5 Hal yang Tidak Pernah Dilakukan Levi
Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama
Tidak ada keuntungan material membuat ini. Sebatas hiburan semata.
DON'T LIKE, DON'T FLAME
I. Tertawa
Membuat seorang Levi Ackerman tertawa—atau paling tidak tersenyum—merupakan hal tersulit daripada kau mengerjakan sebuah soal dengan penyelesaian yang menghabiskan selembar kertas folio yang selalu Levi berikan kepada murid-muridnya. Tapi, Eren Yeager merupakan pengecualian. Ia dengan mudah mendapatkan sebuah tawa dari guru terkiller di sekolahnya. Memang bukan tawa yang menggelegar seperti maniak layaknya guru kimianya—Hange Zoe—atau tawa berat yang berwibawa seperti guru sejarahnya—Erwin Smith—, Levi hanya tertawa kecil dengan bibir melengkung bahagia.
Bagaimana Eren bisa membuat guru berkulit pucat itu tertawa?
Eren sendiri tidak tahu jawabannya.
Ia hanya sering melakukan hal bodoh atau ceroboh. Seperti saat ia nyaris jatuh dari kursinya karena melamun di kelas dan dikagetkan dengan suara seram Levi, atau saat ia menunjukkan kepada Levi seekor anak kucing belang tiga dengan tubuh kotor karena ia memanjat pohon untuk menyelamatkan kucing itu. Levi selalu memberikan sebuah tawa kecil melihat tingkah lakunya.
Seperti saat ini, Eren sedang merasa senang karena lukisannya telah selesai. Ia diam-diam mengerjakan lukisan ini untuk hadiah valentine Levi. Memang seharusnya ia membuat cokelat atau hal manis lainnya, tapi Levi pasti hanya memakannya sedikit kemudian memberikannya kepada Eren. Maka dari itu, Eren ingin memberikan sebuah hadiah yang akan dikenang dan selalu dilihat Levi.
Eren berlari melewati koridor rumah Levi dari studionya sambil membawa lukisannya yang tertutup oleh kain hitam. Eren mempercepat langkahnya ketika melihat ruang kerja Levi dan dengan bersemangat ia mengetuk pintu itu.
"Masuk..." mendengar suara yang dikenalnya telah mengijinkan, Eren tak membuang waktunya untuk menerobos pintu itu.
"Levi! Lihatlah!" Eren segera membuka kain hitam yang menutupi lukisannya.
Levi sendiri terdiam di kursi kerjanya saat melihat lukisan Eren. Levi bukanlah seorang kritikus ataupun guru seni, tapi sungguh lukisan Eren adalah lukisan yang paling ia suka dari lukisan pelukis lainnya. Lukisannya simpel tetapi bermakna, begitu menurut Levi.
Eren yang mendatanginya dengan semangat hingga ia tak memperhatikan bahwa dirinya masih acak-acakkan. Levi sendiri tidak keberatan dengan hal ini, karena hal ini hanya membuat Eren tampak menggemaskan dan manik hijaunya yang berpendar senang itu sungguh menakjubkan. Ia beranjak dari kursinya dan menuju Eren yang berdiri dengan membawa lukisannya.
Levi tertawa kecil sambil mengacak rambut Eren. "Setidaknya kau bersihkan tubuhmu sebelum datang ke sini, Eren." Levi memandangi wajah Eren yang memerah ketika ia menyadari bahwa ia masih acak-acakkan. Wajahnya dan bajunya belepotan oleh cat yang ia gunakan.
"Well, not bad, Eren..."
II. Menangis
Ketika hari sedang hujan dan kau berpas-pasan dengan pria yang bernama Levi, janganlah senang dahulu ketika kau melihat air menetes dari matanya. Karena Levi Ackerman bukanlah pria yang akan menangis di bawah hujan layaknya gadis yang dilanda asmara.
Levi Ackerman juga tidak akan menangis tanpa alasan.
Dalam pelukannya, Eren bergetar dan terisak kencang. Di sekelilingnya suara sirine pemadam, berbagai teriakan; perintah maupun panik dan keterkejutan, dan kretak api terdengar. Api berkobar tanpa berhenti walaupun hujan deras telah mengguyur, tak memberikan kesempatan untuk 2 orang yang terkasih bagi Eren untuk keluar dan menikmati segarnya oksigen.
"L-levi..."
Ia menatap kembali kekasihnya. Kekasihnya tampak rapuh, Levi mengusap punggung itu pelan seakan akan memecahkan Eren jika ia terlalu kasar. Manik hijau itu juga tidak bercahaya secemerlang yang biasa ia lihat. Manik itu gelap dan semakin gelap ketika berbagai macam emosi negatif merayapi hati Eren.
Walaupun hujan berupa air dan air mata juga berupa air, Levi bisa melihat jelas air mata kesedihan yang mengalir di pipi pucat Eren.
"J-jangan tinggalkan aku..."
Permintaan yang terucap pelan itu membuat hati Levi hancur. Levi merengkuh tubuh Eren dalam pelukannya dan membiarkan Eren kembali menangis.
Di bawah hujan, Levi menangis dalam diam dan berjanji takkan meninggalkan Eren.
III. Panik
Levi Ackerman adalah pria yang tenang. Ia tak seperti kekasihnya yang selalu bersemangat dan meloncat kesana kemari seperti kelinci. Ia tenang dan teratur. Ia selalu mengambil tindakan dengan tenang tanpa panik walaupun dalam keadaan sempit.
Tetapi, kata tenang memang tidak bisa bersanding dengan Levi jika kekasihnya adalah sumber dari segala kepanikan yang melandanya kali ini.
Ia baru saja sampai di rumah sakit untuk menjenguk kekasihnya dan menemukan tempat tidur Eren kosong. Rasa asing yang bernama panik melanda Levi. Ia segera mencari suster dan memberitahukan hilangnya Eren.
Hari ini adalah tepat seminggu setelah kebakaran yang merenggut orang tua Eren. Ia takut jika Eren tak kuat dan memutuskan untuk menyusul kedua orang tuanya. Levi berharap Eren tak berbuat bodoh seperti itu.
Levi merasa lega luar biasa saat ia melihat Eren sedang duduk di bawah pohon taman bersama dengan beberapa anak kecil di sekitarnya. Eren baik-baik saja dan ia tampak bahagia karena ia tertawa lepas bersama anak-anak itu.
Levi menghampirinya dan Eren menengadahkan kepalanya saat melihat Levi, kemudian Eren tersenyum senang. "Levi! Kenalkan ini namanya Sasha, Christa,—" Eren yang sedang memperkenalkan nama anak kecil di sekitarnya terhenti ketika Levi memeluknya.
"Jangan menghilang begitu saja, Eren..."
IV. Romantis
Levi menatap senang Eren yang sedang berpelukan dengan teman-teman seangkatannya. Senyum lebar di wajahnya sambil ia memeluki teman-temannya yang sebentar lagi akan berpisah dengannya dan menempuh jalan lain.
Hari ini adalah hari kelulusan Eren dan teman-temannya. Dan Levi berbahagia dengan kelulusan Eren dengan nilai yang memuaskan dan juga hubungan mereka yang sekarang bukan guru-murid lagi.
Kemudian Eren melihatnya dan berlari ke arahnya setelah berpamitan dengan teman-temannya. "Levi, maaf menunggu lama," ujarnya. Levi tersenyum kecil membalasnya, kemudian mengambil tangan kiri Eren dan berlutut di depan Eren.
"Aku memang bukanlah orang yang mudah tersenyum atau menunjukkan ekspresi. Aku memang bukanlah orang yang selalu menjadi alasanmu untuk tersenyum ataupun tertawa. Tapi, bolehkah aku menjadi orang yang selalu akan menemanimu dalam suka maupun duka hingga akhir hayat, Eren Yeager?"
Air mata mengalir dari manik hijau itu ketika Levi menyelipkan cicin di jari manisnya. Bukan air mata kesedihan kali ini, tapi air mata kebahagian yang mengalir deras hingga Eren tak bisa berkata apapun selain "Ya" untuk membalas Levi.
Levi berdiri dan kemudian mencium kekasihnya yang masih menangis. Kedua pasangan ini tak memperdulikan bahwa mereka menjadi pusat perhatian oleh para guru dan murid yang bersorak atas kebahagian mereka.
V. Regret
Levi tak pernah menyesali apa yang telah ia perbuat.
Levi tak pernah menyesali semua pilihan yang pernah ia buat.
Levi tak pernah menyesali konsekuensi yang ia dapat dari pilihan itu.
Levi tak pernah menyesali apa yang telah ia dapat dan apa yang telah hilang darinya.
Levi tidak pernah menyesal.
Levi tidak pernah menyesal telah jatuh cinta kepada seorang pemuda dengan manik hijau terindah yang pernah ia lihat.
Levi tidak pernah menyesal telah menikahi pemuda itu.
Levi tidak pernah menyesal telah menghabiskan sepanjang hidupnya dengan pemuda itu.
Levi tidak pernah menyesal telah melihat berbagai ekspresi di wajah rupawan itu.
Levi tidak pernah menyesal telah melihat kesedihan di wajah itu.
Levi tidak pernah menyesal bahwa ia meninggal dalam dekapan yang terkasih.
Tetapi,
Levi menyesal harus meninggalkan Eren sendiri.
END
A/n:
Sungguh saya minta maaf kalau rasanya janggal baca cerita ini. Saya sudah lama tidak menulis jadinya aneh.
Inti cerita ini adalah 5 hal yang tidak pernah dilakukan Levi bisa dilakukan Levi karena Eren.
