Lanjutan dari "Time Future", fandom Mega Man.
Disclaimer: All Mega Man Characters dan All Black Rock Shooter Characters punya pemilik masing-masing.
Warning: OCs, OOC, jalan cerita kayaknya membingungkan, kemungkinan bisa melenceng dari canon-nya, ada tokoh yang di-pairing-kan dengan OC, dll.
Episode 1
"Ciel, ayo cepat!" seru seorang pemuda berambut pendek berwarna keabuan dengan pakaian dominan hijau. Dia menarik tangan si gadis pirang berpakaian dominan merah jambu yang terlihat sudah kelelahan.
"Tunggu, Lance! Aku tidak bisa berlari secepat dirimu!" kata Ciel.
"Kalau kita tidak cepat, mereka bisa membunuh kita!" ujar Lance. "Kalau saja kau tidak mementingkan penelitianmu tadi, kita pasti tidak perlu lari-lari seperti ini. Kita pasti sudah di tempat aman sekarang."
Ciel hanya menatap murung. Memang benar. Semua ini salahnya. Kalau saja dia mau ikut dengan yang lain untuk evakuasi, kondisi mereka tidak akan seperti sekarang. Tapi, kenapa Lance mau saja terus bersamanya kalau tahu kondisinya akan seperti ini?
Lance menarik gadis itu masuk ke sebuah bangunan. Pintu ditutup rapat-rapat dan mereka berdua merapatkan badan di dinding. Lance mengintip sedikit dari balik lubang kecil yang terdapat di pintu. Terlihat beberapa robot berbentuk lebah hitam bergaris dan bersayap hijau sebesar anjing dewasa yang lewat begitu saja di depan bangunan yang dijadikan tempat persembunyian Ciel dan Lance.
Lance menghela nafas lega begitu robot-robot lebah itu menjauh. "Untuk sementara kita berhasil lolos." Dia duduk bersandar di samping Ciel yang duduk sambil menunduk murung. "Tempat evakuasi masih jauh. Jadi, kita masih harus bekerja keras untuk sampai ke sana."
"Kalau saja... Zero ada di sini," gumam Ciel.
Lance mendengus. "Bukannya aku tidak percaya padamu kalau Zero ada di suatu tempat, tapi sebaiknya jangan terlalu banyak berharap padanya. Bisa dibilang kondisinya itu mirip X yang juga dulunya menghilang entah ke mana. Tapi, dia juga tidak pernah muncul lagi sekarang."
Keheningan lewat di antara mereka untuk beberapa saat.
"Ngomong-ngomong, Lance, beberapa bulan ini... kau sering sibuk sendiri sampai jarang terlihat. Terlebih semenjak para... alien itu mulai menginvasi. Apa yang sebenarnya kau lakukan belakangan ini?" tanya Ciel, kembali membuka pembicaraan.
Lance terdiam. Dia tidak berani menjawabnya karena Ciel pasti tidak akan mempercayainya. Tidak akan pernah mempercayai apa yang telah ia lakukan itu. Gadis itu pasti akan menganggap dirinya gila karena semua yang dilakukan itu memang secara logis tidaklah mungkin terjadi.
"Lance...," desak Ciel.
Lance tetap tidak mau menjawabnya.
Tiba-tiba langit-langit bangunan di depan mereka runtuh. Lance dan Ciel segera berdiri dan bergerak menjauh. Lance berdiri di hadapan Ciel, bertindak melindunginya. Debu di sana berterbangan dan perlahan mulai memudar.
Terlihat sosok wanita bertopi kerucut ala penyihir dan berambut ungu sebahu. Dia memakai baju hitam yang dikancing tepat di tengah dadanya sehingga belahan dadanya terlihat, legging ungu terang yang bagian lututnya dipasang sabuk untuk menyambung kain hitam panjang dari atas lutut hingga pergelangan kaki. Sabuk pinggang yang cukup lebar melingkar diagonal di pinggangnya dan tangannya yang mengenakan sarung tangan yang terbuat dari logam dengan bentuk seperti rangka jari logam, memegang sebuah kapak besar yang bagian kepalanya berbentuk agak bulat.
Ciel dan Lance tahu siapa gadis itu. Dia adalah salah satu anggota Seven Apostles Kelas A, MEFE. Anggota dari pasukan alien yang menginvasi Bumi sejak beberapa bulan yang lalu.
"Ah~ Kalian ini salah satu anggota Resistance, bukan?" tanya MEFE dengan gaya yang seperti wanita kegenitan. "Akhirnya ada anggota lain yang bisa kubunuh. Aku bosan karena anggota Resistance yang kutemui semakin sedikit saja."
Ciel dan Lance semakin termundur karena kata-kata wanita itu yang terdengar begitu yakin kalau soal membunuh.
MEFE memutar kapaknya sekali dan mengarahkannya ke depan. "Bersiaplah. Kita akan mulai bermain sekarang," ucapnya. Dia pun mulai memasang kuda-kuda menyerang.
Lance tak dapat berkutik karena dia bukan seorang petarung. Hanya seorang ilmuan biasa yang memiliki kelebihan di otak, bukan di otot. Sedangkan Ciel memejamkan erat matanya sambil berharap Zero akan datang menolong seperti dulu.
Zero...
MEFE tiba-tiba lenyap dari pandangan dan tiba-tiba muncul di hadapan Ciel dan Lance dengan kapak yang siap diayunkan. Namun, sebelum kapak diayunkan, sebuah tembakan menjebol pintu dan terus melesat mengenai MEFE hingga wanita itu terhempas jauh. Ciel dan Lance terkejut. Mereka langsung melihat ke arah datangnya tembakan.
Awalnya Ciel mengira itu Zero. Tapi, ternyata bukan. Yang berdiri di sana adalah seorang gadis remaja berusia belasan tahun dengan pakaian serba hitam yang pada jaketnya terdapat gambar bintang putih di bagian dada kiri, berambut hitam panjang sepunggung yang diikat ekor kuda, dan mengenakan kacamata. Di tangan kanannya, terdapat sebuah meriam hitam besar dengan panjang hampir sama dengan tinggi gadis itu.
"Black Rock Shooter...," gumam Lance tanpa sadar.
Ciel mendengarnya, tapi masih belum mengerti apa maksudnya.
Gadis itu melangkah masuk seraya MEFE berdiri sambil mendengus kesal karena terlempar tadi.
"Kurang ajar!" umpat MEFE. "Kau akan membayarnya!"
Wanita ungu itu melesat maju ke arah si gadis hitam. Meriam yang berada di tangan si gadis hitam berubah menjadi sebuah katana hitam. Gadis itu juga melesat maju dan pertempuran di antara mereka pun dimulai dengan sangat sengit.
Lance segera menarik Ciel untuk menjauh dari area pertempuran. Mereka keluar dari gedung. Tepat saat itu, si gadis hitam menjebol dinding karena terhempas. Tapi, dia berhasil mengendalikan tubuhnya agar tetap berdiri biarpun sedikit terseret ke belakang.
MEFE berjalan keluar dari gedung melalui dinding yang jebol. Wajahnya tersenyum senang. "Baru kali ini aku melihat ada manusia yang bisa bertarung seperti itu," ucapnya.
Setetes cairan merah jatuh di atas aspal yang berasal dari pipi si gadis hitam yang tergores. Ciel terbelalak. Gadis itu memang manusia. Tapi, bagaimana mungkin manusia bisa bertarung dengan kekuatan dan kecepatan seperti barusan?
Biarpun begitu, Lance sama sekali tidak terlihat terkejut. Dia malah terlihat... senang juga. Tapi, dalam arti lain. Ciel dapat melihatnya. Terutama setelah pemuda itu menggumamkan kalimat "Black Rock Shooter".
MEFE meletakkan tangannya di pinggang. "Menarik sekali, ya, kau ini. Aku salut," pujinya. "Tapi, aku belum selesai mengujimu." Dia kembali melesat maju.
Kali ini si gadis hitam tidak menggunakan pedang hitamnya. Dia mengubah kembali menjadi meriam hitam yang sebelumnya. Lalu, dia membidik ke arah MEFE. Ditembakkannya meriamnya itu. Peluru yang berupa bola-bola energi biru melesat ke arah MEFE, tapi MEFE dapat menghindarinya sehingga dia berhasil tiba di tempat si gadis hitam. Dia mengayunkan kapaknya dengan sangat cepat dan kuat. Untunglah si gadis hitam dapat menghindarinya tepat waktu. Serangan MEFE jadi mengenai aspal jalan dan menimbulkan dentuman keras. Aspal jalan sampai ada yang terlepas dan retak.
Si gadis hitam segera melakukan serangan selanjutnya. Dia mengubah meriamnya menjadi machine gun dengan tiga moncong peluru. Ukuranya jauh lebih besar dari meriamnya yang sebelumnya. Dia menembakkan senjatanya itu. Ratusan peluru melesat ke arah MEFE dalam kecepatan tinggi. Selongsong pelurunya yang kosong berterbangan keluar dari dalam senjatanya.
MEFE mencoba menangkisnya dengan kapaknya. Tembakan dari si gadis hitam membuat debu di sekitar MEFE berterbangan hingga wanita itu tidak lagi terlihat karena tertutup debu.
Si gadis hitam menghentikan tembakannya. Lalu, dikembalikannya wujud senjata itu seperti semula. Debu di sekitar MEFE mulai menghilang dan memperlihatkan MEFE yang terduduk sambil memegang kapaknya. Wajahnya tampak lelah.
"Kau ternyata di luar dugaan, ya," ucap MEFE yang masih bisa-bisanya memasang senyum angkuh. "Tapi, bukan berarti aku akan menyerah."
Dalam sekejap MEFE menghilang.
Si gadis hitam meletakkan meriamnya di punggungnya. Tangan kanannya mengangkat sedikit meriamnya yang berada di belakangnya itu di bagian pangkal senjatanya. Ciel dan Lance berjalan menghampiri gadis itu.
"Terima kasih. Kau telah menolong kami," ucap Ciel.
"Sama-sama," sahut si gadis hitam.
"Aku Ciel dan ini temanku Lance. Kami dari Resistance." Ciel memperkenalkan dirinya dan Lance. "Boleh kami tahu siapa namamu?"
Si gadis berpakaian serba hitam itu terdiam sejenak. "Namaku Tia," jawabnya.
"Kalau begitu, Tia, kau mau ikut kami ke tempat kami?" ajak Ciel.
"Ya, tentu saja," jawab Tia sambil tersenyum tipis. "Aku juga bisa sekali melindungi kalian dalam perjalanan."
"Baguslah. Ayo, kita jalan sekarang saja," kata Ciel semangat.
Mereka bertiga kemudian berjalan meninggalkan tempat yang sempat manjadi area pertarungan itu.
Lance melirik ke arah Tia yang melihat-lihat sekitar dan tersenyum penuh arti.
"Hei, Tia, kalau boleh tahu, kau berasal dari mana?" tanya Ciel, kembali membuka pembicaraan.
"Yang jelas jauh dari sini," jawab Tia. "Bukannya aku tidak mau memberitahu, tapi aku hanya tidak ingin tempatku yang belum dijangkau mereka sampai diketahui musuh karena aku mengatakannya. Orang-orang di tempat tinggalku sama sekali tidak ada yang tahu mengenai semua kekacauan ini."
"Belum tahu?" Ciel merasa heran. Soalnya serangan alien itu seharusnya sudah tersebar luas. "Setidaknya mereka di sana masih aman, 'kan?"
"Ya," sahut Tia.
"Dan kau... benar-benar manusia?" tanya Ciel berhati-hati. Takut akan menyinggung perasaan Tia.
Tia terdiam sejenak. "Aku benar-benar manusia murni," jawabnya. "Aku mengerti kalau kalian tidak akan percaya bahwa aku manusia karena aku bisa menyaingi kekuatan wanita tadi."
"Maaf," ucap Ciel menyesal.
"Tidak apa-apa," sahut Tia sambil tersenyum agar memperlihatkan dirinya memang tidak akan tersinggung akan hal itu.
"Sekarang... kita bisa lebih tenang karena ada yang bisa menyaingi mereka," kata Lance. "Kita tertolong," sambungnya sambil menatap Tia.
"Ya," sahut Ciel. "Mohon bantuannya, ya, Tia," ucapnya pada Tia.
Tia hanya mengangguk sedikit sambil tersenyum tipis.
-x-x-
"Kak Ciel!"
Alouette berlari ke arah Ciel yang baru masuk dan langsung memeluknya dengan sangat erat. Ciel membalas pelukannya. Anggota Resistance yang lain pun terlihat sangat senang dan lega dengan kedatangan Ciel yang dalam keadaan selamat. Lance hanya menatap sambil tersenyum di belakang Ciel.
"Aku pulang, Alouette," ucap Ciel pelan.
Alouette melepas pelukannya. Wajahnya terlihat cemas. "Aku cemas sekali karena Kakak lama sekali datangnya."
"Maaf, ya. Tidak akan Kakak ulangi lagi, kok. Kakak janji," kata Ciel.
"Kau benar-benar membuat kami gelisah saja." Neige berjalan menghampiri Ciel. "Lain kali, kami akan benar-benar menyeretmu dengan paksa bila kau mengulanginya lagi," ancam gadis berambut merah itu.
Mendadak semuanya terdiam begitu Tia masuk. Penampilannya yang mencolok disertai dengan meriam besar yang dibawanya, benar-benar membuatnya menjadi pusat perhatian.
"Oh, perkenalkan semua. Dia ini Tia. Dia yang akan membantu kita menghadapi Seven Apostles," kata Ciel, memperkenalkan Tia.
Tia mengangguk sedikit sambil tersenyum tipis.
Semua yang ada di ruangan tersebut saling berbisik. Tia jadi terlihat tidak tenang karena hal itu.
Neige berjalan mendekati Tia. Dia memperhatikan Tia dari atas sampai bawah. "Kau tidak terlihat kuat sebenarnya," komentarnya, "kalau saja kau tidak membawa benda besar di belakangmu itu. Itu apa?"
"Ini... senjataku," jawab Tia. "Kunamakan Rock Cannon." Dia memperlihatkannya ke depan.
Neige semakin terkejut setelah melihat dengan jelas besarnya senjata itu. Begitu juga dengan anggota Resistance yang lain.
"Kau tidak merasa berat?" tanya Neige.
"Bagiku tidak," jawab Tia. "Aku tidak tahu kalau menurut kalian. Tapi, kenapa kalian terkejut melihatnya? Kupikir kalian tidak akan terkejut."
Lance mulai berfirasat tidak enak bagi dirinya.
"Apa maksudmu?" tanya Ciel tidak mengerti.
Tia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan selembar kertas. "Senjata ini kuterima beserta kertas ini. Di sini tertulis kalau senjataku ini dikirim oleh salah satu ilmuan dari sini. Tapi, karena ditulis dengan cara diketik, aku bisa berkesimpulan kalau siapa saja bisa melakukannya."
Semua jadi saling pandang dengan tatapan heran dan bingung. Ciel yang lebih bingung lagi. Ilmuan yang ada di Resistance saat ini hanyalah dirinya dan Lance. Dan dirinya tidak mengirim benda semacam itu. Melihat saja baru kali ini. Itu artinya...
Lance hendak mengendap-endap pergi. Sayangnya, Tia membanting moncong Rock Cannon dengan keras yang membuat Lance terhenti. Tia menoleh ke arahnya.
"Kau yang kirim?" tanyanya dengan tatapan dingin dan tajam.
Tatapan semuanya langsung tertuju pada Lance. Pemuda itu jadi tidak berkutik. Dia akhirnya menyerah. "Ya, aku yang mengirimnya," jawabnya.
"Kau yang membuat senjata ini?" tanya Ciel tidak percaya. "Apa ini yang membuatmu sibuk belakangan ini?"
"Ya, Ciel. Aku sibuk dengan semua pembuatan itu. Aku pun harus mencari siapa yang bisa menggunakannya. Dan akhirnya aku menemukan Tia yang kurasa bisa menggunakannya. Soalnya aku tidak lagi mau mengharapkan pahlawan kita di masa lalu akan muncul lagi. Bukannya aku tidak percaya. Hanya saja kita harus segera mencari bantuan baru sebelum semua bertambah buruk."
Tia masih menatap tajam padanya. Lance tahu siapa gadis itu sebenarnya. Gadis itu pasti marah karena membuatnya datang ke sini dan terlibat dengan masalah yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dirinya.
Tatapan mata Tia berubah menjadi terlihat biasa. "Terima kasih senjatanya. Itu sangat membantu," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Lance menangkap makna lain dari ucapan Tia itu. Dia merasa kalau Tia pasti ingin membicarakannya berdua saja dengan dirinya.
"Ng... Ciel," panggil Tia.
"Ya?" sahut Ciel.
"Apa kau tahu Reploid yang bernama X dan Zero? Aku ingin bertemu dengan mereka."
Semua orang jadi menatap terkejut.
"Ada yang salah?" tanya Tia bingung.
"Mereka...," Ciel tampak ragu.
"Mereka sudah lama menghilang," jawab Lance yang melanjutkan jawaban Ciel.
Tia terbelalak syok. "Menghilang?"
-x-x-
Tia tidak dapat percaya dengan apa yang barusan diucapkan Lance. X dan Zero menghilang?
"Setelah Perang Elf, X menghilang. Kabarnya dia menyegel Dark Elf yang saat itu digunakan untuk mengakhiri perang," jelas Lance. "Lalu, setelah senjata Ragnarok dihancurkan oleh Zero, dia juga menghilang sampai sekarang. Banyak yang berpendapat dia tidak mungkin selamat dari ledakan saat Ragnarok hancur. Tapi, banyak juga yang percaya dia selamat dan kini berada di suatu tempat."
Tia semakin terguncang.
"Apa kau sama sekali tidak tahu tentang mereka berdua?" tanya Ciel.
"Tidak," jawab Tia. "Aku... hanya mendengar kabar mereka yang selama ini banyak menolong. Jadi, begitu tiba di sini, aku ingin sekali bertemu mereka. Tapi, ternyata mereka... Mungkin bukan keberuntunganku untuk bisa bertemu mereka."
Tia mencoba bersikap kalau dirinya hanya kecewa biasa karena tidak bisa bertemu dengan X dan Zero. Tapi, sebenarnya dirinya merasa sangat sedih karena orang yang dia kenal dulu telah hilang. Dia ingin menangis, tapi ditahan saja. Hanya saja... semua itu... kenapa terasa ada yang mengganjal saja di pikirannya?
Tia melirik ke arah Lance. Dia yakin pemuda itu pasti tahu semuanya. Tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah Tia mengetahui kalau pemuda itu yang mengirimnya senjata. Pemuda itu juga pasti orang berjubah yang pernah ia temui saat berada di Markas Maverick Hunter. Dan dia pun yakin, pemuda itulah yang membuatnya kini berada di tempatnya berada sekarang.
-x-x-
Tia menemui Lance yang berada di ruangannya sendirian. Ruangan yang penuh dengan komputer dan berbagai macam dokumen dan peralatan elektronika yang tentu saja tidak ada di zamannya, di masa lalu. Awal abad 21.
Lance berbalik ketika menyadari ada yang datang. Dia tidak terkejut begitu melihat Tia yang datang ke ruangannya. "Kau pasti ingin tahu semuanya," tebaknya.
"Jelaskan semuanya. Juga mengenai rencanamu padaku. Aku yakin kau melakukan semua ini setelah kau merencanakannya. Apa tujuanmu sebenarnya?"
Lance kembali menghadap ke meja kerjanya. "Bukannya bermaksud memanfaatkanmu," ujarnya. "Sekarang keadaan di masa kini sangatlah kacau. Apalagi setelah kepergiannya X dan Zero. Aku membuat penelitian yang bisa dianggap gila. Jadi, aku membuatnya diam-diam. Penelitian itu kuberi nama Black Rock Shooter. Aku melakukan penelitian itu agar manusia bisa bertarung dengan alien itu. Sebab kalau membuat Reploid yang seperti X dan Zero, kurasa waktunya tidak akan cukup. Bisa-bisa kami semua sudah musnah duluan sebelum Reploid itu rampung."
Tia mendengarkan dengan diam sambil bersandar di dinding.
"Aku memilihmu karena hanya kau yang memiliki DNA yang pas untuk menggunakan obat yang kubuat itu," lanjut Lance. "Tapi, karena kau yang memiliki DNA itu berasal dari masa lalu, aku pun harus mencari cara untuk memanggilmu ke sini."
"Dari mana kau mendapatkan DNA-ku dan bagaimana kau bisa tahu aku dari masa lalu?" tanya Tia.
"Mungkin ini sebuah keberuntungan. Secara tidak sengaja aku menemukan rambutmu di reruntuhan kota lama yang telah hancur ketika masa Perang Maverick. Setelah kuteliti, kau memiliki DNA yang kucari. Namun, begitu kucaritahu tentang dirimu dari data penduduk, ternyata kau berasal dari masa lalu. Jauh dari masa lalu," jelas Lance, pandangannya tetap pada komputer yang ada di depannya.
"Kau menemukannya saat kau keluar negeri?" tanya Tia.
"Ya," jawab Lance.
"Itu artinya kau sudah melakukan penelitian ini sebelum penyerangan terjadi. Aku rasa mustahil kau bisa pergi ke luar negeri di saat terjadi pertempuran ini," duga Tia.
"Memang benar," sahut Lance. "Penelitian itu aku lakukan beberapa bulan sebelum penyerangan terjadi. Mungkin ini sedikit konyol, tapi ketika itu aku secara tidak sengaja menangkap pesan dari alien itu yang berisi kalau mereka akan melakukan invasi ke Bumi. Itu sebabnya aku langsung melakukan penelitian ini."
"Lalu... mengenai caramu memanggilku ke sini dan juga mengirimku ke masa sekitar seratus tahun yang lalu?" Tia sudah tahu kalau dirinya sekarang berada di masa sekitar 100 tahun yang akan datang dari kunjungannya yang sebelumnya.
"Itu juga karena aku menemukan alat dimensi waktu yang entah dibuat oleh siapa. Tapi, sudah rusak setelah kupakai untuk membawamu ke sini. Lebih tepatnya hancur karena terkena serangan. Dan mengenai kenapa aku mengirimmu ke masa 100 tahun yang lalu saat di mana keadaan bisa dibilang masih dikategorikan 'aman', itu supaya kau ada alasan untuk kembali untuk menolong bila mengetahui ada masalah yang akan terjadi pada tempat di mana teman-temanmu berada. Itu setelah aku berusaha mencari informasi kapan sebenarnya Perang Maverick dimulai. Kau tidak akan mau menolong kami kalau kudatangkan kau begitu saja tanpa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau pasti akan minta langsung dipulangkan."
Tia terdiam sejenak. "Kalau alat itu kini sudah rusak, aku tidak akan bisa pulang ke masaku. Aku terjebak di sini, 'kan?"
Lance menghentikan pekerjaannya. "Maafkan aku soal itu. Sebenarnya aku sudah berencana memulangkanmu bila semua pertarungan ini selesai. Tapi, aku tidak menyangka kalau alatnya malah akan rusak saat kau sudah kubawa ke sini."
Tia melangkah ke depan pintu dan berhenti di sana. "Semua sudah terjadi. Aku juga sudah memutuskan untuk membantu di sini. Aku anggap ini hanya melanjutkan perjuangan X dan Zero... yang sangat aku sayangi." Lalu, dia melangkah keluar.
Lance menunduk. Sebenarnya dia merasa sangat bersalah juga telah melibatkan orang yang seharusnya tidak terlibat sama sekali.
"Maaf, Tia... Maaf... Black Rock Shooter..."
-x-x-
Langkah Tia berhenti ketika dia sudah berada jauh dari ruangan Lance. Tubuhnya yang mendadak terasa lemas, bersandar di dinding. Suara isak tangis keluar dari mulutnya. Air matanya pun mengalir di pipinya.
Rencana kalau dirinya akan pulang dengan selamat setelah masalah di masa depan ini selesai, telah pupus setelah tahu kenyataannya dari Lance. Dia akan terjebak di masa depan selamanya.
Maaf, semuanya... Aku... sepertinya tidak akan bisa pulang...
-x-x-
Di layar monitor detektor, muncul banyak sinyal merah yang menandakan adanya benda asing yang mendekat. Setelah diselidiki...
"Terdeteksi pasukan alien mendekat!" seru Rouge.
"Apa?" seru Ciel, terkejut.
"Mereka masih jauh, tapi... kalau jumlahnya sebanyak ini..."
Ciel menjadi khawatir dengan keadaan sekarang.
"Eh, tunggu. Ada sesuatu yang bergerak cepat ke tempat mereka," sambung Rouge. "Akan kutampilkan di layar."
Tak lama kemudian, layar monitor utama menampilkan gambar orang yang bergerak cepat. Semuanya yang berada di ruang operator, terkejut melihat siapa itu.
"Tia? Sejak kapan?" gumam Ciel.
Lance yang berdiri di dekat pintu, hanya menatap dengan pandangan sayu ke layar monitor utama.
-x-x-
Tia terus berlari dengan kecepatan tinggi. Tangan kanannya membawa Rock Cannon. Jauh di depannya, dia dapat melihat para robot berbagai ukuran yang bergerak mendekat. Lalu, Tia melompat ke jauh di udara sambil men-charge Rock Cannon. Kemudian dia menembakkan meriamnya itu ke arah para robot alien. Cahaya energi yang ditembakkan begitu besar dan memusnahkan hampir semua robot yang datang.
Tia mendarat ke permukaan tanah. Dia mengubah senjatanya menjadi pedang besar dan kembali berlari maju ke arah para robot. Para robot yang tersisa dia tebas dengan pedang besarnya itu. Ketika berhadapan kembali dengan robot berukuran besar yang memiliki moncong seperti meriam dan berkaki enam seperti serangga, Tia mengubah kembali senjatanya menjadi Rock Cannon, lalu menembak tepat di tengah moncong robot itu sehingga robot itu meledak. Tia segera melompat menjauh.
Baru juga kakinya menginjak permukaan tanah, puluhan peluru bola energi kecil melesat ke arahnya yang membuatnya langsung melompat kembali menghindari serangan. Saat tengah melayang di udara, dia melihat wanita ungu yang tadi, MEFE, tengah bersiap menebaskan kapak hitam ungu besarnya.
Tia segera menangkis serangan MEFE dengan Rock Cannon. Tapi, serangannya yang begitu kuat dan tengah melayang, membuat Tia tetap terhempas dengan cepat ke tanah sampai tanah berkawah. Tia meringis kesakitan.
Ketika dia membuka matanya, dia melihat MEFE sedang meluncur ke arahnya dengan kapak yang siap kembali ditebas. Dia pun segera salto ke belakang tepat sesaat sebelum senjata MEFE mendarat dan melubangi tanah tempat Tia mendarat sebelumnya.
"Gerakanmu cepat juga rupanya, ya," puji MEFE sambil mencabut kapaknya tertanam cukup dalam di permukaan tanah. "Bagaimana menurutmu, LLWO?"
Seorang pria berambut perak dengan sedikit warna hitam di bagian kanannya serta berpakaian dominan hitam bergaris hijau dan putih, berjalan menghampiri MEFE. Tangan kanannya terdapat senjata seperti senapan dengan dua lubang peluru dan terdapat dua tongkat panjang di bagian atas dan bawah senjatanya itu. Bentuknya jadi lebih menyerupai panah dengan dua busur yang disatukan ketimbang sebuah senapan. Sedangkan tangan kirinya terdapat sarung tangan logam tebal berwarna hijau.
"Memang berbeda," ujar LLWO. "Sangat langka malah ada manusia yang bisa seperti itu. Tapi, aku ragu kalau dia memang sekuat yang kau perkirakan, MEFE. Tapi...," dia menatap ke belakang di mana banyak bangkai robot yang bergeletak yang hanya tinggal serpihan kecil saja. "Dia akan menjadi sangat mengganggu kalau dibiarkan begitu saja."
Tia semakin waspada.
Kedua orang yang dianggap alien oleh Resistance karena bukan berasal dari Bumi itu, mendadak hilang dari hadapan. Bukan hilang, tapi bergerak sangat cepat sampai tak dapat terlihat. Tia langsung mengganti meriamnya dengan pedang katana hitamnya, Black Blade. MEFE tiba-tiba saja muncul di hadapannya yang langsung dilanjutkan dengan serangan tebasan kapaknya. Untungnya Tia dapat menangkisnya tepat waktu.
Di sampingnya pun tiba-tiba muncul LLWO yang siap menembak. Karena berada dalam posisi yang tidak bisa bergerak leluasa, Tia pun terkena tembakannya dan terhempas. Luka di tubuhnya memang langsung pulih dalam beberapa saat, tapi darahnya serta rasa sakitnya masih membekas di tubuhnya.
Tia mencoba tidak mempedulikan rasa sakit yang masih sangat terasa dan kembali bangkit menyerang. Dia mengubah kembali senjatanya menjadi Rock Cannon dan menembak dengan tembakan beruntun, namun dapat dihindari semua.
Begitu dia dapat melihat MEFE berhenti, dia langsung merubah Rock Cannon menjadi Stun Snipe, sejenis senapan sniper dengan ukuran lebih besar dan panjang dari senapan sniper pada umumnya. Dia langsung membidik dan menembakkan senjatanya itu tepat mengenai MEFE yang membuatnya tidak bergerak. Kesempatan itu tidak dia buang. Dia kembali memunculkan Black Blade dan menebas MEFE. Seketika itu MEFE terduduk sambil merintih kesakitan, biarpun tidak terlihat ada bekas tebasan di tubuhnya.
Tia segera melompat menjauh ketika melihat LLWO muncul sambil men-charge senjatanya dan menembak. Bola energi hijau yang keluar hampir mengenai Tia ketika gadis itu bergerak menghindar.
Tia mendarat cukup jauh dari MEFE. Akan tetapi, dia baru menyadari kalau ada yang lain di belakangnya. Sosok makhluk besar dengan berbaju baja hitam bergaris jingga yang menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya. Sosok itu memukul Tia dengan kuat sampai terhempas jauh dan tersungkur di tanah. Tia pun hanya bisa meringis kembali setelah terkena pukulan itu.
Sambil menahan rasa sakit, Tia mengangkat wajahnya, melihat kembali sosok yang tadi memukulnya. Di atas sosok seperti monster itu, berdiri seorang wanita berkacamata dan berambut jingga serta mengenakan baju zirah jingga terang. Dia berdiri seperti menunggangi monster yang dibawahnya itu karena memegang rantai yang terhubung dengan kepala si monster. Di tangannya yang lain, dia memegang sebilah pedang jingga.
"Ternyata dia memang merepotkan. Padahal hanya seorang diri," ucap wanita itu.
"Dia memang menyebalkan, SZZU," umpat MEFE.
Dengan susah payah, Tia berdiri dengan bertumpu pada pedangnya. Dia menatap semua lawannya. Tiga, ah, bukan... Empat lawan satu. Bukannya itu tidak adil? Tapi, mereka adalah makhluk-makhluk yang ingin menginvasi Bumi. Pasti tidak peduli apa itu adil atau tidak. Yang penting tujuan mereka tercapai.
Tapi, kalau seperti ini terus...
LLWO tiba-tiba muncul di belakang sambil membidikkan senjatanya ke belakang kepala Tia, membuat gadis itu tidak berkutik.
Celaka...
LLWO baru saja mau menembak, tapi dia malah membatalkannya dan segera menghindar ketika sebuah bola energi biru melesat ke arahnya dari samping. Bola itu lewat dan menghantam permukaan tanah.
Lalu, dari atas SZZU, seseorang meluncur turun sambil menebaskan pedang cahayanya. Tapi, monster yang ditunggangi SZZU dapat menahannya dengan tangannya dan mendorong si penyerang itu. Si penyerang itu melompat mundur dan mendarat tak jauh di depan Tia.
Orang yang sepertinya ingin menolongnya itu jelas adalah Reploid. Dia berambut pirang panjang yang hampir menyentuh tanah, berarmor merah, dan membawa pedang cahaya berwarna hijau. Semua itu terlihat familiar di mata Tia. Kemudian satu Reploid lagi yang berlari dan berdiri tak jauh di belakang Tia, berhadapan dengan LLWO. Mengenakan armor biru dengan tangan kanan yang membentuk senjata buster. Dia juga terlihat familiar di mata Tia.
"Kalian..." Tia menatap tidak percaya.
"Benar-benar menyebalkan. Kenapa kita harus mengurus masalah di sini lagi, X?" gerutu Reploid berarmor merah.
"Kalau tidak separah ini, kita memang tidak perlu turun tangan, 'kan, Zero," ujar Reploid berarmor biru.
Bagi Tia yang mendapat informasi kalau X dan Zero sudah tidak diketahui keberadaannya, ini seperti sebuah keajaiban. Mereka... kini berada di dekatnya untuk menolongnya.
-x-x-
Semua yang berada di ruangan operator tercengang ketika melihat siapa yang muncul untuk menolong Tia.
"Tidak mungkin...," gumam Ciel.
"Itu X... dan Zero... Itu mereka, 'kan?" ucap Lance.
Ciel tersenyum senang. "Mereka... kembali..."
-x-x-
Tia menegakkan badannya sambil terus menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. X dan Zero yang dikenalnya di masa 100 tahun yang lalu, kini kembali muncul di hadapannya. Dia merasa sangat bahagia dan haru karena bisa kembali melihat kawan-kawannya itu.
Kak X... Kak Zero...
"Hei, Nona. Aku tidak tahu siapa kau sebenarnya, tapi jangan pernah mencoba bertarung sendirian bila musuh lebih dari satu," pesan Zero.
Tia hanya tersenyum maklum. Sayang sekali, mereka sudah tidak mengenali dirinya yang sekarang yang penampilannya sudah berubah dari pertemuan sebelumnya. Dulu rambutnya pendek, sekarang rambutnya panjang dan mengenakan kacamata. Bagaimana mereka bisa mengenal?
X melirik sedikit ke arah gadis berpakaian serba hitam di belakangnya itu. Dia memperhatikan cukup lama gadis itu sebelum kembali memfokuskan pada musuh di hadapannya.
"Kita akan lanjutkan bicaranya lagi setelah menyelesaikan urusan dengan mereka," sambung Zero, memasang kuda-kuda bertarung.
"Ya," sahut Tia singkat sambil memunculkan Rock Cannon.
Pertarungan pun kembali dilanjutkan.
