Tired

.

.

.

Author: Kim Aluna

Main cast: Kim Namjoon, Kim Seokjin

Genre: Romance

Length: Oneshoot

Rated: T

.

.

.

Summary:

Namjoon lelah. Banyak sekali masalah yang terjadi dan harus diselesaikan yang membuatnya ingin sekali berhenti dan menyerah. Dia butuh semangat. Dan untungnya dia memiliki pasangan sepengertian Seokjin.

.

.

.

Author's Note:

Yak seketika ngerasa jadi fans abal yang tautau aja saya ngetik namjin kan :") maaf kalo ada exo-l yang tersinggung pls :") saya lagi lelah sama ekso terutama hunhan gatau kenapa :") gabisa dapet feel dari kemarin :") yah jadi saya melarikan diri ke bts (ini sebenernya udah lama) dan sepentin yang punya segerombol member kek ekso :")

.

.

.

Pukul sepuluh malam dan Namjoon belum pulang. Seokjin tentu saja khawatir. Apalagi Namjoon hanya memberinya satu pesan singkat tadi sore yang berisi bahwa dia tidak bisa pulang di jam biasanya hari ini. Seokjin bertanya jam berapa dia pulang dan Namjoon menjawab, "Aku belum tau, setelah semua pekerjaanku selesai. Nanti kukabari lagi kalau sudah selesai."


From: Seokjin

To: Namjoon

Pekerjaanmu sudah selesai, Sayang?


From: Namjoon

To: Seokjin

Belum, sebentar lagi kurasa. Maaf ini lebih lama dari yang kukira. Kurasa setengah sebelas aku baru keluar kantor. Tidurlah duluan, Sayang.


Seokjin menghela nafas, pasti Namjoon-nya lelah sekali. Dia memang jenius tapi dia bukan robot. Namjoon bahkan kadang harus ke kantor lagi saat malam ketika ada masalah di unitnya.

Namjoon adalah seorang manager produksi di sebuah pabrik plastik. Jabatannya cukup tinggi jika mengingat bahwa dia memulainya dari bawah sekali. Sekarang dia memegang tiga mesin besar—yang bahkan Seokjin belum pernah melihatnya langsung.

Namjoon suka pekerjaannya. Itu terkait dengan rumus rumus yang memusingkan sebenarnya yang Seokjin bahkan tidak tau bagaimana bisa sebuah mesin memakai rumus kimia dan fisika (atau bahkan penggabungan dari keduanya). Namjoon adalah lulusan Teknik Kimia di sebuah universitas ternama di Korea dan masuk dalam jajaran lulusan terbaik.

Sedangkan Seokjin adalah seorang lulusan biasa saja dari jurusan akunting. Yeah setidaknya akunting tidak memiliki sesuatu yang serumit anak teknik. Saat ini Seokjin hanya ada dirumah, menjaga rumah dan merawat Namjoon karena itulah yang Namjoon inginkan, seseorang yang akan menyambutnya di rumah dengan senyum hangat dan pelukan menenangkan, waktu berdua tanpa mereka memikirkan pekerjaan, hanya mengurusinya bukan mengurusi pekerjaan masing-masing, dan makan di meja makan dengan masakan buatan istri tercintanya.

Seokjin tidak menyesal melepas pekerjaannya sebagai pegawai bank hanya untuk menikah dengan Namjoon tiga tahun lalu. Dia tidak masalah harus melupakan semua pekerjaan yang sempat diimpikannya. Karena saat ini dia memiliki Namjoon di sisinya, yang harus dirawatnya dan membutuhkannya.

Seokjin—yang saat itu sedang duduk di sofa ruang keluarga—tersenyum.

"Namjoon-ie~" ucapnya. Ugh, Seokjin rindu sekali dengan suami-nya.

.

.

Namjoon melirik arlojinya, kemudian menghela nafas kasar. Dengan cepat dia membereskan seluruh barangnya, memasukkannya dengan asal ke dalam tas ransel yang dia bawa lalu memakai jaketnya dengan cepat. Sekarang sudah jam sepuluh lebih empat puluh menit dan dia sudah mencapai batasnya karena dia merindukan Seokjin teramat sangat.

"Lembur, Pak?" sapa salah satu temannya.

"Ah, tidak, tadi ada sedikit masalah di line 4." Jawab Namjoon, tersenyum ramah. "Duluan ya!"

"Eh iya, Pak!"

Lalu Namjoon melesat ke parkiran, mengambil motornya yang terparkir di parkiran yang terisi motor-motor pekerja shift malam. Beberapa orang menyapa Namjoon dan sekedar berbasa-basi di sepanjang jalan dan itu membuat Namjoon ingin berteleportasi saja ke rumah.

.

.

Namjoon membuka pintu dengan perlahan. Dia mengunci pintu apartemen dengan cepat. Membuka sepatunya dan meletakkannya di rak sebelum melesat ke arah kamar.

Seokjin pasti sudah tidur. Ah kasihannya dia~

Tetapi Namjoon berhenti ketika melewati ruang tamu dan mendapati televisi masih menyala. Tidak ada Seokjin di sofa. Namjoon menjatuhkan ransel dan jaketnya begitu saja di karpet berbulu lembut disana.

"Namjoon? Sudah sampai?" Seokjin datang dengan dibalut piama berwarna pastel, sandal kelinci pink berbulunya, dan mug yang mengepulkan asap.

"Seokjin-a." Namjoon merentangkan tangannya sambil berjalan ke arah Seokjin.

"Ada apa?" Namjoon hanya menggeleng, menolak untuk cerita.

"Mau kubuatkan teh?"

.

.

Setelah menghabiskan teh hangatnya, mereka berdua duduk berdempetan diatas sofa lembut berwarna cokelat di ruang keluarga. Televisi sudah dimatikan dan mereka hanya diam. Namjoon memeluk Seokjin dan meletakkan kepala Seokjin di dadanya. Seokjin balas memeluk dan menyamankan posisinya.

Namjoon meletakkan kepalanya diatas kepala Seokjin, mengelus punggung Seokjin lembut dan perlahan. Seokjin tersenyum, mengeratkan pelukannya di tubuh suaminya.

"Bawahanku menyebalkan sekali." Namjoon memulainya. Seokjin diam, dia tau kalau sekarang dia akan menjadi pendengar yang baik. "Mereka sudah kuberi arahan sedetil-detilnya dan aku sudah bilang kalau ada masalah, mereka harus langsung melapor padaku, sekecil apapun itu, bahkan kalau hanya produksi yang selesai terlambat semenit dari target. Tapi apa yang mereka perbuat?"

Seokjin mengelus punggung Namjoon.

"Mereka malah membiarkan line 4 ada problem dari pagi tanpa memberitahuku dan mencoba menyelesaikannya sendiri tanpaku—yang saat itu sibuk mengontrol line 5—yang akhirnya malah mesin benar-benar berhenti untuk dua jam." Seokjin mulai merenggangkan pelukannya.

"Aku ke kamar mandi sebentar, Sayang." Seokjin berjalan memutari sofa dan berjalan lurus ke sebelah dapur, untuk mengisi bath tub penuh dengan air hangat. Sementara itu Namjoon masih terus menumpahkan kekesalannya, mengeraskan suaranya sedikit.

"Padahal, Seokjin, dua jam bukanlah waktu yang sebentar! Kita dapat memproduksi dua rol plastik! Bayangkan! Pesanan dari perusahaan Jepang yang harusnya dikirim besok pagi dan selesai tadi sore terhambat! Dan aku harus merelakan waktu berhargaku bersamamu hanya untuk kesalahan mereka!" Namjoon rasanya ingin mengamuk lagi.

Seokjin datang dari kamar mandi, menawarkan senyum manis dan menenangkan miliknya. Duduk perlahan di sebelah Namjoon, memeluk pundaknya lembut dan memijatnya perlahan.

"Mungkin mereka terlalu takut padamu, Sayang. Dan yasudah, kita bisa apa kalau sudah terjadi, hmm? Setidaknya pesanan itu sekarang sudah rampung dan kau sudah bersamaku malam ini. Dan air hangat untukmu sudah siap di kamar mandi." Seokjin berbicara lembut di depan wajah suaminya. Tersenyum lembut.

"Terima kasih, Sayang." Namjoon mencium bibir di depannya lembut. Mengecap rasa manis itu lebih lama dan lebih dalam. Mencoba memperdalamnya namun istrinya mendorongnya lembut dengan kekehan kecil.

"Tubuhmu lelah, kau butuh mandi, dan ini sudah malam. Besok pagi kau masih harus bekerja kan, hmm? Besok hari Jum'at kalau kau lupa. Yang artinya hari terakhir kerja dalam minggu ini." Seokjin mendorong Namjoon untuk bangkit berdiri dan berjalan ke kamar mandi.

"Dan weekend ini kita ke pantai?"

"Kemanapun asal bersamamu. Aku berada di rumah dan selalu ada waktu untukmu, ingat?" Seokjin masih tersenyum sangat manis.

"Aku tidak salah menikahimu, Sayang. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Namjoon." Seokjin melemparkan ciuman jauh untuknya sebelum masuk ke kamar tidur mereka.

.

.

.

End

.

.

.

Iyak rada gajelas iyak ngerti xD

Maap saya pertama kalinya nulis namjin :'v kaku yak wkwk maapkeun

Endingnya gajelas gitu yak soalnya udah gada ide lagi, ini sebenernya diketik dua minggu lalu (eh lebih malah, dari pas saya upload sunny side pokoknya wkwk)

gabisa upload terus kalo lewat hp, gatau kenapa QAQ akhirnya ini nunggu ada wifi :')

Yah intinya namjoon bersyukur bat nikah ama seokjin, gangerti apa hubungannya kan sama summary? Saya juga enggak waks

Terimakasih sudah membaca, review?