xXx_xXx

Blackish Cherry Blossom

Chapter 1

By: Shu AliCieL

Tsubasa Reservoir Chronicle © CLAMP

xXx_xXx

"The nightmare at that night could be the worst reality."

.

Suasana pagi yang biasa di sebuah ruang kelas. Tiga orang gadis—Primera, Yumi dan Misaki—mengobrol di bangku mereka. Suara mereka menggema di kelas yang hanya berisikan mereka, dan seorang anak lelaki yang sedang membaca buku di kursi dekat jendela.

"Katanya terlihat lagi lho."

"Hantu? Di mansion tua itu lagi? Di sana memang seram sekali!"

"Oh ya, dulu temanku pernah bercerita, katanya di sana..."

Bukan niatnya untuk menguping, tetapi suara gadis-gadis itu begitu keras hingga dapat didengar oleh Syaoran yang duduk agak jauh dari mereka. Dan tanpa harus mendengar lebih jauh, Syaoran sudah tahu kemana arah pembicaraan gadis-gadis itu.

Cerita tentang hantu di mansion tua di dalam hutan sudah sangat sering didengar di Woodchester. Area hutan itu memang menyeramkan, tapi yang lebih menakutkan adalah gosip tentang mansion tua itu sendiri.

Rumornya, dulu satu keluarga yang tinggal di mansion itu dibantai. Dan tidak ada yang berani menempati mansion itu. Mendekatinya saja sudah membuat gemetar. Dan sudah banyak orang yang mengaku kalau mereka melihat penampakan di sekitar mansion tua itu.

"Haah..kalian bercerita itu lagi? Daripada cuma mendengar cerita, bagaimana kalau buktikan sendiri?" kali ini yang didengar Syaoran bukan salah satu dari gadis-gadis yang itu. Suara anak lelaki yang familiar di telinganya.

"Kita kan tidak bisa keluar malam-malam. Kalau ketahuan penjaga asrama kan bisa gawat."

"Primera benar. Kan ada batas jam malam, ingat?" salah seorang gadis menyetujui pernyataan temannya yang bernama Primera, dan yang lainnya pun mengangguk-angguk.

"Bilang saja dengan jujur kalau kalian takut," sindir anak lelaki itu.

"Kalau begitu kenapa kau tak pergi saja ke sana, Ryuuoh? Kau mungkin akan lari ketakutan dan bersembunyi di bawah selimut! Hahaha!" gelak tawa mengikuti ejekan barusan.

"Heh! Aku 'kan bukan penakut. Tidak seperti seperti kalian."

Dan adu mulut itu berlanjut hingga Syaoran tak tahan mendengarnya. Ia akhirnya menyerah dengan suara ribut itu dan menutup bukunya.

"Ryuuoh, kau tidak malu bertengkar dengan anak perempuan?" Syaoran beranjak dari mejanya dan menghampiri mereka.

"Habis, mereka ini..."

"Hei! Kau berniat menyalahkan kami? Kan kau yang mulai duluan!" belum selesai Ryuuoh bicara, Primera buru-buru menyelanya.

"Sudahlah. Kalian seperti anak kecil. Masalah apa, sih?" lerai Syaoran.

"Mereka terus saja menggosip tentang hantu Woodchester namun terlalu takut untuk membuktikannya," Ryuuoh terkekeh kecil sambil membanggakan dirinya.

"Bagaimana kalau kau berhenti mengejek kami dan buktikan bahwa dirimu sendiri bukan penakut?"

Mereka berdua kembali adu mulut selama beberapa saat dan kali ini Syaoran tak bisa menyela. Syaoran dan dua orang lainnya tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Ryuuoh dan Primera. Mereka terlihat seperti anak berumur tujuh tahun yang sedang bertengkar dan mengejek satu sama lain. Padahal umur mereka sudah hampir sebelas tahun.

"Baik! Kuterima tantanganmu itu!" teriak Ryuuoh tiba-tiba. Hei, apa ada yang tahu sejak kapan mereka jadi saling tantang begitu?

"Nah, jadi... Malam ini, tuan sok berani akan pergi ke dalam mansion tua dan mengambil oleh-oleh untukku dari sana. Hihihi!"

"Kenapa tertawa? Kurasa tak ada yang lucu!" protes Ryuuoh—lagi—sambil melipat tangan di dada.

"Ah, tidak... Hanya membayangkan kalau kau mungkin saja berteriak ketakutan di sana," gadis itu tersenyum mengejek.

"Tidak! Tentu saja aku tak akan berteriak!"

"Um... Boleh aku ikut?" ucap Syaoran tiba-tiba, membuat anak-anak lainnya menatap heran padanya.

"Tentu saja!" Ryuuoh yang pertama kali menjawab.

"Hei! Kau tidak boleh bawa teman!" teriak Primera, tak setuju.

"Hah? Kenapa?" jawab Ryuuoh tak kalah sengit. Dan setelahnya, mereka berdua kembali berdebat.

"Syaoran, kau benar-benar ingin ikut? Apa kau tidak takut?" tanya salah satu anak perempuan yang berada di samping Syaoran.

"Kau berpikir apa sih, Yumi? Tentu saja dia tidak takut. Dia temanku, dan aku tak berteman dengan penakut," Ryuuoh yang tadinya masih perang mulut sesi kedua dengan Primera kini menghentikannya.

"Ooh..." dan gadis bernama Yumi itu lebih memilih tidak berkomentar lebih jauh dan hanya diam saja. Sifatnya memang tidak seperti temannya, Primera.

"Baiklah, Syaoran boleh ikut. Aku, Yumi dan Misaki akan mengurus jika nanti ketahuan penjaga asrama. Dan ingat, bawakan sesuatu dari dalam mansion itu," ucap Primera dengan gaya bossy-nya yang memang sudah menjadi sifat alaminya.

Oh, tentang asrama... Mereka sebenarnya tinggal di sebuah yayasan bernama House Of Lily. Yayasan itu seperti panti asuhan yang juga menyediakan sekolah dan asrama bagi anak-anak asuhan di sana. Atas bantuan para donatur, yayasan ini dapat bertahan sudah dari belasan tahun lalu. Anak asuhan mereka tidak banyak. Tidak sampai seratus lima puluh orang tiap tahunnya.

Di sana disediakan bangunan asrama—asrama perempuan dan laki-laki terpisah—yang tiap kamarnya dapat diisi dua sampai tiga orang. Syaoran dan Ryuuoh ditempatkan sekamar dan dari situlah mereka berdua menjadi sangat akrab.

XXX

Malam harinya, Syaoran dan Ryuuoh pergi ke mansion tua setelah lolos dari penjaga asrama. Mereka berjalan melewati sebuah pemakaman, dekat dengan hutan. Syaoran merasa sedikit merinding. Bukan karena ia takut dengan suasana pemakaman yang mencekam, hanya...merasa tidak nyaman saja. Dan perasaan itu semakin menjadi ketika mereka memasuki hutan. Meski begitu, tidak ada hal-hal aneh yang terlihat olehya.

"Sejauh ini belum ada yang muncul," ucap Ryuuoh yang masih terus mengarahkan cahaya senter ke sekitarnya.

"Kau berharap ada yang muncul?"

"Hm...? Kalau memang ada, jadi lebih seru. Oh! Jangan bilang kalau kau takut, ya!" Syaoran menonjok pelan bahu Ryuuoh atas candaan barusan dan mereka tertawa kecil secara bersamaan.

Sudah agak jauh berjalan, mereka akhirnya tiba di pintu gerbang mansion. Mereka membuka gerbang itu. Suara engsel berkarat membuat bunyi berdecit yang sangat menyakitkan telinga.

Halaman di depan mansion itu sangatlah kacau. Ada beberapa kursi panjang yang telah reyot, juga patung-patung yang telah hancur. Tak luput tanaman rambat juga menguasai area itu. Daripada taman, itu lebih cocok dibilang reruntuhan.

Di pintu depan, Ryuuoh menatap Syaoran untuk meyakinkannya. Ia berbicara 'Kau sudah siap?' melalui matanya. Syaoran mengerti dan mengangguk. Mereka pun membuka pintu itu bersama.

Pintu terbuka lebar dan debu-debu menghambur keluar. Syaoran dan Ryuuoh mengarahkan senternya ke dalam. Suasananya seperti yang diharapkan dari sebuah bangunan tua—gelap, berdebu, sarang laba-laba di mana-mana, dan banyak benda usang yang juga sudah hancur. Tak jauh berbeda dengan halaman depan.

"Syaoran, ayo cepat!" teriak Ryuuoh yang mulai berlari memasuki sebuah ruangan.

Syaoran dan Ryuuoh mulai menjelajahi satu per satu ruangan di mansion dengan tiga lantai tersebut. Tak ada hal-hal aneh atau menyeramkan yang terjadi. Tak ada sesuatu yang muncul tiba-tiba ataupun suara aneh yang atau bayangan-bayangan menyeramkan. Namun di dalam masion ini, perasaan Syaoran semakin tak nyaman. Perasaan itu menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.

"Tidak ada apa-apa. Ayo kita ke lantai dua," kata Ryuuoh. Syaoran mengangguk dan mengikuti langkah Ryuuoh.

Setelah tiba di atas, Ryuuoh terlihat begitu bersemangat dan berlari memasuki sebuah ruangan. Syaoran lalu memutuskan untuk memasuki ruangan yang lainnya. Perhatiannya tertuju pada sebuah pintu yang berukuran agak besar. Ia pun memasukinya.

Ditelitinya tiap sudut ruangan itu. Sepertinya bekas kamar seseorang. Matanya tertuju pada sebuah balkon di balik jendela besar yang kacanya sudah pecah. Karena beberapa bagian dari gorden yang menutupi jendela itu telah sobek, mengakibatkan sinar bulan purnama dapat sedikit masuk.

Di ruangan itu juga ada beberapa benda seperti tempat tidur berkelambu, lemari antik, meja rias, sofa, dan beberapa lukisan. Dan di antara meja rias dan lemari, terdapat sebuah cermin besar. Cermin itu menghadap tepat ke arah balkon.

Syaoran berjalan mendekati cermin. Kalau di film horor, ia akan melihat bayangan seseorang yang mengerikan. Namun, bukan itu skenario yang terjadi di sini. Ini hanya cermin biasa yang memperlihatkan pantulan dirinya. Syaoran menyentuhkan jemarinya pada permukaan cermin yang dingin.

Angin malam itu memang kencang sekali. Dan kali ini, angin itu cukup kuat untuk membuka jendela kaca di ruangan itu. suara gebrakan yang keras membuat jantung Syaoran melompat. Ia ke sana bermaksud menutupnya, namun entah karena apa ia terjatuh. Tangannya refleks menahan tubuhnya agar tak menimpa lantai, tetapi tangannya mendarat di atas pecahan kaca dan keramik.

"Arghh...!" rasa sakit menyerang telapak tangannya. Lukanya berdarah tapi tak terlalu parah, jadi dibiarkan saja. Ia pikir akan mengobatinya nanti jika sudah pulang ke asrama.

Ada suara berdecit dari arah belakangnya. Syaoran pun berbalik. Cermin tadi...ternyata sebuah pintu sebuah ruang tersembunyi dan sekarang ia terbuka.

"Apa karena angin? Tidak mungkin!" pikirnya. Syaoran pun mendekat ke sana. Ia mengarahkan senternya agar dapat melihat ke dalam sana. Ada sebuah tangga menuju ke bawah.

Syaoran berjalan menuruni tangga berbentuk melingkar. Mungkin menuju ruang bawah tanah karena ia sudah turun sangat jauh. Sejenak ada perasaan takut menyusup dalam hatinya, namun rasa penasarannya lebih mendominasi.

Syaoran tiba di sebuah ruangan berbentuk lingkaran yang lumayan besar. Ada sebuah pola di lantai ruangan itu. Seperti sebuah pentacle atau lingkaran sihir yang dipakai dalam ritual mistis. Selain itu, di dinding-dindingnya banyak lilin yang menyala dan membuat ruangan itu terang benderang.

Lilinnya menyala. Tidakkah itu aneh? Ini bangunan tua yang sudah tidak dihuni oleh siapapun, ingat? Siapa yang mungkin menyalakannya? Lilin-lilin itu tidak mungkin menyalakan dirinya sendiri. Namun, Syaoran tidak menyadarinya. Perhatiannya terpacu pada sebuah pintu besi, berseberangan dari tempatnya berdiri. Ia akhirnya melangkah ke arah pintu itu dan membukanya. Dan Syaoran sangat-sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya di dalam sana.

Seorang gadis bergaun putih terkurung di dalam sebuah kristal besar. Tubuh gadis itu dililit rantai yang mencuat keluar dari kristal transparan itu dan terhubung dengan dinding di sekitarnya. Mata gadis itu terpejam, seperti sedang tertidur.

Mata Syaoran terbelalak. Senter yang dipegangnya terlepas dan terjatuh. Apakah gadis itu sudah mati? Lalu kenapa ia dikurung? Syaoran berbalik dan berniat berlari kembali ke atas. Namun langkahnya terhenti lantaran rasa sakit di tangannya yang terluka datang lagi.

Syaoran terhenti di tengah-tengah ruangan. Sinar bulan dapat meneranginya karena ada jendela kecil di atas ruangan tersebut. Ia memperhatikan jemarinya yang terluka. Darahnya menetes hingga ke lantai.

Tepat setelah tetesan darah Syaoran menyentuh lantai, lilin-lilin di ruangan itu mendadak padam. Sinar bulan yang mengenai pentacle itu menyebar memenuhi pola itu dan membuatnya bercahaya menyilaukan. Namun, ada cahaya lain di sana. Kristal di belakang Syaoran juga ikut bercahaya.

Begitu menoleh ke belakang, ia terperanjat. Gadis itu menjadi dua sosok. Yang satu masih tetap tak berdaya di dalam kristal, dan yang satu lagi di luar dengan tubuh yang terlihat transparan. Dan sekarang, gadis itu ke arah Syaoran. Bukan, ia melayang!

Syaoran tahu ini bukanlah suatu hal yang baik. Ingin rasanya berteriak memanggil Ryuuoh atau siapa saja namun suaranya tak dapat keluar, tenggorokannya serasa tercekat. Tubuhnya pun telah mengkhianati pikirannya yang ingin segera pergi dari situ. Alhasil, ia hanya bisa melihat gadis itu mendekat ke arahnya dengan kedua kaki yang mulai lemas dan sebuah tatapan ngeri.

Berdiri di atas pentacle yang masih bercahaya, Syaoran yang tak berkutik saat tangan gadis itu—yang meskipun transparan, dapat menyentuh pipinya. Dingin. Itu yang dirasakannya. Tidak seperti tangan manusia yang berdarah panas. Sebuah senyuman iblis tersungging di bibir gadis rupawan itu. ia tertarik akan sesuatu yang ada di hadapannya sekarang.

"Ini hebat! Hanya dengan beberapa tetesan darahmu, rohku dapat keluar dari belenggu itu," saat mengatakannya, bola mata gadis itu melebar. Iris semerah darah yang dimilikinya pun berkilat. Terlihat bahwa ia sangat bersemangat setelah bangun dari 'tidur panjang' nya.

"Aku sangat ingin tahu. Apa jadinya kalau aku memakan...jiwamu?"

"Apa..." ucapan Syaoran terhenti ketika gadis itu mendorongnya hingga terjatuh. Tubuhnya jatuh tepat di atas pentacle yang masih bersinar. Tiba-tiba gadis itu sudah berada di atas tubuh Syaoran dan...menempelkan bibirnya pada bibir Syaoran.

Meskipun terlihat seperti sebuah ciuman di bibir, tapi itu sama sekali berbeda dengan arti ciuman. Ia tak tahu apa yang sedang dilakukan gadis itu. Syaoran menutup matanya erat karena rasa pusing yang tiba-tiba dirasanya. Kepalanya serasa berputar dan kesadarannya mulai hilang. Ia seperti ditenggelamkan ke suatu tempat.

"...ran..."

Dalam keadaan yang kacau itu, samar-samar Syaoran dapat mendengar suara. Sebuah suara yang memanggil namanya terdengar makin mendekat dan semakin keras hingga akhirnya...

"Syaoran!" suara panggilan yang terdengar setengah berteriak itu menyadarkan Syaoran. Ketika akhirnya ia membuka matanya dan mendapati Ryuuoh ada di belakangnya, memegang bahunya dengan ekspresi heran.

"Aku mencarimu kemana-mana dan mendapatimu di sini, diam saja di depan cermin ini. Kau tak menoleh meski aku memanggil-manggil namamu. Apa terjadi sesuatu?"

"Aku..." jujur saja, Syaoran tak tahu apa yang terjadi. Ia celingukan melihat sekelilingnya dan ternyata, ini kamar yang tadi didatanginya. Apakah yang tadi itu mimpi atau apa, ia sama sekali tak tahu.

"Huh? Kau aneh sekali. Sudah, ayo kita kembali saja ke asrama. Aku juga sudah dapat oleh-oleh yang bagus untuk Primera," Ryuuoh mengangkat tangan kanannya, menunjukkan sebuah candelabra yang sudah berkarat. Meskipun masih bingung, Syaoran menyetujuinya dan mengikuti Ryuuoh berjalan keluar mansion.

Sambil mencoba mengumpulkan kembali kesadarannya, ia juga mengingat kejadian yang sangat horor tadi. Mimpi kah? Tidak mungin ia tiba-tiba tertidur dalam posisi berdiri. Dan jika itu memang mimpi, tetap terasa sangat nyata.

Seorang gadis terkurung di dalam sebuah kristal yang bertempat di sebuah ruang bawah tanah. Ruang rahasia yang pintu masuknya berada di belakang cermin. Kalau dipikir lagi, Syaoran tidak benar-benar menemukan pintu itu. Ia seperti terbuka sendiri, seperti mengundangnya untuk masuk.

Jika itu adalah mimpi, itu akan jadi mimpinya yang terburuk. Dan jika itu kenyataan, entah ada hal apa yang menunggunya di depan sana. Bukankah tadi ia telah melakukan sesuatu pada gadis itu? Entah apa yang ia lakukan, pastinya hal itu tak baik. Itu akan berpengaruh pada masa depannya nanti, dan juga masa depan orang lain.

Ketika mereka sudah di halaman mansion, Syaoran merasa merinding. Seperti ada seseorang yang mengawasinya jauh di belakang. Syaoran pun menghentikan langkahnya sebentar dan berbalik. Tak ada siapapun. Ia pun lanjut berjalan lagi tanpa tahu dari salah satu balkon di mansion itu, sesosok yang begitu cantik menyeringai dan terus memperhatikannya hingga ia menghilang di balik pepohonan hutan.

XXX

Kembali ke suasana pagi yang biasa-biasa saja di sebuah ruang kelas. Primera memandangi sebuah candelabra di tangannya. 'Oleh-oleh' yang didapatkan oleh Ryuuohlangsung dari mansion tua hutan Damaster. Ryuuoh dan Syaoran juga bercerita tentang keadaan di sana.

Sebenarnya Syaoran amat sangat tidak ingin mengingat lagi tentang apa saja yang ada di mansion itu. membuatnya mengingat kejadian semalam yang entah mimpi atau bukan.

Di tengah-tengah pembicaraan mereka, Yumi menyadari satu hal. Tangan kanan Syaoran dibalut perban. Setahunya, kemarin perban itu tidak ada di sana.

"Syaoran, kenapa dengan tangan kananmu?" tanyanya penasaran, apakah terjadi sesuatu dengannya semalam.

"Ini? Ah, ini tak apa-apa. Hanya terkena pecahan keramik semalam..."

"Semalam? Saat kita masih di mansion tua itu?" kata Ryuuoh. Memotong ucapan Syaoran.

"Ya. Ketika di kamar besar itu," jelas Syaoran.

"Jadi kau terluka, ya? Aku sama sekali tak memperhatikannya."

"Ryuuoh memang tidak peka! Syaoran kan temanmu, harusnya kau memperhatikannya, dong!" protes Primera akan sikap Ryuuoh barusan.

"Hei, apa masalahmu? Lagipula itu bukan salahku dan aku..."

Dan dimulai lagi kegiatan rutin Ryuuoh dan Primera setiap hari: adu mulut. Syaoran dan yang lain malas menanggapinya dan mulai sibuk dengan topik obrolan sendiri. Kegiatan mereka baru berhenti setelah mereka mendengar seseorang masuk ke dalam kelas.

"Syaoran, bisakah kau datang ke kantor sebentar? Ini penting," pandangan mereka pun terarah ke asal suara. Di pintu kelas berdiri Mrs. Cecille, salah satu dari guru mereka.

"Baik, saya akan segera ke sana," jawab Syaoran dengan hormat dan sopan santun yang patut ditiru oleh anak-anak di seluruh negeri.

Syaoran berjalan keluar dari kelas setelah berbalik sebentar untuk melihat wajah kawan-kawannya. Ryuuoh mengangkat bahu, ketiga gadis di sekelilingnya menatapnya heran dan Misaki, salah satu dari mereka menggigit jari.

"Ini gawat! Jangan-jangan Syaoran ketahuan menyelinap keluar semalam!" teriak Misaki dengan cemasnya.

Ketika seorang anak di House of Lily dipanggil untuk menghadap ke kantor, ada dua alasan yang menyebabkannya. Semua anak di sana tau apa saja alasan itu. Yang pertama, dihukum karena melanggar peraturan, seperti yang dikhawatirkan oleh Misaki.

"Tapi aku juga bersamanya. Kalau dia ketahuan, pasti aku juga!" Ryuuoh menyangkal pemikiran dari Misaki barusan.

"Kalau begitu, jangan-jangan..." Yumi mulai menebak-nebak. Begitu juga dengan ketiga orang lainnya.

Hal yang dipikirkan oleh keempat anak itu adalah alasan kedua seorang anak dipanggil ke kantor. Dan hal itu adalah...

"Syaoran akan diadopsi..." kata-kata Primera ini mewakili pemikiran sahabatnya yang lain. Dan ia tak mungkin salah akan hal yang dikatakannya barusan.

Adopsi.

Hal yang sudah tak asing di House of Lily. Dan anak-anak itu, mereka tak bisa menolaknya.

Tidak. Mereka tak akan menolak, sebab jika mereka diadopsi oleh seseorang, itu artinya ada orang yang menginginkan mereka. Ketika kau merasa masih ada orang yang menginginkanmu—membutuhkanmu, itu bisa jadi hal terindah yang pernah kau alami.

Kebanyakan anak dirawat di House of Lily atas kelakuan orangtua asli mereka yang menelantarkan anaknya. Meninggalkan mereka begitu saja. Syaoran juga mengalaminya. Pada suatu malam, Syaoran yang masih bayi ditemukan di depan gerbang House of Lily. Tak ada tanda-tanda akan siapa yang meninggalkannya di sana. Dan sejak itu ia dirawat dan dibesarkan di yayasan ini.

"Adopsi..." Ryuuoh terdiam. Memang tidak aneh kalau ada orang yang menginginkan Syaoran menjadi anak mereka. Syaoran anak yang baik dan nila-nilainya bagus. Ia juga sopan dan tidak pernah melanggar peraturan di yayasan ini...kecuali semalam.

Ryuuoh tahu ia harusnya senang ikut senang untuk sahabatnya itu. Tetapi ada suatu perasaan di hatinya yang tidak mau hal ini terjadi. Sebagai seorang sahabat, harusnya ia berbahagia untuk Syaoran. Tapi alasan itu juga yang membuatnya akan sangat kehilangan.

Tiba-tiba seorang guru yang akan mengajar di kelas itu sudah masuk ke kelas. Semua murid mulai mengambil tempat duduk di kursi masing-masing. Syaoran belum juga kembali dari kantor. Ryuuoh memperkirakan kalau ia mungkin kembali di jam pelajaran yang berikutnya.

Dan benar saja, satu jam kemudian Syaoran kembali ke kelas. Raut wajahnya tak menampakkan ekspresi apapun. Sesampainya di kursinya—di samping kursi Ryuuoh—ia juga tak bicara apapun. Begitu juga dengan Ryuuoh. Dan sepanjang jam sekolah, mereka sama sekali tak berkomunikasi.

XXX

Syaoran duduk sendirian di sisi tempat tidurnya, di kamar asrama. Ia merenungkan suatu hal. Suatu hal yang selama ini diinginkannya, tetapi ketika hal itu telah datang padanya, ia merasa bimbang.

Diadopsi memang menyenangkan. Memiliki orangtua baru. Orang yang akan menyayanginya, mendidiknya, membutuhkannya. Namun meninggalkan House of Lily...tidak pernah terlintas di pikirannya. Bukannya akan jadi sama saja? Di sini juga ada orang-orang yang menyayanginya, mengajarinya berbagai macam pengetahuan.

Sepintas, muncul Syaorannginan untuk menolak diadopsi. Ia tidak ingin meninggalkan teman-temannya di sini. Kehidupan barunya nanti mungkin akan menyenangkan, namun suasana di House of Lily baginya sudah cukup nyaman dan meninggalkan kesan yang begitu hangat.

Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Ryuuoh muncul dari balik pintu dan bertatap muka dengannya. Tetap tak ada pembicaraan yang keluar dari bibir mereka. Syaoran masih duduk diam di sisi tempat tidurnya dan Ryuuoh sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

"Hei, Ryuuoh..." karena tak tahan dengan suasana hening seperti ini, akhirnya Syaoran membuka mulutnya.

"Ya?" Ryuuoh menanggapinya singkat saja.

"Tadi, pagi, saat aku dipanggil oleh Mrs. Cecille di kantor..."

"Kau akan meninggalkan House of Lily, kan..." potong Ryuuoh sebelum Syaoran dapat meneruskan kalimatnya.

"Kau sudah tahu, ya..." Syaoran tersenyum lemah.

Ryuuoh berbalik ke arah Syaoran, mendapatinya tertunduk dengan wajah lesu. Melihat raut wajahnya, Ryuuoh langsung dapat membaca apa isi hati sahabatnya itu.

"Kenapa wajahmu begitu? Bukankah seharusnya kau senang?" Ryuuoh menegurnya sambil melipat tangan di dada.

"Rumah baruku nanti mungkin akan jadi menyenangkan. Hanya saja meninggalkan House of Lily rasanya begitu berat. Aku belum siap untuk pergi. Lagipula, di sini juga sudah cukup bagiku..."

Alasan itu memang benar-benar keluar dari dalam hatinya. Ia belum siap untuk pergi. Masih banyak hal yang ingin dilakukannya di sini, bersama dengan teman-temannya. Sembilan tahun di House of Lily rasanya belum cukup. Ia masih ingin lebih lama di sini.

"Kalau kau merasa begitu, itu artinya kau bodoh!" Syaoran terlonjak, tak menyangka akan dikatai seperti itu.

"Kenapa kau jadi lembek seperti ini? Seperti anak perempuan saja! Kau tidak ingin meninggalkan suasana nyaman di House of Lily, atau kau takut jika pergi dari sini hidupmu tak akan menyenangkan lagi? Kukira kau bukan penakut, Syaoran!"

Ryuuoh seperti membentaknya, bukan? Tetapi itu cara dia menasihati orang. Syaoran dapat mengerti itu. Mereka sudah bisa saling mengerti sifat satu sama lain sejak mereka berteman.

"Dengar ini baik-baik. Diadopsi adalah mimpi semua anak di House of Lily. Dan kesempatan ini tidak datang dua kali. Sebaiknya kau jangan menyia-nyiakannya. Kau termasuk beruntung kesempatan ini datang padamu hari ini karena banyak anak lain yang hanya bisa bermimpi tentangnya."

Syaoran mencerna kata-kata itu baik-baik. Ada benarnya juga. Selama ini, ia juga memimpikannya, tapi kenapa sekarang ia menolaknya? Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Mereka juga tidak mungkin tinggal di yayasan selamanya, bukan?

"Dan lagi, siapa yang tahu apa yang ada di depan sana? Mungkin saja jika kau keluar dari sini kau bisa sukses. Kau juga pandai berkomunikasi dengan orang, tidak mungkin kau tidak punya teman nantinya. Dan jangan khawatir jika nanti kita tak bisa bertemu tahu, dunia ini sempit lho..."

Kalau dunia memang sempit, Ryuuoh, coba kelilingi dunia ini dalam waktu satu menit. AH, jangan dipikirkan. Ia mengatakan itu sebagai bentuk harapan mereka bisa bertemu lagi.

Syaoran cukup heran juga. Sangat jarang Ryuuoh bisa mengeluarkan kata-kata bijak begini. Tapi, kali ini hatinya sudah benar-benar mantap. Syaoran kembali tersenyum dan membalas semua ucapan Ryuuoh hanya dengan satu kalimat...

"Terima kasih, Ryuuoh..."

XXX

Keesokan paginya, Syaoran sudah harus pergi. Setelah dibantu oleh Ryuuoh mengemasi barang-barangnya, ia pergi ke depan gerbang House of Lily. Di sana, yang sudah menunggunya adalah Mrs. Cecille, Primera, Misaki dan Yumi. Dan juga kedua orangtua barunya dengan mobil mereka.

Setelah memasukkan kopernya ke bagasi, Syaoran berpamitan kepada teman-temannya. Trio gadis itu sangat berisik seperti biasa, Mrs. Cecille memeluk Syaoran dan mengucapkan beberapa kalimat-kalimat petuah. Sebutir air mata muncul di sudut matanya.

"Mrs. Cecille, kenapa anda menangis?" tanya Syaoran yang tetap sopan seperti biasanya.

"Ibu hanya sedih, harus melepas anak yang sangatmenakjubkan sepertimu keluar dari yayasan. Jaga dirimu ya, Syaoran. Dan buat orangtuamu bangga, jangan mengecewakan mereka."

"Pastinya. Akan saya ingat kata-kata anda..." lagi-lagi, Mrs. Cecille memeluknya. Tak apalah, untuk yang terakhir kali.

Sedangkan Ryuuoh, tak berkata apapun. Hanya seulas senyuman tipis di bibirnya.

"Sampai jumpa lagi," ucap Ryuuoh singkat. Ia tak mengucapkan "Selamat tinggal" karena itu akan berarti selamanya mereka tak akan bertemu lagi.

"Sampai jumpa lagi..."

Syaoran masuk ke dalam mobil, disusul oleh orangtuanya setelah mereka berbincang sedikit dengan Mrs. Cecille. Tak lama, mobil itu telah melaju meninggalkan House of Lily dan juga Lockshaw.

Melewati sebuah pemakaman yang dekat dengan hutan Woodchester. Ketika melewati tempat itu, Syaoran jadi teringat dengan mansion tua itu lagi. Ia tak sempat menceritakannya pada siapapun.

Syaoran yang duduk di bagian belakang mobil melihat ke arah pemakaman dari balik kaca jendela mobil. Tubuh dan pikirannya membatu ketika menangkap sebuah sosok di tengah-tengah area pemakaman itu. Seorang gadis berdiri mematung dengan rambut coklat dan bergaun putih...

~TBC~

Bersambung desu~

Etto...saia tidak tahu kapan mau dilanjutinnya nih...

Readers: whatt? Apa-apaan nih? Bikin cerita kok nggak tau lanjutannya?

Shu: gomen...habisnya...dari pada ini fic malah berjamur saia simpen terus, jadi di publish aja deh...

Well,tolong reviewnya, jadi saia bersemangat untuk lanjutinnya yah...

Onegai~