Yo!

Selamat pagi, siang, sore, malam, reader sekalian. Sekadar pemberitahuan singkat saja, saya bukan Yuzuki Arashi. Author yang satu itu sedang terkapar tidak berdaya di rumah sakit dan meminta saya untuk me-repost TY karena katanya mengandung banyak sekali typo.

Jadi, saya author sampingan mewakili Yuzuki Arashi menyampaikan,

RnR, DLDR, dan tentunya tanpa flame.

Sekalian pesan dari saya, tolong doakan kesembuhan Yuzuki Arashi agar TY bisa terus berlanjut sampai akhir.


Tiga tahun berlalu sejak perang besar berakhir. Selama tiga tahun itu pula Naru pergi meninggalkan negara elemental. Meskipun semua orang melarangnya untuk pergi, tidak ada lagi yang harus ia lakukan di sana. Perdamaian sudah berada di dalam genggaman dan orang lain bisa saling membantu menjaga perdamaian. Naru yakin, semua orang akan menjaga perdamaian yang mereka dapat setelah berperang itu sepenuh hati. Tidak akan ada seorang pun yang akan mengkhianati hasil jerih payah mereka sendiri.

Bersama Kurama, Naru menjelajahi dunia. Berkunjung ke banyak tempat yang tidak terdapat di dalam peta. Mempelajari segala hal tentang mereka adalah prioritas utamanya. Bukan hanya mempelajari hal umum tentang mereka, Naru juga mempelajari sumber kekuatan mereka. Ada banyak sekali kekuatan yang hebat dari tempat-tempat itu. Naru tidak bisa membandingkannya dengan negara elemental. Bahkan di tempat yang terlihat sangat normal, tersembunyi kekuatan luar biasa.

Agenda Naru sekarang adalah mengunjungi tempat yang direkomendasikan oleh seorang temannya. Pria itu bilang, tempat yang direkomendasikannya sangat bagus. Naru bisa mempelajari banyak hal yang tidak kalah menarik. Tetapi pertama, Naru harus bisa mengikuti sebuah ujian yang diadakan oleh Asosiasi Hunter. Organisasi yang mewadahi para pemburu. Maksudnya, pemburu dalam berbagai arti.

Berkat bantuannya, Naru bisa sampai di ruang lokasi ujian. Tempatnya tidak beda jauh dengan segel Kurama yang dulu. Seperti saluran air raksasa yang terlihat sedikit suram. Naru harus menahan diri untuk tidak tertawa saat mendengar protesan Kurama mengenai pendapatnya tentang tempat itu. Untungnya, ruangan itu tidak sebesar ruang segel Kurama dan berada di dunia nyata. Jadi Naru tidak menganggap ruangan itu adalah sesuatu yang luar biasa dan patut untuk dipuji.

"Kau peserta baru?" Naru menoleh ke arah sumber suara. Orang yang menyapa Naru adalah seorang pria bertubuh pendek gemuk. Matanya menunjukkan kelicikan. Tidak ada yang bagus dari pria tua itu selain kemampuan sandiwaranya. Andai saja dia bisa menyembunyikan ekspresi di matanya, maka dia adalah aktor sempurna.

"Ya, begitulah. Bagaimana kau bisa tahu aku peserta baru?" tanya Naru basa-basi.

"Aku sudah mengikuti ujian ini sebanyak tiga puluh empat kali. Omong-omong, namaku Tonpa." ucapnya bangga. Naru mengangguk singkat.

"Naru. Biar kutebak, kau mengikuti ujian ini untuk alasan lain." ucapan Naru disambut ekspresi terkejut samar di wajah Tonpa.

"Kenapa kau mengatakan begitu?" tanya Tonpa dengan nada panik terselip dalam suaranya.

Naru mengangkat bahunya santai. "Pengalaman. Seseorang telah sering mengikuti ujian yang sama dan tidak pernah lulus. Ternyata dia adalah biang kekacauan dan menyebabkan perang di tempat asalku."

"Ahaha. Aku tidak mungkin seperti itu." ucap Tonpa gugup lalu mengeluarkan minuman kaleng dari tasnya dan menawarkannya kepada Naru. "Bagaimana kalau kita minum sebagai tanda perkenalan?"

"Terima kasih." ucap Naru saat menerimanya.

Naru tidak langsung meminum jus pemberian Tonpa. Perhatiannya tertarik kepada hal lain. Emosi negatif yang sangat kuat. Nafsu membunuh yang mencekam. Tidak, Naru tidak takut pada nafsu membunuh itu. Ia hanya penasaran siapa pelakunya. Karena nafsu membunuh itu datang dan pergi begitu saja tanpa jejak. Pemilik nafsu membunuh itu pandai untuk mengatur emosinya. Naru kagum pada kemampuannya.

"Tonpa-san, menurutmu siapa peserta paling berbahaya di sini?" tanya Naru tanpa menatap orang yang ia ajak bicara.

"Hm. Menurutku peserta nomor #44, Hisoka. Tahun lalu dia mengikuti ujiannya tapi didiskualifikasi karena membunuh seorang penguji. Sebainya kau tidak mendekatinya." ucap Tonpa serius.

"Hisoka... yang mana?"

"Orang yang berpenampilan seperti badut."

Mata Naru menyisir ruangan. Banyaknya peserta di ruangan itu sedikit mengganggunya. Ia tidak bisa melihat dengan baik seluruh penjuru ruangan. Naru terus menyisir ruangan itu sampai ia menemukan sosok yang terlihat paling mirip dengan badut. Bedanya, badut yang ini terlihat sangat berbahaya. Naru tepaku menatap mata keemasan badut yang sedang tersenyum misterius ke arahnya itu.

"Dia memang berbahaya." gumam Naru. Kemudian ia tersadar dan kembali menatap Tonpa yang kebingungan. "Sekarang aku tahu siapa saja yang harus kuwaspadai di ujian ini. Aku pergi dulu. Kita lanjutkan ngobrolnya nanti."

"Ah, iya." ucap Tonpa kebingungan.

Langkah kaki Naru membawa pemiliknya menuju tempat terjauh dari Hisoka yang bisa ia tempuh. Naru tidak tahan dengan tatapan intensnya. Tatapannya seperti ditujukan untuk mengulitinya hidup-hidup. Wanita itu menghela napas berat. Bahkan Raikage, orang yang notabenenya paling menyeramkan di negara elemental, masih terlihat biasa saja. Berbeda dengan Hisoka. Entah apa yang membuatnya terlihat begitu mengerikan.

Jumlah orang di ruangan itu semakin bertambah. Peserta yang baru masuk mendapatkan ID nomor #273. Berapa lama lagi ia harus menunggu? Naru duduk bersandar di dinding. Tangan kanannnya mempermainkan minuman kaleng pemberian Tonpa. Naru benar-benar bosan. Kurama malah memutuskan tidur, tepat setelah Naru mengomentari masalah ruang ujian dengan ruang segel. Belakangan ini rubah itu sering merajuk bahkan untuk hal remeh.

"Kelihatannya kau bosan. Mau bermain denganku?" Naru hampir terperanjat kaget.

Satu pertanyaan Naru, sejak kapan pria badut itu berdiri di hadapannya. Naru mengamati wajah pria itu baik-baik. Memang orang yang berbahaya. Naru mendapatkan kesan mata Hisoka berbinar nakal. Senyumnya memilik arti yang sama dengan binar matanya. Naru menghela napas panjang, menenangkan dirinya sendiri. Tidak akan jadi masalah jika berinteraksi dengan Hisoka hanya beberapa waktu.

"Main apa?" tanya Naru.

"Kartu." Hisoka menunjukkan setumpuk kartu di tangannya.

"Kurasa tidak masalah." Naru mempersilakan Hisoka untuk duduk bersamanya.

Keduanya terdiam tidak mengucapkan apa-apa. Permainan dimulai dengan sangat mudah bagi Naru. Tetapi, justru karena terlalu mudah Naru menaruh curiga kepada Hisoka. Beberapa kali Naru melirik Hisoka yang tidak pernah mengubah ekspresi wajahnya. Sesuai dugaan, permainan menjadi sangat sulit. Sekarang Naru yakin Hisoka mencurangi kartu itu.

"Kau curang." desis Naru kesal.

"Hm? Apakah terlihat seperti itu?" tanya Hisoka santai.

"Jelas kau curang. Emosimu sedang tertawa mengejekku saat ini. Aku tahu itu." ucap Naru.

Naru tidak melihat Hisoka meliriknya. Wanita itu sibuk dengan kartunya yang semakin jelek. Serangkaian gumaman gerutuan meluncur mulus dari bibirnya. Tidak peduli pada lawan mainnya yang tersenyum penuh kemenangan. Terakhir, Naru menumpuk semua kartunya dan meletakkannya terbalik di atas lantai. matanya menatap tajam Hisoka. Menuntut pria licik itu.

"Oke. Aku kalah." aku Naru. "Harusnya kau mengajakku main shogi."

"Sayangnya aku hanya membawa kartu." ucap Hisoka sambil merapikan kartunya.

"Kalau begitu, nanti kita main shogi setelah ujian ini selesai."

Hisoka tersenyum tipis. Wanita di hadapannya aneh. Wanita itu sama sekali tidak terlihat ketakutan. Padahal ia sudah mengeluarkan aura membunuh yang bisa membuat orang-orang di sekitar mereka menghindar. Wanita itu masih saja tenang, malah terlihat ceria. Kalau sama sekali tidak terpengaruh aura membunuhnya, artinya wanita itu kuat. Hisoka tidak sabar untuk bisa bertarung dengannya.

"Oh, ya. Seingatku kita belum berkenalan. Namaku Naru."

"Hisoka."

"Nama yang cocok untukmu." Naru mengerjapkan matanya sebelum tersenyum.

Tidak ada jawaban dari Hisoka. Pria itu mengocok kartunya kemudian membagikannya. Ronde kedua dimulai. Naru menatap kartunya. Tidak bagus. Pria itu sengaja mempermainkannya. Permainan ini berlangsung lama. Naru tidak menyerah dalam waktu singkat. Ia tahu Hisoka curang, tapi ia belum tahu bagaimana caranya. Ia harus tahu polanya untuk bisa mengalahkan badut menyebalkan yang satu itu.


Satu pantangan untuk Naru dalah tidak menunjukkan kekesalannya dengan jelas kepada Hisoka. Karena setiap kali Naru mununjukkan kalau ia sedang kesal, badut itu akan semakin mengganggunya. Kelicikan yang pria itu gunakan akan semakin menjadi dan Naru semakin kesulitan menemukan triknya. Naru menghela napas untuk memperbaiki suasana hati. Mungkin ia memang belum bisa membongkar trik itu sekarang, tapi nanti ia akan melakukannya. Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengungkapkannya.

Omong-omong soal permainan kartu, itu sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Permainan dihentikan setelah Naru mengusirnya secara halus. Kalau tidak begitu, permainan akan terus berlangsung entah sampai kapan. Sekarang Naru kembali duduk sendirian. Hisoka sudah berkelana di tengah ruang ujian. Naru tidak tahu pasti apa yang sedang pria itu lakukan. Pria itu hanya berdiri diam memperhatikan seisi ruangan. Naru merasa Hisoka sedang mencari seorang mangsa baru yang bisa ia gunakan untuk membunuh rasa bosan. Satu hari bersamanya membuat Naru tahu sedikit sifat Hisoka. Dari sudut mana pun, Hisoka adalah orang gila dalam banyak arti.

Suara teriakan ngeri manarik perhatian Naru. Di tengah ruangan, seorang peserta ujian kehilangan kedua tangannya. Hisoka pelakunya. Naru terdiam sejenak sebelum akhirnnya menepuk dahi dan menggeleng pelan, tidak habis pikir. Naru penasaran apa yang ibu Hisoka idamkan ketika sedang mengandungnya. Sejauh yang Naru tahu, Hisoka suka sekali terlibat dalam masalah. Lebih cocok dibilang, selalu membuat masalah dengan orang lain. Seperti hidupnya memang ditujukan untuk hal yang satu itu.

Bosan duduk diam ditempat, Naru memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sambil menunggu waktu ujian dimulai. Setidaknya untuk mengisi waktu luangnya. Untuk sementara, Naru tidak mau bermain kartu. Sisa permainan dengan Hisoka membuatnya mual. Mungkin akan menghabiskan waktu sedikit lama sampai Naru kembali bersedia bermain kartu dengan Hisoka. Kalau Hisoka mengajaknya bermain shogi, Naru tidak akan ragu untuk menerimanya. Tidak masalah siapa lawannya, yang jelas Naru tidak ingin berhadapan dengan benda tipis favorit pria badut itu untuk sekarang.

Kedua mata Naru menangkap sosok anak laki-laki berambut putih. Sekali lihat juga Naru tahu anak itu tidak lemah. Ia sangat berbahaya untuk ukuran anak berusia awal belasan tahun. Kurama juga setuju kalau anak itu berbahaya. Naru terkejut ketika anak itu tiba-tiba balas menatapnya. Menetralkan kekagetannya, Naru tersenyum dan melambaikan tangan menyapa anak itu dari kejauhan. Bukannya balas menyapa, anak itu malah membuang muka.

"Tidak sopan." keluh Naru.

"Menemukan sesuatu yang menarik?" Naru terperanjat kaget mendengar suara dari belakangnya. Ekspresi Naru berubah kesal saat melihat si pemilik suara. Hisoka.

"Sudah kubilang, menjauh dariku sampai ujian tahap ini dimulai." usir Naru.

"Aw. Itu menyakitkan." ucap Hisoka dengan nada dan gestur tubuh yang dibuat-buat.

"Cih. Penipu."

Naru dan Hisoka kembali ke tempat mereka sebelumnya. Sementara Hisoka memutuskan duduk, Naru memilih berdiri di sebelahnya. Mengamati keadaan ruangan yang tidak berubah dari sebelumnya. Penuh dengan aura persaingan. Mengingatkan Naru pada masa-masa ujian Chunnin. Diam-diam Naru tertawa kecil. Seandainya waktu itu Suna dan Oto tidak melakukan invasi, akan ada beberapa orang yang menjadi Chunnin bukan hanya Shikamaru. Ia juga mungkin akan menjadi Chunnin. Sayangnya, itu tidak terjadi. Ia bahkan belum menjadi Chunnin sampai sekarang. Siapa peduli.

"Sepertinya ujian akan segera dimulai." bertepatan dengan ucapan Naru, suara bel terdengar dari balik dinding.


Naru ingin mengakui, ujian tahap pertama ini sangat membosankan. Berlari sejauh beberapa puluh kilometer bukan apa-apa baginya. Jarak tempuh terjauh Naru adalah... Naru tidak tahu berapa jarak sebenarnya. Naru ingat waktu itu ia berlari lebih dari tiga hari tanpa istirahat dan itu masih bukan apa-apa baginya. Jadi, berlari menyusuri terowongan itu adalah hal kecil baginya. Terima kasih kepada stamina alami seorang Uzumaki dan bantuan Kurama. Omong-omong soal lari, sekarang semua orang yang berhasil keluar tepat waktu dari terowongan itu sedang beristirahat. Satotz belum mengatakan apa-apa mengenai ujian selanjutnya. Atau mungkin sudah tapi Naru tidak mendengarkan.

"Ah. Kau yang selalu bersama Hisoka selama ujian tadi." ucap anak laki-laki bernama Gon ketika berpapasan.

"Oh. Halo." sapa Naru ramah.

"Gon, sebaiknya kita tidak boleh terlalu dekat dengannya. Wanita itu berbahaya." ucap Killua pelan kepada Gon.

"Kau memang tidak sopan." ucap Naru menahan kesal. "Apa maksudmu aku berbahaya?"

"Aku bisa merasakannya." ucap Killua yakin.

"Benarkah?"

"Apa yang kalian bicarakan? Kalian sudah saling kenal?" tanya Gon bingung, mewakili dua temannya yang lain.

"Hanya pertemuan singkat sebelum ujian dimulai. Namaku Naru."

"Kami sudah tahu. Tonpa mengatakannya kepada kami." ucap Kurapika. "Katanya kau juga peserta baru yang berbahaya karena akrab dengan Hisoka."

"Hah?" gumam Naru. Naru memproses informasi baru yang masuk ke dalam otaknya.

Tawa Naru meledak setelah jeda keheningan yang cukup panjang. Lucu sekali, pikirnya. Tonpa ini, pintar sekali dia mempermainkan kata-kata sedemikian rupa sehingga orang mempercayai perkataannya yang entah benar atau salah. Naru menutup mulut menggunkan tangannya, berusaha meredam tawa yang sedikit sulit untuk ia hentikan. Ia memberi isyarat kepada empat lawan bicaranya untuk menunggu sebentar sampai tawanya reda. Satu rencana yang harus Naru lakukan nanti adalah mengontrol tawanya dan memberi pelajaran kepada pria cebol bernama Tonpa itu.

"Maaf." ucap Naru. "Itu sangat lucu. Aku tidak tahu bagaimana Tonpa bisa menyimpulkan hal aneh itu hanya karena aku bersama Hisoka selama menunggu ujian dimulai. Yah, aku mungkin bisa jadi berbahaya tapi aku masih waras. Aku bukan orang yang suka terlibat dalam masalah seperti Hisoka."

"Ne, ne. Kau mengenalnya sejak lama?" tanya Gon.

"Siapa? Hisoka? Kalau rentang waktu sejak aku baru masuk ruang ujian bisa disebut lama maka bisa jadi."

"Hee! Jadi kalian baru saling kenal belum lama ini?" tanya Leorio tidak percaya.

"Ya. Oh, Satotz-san sedang menjelaskan tentang tempat ini. Sebaiknya kita mendengarkannya."

Keempat orang itu mengangguk setuju. Merangkum dari apa yang dijelaskan Satotz, mereka sedang berada di rawa Numere atau biasa disebut dengan rawa kecurangan. Peserta ujian harus melewati rawa ini untuk sampai di lokasi ujian tahap kedua. Rawa yang penuh dengan monster haus darah dan selalu lapar. Monster-monster itu mendapatkan makanan mereka dengan cara menipu. Jadi semua orang harus ekstra waspada di sana. Karena jika tertipu, maka bayarannya adalah nyawa. Naru sudah memutuskan tidak akan mati di rawa aneh itu.

Ada juga saat ketika seorang pria asing yang muncul entah dari mana mengaku sebagai pengawas ujian tahap pertama dan mengatakan bahwa Satotz adalah kera berwajah manusia yang menyusup untuk menipu peserta. Pria itu menyeret seekor kera yang wajahnya memang mirip dengan Satotz. Kedatangan orang itu menyebabkan kebingungan. Untungnya, Hisoka mengambil jalan pintas praktis. Badut itu menyerang keduanya menggunakan kartu. Pria asing yang menyeret monyet kalah telak sementara Satotz berhasil menangkap kartu yang menyerangnya.

Keberhasilan Satotz mengatasi serangan Hisoka membuktikan bahwa ia memang pengawas ujian yang sebenarnya. Syukurlah hal itu bisa menghilangkan keraguan di dalam diri peserta. Terutama keraguan Leorio dan Hanzo. Mungkin lain kali Naru harus mengajari Leorio agar bisa berpikir kritis. Akan sangat merepotkan jika pola pikirnya masih sependek itu. Semuanya kembali mendengarkan sisa penjelasan Satotz mengenai bahayanya rawa Numere.


"Hisoka, boleh aku tahu apa yang kau lakukan kepadanya?" Naru menunjuk Leorio yang berada di pundak Hisoka.

"Hanya mengujinya." ucap Hisoka santai sambil mendudukkan Leorio bersandar di batang pohon.

Naru menepuk dahinya gemas. Hisoka memang tidak boleh dibiarkan seenaknya. Secara fisik Hisoka memang seorang pria dewasa, tapi sifat seenaknya sama seperti anak-anak. Sudah pasti ibu Hisoka mengidamkan banyak hal aneh saat mengandung pria itu. Sekali lagi Naru menghela napas. Ia belum pernah berhadapan dengan orang semerepotkan dan semenyebalkan Hisoka sebelumnya. Pria itu menguras habis tenaganya dalam waktu singkat.

Hisoka memberi isyarat agar mengikutinya menjauh dari Leorio. Bukannya Naru tidak ingin menghindar dari Hisoka. Hanya saja, ia tidak tenang jika harus jauh-jauh darinya. Dilihat dari yang sudah-sudah, pria itu senang berbuat semaunya termasuk urusan nyawa orang lain. Naru jadi khawatir kepada peserta yang lain. Setidaknya Naru ingin memastikan pria itu tidak akan berbuat lebih jauh lagi sampai ujian selesai.

Tidak. Naru tidak benar-benar mengikutinya sekarang. Ikut menjauh tapi tidak juga mengikuti. Ia menjauh ke tempat yang masih memungkinkannya untuk mengawasi Hisoka. Tiba-tiba Naru tersadar. Ia bukan siapa-siapanya Hisoka, untuk apa ia mengawasi gerak-gerik orang aneh itu. Sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Ini bukan urusannya, bisik Naru dalam hati.

Satu hal yang membuat Naru kesal, ia tetap mengawasi Hisoka. Meskipun ia sudah berulang kali mengingatkan diri sendiri, matanya selalu terpaku pada pria aneh itu. Naru membutuhkan satu pengalih perhatian yang bagus. Apapun itu terserah. Asalkan ia bisa mengalihkan perhatiannya dari pria menyebalkan yang bertingkah seperti anak-anak itu. Konohamaru bahkan jauh lebih dewasa darinya.

Tidak lama setelah Satotz menjelaskan penjelasan singkat terakhirnya dan pergi, gerbang taman hutan Biska dibuka. Semua peserta yang tersisa masuk ke taman itu. Naru mengamati setiap sudut taman yang dipenuhi balok mencurigakan berbentuk seperti set meja untuk memasak. Firasat buruk mengenai tantangan di ujian tahap ini menyerang Naru.

"Selamat datang. Aku penguji di tahap kedua, Menchi." ucap wanita yang duduk di sofa.

"Aku Buhara, penguji lainnya." ucap pria berbadan super besar yang melebihi ukuran tubuh anggota klan Akimichi dalam keadaan normal mereka.

Keheningan sempat menyelimuti tempat itu dan dipecahkan oleh suara perut Buhara. Firasat buruk Naru semakin menguat. Naru melihat siluet seseorang berdiri di sebelahnya. Itu Hisoka dengan senyum anehnya lagi. Meskipun tidak terlihat, Naru tahu pria itu sedang menertawakannya. Ini tidak lucu, teriak Naru dalam hati. Naru akan membenci tahap ini jika tantangannya tidak diganti.

"Ujian tahap duanya adalah memasak." ucap Menchi riang.

"Aku benci tahap ini." geram Naru pelan. Ia melirik tajam ke arah Hisoka. "Silakan tertawakan aku sepuasmu."


Naru tidak membenci keseluruhan tahap ini. Menangkap babi raksasa dengan moncong yang sangat kuat bisa dibilang sangat menyenangkan. Tetapi ketika kelemahan mereka sudah ditemukan, semuanya jadi sedikit membosankan. Satu-satunya bagian yang Naru benci adalah ketika memasak babi itu. Naru harus jujur. Ia tidak bisa memasak dan hanya tahu makan saja. Gara-gara itu ia ditertawakan oleh Hisoka, lagi. Pengalaman yang sangat buruk.

Di tahap mengerikan ini, Menchi sempat menggugurkan semua peserta ujian karena tidak mampu memuaskan lidahnya. Hunter Cita Rasa yang satu itu sangat cerewet soal urusan rasa dan memasak. Untungnya, kakek tua bernama Netero, Naru lupa jabatannya di asosiasi Hunter sebagai apa, datang untuk menyelamatkan semua peserta dari kekejaman Menchi. Karena itulah semua peserta sekarang berada di lokasi baru ujian tahap dua. Gunung Mafuta.

"Keren." bisik Naru takjub pada celah besar yang membelah gunung itu menjadi dua bagian. "Hey, Menchi. Kami harus mengambil telur itu?"

"Ya. Kau benar." ucap Menchi.

"Uwaa!" Naru spontan berteriak.

Ada seseorang atau sesuatu yang mendorong tubuhnya untuk jatuh ke dalam celah. Naru tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan orang yang selalu berkeliaran di dekatnya. Naru menahan kemarahannya dan meraih telur burung yang menggantung di jaring paling bawah. Ia membiarkan tubuhnya terjatuh lebih dalam lagi. Begitu yakin tidak ada yang melihat, Naru menggunakan Sennin mode untuk membantunya naik lagi. Sebenarnya hanya untuk memberinya bantuan berupa dorongan agar bisa melompat sampai ke atas.

Tentu saja Naru menghilangkan Sennin modenya sebelum ada orang lain yang melihat. Akan sangat merepotkan kalau orang-orang mengetahui kekuatannya yang lain. Pria yang dulu memberi tahu Naru tantang dunia ini bilang, tempat ini menggunakan kekuatan bernama Nen. Tidak ada Chakra. Jadi kalau ada kekuatan lain yang berada di luar nalar, mereka akan jadi sangat merepotkan. Naru termenung, sejak kapan ia jadi sering menggunakan kata favorit Shikamaru. Simpan itu untuk nanti. Naru berhasil mendarat di hadapan Hisoka.

"Hi. So. Ka." geram Naru penuh penekanan.

"Ya?" respon Hisoka tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Aku akan membunuhmu di sini. Sekarang juga." ucap Naru lantang.

"Oh, menakutkan." kali ini Hisoka serius dengan ucapannya.


End of chapter 1.

Ada yang sadar? Iya. Ini 2 chapter sebelumnya digabung jadi satu. Jangan protes. Saya sebagai author sampingan hanya mengikuti petunjuk yang diberikan Yuzuki Aarashi. Untuk chapter 2 nanti masih saya yang pegang. Jadi, sampai jumpa di chapter 2 yang akan datang.