Disclaimer : Masahi Kishimoto
Author : San Yumaru
MainCast : NaruHina
Gendre : Fantasi, Supranatural, Drama, Romance, Criminal
Rate : M
Tittle : Moon Also Rises After The Sunset
.
.
Dianjurkan untuk menjadi pembaca yang bijak, bajalah sesuai kategori umur^^
Dan cerita ini mungkin menampilkan konten yang tidak nyaman untuk dibaca sebagian orang
.
.
DOR!
Suara gaungan pistol? Bukan. Bagi pria yang sedang bersandar pada mobil Jaguar kebanggaannya itu, suara gaungan tersebut seperti dentuman musik pub yang selalu ia datangi. Dan lubang indah yang terukir pada 'hewan' di hadapannya ini terlihat seperti lukisan indah Michael Angelo yang selalu ia kagumi. Pria itu terseyum sinis, mata birunya tidak lagi terlihat seperti laut melainkan stalaktit es yang runcing. Dia menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri, merilekskan otot lehernya yang mulai menegang.
Senyum sinis terus terpatri di wajah stoic-nya yang sadis, sambil terus menghempaskan asap putih ke udara malam yang dingin. Tangannya terlipat dihapadan dada bidang miliknya, dengan langkah kaki yang mulai berayun pria itu mendekati 'hewan' buruan yang sudah tersungkur lemas di tanah.
Boots tebal pria itu mulai menginjak kepala sang buruan dengan memberikan tekanan kuat. Tatapan stalaktit itu terus melekat pada tubuh buruannya yang sudah penuh dengan ukirang lubang. Sekali lagi ia hempaskan kumpulan asap itu ke udara, lalu merundukan badan untuk melihat buruan berharganya itu lebih dekat.
"Oyasumi, Dei-kun" Pria itu memutar kepalanya, mencari dimana letak wajah buruannya. Setelah ia dapat kemana wajah itu berpaling, pria bersurai pirang itu kembali menyesap rokonya. "Kau lebih cantik dengan warna merah seperti itu" Bisik Naruto lembut sembari menyembulkan asap rokok ke wajah sang buruan. Ya, Naruto Namikaze, pria dengan mata biru setajam stalaktit itu bernama Naruto Namikaze.
"A-a-ak-aku, a-akk-k-ku, sungguh aku t-tidak t-t-tau, N-na-naru-to-sama" Ucap 'mangsa' yang diketahui bernama Deidara itu dengan terbata-bata. Wajahnya terlihat sangat tegang, dengan darah yang terus mengucur dari kepalanya ia terus berharap akan nyawanya yang bisa diampuni.
"Hm?" Naruto sedikit membelai surai Deidara yang senada dengannya itu dengan penuh perhatian, menyingkirkan helaian-helaian rambut itu hingga wajah Deidara terlihat dengan jelas. "Padahal lebih bagus kalau Dei-kun tau. Aku tidak masalah kehilangan sedikit uang," Naruto menggantung kalimatnya, ia menyesap bau anyir darah Deidara dengan mata terpejam, menikmati aroma wangi itu masuk kedalam pernafasannya. "Tapi Dei-kun tau? Aku tidak suka kalau di khianati anak buahku sendiri" Lanjutnya dengan suara yang berubah menjadi dingin. Nada yang manis tadi dengan seketika lenyap, tatapan matanya semakin menusuk.
Bisa dilihat dari raut wajah Deidara, kalau yang dihadapannya ini adalah iblis. Jika bukan, mungkin raut wajahnya tidak akan ketakutan setengah mati seperti itu. Naruto melepas puntung rook yang sedari tadi ia isap, untuk beberapa saat ia pandang merah bara tembakau itu lalu tatapannya beralih ke arah Deidara. Senyum sinis kembali ia lontarkan, wajahnya yang tak lagi lugu itu terlihat seperti malaikat pencabut nyawa. Perlahan ia dekatkan puntung roko itu pada wajah Deidara yang sudah penuh dengan luka, membiarkan wajah Deidara merasakan hangatnya bara tembakau itu.
"Aaarrrgghhhhh!" Teriakan Deidara terdengar begitu menyakitkan setelah Naruto menyundutkan rokonya beberapa kali pada wajahnya. Membuat wajah yang sudah penuh dengan luka itu terkelupas oleh luka bakar sedikit demi sedikit. "Tolong hentikan Naruto-sama! Akuu mohon hentikan!" Teriaknya lagi. Setelah di pukuli, di tembak, kini ia harus merasakan luka yang lebih perih.
"Sakit? Hatiku juga sakit dengan penghianatanmu, Dei-kun" Balas Naruto, yang masih asyik menyundutkan roko pada wajah Deidara.
"Bunuhh saja aku! Lebih baik aku mati dasar brengsek!" Tukas Deidara lagi sekuat tenaga. Ya memang lebih baik mati dari pada harus disiksa seperti ini. Tubuhnya sudah penuh luka tembak, walau tidak mengenai bagian vital, tetap saja ini sudah keterlaluan.
"Brengsek katamu?" Naruto menghentikan aktivitasnya, lalu ia berdiri dan kembali menginjak kepala Deidara. "Kau yang tidak tau terimakasih menyebutku brengsek? Dasar tidak tau diri!"
Buakh!
Satu tendangan telak membuat perut Deidara seakan hancur. Dengan boots setebal itu, Naruto terus saja menendang tubuh Deidara dengan membabi buta.
"Idiot! Mati! Mati saja kau sialan!" Teriak Naruto yang semakin membabi buta. Matanya menyalak, menandakan jangan pernah bermain-main dengan pria seperti dia. Puas dengan tubuh Deidara yang sudah ia tendangi, kini matanya beralih pada tangan Deidara yang sudah terkulai lemas. "Akan aku hancurkan tangan kotormu itu" Desisnya.
"Aaarrgghhhh! Terkutuk kau Naruto!" Kutuk Deidara pada pria bermarga Namikaze itu, yang kini berhasil mematahkan pergelangan tangannya dengan koyakan tanggannya tadi.
Naruto meringis, suara tawanya lepas berbaur dengan angin malam yang begitu dingin. "Kau mengutuk iblis sepertiku? Hahaha, taka da manusia yang bisa mengutuk iblis!" Tekannya, lalu meninggalkan tubuh Deidara yang sudah hancur itu.
Ia kembali berjalan menuju mobil kesayangannya. Beberapa anak buahnya menatap pria itu dengan keringat dingin yang mengucur di kening mereka. Bos mereka memang terkenal sangat sadis, dengan wajah lugu yang dimiki Naruto siapa sangka kalau pria itu memiliki jiwa yang bengis.
"Kiba," Panggil Naruto pada salah satu anak buahnya, ia melepaskan jasnya lalu ia berikan pada pria bertato segitiga terbalik itu. "Urusanku sudah selesai, tolong urus Deidara sialan itu untukku ya. Habisi dia, potong tubuhnya menjadi bagian kecil lalu berikan pada Akamaru untuk makan malam. Tapi, aku tidak mau anjing itu tertular darah penghianatanya. Kalau begitu, bakar tubuhnya hingga tidak tersisa. Kalau sampai tersisa, aku yang akan membakarmu" Lanjut Naruto, kembali dengan nada yang terdengar manis. Seringai diwajahnya sungguh membuat siapapun takut, apa lagi dengan mata birunya yang sedingin es itu.
"B-baik, Naruto-sama" Jawab Kiba cepat, ia tidak mau terdengar ragu-ragu. Karena Naruto tak segan akan menghukum siapapun yang ragu dengan perintahnya.
Naruto kembali masuk kedalam mobilnya, seseorang sudah menunggu di dalam mobil yang sama. Seseorang dengan coat hitam dan rambut semerah mawar, orang itu segera mengembangkan senyumnya saat Naruto membuka pintu mobil itu.
"Aku sudah bilang cepat atau lambat kau akan menyukai peranmu, Naruto. Yahh, aku sangat senang, aku sangat senang sekali. Naruto milikku yang lugu, wajahmu benar-benar menipu" Ujar pria itu, sembari meneggak wine yang terletak di kursi Naruto.
"…."
"Un? Totality, im so proud of you my little monster~ Rasanya tepat aku memilih hari ini sebagai kunjungan terakhirku. Dan, aku sudah sangat yakin perjanjian kita itu benar-benar sepakat," Pria itu memindahkan posisi duduknya, lalu memainkan wine dalam gelasnya itu. "Setelah ini seperti keputusanku kau tidak perlu diawasi lagi, aku benar-benar terkesima padamu Naruto. Jangan melanggar kesepakatan, okey? Pria manisku~ Jaga dirimu baik-baik ya, Kyubi-nii akan selalu menurutimu jika kau jadi pria baik. Jaa" Ujarnya lalu kemudian menghilang begitu saja.
"Cih, iblis sialan"
Moon Also Rises After The Sunset
Jalanan terasa begitu sepi malam ini. Malam yang terlihat begitu gelap dari biasanya, dengan cahaya bulan yang samar membuat malam ini begitu mengerikan. Pukul 2 pagi, tidak banyak orang yang berlalu lalang, hanya satu dua mobil yang melintas. Hembusan angin menerbangkan rambut indigo gadis itu, gadis yang kini tengah berada dalam nerakanya. Tatapan pria-pria yang kini dihadapannya seperti hewan buas yang kelaparan, wajah mesum mereka terlihat begitu menakutkan. Mata mereka mengkilat, menatap gadis cantik yang tengah tersungkur di sudut gang buntu.
"Wah, wah, ini seperti nikmat Kami-sama yang datang tiba-tiba ya" Pria berambut biru ke abu-abuan itu mendekat, lalu berjongkok dihadapan gadis itu. "Siapa namamu? Kau tau, terlalu berbahaya pergi tengah malam begini. Untung ada kami yang menyelamatkanmu" Ucapnya, dengan wajah yang makin memuakan bagi gadis itu.
"Pergi! Pergi kalian! Jangan ganggu aku!" Teriaknya, posisinya yang sudah tersudut membuatnya sulit untuk melarikan diri. Tapi melarikan diripun ia tak memiliki tujuan, hidupnya adalah neraka, neraka yang tidak berujung.
Kini pria lain mendekat, teriakan gadis itu membuatnya penasaran untuk mendekat. "Kami tidak akan mengganggumu nona, kami akan menolongmu" Langkahnya semakin mendekat, tangannya berusaha meraih pundak gadis itu.
"Jangan ganggu aku, aku mohon!" Gadis itu menepis tangan pria bercelak hitam, tubuhnya gemetar ketakutan.
"Hei, aku mengenalmu. Kalian lihatlah dari dekat," Seru pria itu, mengajar empat orang teman yang sedari tadi berdiri dibelakang untuk mendekat. Setelah semuanya mendekat, pria itu menarik wajah sang gadis. "Kalian ingat, saat Hiyashi kalah judi? Dia memberikan foto anaknya sebagai bahan taruhan, dan aku rasa ini anak pria tengik itu" Lanjutnya dengan mata yang terlihat meneliti wajah cantik gadis itu.
"Ahya, kau benar. Anak pria tengik itu, aku pernah melihatnya saat aku berkunjung ke rumah Hiyashi, saat pria tengik itu menyiksa anak ini. Kalau tidak salah namanya itu..Hinata Hyuga" Timpal pria lainnya.
Benar, memang benar gadis itu bernama Hinata. Dan gadis itu, tengah menelan pil pahit baru di kehidupannya yang sudah berantakan sejak dulu, dimana ia mendengar sendiri dari pria-pria ini bahwa ayahnya menjadikannya bahan taruhan judi? Ayah yang seharusnya melindungi Hinata, malah memperlakukannya seperti binatang. Orang yang seharusnya bisa membuat Hinata merasa aman, malah menjadi orang yang membuat nyawanya terancam. Dunia ini, benar-benar neraka baginya.
"Ck, keluarga Hyuga benar-benar hancur hahaha.. Mantan keluarga terhormat, malah jadi keluarga paling buruk" Cibir pria itu lagi. Dan lagi-lagi pria itu mencoba untuk menyentuh Hinata, membuat cairan panas di mata cantik gadis itu menetes deras.
"Cup, cup, cup, tidak perlu menangis, kami tidak akan menyakitimu. Sebaliknya kami akan membuatmu terbang, sayang" Kini pria-pria itu menarik kaki Hinata, hingga rok yang ia kenakan menyilak ke atas dan membuat pria-pria itu makin kegirangan.
Hinata hanya bisa meronta, dihadapan 6 pria kekar ini apa yang bisa ia lakukan? Munkin dunianya akan berakhir kali ini, benar benar berakhir. Pria dengan berambut biru menyeret tubuhnya untuk mendekat, bau harum tubuhnya membuat hewan-hewan buas itu semakin bergairah. Posisi Hinata sudah sangat terpojok, ia tidak bisa melakukan apapun. Tangan dan kakinya kini di pegang kuat oleh pria-pria itu. Kini ada satu pria yang berdiri di hadapannya, dengan wajah yang mengingatkannya pada kejadian sebelum ia lari dari rumah.
Pria itu menyeringai, mengamati tubuh Hinata dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hinata terlihat begitu seksi, dengan tubuh seperti itu siapa laki-laki yang tidak tergoda? Ditambah wajah manis dan tatapan matanya yang polos, tidak ada lelaki yang akan menyia-nyiakan kesempatan seperti ini.
"Kau benar-benar menggairahkan, Hyuga" Lagi, si rambut biru melangkah lebih dekat. Bahkan kini dia tidak segan menyingkap rok Hinata hingga paha, dia sudah bersiap untuk melepaskan alat pemuas nafsu dari dalam celananya "Kau ini benar-be-"
Pipip..pipip..pipip..
"Ckh!" Pria itu mendecak sebal, padahal keasyikannya akan dimulai. Dengan geram dia meraba saku celananya mencari ponselnya yang berdering, setelah menemukannya ia segera mengangkat tanpa melihat siapa yang menelfon. "Sialan jangan meng-"
"Nee, kau bicara kasar sekali Swigetsu" Suara pria dari sebrang sana membuat si biru menelan ludah berat.
Si biru bernama Swigetsu langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya, lalu menatap nama penelfon yang tertera di layar ponsel. Bulu kuduknya seketika merinding, nama yang terpampang di ponselnya ternyata si iblis kuning itu.
"Go-gomen, Naruto-sama. Aku sendan-"
"Sudah jangan banyak alasan. Detik ini juga aku minta kau antar gadis perawan ke mansionku! Jangan terlambat atau kau akan mati!" Untuk kesekian kalinya Naruto memotong ucapan Swigetsu yang menggantung, dan sekarang ia malah seenaknya mematikan sambungan telfon.
Swigetsu melirik kearah Hinata yang sudah terkulai lemas karena kehabisan tenaga. Ia kembali mendekat untuk mengamati gadis itu. "Hei, Hyuga, kau masih perawan?" Swigetsu melemparkan pertanyaan yang membuat semua temannya malah tertawa geli. Yah, memang ini pertanyaan yang lucu, sekaligus sangat tidak sopan untuk di dengar seorang wanita.
"T-tentu saja!" Jawab Hinata yang kelihatannya sangat tersinggung. Wanita mana yang tidak marah ketika di singgung mengenai keperawanan.
"Baguslah. Kita dapat perintah mendadak, dan kita harus menunda kesenangan kita ini. Bawa dia kerumah Naruto-sama" Perintah Swigetsu pada teman-temannya yang kini terlihat menegang saat mendengar perkataannya tadi.
.
.
.
Terang..
Cahaya yang sangat terang..
Matanya perih, dan terasa sedikit sakit. Begitu juga dengan kepalanya yang terasa pusing. Perlahan-lahan Hinata mencoba membuka matanya. Cahaya terang segera manusuk maya amystys berwarna lavender itu, membuat tangan Hinata terangkat untuk menutupi matanya. Tapi, diamana dia? Bukankah tadi dia sedang bersama berandalan-berandalan itu?. Hinata mencoba bangun dari posisinya, dia mengamati tubuhnya terlebih dahulu, setelah ia rasa tidak apa-apa barulah dia mengalihkan pandangannya ke sekitar.
"Dimana aku?" Gumamnya, berusaha mengingat tempat apa yang ia tempati sekarang. Sebuah kamar dengan dekorasi Cina Classic, dan di dominasi dengan warna orange-hitam membuat Hinata semakin bertanya-tanya.
Kamar ini mewah, sudah pasti ini bukan kamarnya atau kamar milik seseorang yang ia kenal. Mata amystys itu terus menyapu ruangan itu, menatap benda-benda yang terlihat sangat mahal. Beberapa lukisan besar terpajang menyebar di ruangan tersebut. Walau baru melihat ruangan ini, sudah ia pastikan pemilik kamar ini adalah orang yang sangat kaya, juga memiliki rumah seperti istana.
Clek
Dua bola matanya kini tertuju pada sumber suara. Pintu nan megah itu terbuka, menampilkan seorang pria berambut pirang yang sudah bertelanjang dada. Siapa pria itu? Dan kenapa dia masuk kemari? Mau apa dia kesini? Hinata merapatkan tubuhnya dengan selimut, bermaksud untuk berlindung di balik selimut tebal yang ia genggam saat ini.
"Si-siapa kau?" Suara Hinata terdengar parau karena berteriak berulang kali tadi. Keringat dingin sudah melintasi wajahnya, dadanya berdegup dengan kencang.
Pria itu menoleh, mata birunya menatap lavender milik Hinata. Lalu ia mendekat kearah Hinata dengan wajah yang terlihat datar. "Jadi kau gadis yang dibawa Swigetsu?" Tanya pria itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Naruto. Pria yang di juluki sebagai si iblis kuning.
"S-sw-swigetsu siapa?!" Tidak menjawab Hinata malah balik betanya, membuat alis Naruto kini bertautan.
Naruto semakin mendekat, dan kini ia sedang duduk di atas ranjang king size Hinata. Ralat. Ini adalah ranjangnya. "Arogan sekali kau berani berteriak kepadaku. Buka bajumu, aku ingin melakukannya dengan cepat" Ujar Naruto, yang malah membuat gadis berambut indigo itu kebingungan. "Cepat!" Naruto meninggikan suaranya. Dan sentakan itu berhasil membuat air mata Hinata kembali membasahi pipi ranumnya.
"Aku, aku bukan wanita seperti itu," Tanpa bertanya lagi Hinata tau pembicaraan ini menjurus kea rah apa. Kenapa semua pria melakukan ini kepadanya, dia tidak mengerti kenapa.
Naruto yang sedari tadi sudah kesal dengan urusannya bertambah terpancing, kini dia langsung menindih tubuh mungil Hinata. Kakinya menghimpit kedua kaki Hinata yang tertutup selimut, sehingga mempermudahnya mengunci gerakan gadis itu. Tangan kekarnya juga sudah berhasil mengentikan rontaan Hinata yang sebenarnya sudah tidak bertenaga. Air mata terus keluat dari lavender cantik itu, suara Hinata yang sudah serak tidak mampu lagi berteriak. Ingin pasrah, tapi rasanya sangat tidak pantas ia diperlakukan seperti ini.
Naruto mulai mendekatkan wajahnya mendekat, dia bisa mencium aroma vanilla dari tubuh wanita itu. Aroma harum yang membuat libidonya malah meningkat. Kini ia mulai menciumi leher Hinata yang begitu hangat, keringat yang terasa asin itu sudah memenuhi mulut Naruto.
"Aku mohon padamu, jangan lakukan ini padaku.." Tangis Hinata yang hanya sia-sia. Dengan sisa tenaganya yang masih tersisa, Hinata mencoba berontak walau tidak terlalu berpengaruh.
"Ekh!"
Pergerakan Hinata terhenti, ketika pria itu mencekik lehernya. Mata pria itu kembali terlihat menyalak, mengisyaratkan pada Hinata untuk tidak melawan.
"Jangan munafik seperti itu," Suara dingin itu melembut, tangannya mulai bekerja untuk membuka dress yang Hinata kenakan. "Diam, dan nikmati saja. Aku tidak akan melukaimu jika kau jadi gadis yang baik" Bisik Naruto sebelum ia melumat bibir Hinata.
"Ja-hmpphhhh…hmpppp"
Lumatan yang awalnya lembut itu berubah menjadi lumatan yang ganas. Sepertinya Naruto sedikit menikmati persetubuhan ini, tidak seperti biasanya.
Degh!
Rasa sakit begitu saja menyeruak, menjalar keseluruh tubuh berkulit tan itu. Badannya serasa terbakar, mungkin ini sudah bukan waktunya untuk bermain-main.
"Kkyaaa!" Jerit Hinata yang akhirnya keluar setelah Naruto merobek paksa dressnya, sehingga tubuhnya begitu saja terkspos.
Tak puas merobek dress Hinata, Naruto yang sudah dihimpit waktu mulai menarik paksa bra putih itu hingga terlepas, memperlihatkan dua benda kenyal yang makin meningkatkan nafsunya. Tapi, ia tidak punya waktu lagi, ia bisa menikmati gadis ini lain kali.
Naruto mengikat tangan Hinata menggunakan sabuknya, setelah diikat kencang ia langsung mengaitkannya pada pilar tempat tidurnya. Tubuh Hinata masih memberontak, sedangkan waktunya makin menyempit. Naruto tidak mau kehabisan waktu. Ia yang mati atau gadis ini yang harus mati. Naruto bernjak dari tempat tidurnya menuju lemari, membawa sebuah sabuk kulit lainnya. Dengan tergesa-gesa ia sudah kembali menghampiri Hinata.
"Diam! Dasar jalang!" Tukaska keras, membuat air mata itu semakin deras keluar.
"Aku bukan ja-"
Ceprat!
Cambukan keras segera menyentuh tubuh mulus Hinata, membuat gadis malang itu mengerang kesakitan. Benar saja, setelah itu Hinata berhenti untuk memberontak. Sakit ditubuhnya membuatnya tidak bisa apa-apa lagi. Ini sangat sakit, benar-benar sangat sakit. Pria ini benar-benar iblis yang kejam.
Setelah tidak ada pemberontakan, Naruto membuang sabuk itu jauh-jauh. Rasa bersalah sudah tergampar pada sorot shapirenya. Mau tidak mau. Naruto sekarang membuka celana dalam yang Hinata kenakan, menampilkan bunga indah berwarna merah muda.
'Glek'
Walau sudah terbiasa melihat ini, tapi kenapa rasanya seperti pertama kali. Aroma bunga itu segera saja menggoda Naruto untuk segera menyentuhnya. Paha Hinata dibuka lebar-lebar, Naruto sudah siap 'bermain' sekarang. Ia mulai mendekatkan senjatanya pada bunga itu, sedikit menggeseknya untuk merasakan sensasi.
"Hnggghhh..Janganhh..jangan lakukanhhh, aku mo-ahhh" Lenguhan itu terdengah begitu seksi di telinga Naruto. Beberapa kali ia meneguk ludah berat menahan untuk tidak menyantap gadis ini lama-lama.
"Kyaaaaaaa!"
Teriakan itu menggema hebat, setelah benda paling berharga milik Hinata itu direnggut dengan paksa oleh seseorang yang ia tidak kenal. Rasanya benar-benar sakit dan perih, bisa ia rasakan sesuatu dalam tubuhnya koyak oleh benda yang kini terasa memenuhi perutnya. Air matanya tidak lagi berarti. Dan ini lah akhirnya, setelah sekuat tenaga akhirnya keperawanannya terenggut. Benda miliknya yang paling suci, sudah hilang. Kini ia hanya wanita yang kotor.
"Ahhhh…hhmmhhhaahhh" Desahannya kembali terdengar. Seolang tubuhnya berkhianat dengan otaknya, harus Hinata akui ini memang hal baru yang mengenakan.
Wajah Naruto menyeringai sambil terus menggoyangkan pinggulnya. "Dasar munafik" Desisnya, yang pasti terdengar oleh Hinata.
"Janganhh…ahhh..kata-kanhh..ituhh.." Hinata tidak bisa menahan nikmatnya sentuhan Naruto. Walau ia berusaha tidak mendesah tapi rasanya tidak bisa. Ini benar-benar membuatnya melayang..
"Ahhh…shhhmmppphh…ahhh"
"Ahhh..Ahhh..Ahhh"
Bagai alunan lagu yang syahdu, desahan Hinata menggema keberbai sudut ruangan. Sedangkan Naruto kini mempercepat gerakannya. Naruto juga akui, ini persetubuhan paling hebat yang ia pernah rasakan. Bunga ini, begitu terasa meremas miliknya. Ya, meremas dengan sangat kuat hingga ia bisa melupakan apapun masalahnya. Semakin cepat dan cepat Naruto memacu pinggulnya. Dan akhirnya satu sentakan keras mengakhiri semua ini.
Puas, walau sebentar Naruto benar-benar merasa sangat puas. Shapire nya melirik kearah Hinata yang tentu sudah terkapar lemas di sana. Air mata gadis itu terlihat menjejak di wajahnya. Naruto sebenarnya tidak suka menyakiti wanita, tapi apa daya demi mendapatkan kebutuhannya dia harus melakukan ini atau dia akan mati.
Mati?
Benar, Mati. Bertahun-tahun yang lalu Naruto melakukan perjanjian dengan iblis agar hidupnya lebih baik. Perjanjian itulah yang membuatnya menjadi pria bengis. Naruto yang polos harus belajar bagaimana arti kehidupan sebenarnya. Karena uang, Naruto yang lugu bisa menjadi binatang liar. Karena uang orang tuanya direnggut. Dan karena uang ia melakukan hal hina ini. Matanya yang dingin kini berubah menjadi sendu. Mata itu kembali menatap tubuh Hinata, menatap gadis itu yang kini tengah menangis. Tangisan tadi yang ia hiraukan demi menyelamatkan nyawanya. Dia benar-benar egois.
Menyelamatkan nyawa? Ya, benar sekali.
Suatu peraturan dalam perjanjiannya dengan iblis bernama Kyubi itu adalah, ketika ia melakukan suatu hal baik, maka ia harus meniduri seorang gadis perawan.
"Maaf"
TBC
Aaaaa… Gomen kalau terlalu panjang ya soalnya bingung mau skat dimana huhu..
Ohya kalau boleh minta pendapat ini lebih baik masuk gendre apa ya? Author tua ini sudah pikun. Lupa istilah istilah dalam dunia FF. Jadi mohon minta bimbingan dan bantuannya yaaa! Jaaa~ R&R yaaa, karena kalian author jadi semangat!
