Dia tidak ingat sejak kapan topeng itu terpasang, kapan kehidupannya berubah, dan kapan dirinya mulai tidak merasakan apa apa.

Kadang, dirinya bertanya tanya, apa itu kebahagiaan? Bagaimana orang orang bisa tertawa? Bersedih, kecewa, dan perasaan perasaan lainnya? Dirinya tidak mengerti.

Monoton. Kehidupannya hanyalah sebuah cerita yang tak berarti, tak berwarna dan tak menarik, yang mengisahkan seorang gadis yang tak memiliki isi layaknya Boneka, sebutan yang sering digunakan kepadanya.

Hidup dilingkungan berkelas tidak membuatnya merasa hidup. Dirinya disanjung, dirinya dihormati, dirinya disegani, namun bukan hal itulah yang diinginkannya.

Dia hanya ingin mengerti apa itu kehidupan yang berwarna, bagaimana caranya berekspresi, ingin mengisi kekosongan dalam dirinya.

Banyak orang orang yang mengagumi dirinya. Bagaimana tidak? Kulit putih mulus bak porselen, rambut baby blue yang memanjang sampai pinggang, bibir mungil berwarna pink dan jangan lupakan manik aquamarine yang tampak memikat, ditambah wajahnya yang tak pernah berekspresi membuat dirinya tampak seperti boneka cantik yang dibuat dengan hati hati. Tubuhnya? Jangan ditanya lagi, dia tampak sangat berisi walau sedikit kurus.

Kejeniusan dan keuletannya dalam melakukan tugasnya sebagai calon penerus perusahaan terbesar ke-2 di Jepang menjadikannya bahan pembicaraan yang hangat dikalangan masyarakat bahkan sampai mendunia.

Berbagai kejuaraan diraihnya dalam tingkat internasional. Tetapi sayang, berkat salah satu bakatnya, hawa keberadaan yang tipis, membuat dirinya susah untuk dicari. Lagi pula ia tidak pernah menampakan wujudnya kepada dunia. Yang mengetahui rupa Tetsuna mungkin hanya orang orang yang bekerja sama dengannya saja.

Namanya dan semua tentang keluarga Kuroko juga dirahasiakan dengan sistem keamanan tingkat tinggi yang tentu saja diatur oleh dirinya sendiri dan hanya bisa diakses oleh orang orang tertentu saja. Seenaknya? Tentu saja tidak, karena setelah hari itu, seluruh hak peninggalan ayah dan ibunya jatuh kepadanya. Sedangkan pamannya itu hanya diminta untuk menyumbangkan namanya saja.

Dia hidup bersama paman serta neneknya. Yah, meskipun begitu pamannya tidak bisa tinggal dalam waktu yang lama dengannya.

Kedua orang tuanya meninggal ketika umurnya masih terbilang sangatlah muda. Sejak saat itu, ia di didik untuk menjadi penerus perusahaan keluarganya. Meski terlalu awal, ia sanggup menjalaninya.

Orang orang percaya bahwa pamannya lah pemimpin dari Perusahan, tetapi itu hanya untuk mengisi kekosongan kursi pemimpin, karena ia tau bahwa pamannya juga punya kesibukan dan keluarga yang tengah menunggu kepulangannya. Dan yang sebenarnya mengatur seluruh perusahaan warisan ayahnya adalah Kuroko Tetsuna.

Princess Doll

tok! tok! tok!

"Tetsuna! Kau didalam?" Tanya seorang pria paruh baya yang sedang mengetuk pintu kamar ponakannya yang berukuran sangat besar. Dilihat dari raut wajah serta posisi tubuhnya yang tegas, dapat dibilang Kuroko Roumi-paman Tetsuna- adalah sosok orang yang tegas.

Beberapa detik kemudian, pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis bersurai biru dengan muka datarnya.

"Ada apa Ojii-sama?"

"Kau sudah mempersiapkan keperluanmu untuk sekolah barumu?" Tetsuna mengangguk pelan.

"Bagus. Sekarang bolehkah paman minta tolong?" Tanya pamannya yang tadinya merupakan sosok yang tegas menjadi sosok yang tengah memohon dengan jurus puppy eyes nya.

Tetsuna menghela nafas pelan lalu menatap bosan pamannya. Dia tau apa yang ingin diminta pamannya kepadanya.

"Maukah kau mengurus berkas yang ada di meja kerja paman?"

Tetsuna hanya menatap pamannya dalam diam, tidak mengeluarkan suara. Sang paman berkeringat dingin. Selang beberapa menit, barulah Tetsuna menjawab.

"Baiklah."

Pamannya menatap senang ponakannya yang baik hati itu. Jarang jarang Tetsuna mau membantunya tanpa mengeluarkan ceramah ceramah panjang yang dilontarkan kepadanya.

"Bersyukurlah kali ini aku tidak menceramahimu karena tenggorokanku sedang sakit. Jadi, setelah tenggorokanku sembuh, bersiap siaplah Ojii-sama." Lanjut Tetsuna yang dibalas anggukan lemas pamannya.

"Terus, kali ini kau mau kemana?" Tanya Tetsuna sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Hehe.. paman mau ke Afrika." Jawab Roumi sambil cengengesan.

"Oh, begitu."

Blam!

Pintu tetutup, menyisakan Roumi yang berjalan gontai menjauhi kamar Tetsuna. Dalam hati, dirinya menyesal karena tidak dapat meluangkan waktunya demi keponakan tersayangnya itu.

xxx

Pagi yang cerah menyambut hari pertama Tetsuna masuk Teiko Senior Highschool. Bunga bunga sakura bermekaran disetiap jalanan jalanan menuju sekolah paling terkenal di Jepang tersebut.

Tetsuna sengaja agar tidak diantarkan oleh supirnya karena tidak mau menjadi pusat perhatian. Lagi pula jarak ke sekolah tidaklah jauh.

Tetsuna berjalan diantara kelopak bunga sakura yang berjatuhan sambil membaca novel yang berada ditangannya. Kalau saja bukan karena hawa keberadaannya yang tipis, maka dengan pastinya dirinya akan dikerubungi oleh orang orang yang mencoba berkenalan dengannya atau sekedar manawarkan klub kepadanya.

Dia merasa sangat berterima kasih pada bakatnya yang satu ini, karenanya, Tetsuna tidak menjadi perhatian publik sama sekali. Tetapi tetap saja, beberapa orang pasti dapat menyadarinya dan hal itu membuat orang lain menyadarinya juga.

Demi menjaga identitasnya, Tetsuna mulai memakai kacamata tebal dan mengikat rambutnya rendah di samping kepala. Mengapa tidak memawai wig, make up atau lain lainnya untuk mengubah wajahnya? Jawabannya simpel, malas.

Kakinya melangkah menuju kelas yang akan ditempatinya selama setahun itu.

1-A

Pintu terbuka, memperlihatkan ruang kelas mewah yang masih kosong tersebut. Tetsuna berjalan menuju bangku dideretan paling belakang dan dekat dengan jendela. Dia meletakan tasnya disamping meja, mendudukan dirinya, lalu melanjutkan membaca novel.

Setengah jam berada di kesunyian, akhirnya pintu terbuka menampakan murid murid lainnya. Murid murid terus berdatangan sampai salah seorang murid menyita perhatiannya.

Dengan segera, Tetsuna menutup bukunya dan bergerak menghindari serangan meremukan murid itu.

"KUROKOCCHI!!"

Brukh!

Tubuh murid berambut kuning itu menabrak keras tembok disamping Tetsuna. "Kise-kun, bisakah kau hentikan kebiasaanmu itu?"

Murid dengan nama lengkap Kise Ryouta itu hanya cengengesan dan segera merapikan penampilannya lalu berbalik menghadap Tetsuna. "Hehe.. susah dihilangkan sih.."

Tetsuna mengerjapkan matanya lalu menghela nafas. Dia bangkit lalu menarik Kise keluar kelas. Kise yang tidak mengerti dengan perbuatan Tetsuna merasa kebingungan. "kita mau kemana, Kurokocchi?"

"UKS. Hidungmu berdarah dan pipimu agak lembam karena menabrak dinding tadi." Jawab Tetsuna dengan wajah datarnya.

"Tak apa kok! Hanya segini."

"Itu tak baik. Jika dibiarkan, luka itu akan akan semakin terasa sakit." Kise menangis terharu melihat perlakuan Tetsuna.

Setelah lamanya berjalan, akhirnya mereka sampai di UKS. Karena guru UKS pada saat itu tidak ada, maka Tetsuna sendirilah yang mengobati luka Kise.

Di kelas

Murid murid yang berdatangan segera mencari tempat duduk dan mencoba untuk berkenalan dengan yang lainnya. Tapi, ada satu kelompok yang menyita perhatian mereka, kelompok itu berkepala merah, hijau dan pink.

"Kise belum berangkat ya?" Tanya si rambut hijau.

"Tidak, dia sudah berangkat. Hanya saja, dia sedang keluar." Jawab si rambut merah.

"hee.."

Bisik bisik mulai terdengar. Siapa yang tidak kenal dengan mereka bertiga? Putri dari desainer terkenal Momoi Ayano, Momoi Satsuki. Putra dari pemimpin rumah sakit terbesar nomor satu di jepang, Midorima Shintarou. Dan, calon pemimpin perusahaan terbesar nomor satu di Jepang yang hampir meliputi segala bidang, anak dari Akashi Yuuzurou dan Akashi Seina, Akashi Seijuurou.

"Ne, kenapa orang orang di kelas pada melihat kearah kita?" Tanya si rambut pink-Satsuki-yang tidak biasa menjadi pusat perhatian.

si rambut hijau-Midorima- mendengus tidak peduli. "Abaikan saja, nanodayo."

"Oh ya, Shintarou, barang yang ku minta, sudah kau bawa?" Tanya si rambut merah-Akashi- kepada Midorima.

Midorima mengangguk sambil menunjukan beberapa lembar kertas formulir pendaftaran klub basket. Akashi mengambil kertas tersebut lalu menyerahkannya kepada Satsuki.

"Satsuki, isi kertas ini lalu serahkan kepada klub basket dan kau akan mendaftar sebagai manajer klub basket." Perintah Akashi.

Satsuki menerima kertas tersebut tanpa membantah lalu menyimpannya di tasnya. "Um, akan kulakukan waktu jam istirahat nanti."

"Ki-chan belum kembali juga ya.. apa dia bersama Dai-chan dan Mukkun di kelas sebelah ya?" Tanya Satsuki.

"Entahlah." Balas Midorima.

Brak-

Pintu ruang kelas terbuka, menampakan Kise dan Tetsuna yang berjalan memasuki kelas.

"Ne, kenapa Ki-chan bisa terluka begitu?" Tanya Satsuki.

"Benar juga, nanodayo." Timpal Midorima.

"Begitu kah? Aku malah lebih penasaran dengan orang yang berada di sampingnya." Ujar Akashi.

"Eh, apa kau katakan Akashi? Bukankah dia hanya sendirian, nanodayo."

"Sou! Sou!"

Akashi melirik kedua temannya lalu kembali memperhatikan Tetsuna yang berjalan sambil menundukan kepalanya sehingga wajahnya tidak keliatan dengan jelas.

Midorima dan Satsuki mulai mencari keberadaan yang di sebutkan oleh ketua mereka di samping Kise, dan seketika bola mata mereka melebar begitu melihat sosok di samping Kise.

'SEJAK KAPAN DIA ADA DI SITU!?'

Kise yang menyadari keberadaan teman temannya segera menghampiri, sedangkan Tetsuna kembali duduk dan melanjutkan kegiatan membacanya.

"Oi! Minna~"

"Kau berisik, nanodayo."

"Eeh? Kau kejam Midorimacchi. Tidakkah kau kangen denganku selama liburan?" Dengan lebaynya Kise bertanya.

"Berhenti berkata hal yang menjijikan, nanodayo!"

"Ma~ ma~ ngomong ngomong, siapa yang berjalan denganmu tadi?" Tanya Satsuki.

"Ooh, namanya Kuroko Tetsuna. Aku pernah sekelas dengannya waktu smp." Jawab Kise dengan senyum lebar.

Akashi mematung. Rasanya ia pernah mendengar nama ini.

"Hee.." respon Satsuki dan Midorima.

"Lalu! Lalu! Kurokocchi itu orangnya sangat jenius! Pintar di segala hal! Aku bahkan tidak pernah melihatnya tampak kesusahan! Dia sangat baik hati, perhatian- um.. mungkin.."

"Tapi, hawa keberadaannya sangat tipis ya? Aku dan Midorin saja awalnya tidak menyadarinya, hanya Akashi-kun saja." Ujar Satsuki heran.

"Dia memang memiliki hawa keberadaan yang tipis. Katanya sih, dari lahir."

"he.. tapi kenapa Ki-chan bisa menyadarinya?"

"habis, aku pikir dia murid pindahan. Aku kan tidak menyadarinya waktu awal sekolah." jawaban polos Kise membuat mereka swetdrop.

"tapi.. selama aku bersamanya, aku tidak pernah melihatnya berekspresi."

"Apa maksudmu, nanodayo??"

"waktu aku menjahilinya, dia tidak marah. Waktu aku bercanda dengannya, dia tidak pernah tertawa atau tersenyum. Dia tidak menangis, dia tidak mengeluh. Dia seperti.. boneka." Kise melirik sendu kearah Tetsuna.

"Sonna..." Satsuki menutup mulutnya dengan satu tangan, matanya berkilau ingin mengeluarkan air mata, padahal reaksi yang lainnya biasa biasa saja. Salahkan sifatnya yang mudah terbawa suasana itu!

Mereka hanya terdiam sampai Satsuki tiba tiba berdiri lalu menghampiri meja Tetsuna dan memeluknya dengan erat sambil menangis.

Tetsuna kelabakan mendapati teman sekelasnya tiba tiba memeluknya sambil menangis. "Ano... ada apa?" Tanya Tetsuna dengan sopan.

Satsuki mengangkat kepalanya. Kedua mata mereka bertemu. Sadar akan sesuatu, Tetsuna segera menundukan wajahnya.

"K-kau melihatnya?" Tanya Tetsuna pelan.

"Eh?"

"Wajahku."

"Iya, aku melihatnya kok. Aku tidak tau kalau kau itu sangat can-" belum sempat Satsuki menyelesaikan kalimatnya, mulutnya sudah dibekap.

"Tolong rahasiakan. Jangan bicarakan wajahku." Pinta Tetsuna dengan datar lalu melepaskan tangannya dari mulut Satsuki. Satsuki mengerjapkan matanya matanya bingung, kesedihannya hilang seketika. "Iya.."

"Lalu, kau kenapa?" Tanya Tetsuna sambil sedikit mendongakan kepalanya.

Satsuki yang mengingat tujuannya kemari segera memegang kedua tangan Tetsuna dan menatap dengan serius."Na-namaku Momoi Satsuki! Mari berteman!"

"Hah?" Bahkan orang orang dikelaspun menatap aneh Satsuki yang tiba tiba saja berbicara seperti itu termasuk teman temannya.

"Aku sangat ingin berteman denganmu! Boleh ya? Ya? Ya?" Satsuki menatap dengan penuh harap.

Tetsuna menatap datar teman sekelasnya yang em.. sedikit aneh? "Boleh kok." Tetsuna segera berdiri, kedua tangannya memegang novel di depan.

"Namaku Kuroko Tetsuna, salam kenal, Momoi-san." Ucap Tetsuna dengan sopan sambil membungkukan badannya 45 derajat.

Satsuki mengerjapkan matanya lalu tertawa pelan. "Kau tak perlu formal seperti itu! Panggil saja aku Satsuki dan aku akan memanggilmu Tetsu-chan! Oke?"

"Baik, Satsuki-san."

Satsuki cemberut. "Tidak pakai suffik 'san'!"

"Kalau begitu, Satsuki-chan?" Tanya Tetsuna sambil memiringkan kepalanya.

Satsuki yang melihat keimutan Tetsuna itu segera memeluk Tetsuna dengan erat. "Ukh.. se-sak Satsuki-chan.."

"Hehe.. maaf.. maaf.."

"Oh ya, akan ku kenalkan teman temanku pada mu." Satsuki menarik Tetsuna dan membawanya menuju teman temannya.

"Minna! Aku membawanya kesini. Nah, Tetsu-chan, perkenalkan yang berkacamata namanya Midorima Shintarou dan yang berambut merah namanya Akashi Seijuurou. Kau sudah kenal Ki-cha- maksudku Kise-kun kan?" Tetsuna mengangguk sopan.

"Hai', Kuroko Tetsuna desu. Yoroshiku Onegaishimasu, Midorima-san, Akashi-san." Ucap Tetsuna sambil kembali membungkukan badannya.

"Salam kenal. Dan, tak perlu seformal itu." Balas Midorima.

"Hai', Midorima-kun."

'Datar.' Batin Midorima.

Kini heterocrome bertemu dengan aquamarine. Namun, Tetsuna segera menundukan wajahnya.

Akashi yang melihatnya tanpa sadar mengangkat tangannya, memegang dagu Tetsuna lalu menariknya keatas sehingga kini wajah Tetsuna terlihat dengan jelas.

Sadar bahwa wajahnya kini terlihat, Tetsuna reflek menepis tangan Akashi dan mundur beberapa langkah. Akashi dan yang lainnya mengerjapkan matanya. Sadar akan tindakannya, Tetsuna segera membungkuk minta maaf.

"Maaf, itu reflek."

'Datar banget!'

"Ah, tidak apa apa, aku juga maaf." Ucap Akashi sambil tersenyum. Tetsuna mungkin tidak mengerti arti dari senyuman Akashi, tapi yang sudah mengenal akashi sejak lama pasti tau.

'Dia marah karena ditentang!' Batin Midorima, Satsuki, dan Kise yang bergidik ngeri.

Brak-

Pintu terbuka, menampakan seorang guru yang memasuki kelas. Seluruh murid segera menempati tempat duduknya masing masing.

"Selamat pagi, saya adalah wali kelas kalian. Nama saya Hayasaka Meiko. Salam kenal." Guru perempuan tersebut tersenyum dan sedikit membungkukan badannya kearah murid muridnya.

"Sebelumnya, saya ada panggilan kepada Kuroko Tetsuna-san. Kuroko-san?" Tanya Hayasaka sensei.

Tetsuna yang mendengar namanya di sebut, segera mengangkat tangannya, "Hai' " lalu berdiri dan maju kedepan.

Hayasaka sensei kaget saat mendapati Tetsuna yang sudah ada di depannya. "Ba-baiklah, kau pergilah menuju ruang kepala sekolah. Kau tau jalannya kan?"

"Hai', saya tau. Kalau begitu, permisi." Tetsuna membungkuk hormat kepada gurunya sebelum melenggang pergi.

"Sekarang, kelas di mulai." Ucap Sensei mengawali kelasnya.

"Psst! Ki-chan! O~i!" Bisik Satsuki kepada Kise yang duduk di sampingnya.

Merasa ada yang memanggil, Kise menengok kesamping. "Ada apa, Momocchi?"

"Kau tau kenapa Tetsu-chan dipanggil?"

Kise mengedikan bahunya. "Entahlah, waktu SMP dia juga pernah dipanggil saat hari pertama sekolah."

"Sou ka.." Satsuki mengalihkan pandangannya ke depan dan mulai menyimak wali kelasnya yang sudah mengoceh di depan kelas.

xxx

Teng! Teng! Teng!

Bel tanda pulang sekolah berbunyi dan para guru pun keluar dari kelas disusul murid muridnya.

"Ugh.. aku tidak menyangka hari pertama sekolah terasa sangat membosankan. Para guru dari tadi tidak berhenti mengoceh. Haahhh..." Kise meregangkan tubuhnya lalu mendesah lelah.

"Benar juga ya.. Tetsu-chan juga belum kembali kembali. Apa perlu ku jemput ya?" Ujar Satsuki yang mengkhawatirkan teman barunya.

"Sebaiknya tidak usah." Ujar Akashi.

"Eh? Kenapa?"

"Dia sedang mengurus sesuatu yang penting dan sebaiknya kita tidak mengganggunya. Lagi pula mungkin dia sudah pulang." Jelas Akashi yang sedang berkemas lalu berjalan keluar sekolah menuju supir pribadinya yang sudah menunggunya.

"Tumben sekali Akashicchi peduli dengan orang yang baru dikenalinya." Heran Kise diikuti anggukan dari Satsuki.

Sedangkan Midorima hanya menatap punggung Akashi yang menjauh dengan tatapan yang sulit diartikan.

'Apa yang sedang kau rencanakan, Akashi?'

xxx

Sret- Sret- Sret-

Di sebuah ruangan berukuran besar dan mewah, terlihat surai biru yang sangat berantakan tengah mengurusi tumpukan tumpukan dokumen. Membaca, menulis, lalu menanda tangani, kegiatan yang dia lakukan berulang kali sampai membuat penampilannya berantakan. Matanya melirik kearah jam berukuran besar itu.

07.00 malam.

Helaan nafas terus meluncur dari mulutnya. Salah satu tangannya yang bebas, ia gunakan sebagai penopang kepalanya sambil sesekali menarik narik rambutnya karena stres dan lelah.

"Dasar Ojii-sama ku itu.. aku tidak tau kalau ia akan berangkat hari ini. Kalau pulang awas saja." Segala umpatan meluncurkan dengan mulus tanpa hambatan. Yap, sosok yang sedari tadi bekerja adalah Tetsuna yang selalu mengeluarkan umpatannya.

Setelah Tetsuna dipanggil ke ruang kepala sekolah, ia diberitahukan untuk segera pulang oleh pamannya yang menitipkan pesannya kepada kepala sekolah.

Lagi pula kenapa harus menitip pesan ke kepala sekolah? Apakah pamannya saking lupanya dengan barang canggih bernama handphone?

Jawabannya mudah, sudah pasti Roumi tidak berani berbicara dengannya. Kadang kadang Tetsuna meragukan usia pamannya, karena selain terlihat muda, sifat kekanak kanakan Roumi sering membuat Tetsuna memijat kepala.

Dengan terpaksa, Tetsuna harus izin di hari pertama sekolahnya. Setibanya di rumah, ia mendapati ruangan yang biasanya digunakan untuk bekerja kini penuh dengan tumpukan tumpukan dokumen yang harus di periksa hari ini.

Sebenarnya pamannya berpesan agar pelan pelan saja dalam mengerjakannya. Akan tetapi bukan Kuroko Tetsuna namanya kalau membiarkan berkas berkas itu terlantar diruang kerjanya begitu saja.

Maka dari itu, Tetsuna berupaya untuk menyelesaikan semuanya hari ini.

Para maid dan butler yang bekerja dirumahnya sesekali menengok untuk memastikan kondisi majikan tersayang mereka.

Walaupun terkesan datar, Tetsuna tidak pernah menyusahkan para pembantu di rumahnya seperti bersikap sombong, menganiyaya, merendahkan atau lainnya. Malahan ia sering membantu para maid dan butlernya dikala sedang senggang, dan para pembantunya sering kelabakan saat mendapati majikannya yang terlihat kotor karena membantu memelihara taman atau ikut membersihkan rumahnya. Bahkan tak jarang Tetsuna memasak sendiri saat ingin mengemil atau lapar.

Tok! Tok! Tok!

Pintu diketuk dari luar, menandakan ada seseorang yang ingin masuk kedalam ruang kerjanya. Tanpa menoleh, Tetsuna segera berucap 'masuk' dan saat pintu terbuka, seorang maid yang usianya sekitar 40-an masuk dengan membawa cemilan serta minuman yang sebelumnya diminta oleh Tetsuna dan meletakannya di meja Tetsuna.

"Ojou-sama, ini pesanan anda."

"Hm.." Tetsuna membalasnya dengan sebuah deheman, matanya masih fokus dengan berkas di tangannya.

"Ojou-sama, tidakkah anda terlalu memaksakan diri?" Tanya maidnya khawatir.

Tetsuna kini menatap maidnya dengan tatapan datar lalu melanjutkan kembali kegiatannya. "Tidak juga, aku hanya tidak mau melihat tumpukan pekerjaan yang menunggu untuk dikerjakan di ruang kerjaku."

"Tapi, Ojou-sama, kalau begitu kondisi tubuh anda akan-"

"Runya, aku bilang tidak. Lagi pula aku sudah minum obat."

Maid yang telah melayani keluarga Kuroko bahkan sebelum Tetsuna lahir itu hanya menghela nafas melihat tingkah nona mudanya itu.

"Ngomong ngomong, bagaimana kondisi Obaa-sama?" Tanya Tetsuna.

"Ruira-sama sedang bersantai di taman. Kondisinya stabil saat ini. Tapi, dia mengkhawatirkan Ojou-sama yang sama sekali tidak menjenguknya seharian ini." Jelas Runya dengan tampang khawatir.

Tetsuna menghela nafas, lalu menatap Runya. "Baiklah, tolong sampaikan kepada Obaa-sama kalau aku tidak bisa bertemu dengannya hari ini. Dan, Runya, maukah kau menjadi teman mengobrolnya untuk hari ini? Aku benar benar sibuk saat ini. Oh ya, satu lagi, panggil aku dengan namaku. Mengerti?"

Ingin menentang, tapi sadar kalau itu percuma. Nonanya ini memang keras kepala. "Wakarimashita. Kalau begitu, saya permisi." Runya membungkuk hormat kepada Tetsuna lalu melenggang pergi.

"Sepertinya aku hari ini aku akan lembur."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC