Title:

Our Struggle (Chanbaek)

Main Cast:

Byun Baekhyun

Park Chanyeol

Support Cast:

Oh Sehun

Kim Jongin

(cast bisa bertambah sewaktu-waktu)

Rating:

T-M

Genre:

Romance, Drama, Hurt/Comfort, Angst

Disclaimer:

Fanfict ini dibuat berdasarkan keisengan semata. Kalo misalnya ada kesamaan, aku minta maaf karna aku sama sekali gapunya niat buat mirip-miripin sama punya orang hehe. Semoga suka dan Happy Reading~~!

Summary:

Rumah adalah kerinduan masing-masing orang yang jauh dari keluarga. Namun, pengusiran Baekhyun dari rumahnya sendiri sudah berhasil membuat Baekhyun benci dengan rumah. Dan ketika ia kembali untuk Chanyeol, masihkah kekasihnya itu memiliki perasaan yang sama dengannya? Tapi kenapa rasanya sesakit ini? (CHANBAEK/BAEKYEOL)

HAPPY READING

.

.

.

.

.

.

.

Baekhyun melangkahkan kakinya dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya dengan perasaan berdebar-debar, sambil membawa koper pink polkadot merah dengan gantungan strawberry pada kunci kopernya. Dilayangkannya pandangan ke sekitar. Bandara tak berubah begitu banyak, gumamnya. Pria manis itu berjalan sambil bersiul-siul. Ya, ia sangat bahagia sekarang. Setelah beberapa tahun lamanya meninggalkan Seoul, dengan sejuta perasaan berat hati yang menimpanya, kini ia dapat kembali ke kota favoritnya itu.

Entah rasa apa yang kini dirasakan pria mungil itu. Senang? Berdebar-debar? Takut? Kurasa semua harus kita padukan menjadi satu kesatuan. Baekhyun hanya takut...

..kesalahannya di masa lalu akan membawanya ke dalam sebuah jurang kesedihan.

.

.

.

Hening. Tak ada sambutan, atau apapun yang berhubungan dengan itu.

Ya, Baekhyun sudah menyangka hal ini akan terjadi. Dan karena ini juga, Baekhyun sejujurnya tak ingin pulang dan menetap di rumah ini. Namun, ia hanya merasa sedikit tak enak pada kedua orang tuanya—well setidaknya ia masih memiliki hati.

Baekhyun meletakkan kopernya di kamar kesayangannya. Setidaknya, orangtuanya tidak merusak barang-barang yang ia sengaja tinggalkan di kamar. Baekhyun tau, orangtuanya mencintainya. Namun,...ada satu alasan yang membuat orangtuanya merasa ilfeel dengan Baekhyun.

Well.. alasan itu juga yang membuat perasaan takut, senang, dan berdebar-debar, seakan membunuhnya.

Yaitu, pria tampan yang mengisi hatinya bahkan sampai detik ini.

Park Chanyeol.

.

.

.

"Hyung! Kau sudah kembali ke Korea?"

Baekhyun mengangguk. Namun ia tersadar kalau sang penelepon tidak mungkin melihatnya sekarang.

"Ya, seperti yang kau katakan. Sehun, bisakah kau menjemputku? Aku bosan."

Sehun tersenyum. Ia memang benar-benar merindukan hyung-nya ini. Hyung yang dahulu selalu ada untuknya sebelum orangtua Baekhyun memaksanya untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya.

Setelah memastikan telepon sudah tak tersambung, Sehun segera berlari menyiapkan mobilnya. Menginjak gas dengan tujuan rumah Baekhyun tentunya.

.

.

.

"Hahahaha, kau kalah taruhan, hahaha," Pria berkulit tan itu tertawa, menatap pria dihadapannya bangga.

Sementara yang ditatap hanya tersenyum berdecih, membuang arah tatapannya. "Lalu?"

"Perjanjian kita. Bukankah kau harus melakukan apa saja yang kuinginkan?"

"Apa itu?"

Jongin tersenyum miring.

"Baekhyun."

Nama itu…

Nama yang membuat Chanyeol kini sepenuhnya mengalihkan pandangannya.

"Dia sudah kembali, Chan." Chanyeol membulatkan matanya. Sepintas terbayang kenangan yang ia yakin tak akan bisa ia lupakan itu. Di mana Chanyeol yang memiliki sikap dingin dan semena-mena berubah karenanya. Ya, Baekhyun merubah cara pandangnya tentang hal yang selama ini belum pernah ia rasakan dan selalu diremehkannya...

Cinta.

Oh, jangan lupakan pertemuan terakhir Chanyeol bersama Baekhyun, saat ia sedang berada di rumah Baekhyun. Kemudian Chanyeol pulang dan keesokan harinya menemui rumah Baekhyun yang hanya dihuni oleh kedua orangtuanya, tanpa Baekhyun tentunya. Dan itu tentu saja membuatnya terpuruk. Jujur saja sampai sekarang ia masih sangat mencintai pria manis itu.

"Jadi..bagaimana?" Chanyeol menatap Jongin penuh kecurigaan.

"Apa yang kau inginkan?" Sementara yang ditatap hanya balas menatap, lalu bersiap untuk membuka mulutnya.

"Kau tau aku tertarik padanya? Kalau sudah, kurasa ini akan lebih jelas karena kau mendengarkan untuk keduakalinya. kalau belum, syukurlah. Kau sekarang sudah tau bukan?"

Raut wajah Chanyeol berubah drastis, namun ia berusaha menahan wajahnya agar lebih cool—menurutnya, mungkin.

"Jauhi dia. Atau ibumu jadi taruhannya."

Jongin tersenyum miring, menatap wajah Chanyeol yang berubah pucat. Ia lalu bergegas meninggalkan Chanyeol yang tetap diam memaku, tak memercayai apa yang baru saja didengarnya.

Chanyeol merutuki kebodohannya. Kenapa ia menerima taruhan itu tanpa memikirkannya lebih jauh? Tapi sungguh...ia tak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Haruskah ia senang karena Baekhyun telah kembali? Atau haruskah ia takut Baekhyun melupakannya? Ia tahu, ia tak dapat melakukan apapun. Ia akan menjauh dan menyakiti Baekhyunnya? Ataukah ia harus mengorbankan perusahaan ibunya demi mendapatkan kebahagiaannya sendiri dengan Baekhyun?

Jika saja dari awal ia tahu bahwa bahan taruhannya Baekhyun, dengan senang hati ia akan menolak ajakan Jongin untuk melanjutkan permainan mereka. Jongin memang tahu betul cara menjatuhkan Chanyeol, ia mengakui hal itu. Namun ini sungguh diluar dugaannya.

Jongin mengetahui kelemahan terbesar Chanyeol.

Tapi yang lalu hanyalah berlalu. Chanyeol tidak bisa mengubah keputusannya begitu saja karena waktu…. ternyata sangat amat berharga.

Ah, sepertinya ia harus menjauh. Toh, mungkin saja Baekhyun tak lagi mencintainya?

Chanyeol tertawa sendiri, miris.

"Apa? Aku berharap Baekhyun masih mencintaiku? Tak mungkin!"

Oh, astaga. Ia mulai berbicara dan tertawa sendiri. Dan hanya Baekhyunlah pelaku satu-satunya yang selalu berhasil membuat Chanyeol terlihat seperti orang gila begini.

.

.

.

"Sehun-ah!"

Sehun tersenyum menatap pria yang kini berlari kearahnya. "Aku merindukanmu,"

"Aku tahu itu hyung. Kau pasti akan merindukan adikmu yang tampan ini." ujarnya tersenyum bangga.

"Tch. Tampan darimananya?"

Sehun menatap Baekhyun lalu menghela nafasnya. Hyungnya ini tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah.

"Kau memang tidak pernah mengakui ketampananku hyung. Dasar pembohong."

"Yak! Aku selalu berkata jujur."

Jika saja ia sedang berniat meladeni pria cerewet di hadapannya ini, mungkin ia akan menjawab ocehan berisik itu. Namun, selain karena dirinya yang tidak cerewet seperti Baekhyun, ini juga merupakan pertemuan mereka setelah beberapa tahun berpisah.

"Baik. Kita ke mana hyung?"

Baekhyun tersenyum penuh arti, "Aku ingin bertemu Channie."

"Aku tidak tahu Chanyeol hyung di mana. Aku tidak pernah berhubungan dengannya lagi setelah acara kelulusan."

Pria yang lebih tua mengerutkan alisnya, "Kalau begitu cari!"

Sehun menghela nafas. Baekhyun tidak berubah dan sepertinya tidak akan pernah berubah. Apalagi jika bersangkutan dengan pria yang dicintainya, Chanyeol.

"Hyung, ayolah. Bagaimana jika kita berjalan-jalan sebentar?"

Baekhyun terlihat berfikir, namun setelah itu mengangguk.

"Baik, tapi berjanjilah padaku kita akan mencari Channie setelah ini." pintanya.

Sehun hanya menggangguk menyetujui. Setidaknya ia membuat pikiran lelaki ini teralihkan sedikit dari Chanyeol yang sejujurnya ia sendiri tak tahu di mana.

.

.

.

Sehun menatap wajah tidur Baekhyun, membuatnya mau tak mau tersenyum kecil.

"Kenapa kau bahkan tak pernah berubah, hyung?"

Sehun tahu, Baekhyun lelah dan sangat mengantuk karena perjalanan panjangnya. Tapi si mungil ini malah meminta Sehun untuk mengajaknya pergi.

Ia menghela nafasnya saat mengingat permintaan Baekhyun untuk menemui Chanyeol, pria yang menjadi penyebab utama kepindahannya. Bahkan Sehun sendiri tidak tahu kabar Chanyeol dan khawatir kalau Baekhyun akan tersakiti apabila Chanyeol telah memiliki penggantinya nanti.

"Jika itu memang benar-benar terjadi, aku akan membuatmu mencintaiku, hyung. Aku akan melindungimu. Aku tidak ingin melihatmu bersedih." gumamnya pelan.

Sementara pria mungil yang kini menutup matanya itu tersenyum kecil, tanpa disadari oleh si pengemudi. Walaupun ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud dengan 'itu', pria mungil itu tetap dapat mengambil kesimpulan bahwa Sehun sangat ingin melindunginya.

'Terimakasih, Sehun.'

.

.

.

"Jongin-ssi,"

Pria berkulit tan itu menoleh, merasa ada yang memanggilnya. Kemudian ia tersenyum miring.

"Bisakah kau mengganti bahan taruhannya? Seperti dengan mobil baruku bisa kau pakai selama sebulan dan aku yang membiayai bensinnya, mungkin?"

Pria yang lebih tinggi menatapnya penuh harap, berharap bahwa permintaannya disetujui oleh pria di hadapannya kini.

"Tidak ada protes." ucapnya angkuh, lalu berbalik.

"Jongin-ssi," Jongin menghentikan langkahnya, menatap Chanyeol dengan pandangan bertanya.

"Biarkan aku menemuinya sehari saja, lalu kau boleh mendapatkannya."

Oh, astaga. Kau-boleh-mendapatkannya? Kenapa Chanyeol merasa sangat sesak sekarang?

"Baik."

Chanyeol menatap pria itu, memastikan apa yang didengarnya.

"Tapi ingat, jangan pernah katakan apapun pada Baekhyun tentang ini. Dan hanya sehari. Kuberi kau waktu sampai besok malam."

Jongin berbalik, kali ini benar-benar melangkah menjauhi pria jangkung yang sedang mematung di belakangnya.

'Setidaknya aku ingin memastikan bahwa kau tidak mencintaiku. Tolong, jangan mencintaiku, Baekhyun.'

Kemudian pria jangkung itu berjalan lalu memasuki mobilnya, menyalakannya, lalu bergegas ke apartemen tempat tinggalnya.

.

.

.

Sehun menghela nafasnya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelahnya. Mereka telah sampai, tapi Baekhyun masih belum juga menunjukkan tanda-tanda bahwa ia terbangun. Sementara Sehun sedang mematung memandangi wajah polos Baekhyun yang menurutnya sangat menggemaskan. Ia benar-benar tidak tega membangunkannya dan memilih untuk memandangi wajah Baekhyun.

Kemudian ia menoleh saat mendengar suara yang mengejutkannya. Sebuah mobil sport mewah menabrak mobil lain didepannya. Sehun memfokuskan dirinya pada pemandangan yang menurutnya jarang ia lihat itu.

Seorang pria muda keluar dari mobil mewah tersebut lalu menghampiri pria yang baru saja keluar dari mobil yang ditabrak pria muda tersebut. Pria muda tersebut terlihat meminta maaf dan berkata akan mengganti rugi semuanya. Ia pun mengeluarkan beberapa lembar uang won dari dompetnya. Sementara pria yang mobilnya ditabrak lalu tersenyum dan menepuk pundak pria muda itu. Ia seperti mengatakan sesuatu lalu pria muda itu mengurungkan niatnya untuk memberikan uangnya. Pria muda tersebut lalu membungkuk kepada pria paruh baya itu lalu memasuki mobilnya.

Sehun menyipitkan matanya saat memerhatikan pria muda itu. Hei, kenapa pria muda itu terlihat tak asing?

Bukankah itu… Chanyeol ?

Sehun segera mengeluarkan mobilnya dari parkiran, mengikuti Chanyeol yang sudah berjalan mendahuluinya.

.

.

.

Chanyeol tersenyum pada pria paruh baya yang tadi ia tabrak mobilnya. Dalam hati merutuki kesalahannya yang tidak memfokuskan diri pada jalanan.

Ia merasa bodoh sekarang. Siapa lagi yang menyebabkannya kalau bukan Baekhyun? Chanyeol terus berfikir kalau kalau Baekhyun sudah melupakannya. Ia takut apabila ia datang ke rumah Baekhyun lalu mendapat perintah untuk pergi dari rumahnya seperti dulu, saat ia mengatakan hal yang sejujurnya tentang hubungan mereka kepada orangtua Baekhyun.

Kedua orangtua Baekhyun yang dulu menatap Baekhyun penuh kasih sayang kini menatapnya dengan pandangan jijik. Seakan-akan Baekhyun adalah makhluk menjijikkan yang harus dijauhi. Dan itu membuat Chanyeol yakin setengah mati kalau yang menyebabkan kepindahan Baekhyun adalah dirinya. Membuat Chanyeol diliputi perasaan bersalah yang membuatnya terus berfikir kalau Baekhyun sudah tidak mencintainya lagi dan malah membencinya.

Tapi Chanyeol berharap seperti itu. Lebih tepatnya berharap secara terpaksa.

Membayangkannya saja membuat Chanyeol sedih dan mengurungkan niatnya untuk menemui Baekhyun di rumahnya. Ia pun memikirkan dimana tempat yang mungkin dikunjungi Baekhyun. Ia terus berfikir sampai tidak menyadari bahwa mobil sedan hitam di depannya sedaritadi berhenti.

Kini, Chanyeol sedang berada di apartemennya. Mungkin akan lebih baik jika ia memikirkannya di apartemen saja, daripada membahayakan keselamatannya.

Baru saja Chanyeol ingin menekan tombol lift sampai sebuah tangan membuatnya menoleh. Seseorang yang tak asing sedang menatapnya dengan nafas yang tak beraturan.

"Hhh hyung,"

Chanyeol menatap pria yang memiliki tinggi tak jauh darinya itu dengan tatapan bingung. Tampaknya tak asing, tapi siapa? Sehun menyadari tatapan Chanyeol. Membuatnya mau tak mau memperkenalkan dirinya kembali. Ia pun mengatur nafasnya lalu membuka mulut.

"Well. Aku Oh Sehun,"

Pria yang lebih tinggi membulatkan matanya, lalu memeluk pria dihadapannya. "Oh, astaga. Kau bertambah besar Sehun-ah. Apa kau hidup dengan baik, sainganku?"

Sehun menaikkan sebelah alisnya. Bertambah besar? Oh astaga apa selama ini ia terlihat kecil?

"Ngomong-ngomong tentang saingan, apa kau ingin aku merebut hati kekasihmu, hyung?" goda Sehun lalu melipat tangannya di dadanya.

"Apa?"

"Ah sepertinya aku akan mengalahkan hyung!"

Chanyeol yang tentunya tidak mengerti dengan apa yang dimaksud malah mengerutkan keningnya.

"Astaga hyung! Kau calon CEO tapi lamban sekali berfikir."

Selanjutnya Chanyeol hanya terdiam, masih terlihat berfikir saat tangan Sehun menariknya.

"Mau kemana?" tanyanya sambil menatap Sehun bingung.

Dan di sinilah mereka sekarang. Parkiran apartemen tempat Chanyeol tinggal.

"Kenapa kesini? Kau ingin membawaku pergi?"

Sehun masih terdiam. Biarkan saja begini sampai Sehun menunjukkan apa yang ia maksud.

"Sampai. Sekarang bukalah mobilku hyung." Pria itu tersenyum, sambil menekan tombol unlock mobilnya.

Chanyeol masih tidak mengerti. Sungguh! Bisa membayangkan wajah bingungnya yang menampilkan senyuman idiotnya sekarang? Ya, ia tersenyum sekarang. Bukan, bukan tersenyum karena telah membuka mobil Sehun, tapi ia malah…

"Terimakasih. Kau memang yang terbaik. Kau bahkan memberiku mobilmu yang dulu kau bilang paling berharga. Tapi, di mana kuncinya? Sini, aku tidak sabar menggunakan mobilmu. Kau boleh naik karena aku akan mengantarmu pu-"

"HYUNG!"

Chanyeol terdiam. Ia baru menyadari raut wajah Sehun yang semula tersenyum kini malah memandangnya dengan raut wajah kesal.

"Cukup buka mobilku, lalu lihat apa yang kumaksud." ucapnya, terdengar seperti nada memerintah.

Pria jangkung itu pun memandang Sehun dan terlihat berfikir sejenak, lalu berjalan ke arah kursi depan mobil Sehun dan membukanya. Ia pun terduduk di bangku tempat sang pengemudi, lalu duduk. Mencari apa yang Sehun maksud. Setelahnya ia menoleh ke samping dan menemukan seorang pria sedang sibuk dengan mimpinya.

Chanyeol merasa ia pernah mengenali pria cantik ini sebelumnya. Seketika ia tersadar lalu membulatkan matanya, kemudian tersenyum kecil.

'Malaikat ini...'

Ingin sekali Chanyeol memeluk pria itu, namun ia takut membangunkannya. Jadi ia hanya mengelus pipi pria mungil itu yang tanpa disangkanya malah membangunkan pria mungil itu.

"Eungh.."

Baekhyun membuka matanya perlahan, kemudian menyadari adanya pria yang berbeda tersenyum ke arahnya.

"Baek?"

Sontak Baekhyun membulatkan matanya. "S-siapa kau? Di mana Sehun? Huwaa orang asing!"

Baekhyun pun berbalik, berniat membuka pintu. Kemudian tangannya ditarik oleh Chanyeol.

"Kau tidak mengingatku? Apa aku berubah sebanyak itu?"

Pria mungil itu mengerutkan dahinya, "Kau siapa? Di mana Sehunku?!"

Chanyeol memutar bola matanya malas mendengar kata terakhir yang dilontarkan Baekhyun. Oh, astaga. Apa yang telah Sehun perbuat pada Baekhyunnya?

"Baek. Kau benar-benar tak mengenalku?"

"Huwaa. Sehun-ah!"

.

.

.

"Bercandamu sama sekali tidak lucu, Baek."

Chanyeol melipat tangannya di depan dadanya, memandang Baekhyun dengan kesal.

"Hei, kau bahkan marah hanya begini saja?"

Baekhyun tertawa keras, sedangkan Chanyeol masih menatap Baekhyun. "Baek, kau tambah gemuk,"

Sontak Baekhyun terdiam. Sekarang gilirannya menatap Chanyeol kesal.

"Telingamu tambah lebar!"

Kini gantian Chanyeol yang tertawa. "Itu kebanggaanku. Memangnya kau bangga semakin gemuk begitu?"

Baekhyun mendekati Chanyeol, mengepalkan tangannya lalu memukul pipi pria jangkung itu. Dengan sekali pukulan, Chanyeol tersungkur ke bawah sambil meringis kesakitan. Sementara Baekhyun tersenyum penuh kemenangan lalu duduk di sofa.

Perlu kalian ketahui, mereka sekarang sedang berada di kamar apartemen Chanyeol. Sehun sudah pulang sedaritadi, walaupun Baekhyun memintanya untuk tetap tinggal.

Sehun hanya... tidak ingin melanjutkan acara sakit hatinya.

"Argh, astaga Baekhyun. Apa kau belajar membunuh orang disana?"

"Aku belajar hapkido dan telah memenangkan beberapa pertandingan asal kau tahu!"

Chanyeol pun bangkit lalu mengambil tempat di samping Baekhyun. "Aku tidak mau tahu."

Baru saja tangan Baekhyun ingin melayangkan pukulannya, Chanyeol sudah menahannya. Sekarang, wajah mereka berhadapan.

"Kau tambah cantik dengan jarak sedekat ini," bisik Chanyeol. Mau tak mau membuat Baekhyun merona.

Chanyeol tersenyum kecil melihatnya. Ia menutup kedua matanya, lalu menghapus jarak diantara mereka. Baekhyun terdiam. Ia pun menutup kedua matanya, menikmati perlakuan Chanyeol. Kemudian ia membalas perlakuan Chanyeol, membuat suasana semakin panas. Chanyeol mulai berani bergerak, ia bergerak turun dan kini tepat berada di leher Baekhyun. Ia menciumnya, dan meninggalkan beberapa tanda, membuat sang empunya mendesah tertahan. Pria jangkung itu tersenyum kearah Baekhyun, menatap hasil kerjanya sejenak, sebelum melunturkan senyumnya.

"Jauhi dia. Atau ibumu jadi taruhannya."

Chanyeol menghentikan kegiatannya. Ia menatap Baekhyun yang kini menatapnya penasaran.

'Seharusnya aku tidak boleh melakukannya'

"Astaga Baek, kita sudah terlalu jauh," gumamnya pelan, tetapi masih dapat didengar Baekhyun.

"Chan, kenapa?"

Chanyeol menggeleng pelan lalu bangkit. Ia meletakkan tangannya dibelakang leher Baekhyun dan dibelakang lututnya, lalu mengangkatnya menuju tempat tidur.

"Maaf." ujarnya setelah meletakkan Baekhyun di tempat tidurnya. Sementara Chanyeol berada disampingnya, mengusap pelan rambut Baekhyun.

"Untuk?"

'Untuk semuanya. Kita sudah terlalu jauh. Tujuan utamaku membuatmu melupakanku, Baek. Kenapa aku bahkan tidak dapat mengendalikan diri seperti ini?'

"Channie?"

'Astaga, hentikan memanggilku dengan panggilan itu. Kau ingin membuatku menciummu dan menggagalkan niat awalku?'

"Apa yang kau sembunyikan dariku?"

Chanyeol menggeleng pelan, "Sudah malam, mau kuantarkan pulang?"

Baekhyun menangkap adanya kebohongan diwajah Chanyeol. Namun ia mencoba mengusir segala pemikirannya itu.

"Boleh aku tidur di sini?" tanyanya yang dijawab dengan Chanyeol yang tersenyum kecil, lalu mengangguk.

"Kalau begitu tidurlah," Sebelumnya Chanyeol berniat mencium kening Baekhyun, kegiatan yang rutin dilakukannya dulu.

Ya, dulu.

Kini Chanyeol hanya membalikkan badannya tanpa mencium kening Baekhyun—lebih tepatnya mengurungkan niatnya dengan susah payah. Ia tidak ingin menumbuhkan rasa cinta yang lebih di hati mereka masing-masing. Besok malam adalah saat terakhir ia bertemu dengan Baekhyun. Dan ia berniat membuat Baekhyun benar-benar melupakannya.

'Chan... kau berubah.'

.

.

.

Matahari telah menampakkan wujudnya, membuat seorang yang sedang sibuk dengan mimpinya itu terpaksa menghentikan kegiatan bermimpinya dan memutuskan untuk beranjak.

Tapi kemudian ia menyadari sesuatu. Semalam, ia ingat betul kalau ia tidak tidur sendiri.

Kemudian pria itu berjalan keluar kamar, tersenyum kecil melihat punggung orang yang dicarinya sedang mengotak-atik dapurnya. Namun, ia menyadari sesuatu yang berbeda—seperti degupan jantungnya, kemudian menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Tidak. Ia tidak boleh membuat keadaan semakin sulit.

"Kau memasak?"

Yang ditanya menoleh sambil tersenyum kecil. "Sudah bangun?"

"Seperti yang kau lihat. Sedang membuat apa, Baek?" tanya Chanyeol lagi kemudian berjalan kesamping Baekhyun. Ia hampir saja kelepasan jika ia tidak ingat bahwa dirinya tidak boleh melakukan hal yang lebih—yang beresiko berbahaya.

Tentu. Chanyeol sedang berusaha menahan tangannya untuk tidak memeluk pinggang Baekhyun yang seolah menatapnya ingin dipeluk. Dulu, Chanyeol ingat betul bahwa ini adalah kebiasaan favoritnya. Tetapi itu dulu. Garis bawahi itu.

"Ramyun. Kau mau minum apa? Teh atau kopi?"

Lihatlah! Baekhyun benar-benar membuat Chanyeol tidak rela melepaskannya. Melihatnya memunggungi Chanyeol dan membuat sarapan untuknya sudah cukup membuat pria jangkung itu berfikir kalau kalau Baekhyun adalah istrinya. Tapi kenyataan tetaplah kenyataan. Ia tidak bisa melakukan ini semua. Tidak sanggup.

"Buatlah apapun itu. Samakan dengan milikmu,"

Baekhyun menghentikan kegiatannya sejenak setelah hampir kesulitan bernafas. Sungguh, Chanyeol tidak seperti yang dulu ia kenal. Ia ingat betul bagaimana Chanyeol dengan senang hati berkata, "Teh saja. Tapi jangan terlalu manis karena aku bisa terkena penyakit diabetes karena meminumnya bersamamu." Atau ia meminta kopi, menyuruh Baekhyun untuk tidak memasukkan gula karena lagi-lagi alasannya karena memandang wajahnya membuat semua makanan dan minuman terasa enak dan manis.

Chanyeol tidak suka terlalu manis. Baekhyun paham betul itu.

Dan setiap Baekhyun menanyakan alasannya, jawabannya hanya, "Memandangmu saja sudah terasa manis. Apa gunanya mencampurkan gula? Hanya akan menambah penyakit."

Cheesy. Baekhyun mengakui itu. Tapi dengan bodohnya ia menunduk, menutupi rona di wajahnya ketika Chanyeol mengatakan hal itu sekalipun keseribu kalinya.

Tapi kini, tidak ada rona diwajahnya. Ini tidak seperti harapannya.

Chanyeol… hanya menjawab pertanyaannya seadanya.

Tanpa hal yang Baekhyun rindukan selama ia pergi.

Baekhyun merasakan sesak dan mencoba menahan butiran kristal bodoh itu.

.

.

.

Sehun mengangkat tangan, tersenyum. Ia menyapa sahabat yang dirasanya sudah jarang ia jumpai itu. Kini, mereka berada di café yang berada di pinggiran kota. Sahabatnya itu pun ikut tersenyum lalu mengambil tempat disamping Sehun.

"Kau bertambah hitam,"

"Wajahmu bahkan lebih datar dari dinding,"

Kalimat pertama setelah sekian lama tidak berjumpa. Miris.

Keduanya tertawa bersama. Kemudian yang berkulit lebih gelap mengangkat tangannya, memanggil pelayan café tersebut.

"Berikan aku satu hot moccacino."

Pelayan itu pun mengangguk mengerti lalu pergi, meninggalkan mereka yang kini berdiam diri—sejujurnya Sehun tidak karena dirinya sedang meminum minumannya.

"Seperti biasa kau sendirian,"

Pria yang baru datang itu membuka percakapan, memecah suasana canggung yang tadinya menyelimuti kedua manusia itu.

"Kau juga. Setidaknya kita sama dalam hal ini, Jongin."

Sehun tertawa, miris.

"Tidak. Sebentar lagi aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan."

Perkataan Jongin sukses membuat Sehun menyatukan kedua alisnya. Bingung dengan apa yang dimaksud sahabat lamanya itu. Mengerti dengan perubahan wajah Sehun, Jongin mulai menjelaskan.

"Aku mempunyai kekasih. Ah, bukan. Calon kekasih lebih tepatnya. Ia mencintai seseorang yang kubenci. Dan aku tidak akan segan merebutnya dari orang kurang ajar itu."

Sehun mulai mengerti kemana arah pembicaraan itu. Tentunya, ke kekasih idaman Jongin yang dari dulu diidam-idamkan pria berkulit tan itu. Sejujurnya, Sehun juga belum diberitahu siapa wanita yang dimaksud, ehm maksudku manusia—Sehun bahkan tidak tahu berjenis kelamin apa kekasih idaman Jongin.

"Kau kira aku tidak sakit melihatnya bersama kekasih sialannya itu? Aku bersyukur aku tidak sepertimu, Jong. Melihatnya bahagia lebih membuatku bahagia daripada harus mengorbankan perasaannya."

Jongin berdecih, "Jangan berdrama. Tidak lucu,"

"Siapa yang berdrama, hitam?"

Lagi-lagi Jongin berdecih. Ia bingung harus meledek Sehun dengan ledekan apa. Kalau boleh jujur, tak ada yang perlu dipermasalahkan dari semua yang Sehun miliki. Jongin sukses besar dibuatnya iri.

"One hot moccacino."

Seorang pelayan dengan seragamnya meletakkan minuman yang dimaksud di meja, lalu membungkuk dan berjalan menjauhi mereka.

Hening.

Setidaknya biarkan mereka larut dalam pikiran masing-masing dengan pesanan mereka.

Tanpa menyadari bahwa orang yang mereka maksud sedaritadi adalah sama.

.

.

.

.

.

.

.

T.B.C

Hayoooo, tjabe direbutin trio coganzzz nihh. Btw penasaran ga chapt selanjutnya? Eheh.

Maaf kalo kurang panjang, typo, ganyambung, alur kecepetan, etc. karna jujur, aku sendiri baru berani nyoba dunia per-ff-an giniii~ Biasanya cuma baca FF doang dan sekarang aku mau numpain imajinasi aku yang ga seberapa ini buat jadi FF.

Btw ini ff lama dan baru bisa aku lanjutin dan post sekarang. Chapt 1 pendek dulu yaa biar pada penasaran sama selanjutnya kkk~

Karna ini ff lama, aku tau kesalahan masih banyak bgt, jadi mohon kritik/sarannya yayy. Kotak review terbuka selebar-lebarnya!

Mungkin kalian bakal mikir habis ini gabakal ada moment chanbaek gara-gara mereka dipisahin Jongin. Eits, bocoran aja ya. Chapter berikutnya bakal sweet tambah angst. Jadi gausah siapin tisu, karna gabakal ngefeel. Serius.

Don't forget to review, readers-nim. Follow juga biar tau lanjutannya –kalo penasaran- eheh. Saranghae!