Disclaimer : Cerita Naruto sepenuhnya milik Masashi Kishimoto.

a/n : hai, jd ini adalah fanfic self-insert pertamaku soalnya setelah ngubek-ubek ffdotnet ternyata ff naruto yg self insert itu agak... jarang.

udah sih gitu aja. btw enjoy! buat yang berminat bisa tinggalin review

xxxxx

Aku hanya ingin bernapas dalam lalu berteriak.

AAAAAAHHHHH.

AAAHHHHHHHH.

AAAHHHHHHHH.

AHHHHHHHHHH.

AHHHHHHHHHH--FUCK.

Permukaan bumi bergetar. Pepohonan hampir roboh. Langit berguncang. Kilat menggelegar, merambat melalui tiang listrik, membuat Konoha mati lampu dan seorang cewek berumur tiga belas tahun mati dengan sangat tidak heroik di dunia fiksi baru ia sadari lima menit yang lalu.

AAHHHHHHHHHHH.

TIDAK BISAKAH KAU DIAM?!

AAAAAHHHHHHJJH.

DEMI DEWA DEWI YUNANI ROMAWI AKIRA UCHIHA BISAKAH KAU DIAM?!

AAHHHHHHHHHJHHH.

WOY AKIRA BISA DIAM GAK!

Air mata mengalir di pipiku. Realisasi menamparku. Kedua lututku jatuh menghantam permukaan tanah. Sepuluh buah kunai tertancap di batang pohon.

Sedetik kemudian, hutan yang senyap dipenuhi oleh suara tawa histeris. Tawa gila. Tawa histeris. Tawa yang berasal dari seorang perempuan berambut hitam panjang yang tidak rata yang kini tertawa terbahak-bahak, berharap tawa itu bisa membuatnya mati.

Sayangnya, mati tersedak oleh napas sendiri bukanlah gaya seorang Uchiha. Sayangnya, mati dengan tersengat aliran listrik bukanlah gaya seorang Uchiha.

Sayangnya, Akira adalah salah satu anggota Klan Terkutuk Sialan itu. Dan Sayangnya, si bocah Akira itu adalah aku.

Aku; Felonya Dwianata, perempuan 21 tahun, mahasiswi Psikologi Universitas Indonesia yang meninggal di hari wisudanya.

Setidaknya, itulah informasi yang terus-terusan merecoki kepalaku selama dua bulan terakhir sebelum aku sadar bahwa kilasan aneh selama dua bulan itu ternyata adalah ingatanku. Ingatanku di dunia yang lalu. Ingatanku di dunia nyata. Ingatanku sebelum aku merasa kalau aku gila.

Sebagai mahasiswa Psikologi, aku yakin kalau kewarasanku sudah terkikis. Terkikis tepat setelah realisasi menghantamku, memberitahuku bahwa aku telah bereinkarnasi di dunia fiksi yang dulunya sangat aku sukai.

Dulunya.

Bentuk lampau itu harus kugarisbawahi. Sebab, aku ingat betul masa-masa remajaku yang kelam. Kelam karena terkubur oleh ratusan manga dan anime. Kelam karena hampir depresi setelah gagal masuk perguruan tinggi. Kelam karena i'm fuckin' useless and cannot do any productive activity after that damn SBMPTN announcement.

Aku ingat dengan jelas hari yang telah menjadi titik terbawah hidupku.

Sampai kemudian ingatan ini kembali di tengah-tengah misi dan Demi Buku Percy Jackson, aku sepertinya akan kehilangan kewarasan seminggu kemudian.

Kondisiku benar-benar aneh. Aku merasa begitu normal selama tiga belas tahun hidupku. Selama tiga belas tahun, aku telah hidup menjadi seseorang bernama Uchiha Akira. Selama tiga belas tahun, aku sudah mencapai hal normal yang hiasa dicapai seseorang dari keluarga ninja. Misalnya, lulus dari Akademi di umur dua belas dan menjadi Genin untuk melakukan misi.

Setahun terakhir, aku sudah menjalani kehidupan baruku sebagai Genin.

Hingga kemudian sebuah insiden terjadi pada tim geninku dan aku pun mengaktifkan sharingan untuk pertama kali. Rasanya sangat menyakitkan. Aku tidak bisa tidak sakit hati saat melihat dua orang temanku terbunuh secara sadis. Tenggorokan mereka tertancap oleh kunai dan darah mereka hampir membuat pakaianku basah kuyup.

Aku seorang Uchiha dan aku tidak bahagia.

Setelah insiden itu, kilasan aneh mengenai seorang perempuan berambut hitam sebahu dengan kacamataframe warna biru pun berdatangan. Aku melihat sosok balita yang tengah belajar menulis, bermain, membaca. Aku melihat ia tumbuh menjadi seorang remaja. Aku mendengar bagaimana ia berbicara dalam bahasa asing selain bahasa Jepang. Aku melihatnya ambruk dan tenggelam dalam dunia maya. Aku melihatnya menangis karena kehidupan asmaranya yang menyedihkan. Aku melihatnya tersenyum dan tertawa bahagia ketika ia lolos ujian seleksi PTN di tahun keduanya.

Aku mendengar nama Felonya Dwianata dipanggil ke atas panggung wisuda untuk mendapatkan penghargaan cumlaude. Seorang pria paruh baya tersenyum hangat dan seorang wanita berjilbab pastel yang seumuran dengan si pria pun memelukku, menyebut nama Felonya dan memberiku selamat.

Hingga kemudian segalanya hancur berantakan ketika kaca mobilku pecah. Hal terakhir yang kulihat dan kurasakan dalam kilasan itu adalah napasku yang tersendat. Aku tenggelam dengan banyak luka di tubuhku akibat kecelakaan. Kecelakaan yang membuat mobilku terpental ke sungai, merenggut nyawa seseorang yang bernama Felonya Dwianata.

Rasa traumaku setelah mendapatkan Sharingan sudah cukup buruk. Mendapatkan ingatan tentang bagaimana aku mati, rasanya aku ingin mutah.

Lalu, tersadar bahwa aku adalah seorang ninja dan parahnya--Uchiha?

Well, aku menyeka sudut mataku yang sudah basah karena tertawa. Perutku kaku karena lelucon gila ini. Aku ingin mati. Tapi, aku tidak ingin merasakan rasa sakit itu lagi. Aku tidak ingin melewati masa sekarat. Aku ingin hidup. Tapi, kenyataan bahwa aku hidup di dunia fiksi?

Menggelikan.

Seriusan. Harus banget dunia Naruto? Sumpah?

Suara di belakang kepalaku tertawa mengejek.

Siapa suruh terobsesi di fandom gila itu? Nonton ulang semua episode hampir lima kali. Replay puluhan kali semua adegan milik Uchiha Itachi. Nangis tiap liat adegannya.Terus, habisin hari-hari gap year dengan baca ratusan fanfic. Ketawa dan ngomong sendiri tiap kali--Suara tamparan terdengar.

Aku mengaduh, menjauhkan tanganku sendiri dari pipiku yang pasti sudah memerah.

Oke. Mungkin, masa remajaku memang agak kelam. Kelam. Terlalu kelam. Menyedihkan.

Ah, sudahlah.

Aku berdiri di kedua kakiku yang agak gemetaran. Langit malam sudah semakin gelap, sensei dan dua anggota timku yang lain pasti sudah menunggu. Aku ingat bahwa tadi aku langsung lari ke dalam hutan dengan dalih kalung pemberian orangtuaku yang terjatuh di sana. Padahal, sebenarnya aku butuh waktu untuk melampiaskan kehisterisanku.

Kepalaku pusing. Aku memijat pelipisku pelan ketika berjalan menjauhi hutan. Identitas diriku terasa abstrak setelah mendapatkan ingatan ini. Aku seperti tidak mengenal diriku lagi.

Akira Uchiha adalah seorang gadis pintar, penurut, karismatik. Intinya, Akira mempunyai karakter 'Uchiha'. Di sisi lain, Felo adalah kebalikan Akira. Felo adalah sosok serampangan, moody, mudah terpengaruh, dan yang jelas jauh dari kata penurut.

Felonya adalah tipe cewek yang akan kabur dari rumah ketika bertengkar dengan keluarganya.

Akira adalah tipe cewek yang akan mengurung diri di kamar, mengevaluasi kesalahannya ketika berselisih dengan keluarganya.

Mereka berdua sangat kontras.

Kepalaku seperti ingin meledak.

Sebuah bangunan hotel tradisional mulai tampak di penglihatanku. Aku melangkahkan kaki ke sana, menganggukan kepala pada resepsionis yang menyapaku. Langkahku lunglai, aku merasa masih harus menyesuaikan diri.

Pintu geser berwarna pastel itu terbuka ketika aku menariknya. Di dalam ruangan, aku mendapati Genma-san, Inuzuka Hana, dan Hyuuga Isao yang menatapku dengan tatapan prihatin.

Aku mengerjap.

Mereka tidak mungkin mengetahui keadaanku 'kan?

Maksudku, reinkarnasi dan sebagainya. Aku mungkin merasa kewarasanku terkikis. Tapi, aku seratus persen yakin bahwa ekspresi wajahku masih normal. Darah Uchiha mempermudahku mengontrol ekspresi wajah. Selain itu, aku juga bekas--ehm--mahasiswa Psikologi. Yah, meskipun aku tidak ingat banyak mengenai mata kuliahnya.

Intinya, ekspresi wajahku tadi harusnya tidak memancing banyak kecurigaan.

Lagi pula, kenapa Genma-san dan Isao ada di sini? Harusnya aku hanya sekamar dengan Hana.

"Uh, apakah ada intruksi baru dari desa?" tanyaku ragu.

Jōnin dengan sebuah bandana yang terikat di kepalanya itu menyuruhku duduk. Hana dan Isao mengikuti pergerakanku melalui ekor mata mereka.

Aku merengut.

"Putra Daimyo itu baik-baik saja 'kan?" tanyaku lagi.

Di sampingku, Hana mengangguk. "Tidak ada masalah mengenai misi kita, Akira."

"Kau selalu menyelesaikan misi dengan baik selama menjadi Chūnin," tambah Isao. Ia menatapku selama beberapa saat, pandangannya terlihat khawatir.

Aku mengalihkan mataku pada Genma-san yang anehnya sedang tidak mengunyah senbon. Tatapan khawatir di matanya yang biasa terlihat santai itu juga jelas-jelas bukan pertanda baik.

"Ada apa?" tanyaku sekali lagi.

Hana dan Isao saling menatap satu sama lain. Mereka bertukar pandangan gugup.

Shiranui Genma menghela napas pendek. Ia menatapku lurus.

"Telah terjadi pembantaian masal di Konoha. Semua anggota klanmu terbunuh. Hanya seorang saja yang selamat."

Aku tidak tahu harus merespon apa. Telingaku berdenging. Waktu seakan melambat.

Suara tawa gila terdengar di belakang kepalaku.

Well, sepertinya aku harus mengingat-ingat alur cerita Naruto mulai sekarang.