Title : It's Okay My Love

Pairing : Keo (Leo x Ken or Taekwoon x Jaehwan of VIXX)

Genre : Angst, Romance, Drama

Length : chapter 1 of?

Rating : PG-13

Note :

Long Life KEO! Adakah Keo Shipper di luar sana? Kalau ada ini adalah salah satu hadiah buat para KEO SHIPPER.. soalnya cari Starlight di Indonesia itu susahnya minta ampun, apalagi ff nya..

Happy reading, jangan lupa tinggalin komen ya… thanks..

© Davidrd copyrights ©

Seorang pria duduk termenung menatap titik-titik hujan yang membasahi kaca jendela di rumah sakit tempatnya dirawat. Ia adalah seorang atlet sepakbola profesional yang mengalami cedera saat bertanding. Cedera pada kaki kirinya menyebabkan ia harus beristirahat total di rumah sakit selama satu bulan. Hari-harinya yang selalu sibuk dengan latihan dan pertandingan terpaksa harus berubah menjadi hari-hari yang membosankan. Bagaimana tidak bosan? Setiap hari kegiatannya selalu sama. Bangun tidur, melakukan pemeriksaan dokter, minum obat, terbengong atau sesekali menonton televisi, kemudian tidur.

Karena kegiatan yang membosankan itulah, kali ini ia memaksakan diri untuk berjalan-jalan ringan di sekitar rumah sakit. Tapi sial, baru saja ia ingin menghirup udara bebas, hujan pun turun. Dengan perasaan dongkol, pria ini duduk di deretan bangku plastik di ujung lorong.

Tiba-tiba ada sebuah tangan kecil menyodorkan batangan lollipop ke arahnya. Pria ini menolehkan kepalanya dan didapatinya seorang anak kecil berusia sekitar empat tahunan sedang tersenyum manis ke arahnya.

"Untuk ahjussi?" tanya pria itu sambil menunjuk ke arah lollipop yang sedari tadi masih berada di depannya.

"Eung," dengan polos anak itu menganggukkan kepalanya.

"Gomawo," pria itu mengambil lollipop dari genggaman si anak,"Geundae, kenapa kau memberikan permenmu kepada ahjussi?" tanya lembut si pria sambil mengelus pelan kepala anak kecil yang sekarang sudah duduk di sampingnya.

"Eomma berkata kalau permen bisa membuat seseorang bahagia," jawab si anak.

"Hm, begitu ya?"

"Ne. Dari tadi, aku lihat ahjussi sangat murung. Jadi mungkin saja dengan permen ini ahjussi bisa bahagia."

"Ah, kau memang anak yang baik hati," si pria tersenyum mendengar jawaban si anak kecil. Ah, anak ini sangat baik hati dan juga lucu. Matanya bulat besar dan rambutnya hitam legam, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih pucat. Anak itu mengenakan seragam rumah sakit, jadi berarti anak itu juga pasien di sini. Anak kecil seperti dia sakit apa? Apa hanya demam?

"Siapa namamu?"

"Taekhwan," jawabnya singkat sambil mengayun-ayunkan kakinya yang tidak menyentuh lantai.

"Taekhwan?"

"Ne. Jung Taekhwan."

"Ah, nama yang bagus. Oya, kau bisa memanggil ahjussi dengan sebutan Jung ahjussi."

"Jung ahjussi?"

"Ne. Tapi Taekhwanie, kenapa kau di sini?"

"Taekhwan sakit, sama seperti ahjussi."

"Sakit apa?"

"Taekhwan tidak tahu nama penyakitnya ahjussi. Tapi kata eomma, Taekhwan akan baik-baik saja."

"Hm, baguslah kalau kau akan baik-baik saja. Tapi, kenapa kau berkeliaran sendirian di sini? Mana eomma?"

"Eomma sedang pergi bekerja. Nanti sore juga eomma akan datang ke sini."

"Eommamu bekerja? Mana appa mu?"

"Appa?" anak kecil itu menatap tajam ke arah si pria kemudian menunduk,"Taekhwan tidak punya appa. Eomma bilang appa meninggal saat Taekhwan masih bayi."

"Oh, maaf kalau begitu Taekhwanie. Ahjussi tidak tahu soal itu," si pria menepuk-nepuk pelan bahu si anak.

"Tapi, walaupun Taekhwan tidak punya appa, eomma sangat menyayangi Taekhwan," matanya kembali berbinar ketika membicarakan soal ibunya.

"Beruntungnya kau Taekhwanie."

"Taekhwanie, sudah saatnya minum obat sayang," seorang perawat datang mendekati si anak dan tersenyum manis kepada kedua orang yang sedang berbincang itu.

"Ahjussi, apakah besok Taekhwan boleh bermain dengan Jung ahjussi lagi?" kedua tangan kecil Taekhwan meraih tangan si pria.

"Tentu saja. Ahjussi akan berada di sini lagi besok," si pria kembali mengacak-acak rambut Taekhwan.

"Asyik, Taekhwan punya teman bermain sekarang."

"Ayo Taekhwan, dokter sudah menunggumu di kamar," si perawat mengulurkan tangannya. Taekhwan turun dari kursi yang didudukinya dan menggenggam tangan si perawat kemudian berkata,"Sampai bertemu besok ahjussi!"

"Ne."

© Davidrd copyrights ©

Lee Jaehwan membuka pintu kamar rumah sakit dimana anaknya dirawat beberapa bulan ini. Walaupun dia begitu sedih ketika mengetahui bahwa anak semata wayangnya menderita penyakit yang serius, ia tidak bisa menunjukkan ekspresi kesedihannya di depan Taekhwan. Ya, Taekhwan menderita penyakit gagal hati yang hanya bisa disembuhkan melalui jalan operasi transplantasi hati. Tapi, hingga saat ini belum ada donor yang cocok dengannya. Dokter mengatakan bahwa pendonor bisa berasal dari keluarga, dalam hal ini ayah kandung maupun pendonor yang hatinya cocok dengan pasien.

Dia tidak mungkin menemui ayah kandung Taekhwan. Dia tidak tahu apa yang akan ia dapatkan kalau ia berusaha menemui pria itu lagi. Dia sudah melupakan semua kenangan buruknya dan tidak ingin mengingatnya lagi. Walaupun pernah terbersit keinginan untuk menemukan pria itu, tapi pasti semuanya akan sia-sia. Pria itu sudah menyakitinya, begitu juga dengan ibu pria itu.

Setelah memasuki ruangan dilihatnya Taekhwan baru saja selesai melakukan pemeriksaan rutin. Anak itu langsung berlari ke dalam pelukan ibunya begitu melihat Jaehwan sudah berdiri di ambang pintu.

"Eomma!"

"Hm," Jaehwan mengangkat tubuh Taekhwan dan membetulkan posisi gendongannya,"Waegurae Taekhwan-ah?"

"Eomma, hari ini aku menemukan seorang teman."

"Teman? Siapa?"

"Jung ahjussi namanya eomma."

"Hm, ahjussi?"

"Iya eomma. Tadi ahjussi terlihat sangat sedih, jadi Taekhwan memberikan permen milik Taekhwan kepada ahjussi seperti kata eomma."

"Wah, anak eomma memang pintar dan baik hati," Jaehwan mengecup kening sang anak. Dia tidak tahu sampai berapa lama anaknya akan bertahan dengan kondisinya yang terus memburuk.

"Tentu. Taekhwan ingin jadi anak baik dan bisa membantu semua orang."

"Itu bagus sekali sayang."

© Davidrd copyrights ©

Begitulah hari-hari berikutnya Taekhwan dan Jung ahjussi bertemu setiap siang untuk bermain bersama. Jung Taekwoon atau Jung ahjussi akhirnya tidak merasa suntuk berada di rumah sakit. Atlet sepakbola yang satu ini memang sangat suka dengan anak kecil. Dia selalu saja menginginkan mempunyai seorang anak agar bisa diajaknya bermain bersama, terutama mengajarkan sepakbola kepada anaknya. Tapi, karena masa lalunya yang kelam, ia harus kehilangan istri yang sudah mulai dicintainya.

Sudah dua minggu Taekhwan dan Taekwoon menjadi teman. Hari ini Taekwoon berniat membacakan cerita untuk Taekhwan. Sebuah buku cerita sudah siap di tangannya. Ia sudah duduk di salah satu bangku taman rumah sakit, menunggu teman kecilnya itu datang. Tidak berapa lama terdengar suara anak kecil yang memanggil namanya.

"Jung ahjussi!," panggil anak kecil itu sambil melambaikan tangannya dengan penuh semangat.

"Hari ini apa yang akan kita lakukan ahjussi?" tanya Taekhwan saat ia sudah duduk di samping Jung ahjussi.

"Hari ini ahjussi akan membacakan sebuah cerita untuk Taekhwan. Ahjussi sudah membawa bukunya."

"Asyik ahjussi akan bercerita," Taekhwan bertepuk tangan tanda kegirangan dan tidak sabar untuk mendengarkan cerita yang akan dibacakan Jung ahjussi. Tapi, sebelum Jung ahjussi memulai bercerita, Taekhwan melihat sosok eomma yang sedang berjalan tidak jauh dari tempatnya duduk.

Berniat untuk mengajak eommanya ikut mendengarkan cerita Jung ahjussi, Taekhwan pun memanggil ibunya. "Eomma!" panggil sang anak sambil melambaikan tangannya dengan semangat.

"Taekhwanie, kenapa kau ada di luar sini?" sang ibu berjalan dengan gugup mengetahui anaknya yang seharusnya berada di dalam kamar ternyata sedang duduk di bangku taman. Taekhwan turun dari bangku taman dan berlari kecil ke arah ibunya.

"Eomma, ayo Taekhwan kenalkan pada Jung ahjussi! Dia akan membacakan sebuah cerita untuk Taekhwan," tangan kecil itu terulur ke arah ibunya, kemudian dengan setengah menyeret ibunya, Taekhwan membawa Jaehwan ke hadapan Jung ahjussi.

"Ahjussi, ini eomma Taekhwan," anak kecil itu berhenti tepat di depan pria yang masih terus memegangi buku cerita di tangannya. Jaehwan yang sedari tadi terus menatap anaknya kini mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan seseorang yang sangat ingin dihindarinya.

"Jae…hwan," bisik suara Jung ahjussi. Tak mungkin. Sudah lama sekali dia tidak bisa menemukan keberadaan Jaehwan, atau bisa dibilang istrinya. Kenapa sekarang dia hadir di hadapannya dengan seorang anak yang sudah dianggapnya teman. Apakah anak itu anak Jaehwan? Apakah Jaehwan sudah menikah lagi dan mempunyai anak? Itukah sebabnya dia tidak pernah kembali ke rumah mereka?

Jaehwan yang mendengar Taekwoon memanggil namanya hanya bisa tertegun sesaat. Untung saja ia segera sadar. Dengan sigap direngkuhnya sang anak dalam gendongannya dan ia kemudian berlari menuju ke dalam bangunan rumah sakit menjauh dari sang atlet.

"Eomma, mau kemana kita? Kenapa Jung ahjussi ditinggal?"

Jaehwan tidak menjawab pertanyaan anaknya dan terus saja berlari. Di belakang Taekwoon berusaha mengejar keduanya walaupun dengan langkah yang terseok-seok karena kakinya belum pulih seutuhnya. Mereka berkejaran di lorong rumah sakit, sampai akhirnya Jaehwan berbelok tajam di ujung lorong, masuk ke dalam sebuah ruangan dan menutup pintunya rapat.

"Jaehwan-ah, tolong bukakan pintunya!" Taekwoon menggedor-gedor pintu dimana Jaehwan bersembunyi. Hal ini membuat beberapa orang yang berlalu lalang menatapnya heran dan tak sedikit yang menganggapnya gila. Dia terus berusaha meyakinkan Jaehwan untuk membuka pintu sampai akhirnya dua orang petugas keamanan menyeretnya menjauh dari tempat itu.

"Eomma, waegurae?" Taekhwan menatap wajah ibunya yang sudah bersimbah airmata. Tangan kecilnya memegang pipi ibunya penuh cinta sambil mengusap airmata yang masih menetes dengan derasnya.

"Eomma uljima!"

"Taekhwan-ah, dengarkan eomma!"

"Ne, eomma," sang anak mengangguk pelan.

"Tolong jangan bertemu dengan Jung ahjussi lagi ya," Jaehwan menatap mata besar anaknya dengan tatapan serius. Taekhwan adalah anak yang penurut, jadi dia pasti akan menuruti perkataan Jaehwan kali ini.

"Wae eomma?"

"Taekhwanie, Jung ahjussi adalah orang jahat. Percaya pada eomma."

"Jincha?"

"Eum."

© Davidrd copyrights ©

Malam harinya Taekwoon tidak bisa tidur dengan tenang. Kejadian tadi siang masih saja terbayang di ingatannya, bahkan terlihat sangat jelas. Lee Jaehwan, istrinya yang telah lama hilang kini berada di dekatnya. Istri yang telah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun akhirnya ada di sini. Dia ingin minta penjelasan, alasan kenapa Jaehwan kabur dari rumah. Apakah benar seperti kata ibunya kalau Jaehwan kabur dengan pria lain? Karena Jaehwan berselingkuh tanpa sepengetahuannya?

Bermacam-macam skenario terus berputar-putar di kepalanya sampai pagi menjelang. Dia ingin segera menemui Taekhwan dan berharap juga bisa bertemu Jaehwan. Setelah menyelesaikan pemeriksaan pagi, Taekwoon bergegas menuju kamar Taekhwan. Ia sudah beberapa kali berkunjung ke ruangan ini untuk bermain bersama si kecil.

Dengan sedikit terburu-buru sang atlet berjalan menuju lorong di sebelah barat gedung, tempat bangsal anak-anak berada. Saat berada di persimpangan, samar-samar ia mendengar suara Jaehwan yang sedang berbicara dengan orang lain. Ia menghentikan langkahnya dan merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha mendengarkan isi pembicaraan itu.

"Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia bahkan tahu aku ada disini sekarang Wonshik-ah," Jaehwan yang menurut sepengetahuannya tidak pernah mengeluh kini terdengar sedih bercampur pasrah dan frustasi.

"Hyung, kau harus mengatakan yang sejujurnya! Dia pantas tahu apa yang sebenarnya terjadi," suara berat seorang pria membuat Taekwoon mengernyitkan dahi. Siapa pria itu? Apa jangan-jangan dia pria yang.. ah sudahlah jangan berburuk sangka dulu.

"Jaehwan-ah, apa yang dikatakan Wonshik ada benarnya. Jika kau tidak mengatakan yang sebenarnya, Taekwoon akan mengira semua yang dituduhkan Ibunya padamu itu adalah kenyataan," kali ini suara cempreng yang dikenalnya menimpali. Ya pemilik suara itu adalah Cha Hakyeon atau sahabat karib Jaehwan. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Kebenaran apa?

"Hyung, kau tahu sendiri kalau Mrs. Jung sudah mengusirku dari rumahnya. Dia bahkan mengancamku untuk tidak menemui Taekwoon lagi padahal aku sedang hamil saat itu. Selain itu, dia telah memboikot semua perusahaan agar tidak ada yang mau menerima Lee Jaehwan untuk bekerja di tempat mereka. Bayangkan hyung, apakah aku harus pergi ke Jepang lagi demi sesuap nasi? Apalagi sekarang kondisi Taekhwan semakin parah. Sampai saat ini belum juga ada pendonor hati yang sesuai untuknya. Ottokaji?" isak tangis Jaehwan kini meledak.

"Hyung, sudahlah. Tenangkan dirimu! Aku tahu wanita kejam itu sudah membuat hidupmu berantakan. Aku heran, ada wanita sekejam itu di dunia ini?" Wonshik yang baru disadari Taekwoon adalah kekasih Hakyeon berusaha menenangkan Jaehwan.

"Jaehwan-ah, sabar ya. Kami akan selalu ada bersamamu," Hakyeon turut menenangkan Jaehwan.

Semua informasi yang baru didengarnya itu tiba-tiba saja membuat dadanya bergemuruh, detak jantungnya meningkat dan kepalanya terasa pening. Ibunya telah mengusir Jaehwan. Bukan Jaehwan yang kabur dengan pria lain seperti yang selama ini ia tahu. Ia bahkan menerima usulan Ibunya untuk bertunangan dengan gadis pilihan Ibunya demi melupakan Jaehwan yang telah mengkhianatinya. Tapi apa? Jaehwan tidak pernah berkhianat padanya.

Dan satu lagi yang membuat Taekwoon tidak percaya adalah Jaehwan diusir saat dia sedang hamil. Itu berarti, anak yang sedang dikandungnya saat itu, atau Taekhwan, adalah anaknya. Karena menurut yang ia tahu, Jaehwan tidak pernah melakukan hubungan dengan siapapun, bahkan ia masih ingat saat mereka melakukannya, Jaehwan mengatakan bahwa itu adalah pengalaman pertamanya. Oh God. Kekejaman apa yang selama ini telah menimpa Jaehwan? Kenapa ia tidak menyadarinya dari dulu?

© Davidrd copyrights ©

"Oppa, sedang apa kau di sini?" suara cempreng seorang perempuan membuat Taekwoon tersadar dari lamunannya. Suara keras itu juga mengalihkan perhatian ketiga pria yang sedang bersedih di ujung lorong. Mereka terpaku menatap Taekwoon, orang yang sedang mereka bicarakan ternyata berada di dekat mereka.

"Oppa, kenapa tidak menjawab? Apa kau sudah sembuh? Aku sangat merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu," perempuan itu tiba-tiba saja menghamburkan tubuhnya ke arah sang atlet, kemudian memeluknya erat. Tak lupa, ia meninggalkan kecupan di kedua pipi dan bibir sang atlet.

Taekwoon masih saja terbengong dan tidak bergerak. Matanya hanya tertuju pada Jaehwan yang sekarang bertatapan dengannya. Mata Jaehwan terlihat sangat merah dan sembab karena terus-terusan menangis. Apa yang harus ia lakukan? Ia ingin sekali berjalan ke arah istrinya itu dan memeluknya. Membisikkan kata-kata penenang dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Beberapa detik kemudian, Jaehwan bangun dari tempatnya duduk dan melangkah pergi menuju kamar Taekhwan diikuti Wonshik dan Hakyeon yang melempar pandangan marah dan sebal ke arahnya.

"Jinhee ya, lepaskan aku!" Taekwoon berkata dengan ketus mengetahui bahwa ia harus membuat keputusan besar sekarang. Keputusan yang akan membawanya menuju kebahagiaan yang ia idamkan selama ini.

"Waegurae oppa?" dengan nada manja perempuan yang sudah menjadi tunangannya selama dua bulan ini berusaha merajuk.

"Kita batalkan pertunangan kita. Aku tidak mencintaimu dan aku tidak akan pernah bisa mencintaimu."

Nada dingin Taekwoon mengagetkan Jinhee yang langsung berubah raut wajahnya. "Oppa, kau sedang bercanda kan? Tenang saja oppa, kau bisa belajar mencintaiku secara perlahan. aku tidak masalah kok."

"Aniya. Cintaku sudah kuserahkan pada seseorang dan kenyataan itu tidak akan berubah. Kau tahu? Kalau bukan karena ibuku memaksaku untuk bertunangan denganmu, aku tidak akan pernah mau melakukan hal konyol itu. Sekarang, daripada kita lanjutkan hubungan pura-pura ini, lebih baik kita akhiri di sini."

"Oppa, pikirkanlah lagi keputusanmu ini. Bagaimana bisa kau memutuskan pertunangan ini sebelah pihak?"

"Tentu saja aku bisa Jinhee-ya. Kau tahu kan kalau aku masih terikat status pernikahan? Aku masih punya seorang istri. Dan istriku itu tidak akan setuju kalau aku mempunyai istri lain. Begitu juga denganku. Aku sangat mencintai istriku itu hingga aku tak akan mau membagi cintaku dengan orang lain."

"Tapi oppa," belum selesai Jinhee merajuk, terlihat rombongan dokter dan perawat yang berlari ke arah kamar Taekhwan. Beberapa saat kemudian mereka keluar sambil mendorong tempat tidur dimana Taekhwan tergeletak lemah di atasnya ke ruang gawat darurat. Taekwoon jadi panik.

Dia ikut berlari mengikuti rombongan. Tangannya menggapai lengan Jaehwan yang turut berlari sambil menangis histeris.

"Jaehwan-ah, waegurae? Ada apa dengan Taekhwan?"

Jaehwan tidak menjawab dan hanya menatap Taekwoon sedih. Tubuhnya serasa lemas seketika. Untung saja Taekwoon memegang lengannya dan sigap menangkap tubuh Jaehwan sebelum jatuh ke lantai. Dia tidak pingsan. Ia hanya merasa kakinya tak sanggup menopang tubuhnya.

"Jaehwan-ah/Hyung/Jaehwan-ah!" Taekwoon, Wonshik dan Hakyeon sangat panik melihat keadaan Jaehwan. Taekwoon menggendong Jaehwan dan mendudukkannya di bangku dekat ruang operasi.

"Jaehwan-ah, neo gwaenchana?"

"Taek-woon hyung…," ucapnya lirih. Airmata bergulir di pipinya,"Taekhwan. Ottokaji?"

"Ssstt tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Kita berdoa saja sekarang semoga Tuhan menolong Taekhwan," Taekwoon memberikan saran padahal dia juga sedang sangat panik.

TBC