Halo semua! Selamat datang di Our Promises Never Fade Kingdom Hearts Version. Ini fic pertama saya, jadi mohon maaf kalau ada kesalahan dalam mengetik (ato typo? Masih belum paham istilah-istilah di fanfiction). Tapi dalam cerita ini, ini seri ke 5 dari overall story. Jadi, mohon maaf kalau ada yang tidak dipahami.
Dan sekarang, PLEASE ENJOY THE STORY!
Disclaimer: Kingdom Hearts itu milik Square Enix
Ada Apa Dengan Namine dan Roxas (chapter 1)
"Kau berbohong padaku, Namine!" seru seorang anak laki-laki.
"Bukankah kau sendiri yang menyembunyikan hubungan kita dari Nina?" anak perempuan itu –yang dipanggil Namine- berseru balik.
"Seharusnya kutahu kalau kau itu seorang pembocor rahasia!" seru anak laki-laki itu dengan pedasnya.
"Akupun menyesal mengetahui kalau kau itu seorang playboy cap kabel" balas Namine, lebih pedas daripada 1 mangkok sambel cabe plus 3 botol saos cabe (ada yang beda antara keduanya?). Anak laki-laki itu sedikit tersentak akan perkataan Namine. Namun, ia mengeluarkan mata kemarahannya.
"Kau bilang apa?" serunya tak percaya akan apa yang didengarnya.
"Kubilang sekali lagi. KAU ADALAH SEORANG PLAYBOY KABEL!" seru Namine lebih keras.
"Itu dia!" serunya lagi. "Lebih baik kita selesaikan ini semua!"
"Kemari kalau kau berani, pengecut!"
"CUKUP KALIAN BERDUA!" seru seseorang didepan ruangan. Mereka baru menyadari kalau mereka sedang berada di dalam kelas, dangan 40-an pasang mata menyoroti mereka, yang dari tadi menonton mereka berargumen (dan nyaris menyatakan perang). Sayangnya, tak ada yang bisa menghentikan mereka berdua yang sedang mabuk asmara, eh, mabuk amarah. Kecuali seseorang yang tadi berteriak kepada mereka, yaitu bu guru yang sedang mengajar di kelas itu.
"Saya sedang menerangkan kalian malah mencari ribut sendiri!" serunya pada mereka berdua.
"Dia yang salah sendiri, bu!" seru anak laki-laki itu, menunjuk Namine.
"Bukan! Roxas yang salah bu!" seru Namine, balas menunjuk anak laki-laki itu, Roxas.
"Sudah! Reni, kau pindah ke tempat Namine. Arif, kau pindah ke tempat Roxas." suruh bu guru. Roxas dan Namine akhirnya menjauh. Suasana mulai menjadi tenang. Tapi, ketenangan tidak berpihak kepada Namine dan Roxas, karena api kemarahan keduanya masih tetap menyala.
Bel tanda istirahat berbunyi. Sora keluar dari kelasnya seperti biasa. Namun, hari itu berbeda saat Sora mendengar sesuatu saat ia sedang membeli minuman di kantin.
"Apa? Namine dan Roxas bertengkar lagi?" tanya seorang anak perempuan.
"Ia, sudah hampir seminggu ini Namine dan Roxas 'tak ada hari tanpa bertengkar'." jawab temannya.
"Ada apa ini? Kenapa mereka bertengkar? Mudah-mudahan ini bukan soal Hayner saat itu." pikir Sora dalam hati. Ia mengingat kembali kejadian saat mereka mengikuti lomba.
Flashback...
Saat itu, Hayner sedang mengantarkan Namine. Setelah kejadian di jalanan 2 hari yang lalu, Namine bisa dibilang sedikit takut untuk keluar sendirian malam-malam di daerah Twilight Town. Kebetulan saat itu Hayner ingin keluar juga, jadi ia menemani Namine keluar. Mereka sedikit bercakap-cakap, sampai itu terjadi.
Namine terjatuh, dengan tangan memegangi dadanya. Tepat saat itu, Hayner menangkapna dengan posisi ia memegangi kedua bahu Namine. Namine mengerang kesakitan. Hayner tidak tahu apa yang harus ia lakukan karena ia bukan seperti Hikari, yang merupakan dokter kecil di sekolahnya.
Untungnya, ada seorang pejalan kaki yang kebetulan dekat dari tempat tersebut dan membantunya membawa Namine ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit, Hayner ingin berterima kasih pada pejalan kaki itu. Pada akhirnya, pejalan kaki membuka penyamarannya selama ini. Ia adalah Roxas. Bisa dibilang Roxas tidak terlalu senang melihat adegan tersebut namun ini menyangkut kesehatan Namine. Ketidak senangannya termasuk saat Hayner menjaketi Namine saat hujan lebat. Namun ia memaafkan Hayner dan meminta kami (Anggota P1 minus Namine plus Hikari, Olette, Hayner, dan Pence) berjanji untuk tidak memberitahu Namine Roxas ada disini, mengikutinya kemanapun ia pergi.
Back to Reality...
"Gue harap mereka tidak bertengkar karena hal itu." pikirnya lagi. Daripada kembali ke kelas, ia lebih memilih mencari tahu apa yang terjadi pada Namine dan Roxas saat ini.
Disisi lain, Riku juga mendengar pembicaraan seseorang tentang pertengkaran Namine dan Roxas.
"Kenapa lagi tuh mereka berdua? Padahal aku tak pernah mendengar Roxas atau Namine ada yang selingkuh." gumamnya pelan. Ia mencoba berpikir. Apakah saudara perempuannya atau 'pasangan'-nya itu ada yang selingkuh? Tak lama, Lamunannya itu dibuyarkan oleh salah seorang dari belakang.
"Hei, Riku!" sapa orang itu. Riku berbalik. Ia adalah Namine, orang yang ada dipikirannya saat ini.
"Eh, emm... Namine..." jawabnya. Namine tersenyum pada Riku.
"Rik, bisa nggak temenin aku jajan? Laper nih." pintanya.
"Eh, tapi... Na..."
"Please..." Namine memohon dengan puppy eyes-nya. Riku akhirnya bernafas pelan. Akhirnya mengangguk. Ia dan Riku akhirnya pergi ke kantin. Sialnya bagi Namine, saat itu Sora dan Roxas juga ikut ke kantin. Untungnya saja mereka nggak bertemu karena saling membelakangi.
"Mau akan apa, Rox?" tanya Sora.
"Emmm... Mie goreng sama teh anget kayaknya enak nih." jawab Roxas.
"Kalo gitu, gue baksonya aja 1. Lagi nggak ada duit." kata Sora.
"Kau mau apa, Namine?" tanya Riku.
"Em... keliatannya yang anget-anget enak nih. Minta mi 1." Jawab Namine.
"Berarti aku nasi goreng." Kata Riku. Setelah pesanan mereka jadi, mereka mencari tempat duduk. Ironisnya, hanya ada 1 tempat lagi. Yaitu tempat duduk di tengah-tengah halaman kantin tersebut. Mereka tiba ke tempat itu secara bersamaan.
"Sedang apa kau disini?" tanya Roxas dan Namine bersamaan, lebih mirip berteriak.
"Aku mau makan! Pergi sono! Gangguin nafsu makan gue aja!" jawab Roxas lebih dahulu.
"Enak aja. Gue yang uluan nyampe tempat ini lebih dulu. Pergi sono!"
"Sebaiknya lu pergi sekarang juga."
"Enak aja! Lu yang harusnya pergi dari sini!"
"Sori ganggu pertengkaran kalian." Kata Riku tiba-tiba. "Kalian mau makan atau tidak?"
"Tentu saja mau! Kalau bukan karena orang ini..." jawab Roxas menunjuk Namine.
"Enak saja! Elu yang bikin selera makan gue mulai hilang!" seru Namine. Tiba-tiba, Sora menggebrak meja itu dengan keras, membuat Namine dan Roxas kaget (plus anak-anak yang makan disana).
"Kalo kalian mau bertengkar dari pagi nyampe malam ini, gue nggak keberatan. Tapi jangan ditempat umum!" seru Sora. Akhirnya setelah semua itu, mereka akhirnya duduk di tempatnya masing-masing. Roxas menghadap Namine, sementara Riku menghadap Sora. Dalam acara itu, suasananya hening. Biasanya mereka berempat yang suka bikin keributan (keributan yang baik lho...). Namun tidak untuk hari ini. Namine melirik ke arah meja makan. Ia mendapati botol saos cabe yang masih penuh. Ia jadi senyum-senyum sendiri. Ia mengambil saos cabe itu, dan secara 'tidak sengaja' menyemprotkannya ke seragam Roxas.
"Oh, Roxas, aku minta maaf!" katanya pura pura menyesal. Ia menggosok noda tersebut, hanya menambah parah noda yang ada di pakaiannya.
"Itu dia!" seru Roxas. Ia menggebrak meja di depannya ini. "Kalau kau ingin perang, akan kuberikan perang yang takkan kau lupakan!"
"Siapa takut!" Namine menantang balik. Kali ini, Roxas mengangkat tangannya untuk memukul Namine. Sama seperti Roxas, Namine juga mengangkat tangannya untuk memukul Roxas. Namun, badan mereka tidak bisa digerakkan.
"Apa?" seru mereka berdua. Mereka melirik kebelakang. Tenyata Sora memegangi tangan Roxas sementara Riku memegangi tangan Namine.
"Riku! Seret mereka menjauh satu sama lain! Sekarang!" seru Sora. Sora dan Riku akhirnya menyeret keduanya menjauh (setelah bersusah payah. Riku akhirnya mengerti apa maksud dari 'jangan meremehkan wanita muda'. Karena Namine kalo meronta kuat banget!).
"Apa kau sudah gila? Kau ingin berkelahi dengan perempuan, dan di kantin pula! Otak lu sebenernya dimana sih?" seru Sora setelah berhasil menyeret Roxas menjauh.
"Ini bukan urusan lu!" jawab Roxas dengan dinginnya. Ia menatap Namine yang dibawa oleh Riku dengan pandangan yang tak kalah tajamnya setajam silet.
"Iya, ini urusan gue dan Riku juga. Kita sahabat, Rox! Kalau ada sesuatu, pasti kita melakukannya bersama-sama." Kata Sora. Akhirnya Roxas menghela nafas. Pertanda ia mengerti perkataan Sora.
"Iya." Katanya. Namun ia melirik Namine dengan pandangan tajamnya lagi. "Tapi tidak dengan dia!"
"Kenapa kau begini, Namine?" tanya Riku, berusaha menenangkannya. "Tak biasanya kau marah seperti ini."
"Ini semua karena playboy kabel itu!" seru Namine.
"Meskipun begitu, kau tak bisa mempperlakukannya seperti itu, Namine." Riku mencoba kembali.
"Ia memang pantas." kata Namine, singkat.
"Tapi tak harus seperti ini kan?" kata Riku pada akhirnya, kehabisan kesabaran.
"Kau benar." kata Namine. "Namun ia tak bisa dimaafkan!"
Setelah beberapa kali percakapan, Sora akhirnya bisa menenangkan Roxas dan Riku menenangkan Namine. Sampai pada akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Sora dan Riku.
"Apa sih masalahnya sampai bertengkar kayak gini?" tanya Sora dan Riku.
"Semua dimulai malam itu..." kata Roxas dan Namine memulai ceritanya.
Beberapa minggu yang lalu...
Namine, dikarenakan perasaan menyesalnya akibat dia membocorkan rahasia tentang hubungan dia dengan Roxas kepada Nina, mendatangi rumah Roxas untuk meminta maaf. Ia memandangi rumah Roxas. Rumah bertingkat itu sangat megah, layaknya rumah orang kaya. Namun dipikir kembali, Roxas bersikap seperti anak sederhana. Ia mengetuk pintu, dan Roxas membukanya seperti biasa. Seperti tak ada masalah antara ia dan Namine, Roxas mempersilahkan Namine masuk dan langsung ke dapur untuk mengambil minuman, membuat Namine memiliki waktu untuk melihat keadaan didalam rumah itu.
"Rumahnya kosong, mungkin orang tuanya sedang keluar." pikir Namine. Ia duduk di ruang tamu. Ruangan yang bertemakan coklat itu cukup rapi. Ia duduk di kursi ketika Roxas kembali dari dapur membawa minuman.
"Bagaimana keadaanmu, Namine?" tanya Roxas.
"Baik, seperti biasa." Jawab Namine. Mereka membicarakan keadaan mereka sejauh ini, setelah rahasia tersebut terdengar oleh Roxas. 'Nih gimana? Rencananya kan mau minta maaf ke Roxas. Tapi kenapa jadi akrab kayak gini? Padahal belum minta maaf. Apakah ia memaafkanku? Tapi aku belum mendengar ia menerima maafku sejauh ini' pikir Namine.
"Roxas, aku ingin mengatakan..."
"Aku tahu." jawab Roxas. "Aku tahu secara persis apa yang ingin kau katakan. Pertama, kau ingin minta 'maaf' dan kau bilang aku 'menyesalinya'. Lalu kau akan mengatakan 'Aku tahu seharusnya aku mengatakan yang sejujurnya padamu' dan 'Aku seharusnya tidak pernah mengatakan itu padanya tanpa berbicara padamu terlebih dahulu'. Sudah terlambat, Namine. Sudah terlambat. Kau sudah mengatakannya kepada Nina. Dan hal yang membuat keadaan lebih buruk, kau sudah lama menyembunyikannya setelah kau berbohong padaku. Ketika kau bisa berbohong mengenai 1 hal, kaupun bisa berbohong tentang 1000 hal!"
"Ta, tapi Roxas. Aku benar-benar menyesal." Kata Namine sambil menahan tangisannya.
"Aku tahu, Namine. Aku tahu kau sangat ingin meminta maaf. Dan kau tahu aku mencintaimu lebih dari apapun. Tapi kenyataannya, pada saat ini, aku pikir aku tidak bisa memaafkanmu." Kata Roxas. Namine memandang Roxas, dengan muka ketidak percayaan. Ia benar-benar terkejut. 'Tidak... ia tidak bermaksud seperti itu kan? Katakanlah itu tidak benar.' pikir Namine.
"Ma, maksudmu apa, Roxas?" akhirnya ia membuka mulutnya. Matanya sudah penuh dengan air mata yang tak bisa dibendung lagi.
"Aku pikir, lebih baik kita putus." Jawab Roxas. " Jadi, tolong. Lebih baik kau pergi sekarang."
"Ka, kau benar-benar ingin aku pergi?" tanya Namine. Roxas mengangguk tanpa sedikitpun melirik wajahnya.
"Baiklah. Aku permisi dulu." Kata Namine sambil beranjak dari tempat duduknya, lalu berlari keluar, untuk menyembunyikan air matanya. Walupun pada akhirnya Roxas melihatnya juga.
"Maafkan aku, Namine."
Oke! Chapter pertama selesai! RnR please!
