An AnMitsu x Saniwa fanfiction

Disclaimer : I just own the plot and the OCs, Touken Ranbu belongs to DMM/Nitro+

Cover Image, OC Saniwa - Amagi, by aldrich-ruki


Part 1

In Kashuu's Eyes

.

Ingatan terakhir yang ia miliki adalah bayangan langit-langit salah satu kamar di Ikedaya dan bau amis darah yang tercium dari beberapa sudut ruangan yang berantakan. Saat dimana pria itu meninggalkannya, membuangnya, membiarkannya sendiri dengan tubuh penuh luka yang tak bisa diperbaiki lagi.

Ia marah pada dirinya sendiri yang telah begitu lemah. Ia frustasi pada kenyataan bahwa dirinya tak lagi berguna.

Karenanya, saat dibangkitkan dan diberikan tubuh dari darah dan daging, ia bertekad untuk menebus segalanya. Ia akan jadi kuat dan selalu menawan agar takkan ada lagi yang pernah membuang dan meninggalkannya. Tidak akan pernah lagi...

.

"Um... Namaku Kashuu Kiyomitsu. Agak sulit ditangani, tapi kemampuanku bagus kok", agak canggung, Kashuu memperkenalkan dirinya di depan tuannya yang baru.

Gadis di hadapannya itu hanya terdiam, namun matanya yang membulat besar memancarkan kekaguman. Mata kanannya tepatnya, karena mata kiri dan hampir separuh dari wajah gadis berumur sekitar limabelas tahun itu ditutupi oleh perban putih.

"Anoo... Aruji-sama?", ujar Kashuu pada gadis yang terus memandanginya tanpa berkedip.

Seakan baru tersadar dari lamunannya, gadis itu buru-buru mengambil buku gambar serta spidol yang ada di sampingnya, sibuk menuliskan sesuatu. 'Selamat datang di honmaru, Kashuu. Mulai saat ini, mohon bantuannya ya'.

Tulisan tangan yang indah, pikir Kashuu. Sama sekali tidak terlihat bila ditulis dengan terburu-buru.

Gadis itu mengembangkan senyumnya lebar-lebar, seakan menunggu jawaban darinya. Ikut mengembangkan senyumnya, sang pemuda pun membalas, "Karena aku lumayan sulit ditangani, jaga aku baik-baik ya, Aruji"


Matahari telah lama tergelincir ketika Kashuu tengah sibuk memoles kuku-kukunya dengan warna merah. Seharian bekerja di ladang membuat warna pada kukunya berantakan hingga ia harus memolesnya ulang. Karena alasan inilah ia tak pernah suka dengan pekerjaan yang membuatnya kotor.

TOK TOK

Sebuah ketukan pelan di pintu kamarnya menginterupsi pekerjaan sang pemuda. Kashuu langsung tahu siapa yang ada dibalik pintu ketika tak ada suara yang mengikuti bunyi pintu diketuk. "Masuk saja, Aruji"

Sesosok gadis berambut kecoklatan perlahan muncul dari balik pintu. Gadis saniwa itu tampak kerepotan menggeser pintu dengan tangan kanannya yang tampak membawa sepiring dango dan tangan kiri yang memeluk buku gambar berukuran sedang, lengkap dengan spidolnya. Meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja, gadis itu segera sibuk menuliskan sesuatu.

'Ishi-san membawakanku dango yang didapatnya saat ekspedisi siang tadi. Kau mau?'

"Mau! Ah, tapi karena cat kukuku masih belum kering, Aruji suapi ya", pinta Kashuu dengan memasang wajah manis.

'Tidak mau', tulisnya cepat.

"Eeee?", rengekan Kashuu tersebut hanya dibalas sang Aruji dengan tawanya yang tak mengeluarkan suara.

Melihat Kashuu masih terus menggembungkan pipinya, gadis itu tersenyum kecil dan mulai menuliskan sesuatu untuk mengubah topik. 'Kau selalu pakai warna yang sama untuk mengecat kukumu, tidak mau mencoba warna lain?'

"Tidak juga sih. Aku sempat mencoba beberapa warna lain selain warna merah, tapi rasanya selalu kurang cocok", jawab Kashuu yang akhirnya merasa pegal terus-menerus menggembungkan pipinya. "Aruji mau kupakaikan juga?"

Mata sang gadis langsung membulat senang mendengar tawaran Kashuu.'Eh? Boleh?', tulisnya antusias.

"Tentu saja! Khusus untuk Aruji, akan kubuatkan semanis mungkin!", dengan semangat, Kashuu mulai mengeluarkan semua peralatan manicure-nya.

.

Kashuu baru saja selesai menghias kesepuluh jari sang Aruji ketika Yamato memasuki ruang tidur mereka. "Oh, Aruji sedang disini rupanya", ujar pemuda beriris biru tersebut. "Kalian sedang apa?"

'Yamato, lihat lihat! Kashuu menghiaskan kukuku! Manis ya!', tulis sang saniwa semangat sambil menunjukkan kukunya yang kini telah berhiaskan cat ungu muda dan pink, lengkap dengan glitter dan hiasan mutiara kecil ditengahnya.

"Aruji, kalau kau terlalu banyak bergerak sebelum catnya benar-benar kering, nanti bisa pudar loh", ucap Kashuu pada sang Aruji yang kini sibuk memamerkan jemarinya. Seakan baru tersadar, gadis itu segera meletakkan kedua tangannya di atas meja dan duduk diam dengan manis. Kashuu tertawa kecil melihat gelagat sang Aruji yang tak ubahnya seperti anak kecil mendapat mainan baru. "Kukumu mau kuhiaskan juga?", tanya Kashuu pada Yamato yang kini duduk disebelahnya.

"Tidak usah", tolak Yamato ketus yang langsung disambut dengan ambekan Kashuu.

Hening menguasai beberapa saat. Sang saniwa kemudian berusaha mencari cara untuk mengubah suasana, tapi karena cat di kedua tangannya belum cukup kering, ia tak bisa menuliskan sesuatu dan hanya bisa menggerakkan mulutnya.

". . .? Aruji mau bilang sesuatu?", tanya Yamato yang tak juga mengerti arti gerakan mulut tuannya.

"Ah... Sepertinya Aruji tanya, kau mau dango tidak? Oleh-oleh dari Ishikirimaru sepulangnya dari ekspedisi katanya", ujar Kashuu setelah beberapa saat mengerutkan kening dan berusaha menangkap apa yang ingin saniwa-nya katakan.

Sang gadis menganggukkan kepalanya dengan mantap dan mendorong piring berisi dango di depannya ke arah Yamato.

"Terima kasih. Kalau begitu, kumakan ya", ujar Yamato sambil melahap dango yang disajikan.

"Oi, sisakan bagianku juga", protes Kashuu saat melihat kecepatan makan Yamato.

"Siapa cepat, dia dapat", balasnya cuek.

"Apa katamu?", dan seperti biasa, adu mulut diantaranya tak terelakkan lagi. Sang saniwa hanya bisa tertawa melihat keduanya.

Ah... tawa itu, batin Kashuu. Walau tawa itu tak pernah bersuara, tapi hanya dengan melihat wajah cerianya, pemuda beriris merah itu sudah merasa sangat senang. Damai rasanya.

Tanpa ia sadari, sosok gadis itu telah menjadi keberadaan yang begitu berarti baginya. Bila ditanya apakah ia mencintainya, tentu saja Kashuu mencintainya. Gadis itu adalah saniwa-nya. Sosok yang memberikannya kesempatan kedua untuk menebus rasa sesalnya. Gadis itu yang memberikanya jiwa, arti serta tujuan keberadaan dirinya. Bagaimana mungkin ia tak mencintainya? Kashuu yakin, dalam hal ini Yamato juga merasakan hal yang sama.

"Aruji, sepertinya perbanmu agak longgar", ucapan Yamato itu segera memutus lamunan Kashuu.

Melihat yang dimaksudkan partnernya, Kashuu segera mengulurkan tangannya untuk membenarkan perban sang saniwa. "A, benar juga. Kalau tidak segera dibenarkan-", belum sempat tangan itu menggapai apa pun, gadis itu telah menepisnya kuat-kuat.

". . . Aruji?", kaget dan panik terdengar jelas dari nada suara Kashuu.

Bukan. Yang membuat Kashuu terbelalak kaget bukanlah tepisan kuat yang kini membuat tangan sang pemuda memerah, melainkan perubahan raut wajah sang Aruji.Gadis yang selama ini selalu ceria dan hingga beberapa saat lalu tertawa dengan riangnya kini gemetar ketakutan seakan baru saja melihat sesuatu yang begitu mengerikan. Iris coklatnya yang selama ini selalu berkilau indah, kini sepenuhnya diisi oleh kengerian. Dan sesaat kemudian, air mata mulai membasahi pipinya. Kashuu membeku. Ia seakan dihadapkan pada cermin yang memantulkan bayangan dirinya yang dulu. Raut wajah itu, luapan perasaan yang berusaha ditahan oleh gadis di depannya. Semuanya mengingatkan Kashuu pada dirinya saat dahulu sudah tak lagi berguna dan ditinggalkan begitu saja.

Ketika sadar apa yang baru saja ia lakukan, sang Aruji segera menuliskan sesuatu dengan tangannya yang masih bergetar hebat.

'Maaf...'

'Tak bermaksud begitu...'

Perlu beberapa saat bagi Kashuu untuk bisa membaca tulisan yang tampak acak-acakkan tersebut. Tak biasanya tulisan tangan sang Aruji terlihat berantakan seperti ini. Bahkan di saat panik atau sedang berlari pun, gadis itu tak pernah gagal menghasilkan tulisan tangan yang indah.

'Perbannya...'

'Biar kuperbaiki sendiri di kamar'

'Selamat malam'

Belum sempat Kashuu atau pun Yamato bisa berkata apa pun, tuan mereka yang baru telah pergi meninggalkan ruangan dengan begitu tergesa-gesa. Meninggalkan kedua pedang peninggalan Okita Souji itu dalam beku yang menyakitkan.

Saat itu, Kashuu baru menyadari. Gadis yang selama ini terus berusaha mengobati lukanya juga menyimpan rasa sakit.


***to be continue***