti semula.

Aneh. Padahal tadinya berantakan, pikir Matthew. Tapi... Ia pun melihat ke teman-temannya, yang masih terkapar dan penuh dengan luka-luka ringan.

Jika dulu, mereka yang selalu beraksi...

Matthew pun tersenyum sendiri.

Kali ini, aku yang akan beraksi!

.

XwXwXwXwXwX

.

XXX Building, Bern, Switzerland

.

January 21st, 2030, 15.29 P.M.

.

"...ugh..."

Alfred, Arthur, dan Gilbert pun tersadar dari pingsan mereka.

"Ini...di mana?" tanya Alfred.

"Bukannya kita masih di ruang meeting?" tebak Arthur.

"Sepertinya iya..." sahut Elizaveta.

Gilbert pun menatap ke sampingnya. Ternyata, burungnya, Gilbird, kembali seperti semula.

Kembali ke wujud asalnya.

"Gilbird!" Gilbert pun memeluk burung kecilnya. "Kau kembali seperti semula!"

"Huh...syukurlah...tapi, kenapa jadi rapi lagi, ya?" gumam Mei. "Bukannya tadi berantakan?"

"Kenapa Gilbird bisa kembali ke wujud asalnya?" tanya Sey.

"Siapa yang merawat kita, ya?" tanya Toris.

"Ah, kalian sudah sadar?"

Francis pun menoleh ke asal suara. "Mon Dieu~ Ternyata Matthew yang merawat kita!"

"He~?" decak Kirana.

"Hm...not bad...Matt, good job!" Alfred pun mengacungkan jempolnya.

"Tidak sia-sia aku ikut membesarkannya..." ucap Arthur.

"Ha? Emang orang yang gak bisa masak kayak kamu bisa membesarkan Mattie?" celetuk Gilbert.

"YOU THE ****ING BLOODY GIT!"

Arthur pun kembali mengejar Gilbert, dan keributan kembali terjadi.

Matthew pun tersenyum melihat keributan itu. Namun, ia mulai heran.

...siapa Seal untuk besok, ya? Lalu, apa itu Shiltz?

Jangan khawatir Matthew, karena...

...hari-hari kau dan teman-temanmu yang sesungguhnya baru saja dimulai...

..sebagai Seal...

.

To Be Next Adventure...

.

.

.

Mado no soto wa monochro no sekai
Kawari no nai hibi wa taikutsu
Ikiru koto ga wazuka ni omotai
Tobiori tara karukunaru kana

Kokoro no tenki yohou
Ashita seiten desu ka?

Hitomi ni utsuru keshiki
Mata, douse, onaji desho

Hateshinai michi no doko ka ni
Ochi teru kana sagashi mono
Asu ni nareba kitto mitsukaru kara
Ima, me o samashite

Hateshinai sora no mukou ni
Matteru kana sagashi mono
Kinou yori sukoshi dake mae o muki
Ima, te o nobashite

Saa, ima, te o nobashite

.

.

.

.

.


Sebetulnya, Yuka tidak tahu bagaimana menggambarkan skill, profesi, senjata, dan beberapa konsep SO dalam bentuk tulisan. Maka, Yuka mengambil konsep magical girl agar lebih mudah.

Oya, kenapa ada lirik lagu di cerita ini? Karena jika Yuka menulis sesuatu, Yuka lebih suka menggambarkannya dalam bentuk anime daripada novel. Bagi yang mau, silakan jawab, apa nama kedua lagu yang digunakan dalan fan-fiction ini. Sekalian sama penyanyinya, ya!

Oke, Yuka tahu, Yuka memang bingung untuk mencari karakter utama di cerita ini selain Aria. Karena di sini, Aria bukan personifikasi negara. Apalagi Claire. Claire itu sebetulnya adalah NPC di Seal Online. Jadi, Yuka memilih antara Sey (di sini, dia adalah teman dari Aria), Matthew (yang ini juga teman Aria), dan Nordics (Yuka nggak tahu harus milih siapa, karena ada satu karakter OC yang belum debut di sini tapi sudah punya kaitan sama Nordics. Siapa orangnya, lihat saja nanti), namun ujung-ujungnya Yuka malah menggunakan semuanya. Namun, karena peran Matthew dan Sey lebih kelihatan di sini, Yuka melabel keduanya. Yuka tidak bermaksud untuk menciptakan crack pairing, lho!

Bagi yang tidak tahu SO maupun APH, silahkan cari di Tante (?) Yahoo! atau Om (?) Google.

Edit: Yuka sempat menemukan di Wikipedia bila nama Kiina berarti Cina dalam bahasa Finlandia! Maka dari itu, Yuka mengubah namanya OC!Aland dari Kiina menjadi Virta. Marga? Tetap sama.

Oya, Yuka akan hiatus selama dua bulan, demi UN! Tapi, Yuka akan sering-sering mengedit cerita ini bila perlu. Jadi, jangan heran kalau kata-katanya sering ganti-ganti.

REVIEW, ALL BUT BASH AND FLAME, PLEASE! Yeah, except bash and flame.

Yukari Wada, pamit!