Aku adalah dua kehidupan. Hidup didalam satu jiwa. Dalam satu waktu dan hembusan napas. Aku adalah hitam dan putih. Langit dan bumi. Begitu bertolak belakang. Aku ingin berjalan kearah utara tapi aku berjalan keselatan. Berbeda pemikiran dan pendapat. Berbeda keinginan. Dan berbeda tujuan. Ironi adalah aku. Karena aku adalah dua kehidupan.

Kris POV

Aku berjalan di lorong rumah sakit. Lenggang dan sepi. Wajar, karena sekarang waktu menunjukkan pukul 05.30 pagi. Tak perlu heran akan apa yang aku lakukan. Aku adalah adalah seorang dokter. Dokter kejiwaan. Benar, sekarang aku berjalan di lorong rumah sakit jiwa. Memang sekarang bukan jadwalku. Tapi entahlah, mengapa aku tak bisa jika tak berkunjung kemari. Lebih tepatnya kamar 088. Dihadapanku sekarang ini adalah kamar 088. Tak ada suasana berarti, sejauh ini. Tapi entahlah. Ketika aku membuka pintu kamar

" Jangan ganggu aku pergi kau brengsek, jangan, jangan hajima jebal"

Hanya teriakan pilu dengan harapan kosong. Itu yang selalu kudengar disaat aku mencoba masuk ke kamar 088. Seperti biasa aku hanya termenung. Menatap miris sang penghuni. Rambut tak beraturan, baju piyama lusuh, serta kulit pucat dengan mata tak bercahaya. Aku tak tahu pasti. Tapi aku yakin, dulu ia tak seperti. Entah apa yang membuatku tertarik dengannya. Tapi jauh dari semua itu, hanya ada perasaan tulus di dalam hatiku untuk membuatnya kembali. Walapun aku tak tahu dengannya atau mugkin aku yang melupakan.

" Luhan tenanglah, aku Kris. Aku doktermu aku akan membantumu, tenanglah "

Kris POV end

Tak ada perubahan berarti diantara keduanya. Kris dengan tatapan sendu dan lembutnya. Luhan dengan jiwa terpuruknya. Luhan tak berhenti berteriak dan meronta. Menggoreskan luka lama yang belum di pergelangan kakinya karena rantai besi. Bukan tak berhati. Tapi ini hanyalah sebuah antisipasi. Tak ingin mengulang kesalahan kedua kalinya, di saat Luhan mencoba lari dan hampir kembali ke pelukan tuhan. Tapi tuhan masih memberinya kesempatan. Mulai saat itu Rumah Sakit mengambil tindakan. Merantai pergelangan kaki Luhan. Terlihat menyiksa. Tapi semua demi luhan, demi keselamatannya.

Perlahan Kris melangkah mendekati Luhan. Mengabaikan teriakan Luhan. Memeluknya. Itu yang ingin ia lakukan. Hingga semuanya terjadi. Tangis itu perlahan memudar. Mengembalikan suasana hening seperti semula. Hanya terdengar isakan kecil dari bibir mungil Luhan. Tapi Kris tahu. Itu hal yang menyakitkan. Bagi Luhan. Tak hanya fisik tapi juga bathin.

Tao Pov

" Apa kau masih mencoba?"

" Tentu"

" Kenpa tak mencoba berhenti?"

" Entahlah. Aku hanya merasa bersalah"

" Kris, bahkan kau tak tahu kenapa kau merasa bersalah, tapi kau s'lalu mencoba membuatnya kembali. Bahkan banyak dokter yang mundur"

" itu mereka Tao. Bukan aku. Aku akan terus berusaha"

Lelaki didepanku ini. Lelaki yang mengisi hatiku. 10 tahun kami saling mengenal dan mengikrarkan diri dalam ikatan pernikahan. Tak tahu yang pasti, selama aku mengenalnya tak banyak yang aku tahu mengenai jalan hidupnya. Aku hanya tahu siapa dia tapi bukan yang sebenarnya. Walau ia telah menjadi milikku sepenuhnya. Tapi entahlah. Aku merasa masih menjadi orang asing baginya. Atau mungkin 2 tahun lalu. Di saat kami baru pindah dari China ke Korea. Atau lebih tepatnya disaat ia mengenal Luhan. Pasiennya di Rumah sakit Jiwa. Bahkan kami sempat bertengkar. Karena Kris selalu memberikan waktunya melebihi diriku. Pergi pagi pulang malam. Setiap hari seperti itu. Bahkan aku pernah naik pitan dan mengancam akan membunuh Luhan ketika Kris berbicara " Cemburumu tak beralasan Tao". Tapi ketika aku melihat Luhan secara langsung semua sirna. Tiba-tiba aku mengerti mengapa Kris begitu yakin. Luhan memang harus sembuh dan kembali. Entah mengapa dimatanya aku melihat itu bukan dia. Tetapi orang lain. Dan saat itu aku mendukung Kris bahkan menitipkan kepercayaan untuk mengembalikan Luhan.

" Baiklah, jika itu maumu. Aku hanya bisa membantumu lewat doaku"

Tao POV end

Angin berhembus membawa aroma musim gugur. Sudut-sudut kota di selimuti warna coklat dan daun berguguran. Tak ada yang salah dengan musim ini. Tapi musim ini seakan membuka luka lama yang tertutup. Lelaki Blonde berkulit pucat terlihat berjalan dengan lunglai di trotoar kota seoul. Tak tahu arah dan tujuan. Tapi ia tetap berjalan. Tetapi jauh di dalam pikirannya, hanya satu orang yang ia inginkan. Selama 3 tahun ia mencoba mencari. Tapi semua seakan sia-sia. Tak ada sedikitpun jejak tentangnya. Orang yang dicintainya sepenuh hati. Mengeluarkan napas dengan berat dan merapatkan mantel seakan berlindung dari dinginnya musim ini. Hingga ia tersadar jika bukan hanya musim yang dingin tetapi juga ia. Selama ia belum bisa menemukan sosok itu. Sosok yang di dambakannya.

" Luhan-ie. Eodisseoyo ?"