"Engh..."

Tekan sekali lagi.

"Ah..."

Beri sedikit gesekan lembut.

"Ehm... ah..."

Lebih kuat.

"Agh!"

"Pelan sedikit, marimo!"

"Cih! Siapa yang bisa kalau kau bersuara aneh seperti itu!"

"Karena rasanya nikmat sekali..., ah..."

Zoro mendelik, menghela nafas...

Sesuatu di bawah perutnya itu sudah mengeras dan dia merasa tidak tahan.

Namun mau apa lagi, dia harus kembali memijat punggung Sanji yang keram.

Tapi... Sanji harus memberinya bayaran untuk massage service kali ini.

Secepatnya.

...

MASSAGE

...

CAUTION: adult theme and action contained in this story, please read this if you are 17 years old and older, I'm not too much caring about age limit, but take the risk by yourself.

ZOSAN Fanfiksi

Awas, Mature Theme Uncontrolled

Rough sex, a little kinky style, et cetera

...

Dua puluh menit sebelumnya...

Sanji berjalan ke arah bilik lelaki, dengan baki yang dihiasi sepiring tiga onigiri, sepiring telur dadar gulung, dan sup sayuran. Dia sedikit meringis saat harus memijak anak tangga yang semakin lama semakin membawanya ke dasar, punggungnya terasa aneh sekali semenjak tidur kemarin malam, rasanya seolah keseleo. Tapi, ah... masa bahunya keseleo, kalau Zeff mendengarnya, bisa-bisa dia akan dicincang dan direbus, lalu disajikan ke krunya. Heh, lebih baik dia segera beristirahat setelah dia mengantarkan makanan untuk si marimo itu.

Dia membuka pintu kamar, dan ternyata dia menemukan si kepala lumut itu tengah asyik-asyiknya berbaring dan mendengkur di atas hammock miliknya. Dengan penuh rasa iri dan kesakitan, Sanji menendang sisi samping perut Zoro, mengakibatkan pemilik perut itu tersedak air liurnya sendiri.

"Ah! Ada apa denganmu, koki mesum!" teriaknya kesal, namun setelah dia menangkap baki berisi makanan itu, dia langsung membentuk lingkaran kecil di bibirnya.

"Makan siangmu, bersyukurlah karena aku telah berbaik hati untuk menyisihkannya dari jangkauan tangan kapten rakus kita," desis Sanji saat dia merasakan kembali denyutan panas di punggungnya, nyeri mulai merambah kemana-mana.

"Heh, kenapa kau mau susah payah? Apa kau peduli padaku, sexy cook?" tanya Zoro mulai menggoda, jemari besar nan kokohnya meraih dan menggamit dagu Sanji, lalu menariknya semakin mendekat ke wajahnya. Namun, Sanji segera membekap bibir pria lumut itu, menghindari awal mula kegiatan yang selalu mereka lakukan itu.

"Tidak sekarang, aku sedang tidak ingin..." gumam Sanji, lalu langsung menelungkupkan dirinya ke hammock milik Zoro, menghadiahkan tatapan penuh kecurigaan dari pria itu.

"Ada apa? Kau sakit?" tanyanya sedikit heran, karena dia tahu, Sanji adalah salah satu kru mereka yang tidak pernah sakit kecuali patah tulang.

"Hm... punggungku terasa nyeri dan berdenyut-denyut, aku bahkan tidak bisa menendang Luffy saat dia mencuri permen kapas Chopper..." desah Sanji, tiba-tiba dia merasa sangat bersalah kepada Chopper yang tadi menangis meraung-raung pada Sanji tentang permen kapas merah jambunya tersebut.

"Oh..." balas Zoro yang kemudian langsung menyantap makanannya.

Sanji kemudian memaksakan dirinya untuk tidur, tidak memedulikan Zoro yang tengah menenggak supnya. Dia menghela nafas, si bodoh itu cepat sekali makannya. Dia kemudian mencoba untuk tidur lagi, mengabaikan denyutan dan nyeri di punggungnya.

"Hei, cook... lepaskan jas dan kemejamu,"

Sanji tetap diam, namun urat kekesalan mencuat di keningnya.

"Bukankah aku sudah bilang aku sedang tidak ingin, baka?" desisnya kesal.

"Tidak, tidak... aku hanya akan memijit punggungmu, bagaimana?"

Sanji terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang harus dia berikan, dan menimbang-nimbang keuntungan yang akan diterimanya nanti. Akhirnya, dia mengangguk.

"Baiklah..."

.

.

.

Sip... yang harus Zoro lakukan adalah... menahan keinginannya untuk menciumi dan menggigiti punggung putih susu pasangannya itu yang tengah berada di bawahnya. Dia mendapatkan satu tanda ciuman di bahu Sanji yang ditinggalkannya dua hari yang lalu. Iseng-iseng, dia menyentuh tanda itu dan menekannya ke dalam, dia terdiam begitu dia merasakan betapa kenyalnya dan lembutnya kulit Sanji.

"Ah..."

Zoro menelan ludah.

"Sakit?" tanyanya.

"Tidak... hanya sedikit geli..."

"Oke... oke... aku akan memijat punggungmu sekarang..." ujarnya, sebelum pantatmu itu yang akan memijat bawahanku... pikirnya menahan diri.

Dengan tenang, Zoro menekankan kedua pangkal telapak tangannya ke punggung bagian atas Sanji, kemudian menggeserkan otot-otot bagian dalam bahunya ke setiap sisi. Lalu jemari-jemarinya perlahan-lahan turun mengikuti alur garis tengah punggung Sanji, menarik setiap daging dan otot dari persebelahan perut ke punggung tengah Sanji.

"Aah..." tiba-tiba saja Sanji mendesah, dan hal itu berhasil membuat Zoro nyaris menghentikan pijatannya.

Lalu secepat mungkin dia kembali memijat bahu Sanji, menarik setiap otot yang kaku dan menekannya sampai Sanji terlonjak pelan untuk menahan sensasi kelegaan.

"Engh..."

Tekan sekali lagi, di sisi satu dengan sisi yang lainnya.

"Ah..."

Beri sedikit gesekan lembut di dua sisi yang ditarik tadi.

"Ehm... ah..."

Lebih kuat.

"Agh!"

"Pelan sedikit, marimo!"

"Cih! Siapa yang bisa kalau kau bersuara aneh seperti itu!" tanpa sadar Zoro membuka rahasinya, tapi tampaknya Sanji tidak menyadarinya.

"Karena rasanya nikmat sekali..., ah..."

Zoro mendelik, menghela nafas. Kepalanya sejak tadi sudah pusing dimabuk desahan Sanji yang kenikmatan karena dipijat, dan dia sudah kewalahan untuk menahan kejantanannya yang sudah dari tadi menegang. Yang dilakukannya untuk menyudahi segalanya adalah memberikan sentuhan terakhir, mencium pasangannya itu, dan menerkamnya sampai Sanji betul-betul tidak bisa berdiri di atas kedua kakinya yang langsing dan jenjang tersebut.

"Bagaimana, sudah enakan?" tanya Zoro memastikan.

Sanji menggumam, lalu dia menolehkan kepalanya ke samping, memberikan Zoro pemandangan yang begitu indah menurutnya. Wajah Sanji yang terlihat puas dan senyumnya mengembang tipis, memberikan kepenuhan isi bibirnya yang merah merekah tersebut.

"Ehm... sudah kok, terimakasih." Jawabnya, namun Zoro segera melumat bibirnya tersebut.

"Terimakasihnya, dengan ini saja," Zoro menyeringai, lalu membalikkan tubuh Sanji dan kembali melumat bibir penuhnya tersebut. Sanji terlonjak sejenak, namun dengan segera dia membalas ciuman Zoro. Mereka menggerak-gerakkan lidah mereka, mengadukannya, dan kemudian menautkannya. Zoro terus memasukkan lidahnya semakin dalam ke mulut Sanji, kemudian menari-narikan ujung lidahnya ke atap mulut Sanji. Sanji mendesah, kemudian memukul-mukul dada Zoro ketika dia benar-benar merasakan rasa sesak memenuhi paru-parunya.

Zoro kemudian melepaskan bibirnya dari bibir Sanji dan menikmati pemandangan yang ada di hadapannya sekarang ini. Pandangan nista yang terlalu indah, melihat Sanji tengah mencari-cari nafas dengan lembut dengan matanya yang setengah terpejam itu, benar-benar sebuah hal yang patut dijadikan momen indah ketiga bagi Zoro.

Yang kedua adalah wajah Sanji ketiga sedang 'keluar',

Dan yang pertama adalah saat Sanji menatapnya dengan penuh kasih.

Dengan ganas, Zoro menarik rambut Sanji ke belakang, mengakibatkan leher jenjang Sanji yang berwarna putih susu itu meregang, terekspos bebas, dan mengundang Zoro untuk mengecup, menjilat, dan melumati daging-daging kenyal yang tersusun di balik kulit yang putih nan lembut tersebut. Sanji meringis kenikmatan ketika Zoro menggigit pelan lehernya, lalu mengecup lama lehernya, sampai meninggalkan bekas merah keunguan. Dengan perlahan, Zoro naik dari leher Sanji ke rahang lembut Sanji yang nyaris tertutupi rambut pirangnya yang tadinya rapi, kini berantakan. Zoro menjilat garis-garis rahang Sanji, lalu melahap ujung cuping bawah telinga Sanji dengan sedikit kuat, mengakibatkan Sanji harus menahan lenguhannya yang sejujurnya, diharapkan Zoro keluar lancar dari katupan bibir merah mudanya yang merekah menggoda tersebut.

Sanji meremas rambut Zoro dengan gemas, menahan lenguhan yang akan keluar jika Zoro melanjutkan level menggigit cuping bawah telinganya ke level menjilat rangka luar telinganya yang sangat sensitif tersebut. Namun, ternyata Zoro masih mengingat dan menyadari titik lemah Sanji tersebut, dengan isengnya, dia menjilat telinga Sanji dengan perlahan. Hal itu mengakibatkan lenguhan keluar dari mulut Sanji.

"Engh... uhn..."

Mendengar lenguhan tersebut, Zoro semakin ganas, dengan segera dia membalikkan tubuh Sanji dan membiarkan jemarinya menyusuri garis-garis otot yang tercetak di badannya tersebut. Mata Zoro kemudian mendarat ke dada Sanji, tepat di dua nipples yang berwarna merah muda dan yang sudah menegang tersebut, mengundang Zoro untuk mampir sebentar dan memberikan sedikit perhatian pada mereka.

Sanji mengatupkan matanya erat-erat ketika dia merasakan sesuatu yang hangat dan basah menyelimuti dua nipples-nya yang sudah dari tadi meminta perhatian. Genggamannya pada rambut Zoro semakin erat dan air mata keluar perlahan dari matanya yang terpejam, rasa nikmat membuatnya semakin lepas kendali.

"Angh— sialan... uh... uhm..."

Zoro kemudian mengecup lembut salah satu nipple Sanji dan segera menengadahkan kepalanya untuk melihat sosok bidadarinya tersebut. Dia bisa merasakan darah berdesir semakin cepat di dalam tubuhnya dan dia bisa merasakan 'milik'-nya semakin keras dan memanas ketika melihat wajah Sanji yang memerah dengan bibir merah muda merekah yang penuh dengan saliva yang mengalir perlahan, dan matanya yang setengah terpejam. Dia harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Atau... dia perlu menonton wajah indah itu mendesah dan menahan sensasi kenikmatan lagi.

Dengan perlahan, dari pertemuan dua tulang selangka, ke perut, dan menuju pangkal selangkangan, jari Zoro turun. Lalu dia menangkupkan tangannya ke buntalan mungil yang tertutupi celana hitam bahan kantor milik Sanji, Sanji melenguh pelan. Pinggangnya sedikit dia geser-geserkan untuk membiarkan 'milik'-nya termanja sedikit dengan gesekan-gesekan tersebut.

"Aa... Ah... Angh..." lenguhnya. Zoro menyeringai.

"Kau ingin 'ini', cook?" tanya Zoro sambil menunjukkan buntalan besar yang terlihat begitu jelas bahkan di balik mantel hijau tua-nya yang menutupi celana hitamnya.

Sanji tidak mengatakan apa-apa selain menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Bibirnya sedikit meracau, namun kemudian terkatup erat—sedikit digigit, mengakibatkan Zoro harus menahan diri untuk langsung 'melahap' koki-nya tersebut.

"Heh— kalau begitu, kau harus melakukan sesuatu padaku, cook—" godanya kemudian membuka ikatan simpul sorban merahnya dan perlahan melepaskan mantel hijau tua-nya, dilanjutkan dengan haramaki-nya. Kini, yang ada di hadapan Sanji adalah, Zoro yang tengah bertelanjang dada dengan kejantanan yang mencuat paksa celana hitamnya tersebut.

Zoro kemudian mengambil sorban merahnya dan mengikat belakang kedua tangan Sanji dengan erat, lalu melepaskan celana bahan kantornya dengan paksa.

"Kalau kau benar-benar menginginkan'nya', lakukan sendiri. 'Persiapkan' saja dirimu, setelah itu aku yang akan melanjutkannya, cook."

Sanji hanya bisa menahan dirinya untuk tidak memrotes, gejolak seksual sudah terlalu memangsa pikiran dan akal sehatnya, sehingga dia hanya bisa menerima apa yang diminta Zoro dan melakukannya. Dia sudah tidak sabar menunggu 'barang' kepemilikan Zoro yang akan langsung keluar dari celana yang sedang menghalangi jalan keluarnya kepada Sanji. Dengan perlahan, Zoro membuka kancing celananya, lalu menurunkan retsleting celananya dengan jauh lebih perlahan. Barulah dia mengeluarkan kejantanannya yang sudah keras tersebut, bahkan pre-come sudah mengalir pelan dari lubang kepala-nya.

Tanpa menunggu aba-aba, Sanji menjilat pelan ujung kepala kejantanan Zoro, lalu mengulumnya dengan lembut. Gigi diusahakannya tidak mengenai sedikitpun batangan otot yang sudah sangat keras dan sensitif tersebut. Zoro hanya bisa menggeram ketika kejantanannya dikulum dengan lapar oleh kekasihnya tersebut, cara kekasihnya mengulum dan menaik-turunkan kepalanya, dan membiarkan kejantanannya yang sudah keras itu masuk dan keluar dengan mudahnya dari kuluman mulut Sanji, sudah cukup untuk membiarkan dirinya mengeluarkan isi yang sudah berada di ujung kejantanannya.

"SHIT! Sanji!"

Dengan cepat, Zoro menahan kepala Sanji, lalu memasuk-mundurkan pinggulnya untuk membiarkan dirinya semakin cepat mengeluarkan cum-nya di dalam mulut Sanji.

"Aangh..." Sanji sedikit melenguh tidak nyaman, namun dia tetap melanjutkannya, dia terus menahan kepalanya dan menelan semua cairan kental tersebut.

Sesudah merasa cum-nya selesai keluar, Zoro kemudian langsung membanting tubuh Sanji membelakanginya dan memaksa kaki Sanji untuk menekuk, kedua tangannya yang terikat, ditahannya di punggung Sanji.

"Nah, 'persiapkan' dirimu, cook,"

Sanji mengeluh, dia melebarkan pahanya dan menyondongkan kedua bongkahan pantat bulatnya itu ke arah Zoro yang tengah bersiap-siap memasukkan dirinya ke dalam lubang milik Sanji.

Awalnya, Zoro main-main saja sebentar. Dia menggesek-gesekkan ujung kejantanannya ke lubang milik Sanji, lalu memasukkannya sedikit, lalu melepaskannya lagi. Hal itu terus dia lakukan sampai Sanji memundurkan lagi pantatnya sehingga lebih dekat lagi dengan kejantanan milik Zoro.

Hanya sekali saja, seluruh kejantanan Zoro sudah berada di dalam liang tubuh Sanji. Dia sedikit mengabaikan Sanji yang berteriak sedikit keras menahan rasa sakit dan perih yang berkecamuk dan berkumpul di tubuh bagian bawahnya.

"Aaaargh! Akh! Sa... sakiiit..." ringisnya, titik-titik air mata mulai memenuhi seluruh kelopak matanya. Namun, Zoro tidak memedulikan rigisan dan teriakan Sanji, malahan dengan segera Zoro menghujami tubuh Sanji dengan tusukan-tusukan yang sangat cepat dan keras, dan terus menghiraukan raungan kesakitan Sanji.

Namun, perlahan-lahan, raungan kesakitan Sanji berganti nada, kini desahan dan lenguhan memenuhi mulutnya untuk segera keluar dan memberi tahu Zoro bahwa dia puas.

"Eeeh—eh—aaah... Ah... angh... "

"Sial, kau... sangat... sempit, cook..."

Semakin lama, gerakan pinggul Zoro semakin cepat dan semakin tidak berirama menghujami Sanji, geraman dan lenguh tertahan keluar dari mulutnya yang terkatup rapat. Lalu, ketika dia merasa kejantanannya semakin panas dan dirinya merasa berada di ambang batas, dengan segera dia menggesek-gesek dan memutar-mutar kepala kejantanan Sanji yang sudah banjir dengan pre-come yang terus mengalir deras.

"Si... sial... aku rasa, ...aku akan keluar seben... tar lagi..."

"Aaah, ah! Enh! Zo—ro~"

Lalu, dengan segera Sanji keluar di tangan Zoro dan dia merasa dirinya disiksa oleh dua kenikmatan yang berbeda. Otot-otot lubang-nya menyempit dari efek post-orgasme-nya, dan mengakibatkan Zoro menggeram saat lubang Sanji menyempit. Namun, dia mempercepat gerakan pinggulnya, dan menanamkan dirinya dalam-dalam di lubang Sanji.

"Uuurgh~!"

Cairan putih kental itu keluar sedikit dari celah kedua pinggul mereka, memenuhi isi tubuh Sanji. Dengan cepat, Zoro melepaskan dirinya dengan Sanji, lalu dia mengecup pipi kekasihnya yang masih dibutakan oleh kenikmatan seks tadi. Zoro dengan lembut membalikkan tubuh Sanji, lalu mengambil alih bibir merah muda itu.

"Maaf, aku rasa 'itu' berdarah," bisik Zoro dengan pelan di dekat telinga Sanji.

"Ah—biarkan saja... kemari, Marimo," bisik Sanji yang merentangkan kedua tangannya dengan lebar. Zoro memahami apa maksud Sanji, lalu dia memeluk Sanji dengan erat, membawanya masuk ke dalam tubuh besarnya yang sangat hangat tersebut. Sanji menghela nafas lembut, dia sangat menyukai suhu tubuh pasangannya tersebut, selalu mampu memabukkan dia dan membawanya tertidur di dalam pelukannya.

"Ini masih siang, bagaimana kalau mereka mencariku?" tanya Sanji yang semakin memerdalam kepalanya ke dada bidang milik Zoro, lalu dia mendengar pasanganya itu mendengus dan mengecup keningnya dengan dalam.

"Mereka tahu kemana harus mencari kita..." jawabnya lalu menutupi tubuh mereka dengan selimut.

.

.

END

.

.

A/N: Yeaaay... suka sama ZoSan, suka sama LuSan, suka AceSan, suka DoflaSan, suka SaboSan, suka MihSan, suka LawSan, suka VinSan... huaaa... suka Uke Sanji!

Ini fic akan aku jadikan tiga chapter mungkin ya, #lagi-lagi numpukin utang# chapter satu adalah ZoSan, lalu yang kedua adalah LuSan yang ketiga adalah... mungkin AceSan atau LawSan... tapi kalau AceSan, nantinya malah jadi angst... huaaa—aku rindu Ace...

Stay tune yo, tunggu beberapa minggu lagi! Kalau author ngapdet dalam waktu beberapa hari, kayaknya itu berarti aku bakalan hiatus... karena harus bikin draft barunya...

Sayonaise! Mayonara!