Gingham Check—

Chapter: 1/2

Author: REiRiN

Cast: KiJoon (Kidoh – Hojoon), slight Jin BTS, ToppDogg, SJ, EXO.

Warning: AU, Sho-ai, Plot-rush, typos, klise, OOC, dll.

.

Disclaimer: Semua cast di sini adalah milik diri mereka sendiri dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka ^^

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

ENJOY~

.

.

"…joon-ah?"

"Hojoon-ah?"

Ia mengerjapkan kedua matanya, ketika dirasakannya seseorang memanggil sambil sedikit mengguncangkan tubuhnya. Sinar matahari senja menerobos masuk dari sela-sela jendela di dekat tempatnya duduk, seketika langsung membuat kedua matanya terbuka sepenuhnya. Ia mengedarkan pandangannya, mendapati kelas telah kosong dan seseorang berdiri di dekatnya.

"Hyosang?"

Seorang namja, sedikit lebih tinggi darinya juga mengenakan seragam yang sama sepertinya, sedang tersenyum lebar ke arahnya. "Akhirnya kau bangun juga. Kupikir kau akan sekalian menginap di sekolah…"

Ia mengerutkan alisnya. Iris gelap miliknya terpaku pada jam di dinding depan kelas. Pukul 4. Artinya sudah satu jam berlalu sejak bel pulang seharusnya berbunyi. Pantas saja kelasnya sudah sepi. Rasanya jadi seperti ia sedang tidur di pemakaman.

"Kau menungguku?"

Namja bernama Jin Hyosang itu tengah bersiap untuk pergi, lalu menoleh ke arahnya. "Tadinya. Tapi karena kau tidak bangun juga, jadi kubangunkan saja…"

Hojoon tercekat, kedua pipinya sedikit memerah mendengarnya. Menunggunya selama satu jam? Apa orang ini sedang kurang kerjaan sama sekali sampai mau menungguinya selama itu?

"Gomawo…" Suara Hojoon memang terlalu kecil—bahkan mungkin terdengar hamper seperti bisikan, ditambah dengan wajahnya yang sedikit menunduk, tidak ingin namja di dekatnya ini—yang bahkan tidak pernah berdiri dengan jarak sedekat ini dengannya—melihat seperti apa wajahnya kini.

"Ne… aku duluan ya, kurasa Seokjin sudah menungguku di depan."

Ah… memangnya apa yang kuharapkan…

Hyosang sudah lebih dulu menghilang di balik pintu kelas mereka, tanpa menyadari perubahan raut wajah namja berkacamata bulat itu.

.

.

.

"Bagaimana kalau kukatakan kalau hyung itu bodoh?"

"Yak!" Hojoon mendelik kesal pada namja berambut merah yang duduk di depannya. Ia butuh seseorang untuk mendengarkannya, bukannya malah sekalian mengejeknya juga.

Setelah keluar dari kelas tadi, dan melewati kelas anak ini, ia langsung menariknya pergi ketika dilihatnya hoobae yang cukup dekat dengannya ini juga baru keluar dari kelasnya. Dan di sinilah keduanya berakhir. Mouse & Rabbit Café. Cukup dekat dengan sekolah mereka, lagipula karena searah dengan arah jalan pulang keduanya, maka Hojoon pun langsung menarik—paksa—Shin Jiho untuk menemaninya.

"Memangnya apalagi yang harus kukatakan, toh pada dasanya hyung memang bodoh. Mana ada orang yang tahan menyukai seseorang selama tiga tahun, tapi masih bingung antara ingin mengatakannya atau tidak." Jiho melirik ke arah jam antik di sudut café. Hampir pukul lima, artinya masih ada cukup banyak waktu sampai ia harus pergi karena janjinya dengan seseorang.

Hojoon diam. Merutuk, tapi sekaligus juga sebenarnya membenarkan apa yang dikatakan oleh anak ini. Menyukai seseorang selama tiga tahun, apalagi orang yang disukai hampir selalu berada dalam lingkup pandangannya, tanpa berkeinginan untuk mengutarakannya—itu cukup hebat. Orang lain mungkin tidak akan tahan, lebih baik diungkapkan atau malah dilupakan.

Suasana café cukup ramai, mungkin karena ini jam pulang sekolah dan besok sudah weekend, tempat ini sebagian besar dipenuhi oleh yeoja. Tapi Jiho cukup tahu kalau kebanyakan dari mereka bukan dating ke sini untuk sekedar menghabiskan waktu saja, tapi melihat—menurutnya itu malah lebih terkesan seperti menatap berlebihan—si pemilik café yang di akhir minggu sering merangkap tugas sebagai penjaga kasir.

"Aku tidak dekat dengannya, itu masalah utamanya…"

Jiho mengernyit. "Kau bahkan tahu kalau sebelum aku berpacaran dengan Taeyang-hyung, hubungan kami jauh lebih canggung daripada kau dengan dia. Keuntungannya justru karena kalian dekat—maksudku dari segi jarak…"

Hojoon masih memilih untuk diam, walau mungkin namja di depannya ini akan habis kesabaran. Apa yang dikatakan olehnya memang benar, setidaknya ia bukan menyukai seseorang yang tiga tahun lebih tua darinya dan berada di tingkat pendidikan yang berbeda dengannya. Ia menyukai seseorang yang satu tingkat dengannya—dan kebetulan lainnya adalah mereka satu sekolah, bahkan satu kelas. Ini bisa menjadi keuntungan baginya—atau malah bencana untuknya. Kalau ia mengutarakan perasaannya, bagaimana dengan ke depannya? Sudah bagus kalau misalnya orang tersebut juga memiliki perasaan yang sama dengannya, kalau tidak? Ia tidak akan bisa membayangkan bagaimana hubungan mereka ke depannya. Dari yang awalnya tidak terlalu dekat, mungkin akan menjadi saling tidak mengenal sama sekali.

"Kalau tidak dikatakan juga, nanti malah hyung yang pada akhirnya akan menyesal…"

Dan kupikir juga Hyosang-hyung sama bodohnya sampai tidak menyadari kalau ada teman sekelasnya yang menyukainya seperti ini—dan selama ini…

Jeon Hojoon memang menyukai Jin Hyosang, tepatnya ketika mereka berada dalam kelas yang sama sejak tingkat satu, dan entah ini permainan takdir atau apa, mereka terus berada dalam satu kelas yang sama selama tiga tahun ini,dan itulah yang membuatnya tidak bisa dekat dengan namja itu selain hanya sekedar kenal dengannya.

"Aku tidak ingin—dan tidak mungkin bisa melakukannya."

Jiho menghela nafasnya. "Apa hyung tidak bisa meniru Hansol-hyung yang bahkan dengan tidak tahu malunya mengejar Byungjoo hingga ke kelasku setiap hari?"

Hojoon menatap hoobaenya ini seolah ia adalah makhluk ajaib yang muncul entah dari dimensi mana. "Aku hanya akan melakukan itu kalau aku memang sudah tidak peduli dengan yang namanya rasa malu."

.

.

.

"Hhh…"

Seokjin mengernyit mendengar helaan nafas yang entah keberapa kalinya ia dengar dari mulut orang di sebelahnya ini sejak mereka meninggalkan sekolah. Sedang galau? Atau malah sedang kurang kerjaan? Tidak tahukah ia kalau bahkan suara helaan nafas Kim Taehyung jaun lebih indah untuk didengar?

"Wae?"

"Bagaimana rasanya jatuh cinta?"

Seokjin menghentikan langkahnya, dan otomatis teman dekatnya itu juga ikut menghentikan langkahnya. Hyosang menatap heran padanya, ia kan hanya bertanya, kenapa reaksinya malah seperti ini?

"Kau sedang jatuh cinta?"

Bukan jawaban yang didapatnya, tapi malah pertanyaan balik yang entah kenapa terdengar seperti pernyataan—Seokjin tidak memerlukan jawaban, karena kalau pun ia menjawabnya, toh tidak ada gunanya sama sekali, jadi ia memilih untuk diam, dan ia yakin temannya ini sudah lebih dari cukup untuk mengerti jawaban seperti apa yang sedang ia siratkan sekarang.

"Siapa?"

Hyosang diam, lalu mengendikkan bahunya. "Tidak tahu."

"Hah?"

Hyosang kembali berjalan, dan mau tidak mau Seokjin mengikutinya. Selain karena ia penasaran, ia juga kan tidak ingin ditinggalkan begitu saja.

"Yang pasti bukan aku kan?"

Hyosang melotot mendengar pertanyaan—yang menurutnya sangat bodoh itu. "Aku akan bunuh diri sekarang juga kalau aku sampai menyukaimu."

"Jadi siapa?" Seokjin rasanya ingin sekali memukul kepala orang ini, tapi tidak, ia tidak ingin Hyosang pingsan dan malah akan membuatnya harus menggotong orang ini sampai ke rumahnya—yang jaraknya bahkan masih sangat jauh dari tempat mereka sekarang ini. "Kau bilang kalau kau mungkin jatuh cinta, harusnya kau kan tahu dengan siapa kau mungkin merasa seperti itu?"

"Nah, justru itu… aku menyukai dua orang bersamaan."

Seokjin melongo, mulutnya sedikit terbuka dan ia bingung dengan apa yang mestinya ia katakan sekarang. Apa yang harusnya ia katakan memangnya? Tidak ada kan? Kalau saja orang ini bukan teman dekatnya mungkin ia hanya akan sekedar mengatakan 'oh' dan selesai sudah. Tapi masalahnya adalah, Jin Hyosang itu temannya—dan keterangan tambahan, orang dengan ekspresi yang seringkali terlihat blank ini adalah teman dekatnya—yang benar-benar sangat dekat dengannya.

Tapi…

Menyukai dua orang? Bahkan menyukai seseorang pun sudah termasuk rekor untuk orang yang lebih memilih untuk mengerjakan sesuatu ketimbang memperhatikan orang lain. Pertanyannya, siapa yang kebetulannya disukai oleh orang ini?

"Siapa?"

"Siapa apanya?"

"Yang kau sukai, bodoh, memangnya apa lagi?"

"Kim Hansol, dan…"

Dan Seokjin kembali membulatkan kedua matanya mendengar nama terakhir.

.

.

.

"Kalau misalnya dia menyukai seseorang bagaimana?"

Hojoon ingin sekali menggeplak kepala anak ini. Kenapa dari tadi kalimat yang dilontarkannya ini tidak juga membuat moodnya membaik dan malah semakin buruk.

"Kau ingin menghiburku sekaligus membuat moodku sangat jelek secara bersamaan ya?"

Tuk.

"Silakan."

Seseorang menginterupsi pembicaraan mereka. Seorang namja bermata bulat meletakkan pesanan mereka di atas meja. Lalu pergi setelah mengeluarkan senyum lebar kepada keduanya—walau Jiho langsung menyadari kalau itu senyum paksa. Kalau ia tidak salah ingat, namanya Do Kyungsoo dan orang itu bahkan bukan seorang waiter di sini tapi koki.

"Jadi begini, hyung… bagaimana kalau aku membantumu?"

"Hah?"

"Aku tidak yakin ini akan berhasil tapi aku akan membantumu. Terserah kau setuju atau tidak."

Kalau anak ini sudah berkata seperti itu, ia tidak mungkin bisa menolaknya kan.

Lebih tepatnya sih, anak ini seenaknya. Yang benar saja…

"Baiklah. Sudah disepakati."

Apa-apaan ini? Tepatnya ini kesepakatan sepihak.

.

.

.

"Lebih masuk akal kalau kau menyukai yang kedua. Tapi bahkan kau tidak dekat sama sekali dengan keduanya, bagaimana mungkin?"

Hyosang mengendikkan bahunya. "Takdir—mungkin."

"Kau tidak ingin mengutarakannya?"

"Mungkin tidak—tidak akan pernah. Hubungan kami tidak dekat, dan kalau kuutarakan lalu ditolak, dari yang awalnya hubungan kami tidak dekat, nanti malah tidak akan mengenal sama sekali dan aku tidak mau itu terjadi, tepatnya tidak akan tahan kalau hal itu sampai terjadi."

Tapi masalahnya aku tahu kalau orang itu juga menyukaimu. Batin Seokjin, dilanda kebingungan sekaligus juga keinginan untuk memberitahu orang ini, tapi… kalau itu ia lakukan, bukannya jadi tidak menarik—sama sekali.

Seokjin memegangi dagunya—berpikir. Mungkin tidak masalah, atau mungkin bisa jadi masalah besar. Sedikit membantu mereka tidak masalah kan?

"Kau harus mengatakannya. Dan itu keharusan."

"Eh?"

Seokjin merangkul leher teman dekatnya ini. "Lakukan saja, dan aku akan membantumu."

.

.

.

Hojoon menoleh ke jendela di sampingnya, menatap keluar, dan ia terpaku. Menghela nafasnya dan ia kembali menoleh ke arah Jiho yang perhatiannya sedang fokus pada cheese cake di depannya—bingung antara ingin memakannya atau tidak.

"Kurasa itu tidak perlu."

Jiho mendongakkan kepalanya dan ia mengerutkan alisnya. "Maksud, hyung?"

"Dia tidak mungkin menyukaiku, dan dia pasti sudah punya seseorang yang disukainya."

Hojoon berdiri, beranjak dan ia pergi—begitu saja. Meninggalkan Jiho yang diam sambil masih mengerutkan alisnya.

Jin Hyosang pastilah sudah menyukai seseorang, dan apa yang dilihatnya di luar café—tepatnya bagaimana interaksi orang itu dan Kim Seokjin mungkin sudah membuatnya memilih untuk menyerah lebih dulu.

Jiho menoleh ke arah yang sama dengan arah pandang Hojoon tadi dan ia hanya bisa memutar kedua bola matanya perlahan. "Bahkan sebelum mengatakan bagaimana perasaannya dia sudah lebih dulu salah paham, yang benar saja…

Namja yang lebih muda dua tahun dari Hojoon itu langsung mengambil ponselnya dan menekan beberapa nomor yang sedikit dihafalnya.

"Hansol-hyung~ Bantu aku! Sekalian juga ajak Byungjoo ya~!"

.

To Be Continued—

.

A/n saya lagi suka Gingham Check—terserah deh mau versinya AKB48, JKT48 atau malah SNH48. :3 Dan saya juga lagi suka sama KiJoon couple. Terus… mengenai MoBit… oke, saya lagi kangen sama Yesung. Di saat SJ mau comeback, lead vocal satu itu gak akan ikutan… T_T

Udah ah, saya gak akan banyak omong, cukup sekian aja. Chapter selanjutnya saya lanjut kalau banyak yang minta lanjut… xD

See You~

.

BEST REGARDS

REiRiN—

.