Hello All, fic ini adalah temuan otak saya yg tiba tiba muncul begitu saja. Jadi, bila ada kesamaan cerita, Ann minta maaf ya..*senyum innocent*
Another Version of Another Cynderella Story
Declaimer Masashi Kisimoto
Pairing : SasuIno
Enjoy Please
*4 Januari XXXX.*
"Baa-san! Lihat! Anak itu menangis!" seorang anak laki-laki berambut raven, bermarga Uchiha menunjuk seorang gadis cilik yg menangis di tengah taman bermain. Di sampingnya, seorang paruh baya bernama Chiyo atau kerap dipanggil Nenek Chiyo menoleh ke arah yg sama yg ditunjuk bocah cilik tadi, lebih tepatnya tuan mudanya, Sasuke. Pandangannya mengiba setelah melihat apa yg dilihat Sasuke. Ia mengajak Sasuke untuk mendekati anak perempuan tadi.
Merasa ada yg mendekat ke arahnya, anak perempuan itu mendongak. Pandangannya menangkap dua sosok yg berbeda umur sedang menatap ke arahnya. Namun, belum sempat ia bertanya siapa dua sosok tersebut, matanya telah memburam dan tiba-tiba menggelap. Ia pun terbaring tak sadarkan diri.
"Baa-san! Sepertinya ia kedinginan. Apa dia pingsan?" tanya Sasuke dgn polosnya. Sementara Nenek Chiyo mulai menunjukkan kekhawatirannya. Rasa iba membuatnya untuk segera mengambil keputusan.
"Sepertinya ia pingsan. Kita bawa ia pulang bersama kita saja." usul Nenek Chiyo. Ia mengangkat tubuh gadis mungil tersebut.
Dingin, itulah yg dirasakan Nenek Chiyo. Ia semakin iba.
"Baa-san! Apa anak itu akan baik-baik saja?" tanya Sasuke yg mau tak mau ikut merasa khawatir. Ia hanya mendapat anggukan dari sang Nenek. Dan malam itu adalah malam pertama pertemuan dua pemain utama dalam cerita kali ini.
*10 tahun kemudian*
#Ino's POV#
Halo semua! Namaku Ino, Uzui Ino. Aku adalah gadis biasa berumur 16 tahun -kira kira sih segitu-, bermata aquamarine dan berambut pirang. Sebenarnya Uzui bukanlah margaku yg asli, tapi aku menggunakannya karena aku lupa margaku sebenarnya. Bahkan aku juga lupa nama asliku. Bicara masalah ingatan, sebenarnya aku telah kehilangan beberapa ingatan masa kecilku mulai lahir hingga umur enam tahun. Hingga di sinilah aku, di manshion besar keluarga Uchiha.
"Ino! Sebentar lagi jam makan malam. Apa makan malamnya sudah kau siapkan?" teriak Genma, ia adalah ketua pelayan keluarga Uchiha. Tapi kenapa menyuruhku? Yah~ asal kalian tahu saja, aku pelayan juga di sini.
"Iya, aku mengerti." Aku segera menjalankan tugasku. Aku pun beranjak ke ruang makan seraya membawa beberapa menu makan malam.
Tapi, walau begitu, bukan akulah yg akan memakan makanan ini. Kalau begitu siapa lagi? Tentu saja keluarga Uchiha. Dan aku hanya pelayan mereka saja. Kadang aku sempat bermimpi suatu hari kehidupanku sebagai pelayan akan berubah menjadi seorang putri. Layaknya cerita Cinderella, aku akan bertemu dgn pangeranku, dan ia akan membawaku ke kehidupan yg benar benar membahagiakan. Walau hanya mimpi, tetap saja sebersit harapan akan mimpi yg menjadi kenyataan tetap ada.
"Hei, Ino! Jangan melamun atau kau akan membuat kekacauan nantinya," tegur Sai. Ia adalah pemuda seumuran dgnku yg juga bekerja di manshion Uchiha sama sepertiku. Hanya saja kedudukannya lebih tinggi dariku. Ia adalah pelayan khusus Tuan Muda Sasuke.
"Iya..iya, Tuan Sai," balasku. Kalau dipikir hubungan kami cukup akrab. Bagaimana tidak, kami senasib dan ia banyak mengajariku cara melayani yg benar.
Bisa dibilang, Sai adalah senseiku di sini.
Aku pun sampai di ruang makan. Ternyata di sana sudah bersiap keluarga Uchiha yg terdiri dari Tuan Besar Fugaku, Nyonya Mikoto, dan Tuan Muda Sasuke. Sebenarnya masih ada satu anggota lagi, tapi ia sudah berumah tangga sendiri. Ia adalah Tuan Muda Itachi, kakak Sasuke.
"Tuan, Nyonya. Makanannya sudah siap." aturan pertama adalah memberi salam dan kemudian menyiapkan makanan. Dan itulah yg kulakukan saat ini. Setelah beberapa saat dalam kesunyian -alias hanya suara barang pecah belah yg mendominasi suasana- akhirnya tugasku selesai. Saat aku akan membungkuk dan memberi salam, tiba-tiba Nyonya Mikoto memotong, "Ino! Ikutlah makan malam bersama kami! Rasanya terlalu sunyi bila hanya kami bertiga. Ayo!" sontak saja aku terkejut. Bagaimana mungkin seorang pelayan makan bersama majikannya. Ini adalah permintaan yg paling mengejutkan selama aku bekerja di sini.
"Tapi Nyonya, Nenek Chiyo telah menunggu saya-" aku berusaha menolak, tapi lagi lagi
aku dipotong, "Tak apa. Mulai saat ini, setiap malam, kau, Nenek Chiyo, dan Sai harus makan malam bersama kami," kata Mikoto sambil tersenyum.
"Tapi-"
"Ino. Ini perintah." Yah~ begitulah, kalau majikanku sudah berkata 'perintah' seorang pelayan harus menuruti.
"Baiklah." Akhirnya malam ini aku makan malam bersama keluarga Uchiha. Sebenarnya aku tidak gugup, aku hanya penasaran kenapa tiba tiba Nyonya Mikoto berkeinginan seperti ini. Seakan memahami raut wajahku, Fugaku berkata, "Di antara semua pelayan di sini, rumah kalianlah yg terdekat. Jadi, lebih baik kalian ikut makan malam bersama kami." kata Fugaku. Oh~ jadi begitu. Benar juga sih, rumahku paling dekat dgn manshion ini, hanya berjarak 100 meter dari sini sudah terlihat rumah kecil yg kutinggali. Sebenarnya rumah itu adalah rumah Nenek Chiyo. Aku hanya menumpang.
Baiklah akan kuceritakan sekelumit masa laluku yg kuingat.
#Flashback on#
Seorang anak perempuan kecil pelan pelan menerjabkan matanya yg sempat tertutup beberapa saat lalu. Pandangannya yg sedikit mengabur mulai menujukkan kejelasannya.
Hal pertama yg dilihatnya adalah sebuah ruangan yg kecil yg bernuansa klasik. Dan kira kira ruangan bercat putih itu hanya cukup sebagai tempat tidur maksimal dua ranjang kecil.
Pandangannya menyapu pada objek di sampingnya. Oh bukan objek, lebih tepatnya seorang Nenek dgn pandangan leganya. Lega? Memang apa yg terjadi? Begitulah isi pikiran Ino kecil.
"Akhirnya kau sadar juga, Nak," kata Nenek tadi.
"Anda siapa?" tanya Ino sambil berusaha bangun dari tempat tidurnya barusan..
"Jangan bergerak dulu! Istirahatlah! Akan kubuatkan bubur hangat," kata Nenek Chiyo yg kemudian menoleh ke arah bocah laki laki yg terus membisu di sampingnya.
"Tuan Muda, ajak ia bicara pelan pelan ya. Nenek akan menyiapkan bubur untuknya." Nenek Chiyo pun pergi meninggalkan dua bocah cilik tersebut.
Merasa penasaran, Sasuke pun bertanya, "Siapa namamu?"
"Kau sendiri siapa?" Ino justru balik bertanya. Mata aquamarine tersebut menyiratkan kekeraskepalaan. Merasa sedikit jengkel, Sasuke mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus.
"Ck..kau ini. Aku Sasuke. Kau? Siapa namamu? Darimana kau berasal?" mendapat pernyataan semcam itu, Ino berteriak. Kepalanya mendadak pusing. Kedua tangannya memegangi kepalanya yg berdenyut denyut.
"AAA..aku siapa? Aku? Aku..pusing.." rintih Ino. Sasuke menjadi panik, ia tak tau apa yg tengah terjadi, perasaan ia tak bertanya hal hal buruk. Tiba tiba Nenek Chiyo datang. Waktunya tepat sekali. Ia langsung memberi Ino minuman serta vitamin. Tangannya tak lupa mengelus elus kepala Ino untuk menenangkannya.
"Sasuke..apa yg terjadi dgnnya?" tanya Nenek Chiyo.
"Aku tak tau, Nek. Aku hanya menanyai nama dan tempat asalnya, tapi ia langsung berteriak," jawab Sasuke.
Muncul dugaan dalam benak Nenek Chiyo bahwa Ino lupa ingatan. Untuk memastikannya, Nenek Chiyo pun menanyai Ino, namun lebih pelan, "Nak, kami hanya penolongmu. Kami menemukanmu di taman bermain, kau kedinginan dan tiba tiba pingsan. Aku membawamu kemari. Ke rumahku. Namaku Chiyo, kamu boleh memanggilku Nenek Chiyo." Nenek Chiyo berkata sambil tersenyum. Berusaha agar Ino tak tegang seperti tadi.
"Sekarang, Nenek ingin tahu. Siapa namamu?" Ino hanya memandang Nenek Chiyo kebingungan.
"Nama? Aku..namaku.., aku tak tau.," kata Ino sambil menundukkan kepalanya.
Sasuke mendekati Ino, mengambil tempat di dekat Nenek Chiyo. Di genggaman tangan kanannya terdapat sebuah bola kaca dgn miniatur sebuah keluarga kecil di dalamnya. Merasa semua pandangan mengarah ke arahnya -lebih tepatnya ke arah bola tersebut-, Sasuke menyerahkan bola tersebut pada Ino, seraya berkata, "Ino. Namamu Ino. Tertulis di bagian bawah benda itu."
Ino menatapnya bingung. Ia mengalihkan pandangannya pada objek yg diberikan Sasuke. Dan benar saja, tertulis 'Ino' di bagian bawahnya. Merasa belum menemukan titik terang, Ino kembali bertanya, "Bola ini milik siapa? Kenapa diberikan padaku?" ia menatap Sasuke dan Nenek Chiyo bergantian. Dan dugaan Nenek Chiyo ternyata benar.
"Bola itu milikmu. Sepertinya kau kehilangan beberapa ingatanmu. Tenang saja, kau boleh tinggal di sini sampai kau ingat semuanya." Dan dengan itu, kehidupan baru Ino dimulai.
#Flashback off#
Yah~ begitulah ingatan awalku mengapa aku bisa ada di sini. Kalau ada yg bertanya bagaimana aku bisa lupa ingatan, aku sendiri tak tau, yg kuingat adalah kepalaku pusing sekali waktu itu, seperti baru saja dihantam benda tajam. Tak ada luka fisik lain sama sekali, hanya kepala yg terasa sangat sangat pusing. Dilihat dari pakaian yg kukenakan dulu, Nenek Chiyo berasumsi bahwa keluargaku cukup ber'uang'. Ah! Lupakan soal itu. Selagi aku makan, akan kuceritakan beberapa cerita mengenai keluarga Uchiha.
Keluarga Uchiha adalah salah satu dari beberapa keluarga yg mempunyai saham terbesar di kota tempat tinggalku ini, Konoha. Tidak hanya itu, Uchiha masih mempunyai beberapa cabang hotel di beberapa kota lainnya. Sebagian cabang hotel yg dimiliki Uchiha sekarang ini ada di tangan Itachi dan rencananya, sebagian yg lain akan diserahkan pada Sasuke suatu saat nanti. Wow..
Tapi, walau kagum, aku tetap tak tertarik dgn kehidupan macam itu. Aku hanya ingin menemukan orang tuaku, hidup bahagia bersama suamiku dalam suka dan duka, dan mempunyai rumah sendiri dgn sebuah taman bunga besar. Oiya, asal kalian tau, aku sangat menyukai bunga. Selain mendapat tugas di bagian dapur, aku juga mendapat tugas bagian kebun Uchiha bersama seorang pelayan lainnya, Paman Yamato. Paman Yamato sangat ahli lho dalam tanam menanam. Sebenarnya kalau dihitung, keluarga Uchiha mempunyai banyak pelayan. Genma sebagai kepala pelayan. Ayame dan Nenek Chiyo di bagian dapur dan makanan. Paman Yamato dan aku di bagian kebun. Sai pelayan pribadi. Dan tiga orang bagian kebersihan. Jadi, total semua pelayan di rumah ini berjumlah sembilan orang. Eich..tapi jangan lupa tangan kanan khusus Tuan Besar Fugaku, berjumlah dua orang. Hanya saja mereka bukan pelayan.
"Oiya Sasuke. Kenapa kau tidak mengajak Ino berangkat sekolah bersama? Sekolah kalian kan sama," usul Mikoto dgn senyumnya.
"Ah! Tidak perlu Nyonya. Saya bisa berangkat sendiri." Aku menolak lagi. Jelas sekali kecanggungan yg kuperlihatkan. Pasalnya, kedudukanku hanya pelayan. Kalau Sai yg mendapat tawaran seperti ini, wajar saja -harus malahan-. Tapi aku? Membayangkan semobil dgn Sasuke dan Sai..kalau Sai tak masalah, tapi kalau Sasuke? Aku tak terlalu akrab dgnnya. Dan dari semua kekhawatiranku adalah fansgirlnya Sasuke. Jadi apa aku nanti kalau sampai datang ke sekolah satu mobil dgn Sasuke? Apalagi, hampir semua siswa yg kukenal tau kalau aku adalah yatim piatu -sengaja kujadikan alasan selama aku belum menemukan orang tuaku-, mana mungkin bisa semobil dgn Sasuke. Tidak, untuk perintah yg satu ini aku harus berusaha menolak.
"Ino, sudah kubilang, panggil aku ibu, ya? Sai saja sudah menurut, kau juga harus memanggilku ibu." Mikoto menutup bicaranya. Tapi tekadku juga bulat. Aku harus melawan, "Tapi, Nyony- maksudku ibu, hal itu terlalu berlebihan." Aku berusaha menolak. Namun, jawaban yg tak kusangka sangka justru berasal dari Tuan Besar Fugaku, "Tak apa, Ino. Mikoto sudah lama menginginkan anak perempuan, oleh karenanya ia menyayangimu. Anggap saja, semua ini hasil dari kerja kerasmu telah membantu kami."
Benar juga, kalau dipikir hal semcam ini jarang didapat seorang pelayan. Sebenarnya alasanku menolak hanya karena fansgirl Sasuke. Bersyukur dan nikmati sajalah. Semoga setelah ini kehidupanku membaik. Fansgirl? Pikirkan nanti saja.
"Baiklah, saya mengerti."
Tiin..tiin.. Suara klakson mobil menggema di telingaku. Ah, ternyata mereka sudah sampai. Hari ini adalah hari pertama aku berangkat sekolah menaiki mobil. Yah~ sesuai permintaan Nyonya Mikoto. Coba kita lihat, berangkat dgn Sasuke, ketemu fansnya Sasuke, dan pulang dgn Sasuke. Haah~ semoga hari ini baik baik saja.
"Nenek! Aku berangkat," ucapku pada Nenek Chiyo. Aku pun mulai melangkahkan kakiku untuk melewati pembatas rumah dgn halaman depan (aka. pintu).
"Hati hati, Ino!" doa Nenek Chiyo yg terakhir kudengar sebelum netraku menemukan sebuah mobil di depan rumah. Siapa lagi kalau bukan Sasuke dan Sai. Semakin kudekati, ternyata Sasukelah yg mengemudi. Sementara Sai duduk di samping kemudi. Yah~ tidak aneh sih, Sasuke kan sudah tujuh belas tahun, wajar bila ia mengemudi. Lalu Sai? Ia juga sama dgn Sasuke, tujuh belas tahun.
"Cepat naik, Blondie! Kau memperlambat saja." Yah~ itulah 'salam' pertama yg diberikan Sasuke padaku hari ini. Dan itulah mengapa kubilang aku tidak akrab dgn Sasuke, ucapannya membuatku enggan melempar senyum pada orang yg notabene adalah tuan mudaku sendiri. Tapi, tak masalah, anggap saja ucapannya adalah penutup sarapan pagiku hari ini. Aku sudah kebal dgnnya.
"Saya mengerti, Tuan Muda Sasuke," kataku dgn nada sarkatis. Aku pun mengambil tempat duduk di kursi belakang mobil. Perjalanan menuju sekolah terkesan sunyi. Tidak ada pembicaraan yg berarti. Hanya sedikit bincang bincang antara Sasuke dan Sai, itupun juga pastinya perihal latihan beladiri mereka. Sementara aku? Aku hanya patung di sini.
Beberapa menit berlaku dan kami pun sampai di pelataran KHS, sekolah kami. Pengemudi mobil mengarahkan mobilnya menuju garasi sekolah. Waah, membayangkan Sasuke adalah supir mobil dan aku adalah tuannya membuatku terkikik geli. Yah~ walau hanya sekedar terkikik, mereka berdua pasti mendengar suaraku, membuat 'sopir' dalam bayanganku berkata, "Jangan membuatku malu semobil dgnmu, Blondie."
"Aku tak peduli. Itukan masalahmu," balasku.
Tak selamanya aku akan kalah terhadapnya.
"Ck,"
Iapun keluar mobil lebih dulu. Belum sempat aku membuka pintu mobil, beberapa siswi sudah mengerumuni Sasuke di luar mobil. Selain karena kaca mobil yg terkesan gelap bila dilihat dari luar dan juga karena ketampanan Sasuke, sepertinya mereka tak menyadari keberadaanku. Satu hal, posisi mereka membuatku terkurung di mobil miliknya ini. Sai pun sepertinya demikian. Kami saling pandang. Dan seakan mengerti maksudku, Sai berkata, "Aku akan membawa mereka menjauh. Setelahnya, kau langsung kabur. Mengerti?" Aku meng'iya'kannya. Sai kan juga idola sekolah, kehadirannya sudah pasti berguna untuk saat ini.
Sai bersiap keluar. Pintu mobil dia buka, entah apa yg ia katakan, beberapa siswi -tidak-, semua siswi yg mengerumuni Sasuke langsung beranjak mengikuti Sai yg entah kemana perginya. Merasa ini kesempatan yg tepat, aku segera keluar mobil.
Pandangan kami bertemu, tapi segera kualihkan pandanganku. Terkadang, bila menatap onyx Sasuke terlalu lama, aku jadi lupa segalanya. Seakan terhipnotis. Dan hal ini benar benar menggangguku sejak SMP kelas dua dulu. Pastinya, sejak kejadian itu.
#Flashback on#
"Sembunyikan aku!" perintah Sasuke pada Ino yg tengah berjalan di koridor. Sepertinya sedang dikejar kejar fansgirlnya. Ino yg mengerti maksud Sasuke hanya berdecak pinggang.
"Hah! Merepotkan saja. Sini! Ikut aku!" Ino pun membawa lari Sasuke menuju taman belakang sekolah. Taman belakang sekolah memang tak terawat, tapi justru itulah tempat persembunyian yg aman.
Hosh..hosh..nafas mereka memburu. Bagaimana tidak, berlarian dgn kecepatan tinggi agar tak terkejar fansgirl Sasuke, membuat paru paru mereka meminta pasokan oksigen dgn gerak cepat.
"SASUKE!" teriak FG Sasuke. Sepertinya taman belakang bukan tempat aman lagi. Walau terdengar jauh, tapi praduga bahwa mereka sebentar lagi akan menampakkan diri muncul di benak Ino.
Ino pun menarik lengan Sasuke menuju semak semak, "Ayo! Bersembunyi di sem- Aa.." kalimatnya terputus, kakinya tersandung sesuatu. Tapi, belum sempat tubuhnya jatuh ke tanah, tangan Sasuke dgn sigap menopang tubuh Ino, membuat onyx dan aquamarine terpaksa bertemu pandang hanya dalam jarak beberapa senti. Bahkan, deru nafas Sasuke terasa mengenai kulit Ino. Mereka terus seperti itu hingga teriakan FG Sasuke membuyarkan lamunan mereka, "SASUKE! Kau dimana sih?"
Ino dan Sasuke membenahi posisi mereka dan kembali pada misi awal, bersembunyi di semak semak. Masih terlihat kecanggungan di mimik wajah Ino, gadis itu terlihat sekali salah tingkah, nafasnya tiba tiba terasa sesak, perasaan ia tak punya sejarah penyakit asma. Tapi, tidak untuk Sasuke, entah apa yg dirasakannya, wajah stoic terus saja menjadi topengnya. Benar benar, Sasuke ini, seakan tak merasa apa apa dari kejadian barusan. Dan hingga saat ini, Inolah yg pertama mengalihkan pandangannya bila aquamarinenya berpandangan dgn onyx Sasuke.
#Flashback off#
Aku menutup pintu mobil.
"Doumo." ucapku. Setelah itu, aku langsung melesat pergi meninggalkan Sasuke menuju ruang kelasku. Nafasku masih saja memburu mengingat kejadian masa lalu, benar benar mengganggu. Jantungku berpacu cepat seperti orang yg baru saja berlari, padahal aku hanya mempercepat jalanku, tidak sampai berlari kok. Apa yg terjadi padaku?
"Ohayou, Ino!" sapaan seorang temanku berambut pink, Sakura, membuyarkan lamunanku. Di sampingnya, Kin, yg berambut merah tersenyum padaku sebagai isyarat sapaan paginya, yah~ seperti itulah aku mengartikannya.
"Ohayou~ Minna." Kami pun beriringan menuju kelas kami yg sama. Kin dan Sakura banyak bicara di sepanjang perjalanan. Setidaknya, pembicaraan mereka dapat mengalihkanku dari kejadian di garasi mobil tadi. Benar benar menyesakkan dada.
#skip time: jam makan siang#
"Ino, hari ini, kami main ke rumahmu ya?" tanya Sakura.
"Sudah lama kami ingin main bersamamu." Kin menambahkan.
Kami bertiga sedang makan siang kali ini. Dan tak kusangka mereka akan membicarakan hal ini lagi.
"Teman teman, maaf ya. Aku tak bisa." Lagi lagi aku menolak mereka. Yah~ bagaimana lagi, sepulang sekolah aku harus bekerja.
"Huft Ino. Selalu saja." keadaan makan siang menjadi sunyi. Aku merasa tak enak sama mereka. Sudah lama sekali mereka ingin bermain bersamaku. Tapi selalu saja kutolak. Mereka berdua sudah tau kehidupanku, mereka sudah tau pekerjaanku sebagai pelayan. Tapi syukurlah, mereka masih mau berteman dgnku.
"Ino! Lain kali perkenalkan aku dgn Sai ya?" pinta Kin. Bukan rahasia lagi di antara kami kalau Kin menyukai Sai. Kadang anak ini sering marah marah sendiri ketika melihat fansgirl Sai mengejar ngejar Sai. Dan satu hal yg membuatku kagum pada Kin yaitu prinsipnya untuk mendapatkan cowok tanpa mempermalukan diri sendiri. Salah satunya ya seperti yg baru dikatakannya, meminta bantuanku.
"Iya..iya..akan kucoba," jawabku.
"Kalau kau bagaimana, Sakura? Bagaimana dgn pangeranmu itu, si stoic Sasuke?" tanya Kin pada Sakura. Mendengar namanya disebut, membuat darahku rasanya berdesir. Jangan jangan aku terserang penyakit 'itu'. Tidak, jangan sampai. Tidak boleh. Aku membenci Sasuke. Titik.
"Entahlah, Kin. Aku sudah meminta ayah untuk menjodohkanku dgnnya kelak," jawab Sakura yg tersipu malu. Terlihat jelas semburat merah di pipinya. Sakura benar benar telah jatuh hati pada Sasuke.
"Bagaimana kalau salah satu fansgirlnya berhasil merebut hati Sasuke?" tanya Kin. Namun, Sakura justru terlihat tenang saja, sepertinya ia sudah mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan semacam ini.
"Aku percaya pada Sasuke. Ia bukan tipe yg seperti itu." Sakura terlihat yakin. Untuk kali ini aku setuju pendapat tentang Sasuke. Selama sepuluh tahun satu sekolah bersama Sasuke, tak pernah satu kali pun aku melihat Sasuke peduli pada fansnya. Huh~.
Tapi bila memikirkan perjodohan Sakura?
Bagaimana reaksi Sasuke? Apa ia akan menerimanya? Apa ia akan menikah dgn Sakura? Membayangkannya membuatku sesak nafas? Kenapa aku ini? Aku harus cek kesehatan setelah ini. Mereka menyadari kejanggalan padaku.
"Ino! Kau baik baik saja? Apa kau sakit?" tanya Sakura. Mimik wajahnya terlihat cemas. Begitupun dgn Kin.
"Ah! Tidak apa apa. Hanya sedikit sulit bernafas. Tapi, sudah normal lagi kok. Tenang saja." Aku berusaha menenangkan mereka. Aku tak ingin sahabatku mengkhawatirkanku karena hal sepele semacam ini.
#skip time: pulang sekolah#
Untuk menghindari dugaan aneh FG Sasuke, aku sengaja menunggu mobil Sasuke di salah satu gang tak jauh dari gedung sekolah. Tak banyak siswi yg melalui jalan ini karena memang sebagian rumah mereka tak mengarah kemari. Huh~ besok besok seperti ini saja terus. Keselamatan diri harus diutamakan. Hehe
*skip time : pulang sekolah
Wujud mobil yg kutunggu tunggu akhirnya muncul juga. Tapi, yg berbeda kali ini pengemudinya bukan Sasuke, melainkan Sai. Apa mungkin sudah menjadi kebiasaan sehari hari mereka. Terserahlah, aku tak mau ambil pusing.
Mobil itu akhirnya tiba juga di depanku. Aku segera masuk ke kursi penumpang bagian belakang *lha emang dimana lagi?*.
Haah~ rasanya menyenangkan juga pulang naik mobil. Selama tiga tahun di SMP aku selalu naik bis, itupun harus menunggu kurang lebih setengah jam baru muncul. Ditambah lagi harus berdiri ketika bis sedang ramai penumpang. Yaah~ mungkin ini benih kerja kerasku menjadi orang baik. Khufufu..
Tapi, ada yg mengganjal. Kenapa arah mobil ini tidak menuju rumah?
"Sai! Kita akan kemana?" tanyaku sambil mendekat ke kursi kemudi. Tak seperti Sasuke, Sai pasti dgn senang hati akan menjawab, Sai..untung kau ada di sini.
"Hari ini Tuan Fugaku dan Nyonya Mikoto sedang menghadiri acara yg diselenggarakan kolega bisnis Tuan Fugaku. Jadi, Sasuke punya waktu bermain.
Karena mungkin selama ini kau belum pernah bermain di luar, aku berencana mengajakmu ikut bersama kami." Waah~ Sai. Kau begitu sangat baik padaku sekali*lebay*. Aku terharu.
"Makasih, Sa-,"
"Ck, kenapa kau tidak mengantarnya pulang dan meninggalkannya saja, Sai? Anak ini pasti akan mengganggu." Apa katanya? Mengganggu? Dasar pantat ayam, sudah memotong kata kataku, sekarang mengejekku lagi. Benar benar keterlaluan dia. Death glare telah kusiapkan untuknya, pidato terbaikku sudah siap kukeluarkan.
"Hei, pantat ayam! Jangan sekenanya memutuskan kebahagiaan orang lain ya. Selama ini aku sudah bersabar menghadapimu. Dan mulai saat ini, aku tak akan segan segan membalas bila kau mulai menindasku lagi." Sekarang kita lihat apa jawaban Tuan Muda Sasuke. Yang benar saja, walaupun tampan tapi menjengkelkan.
Sasuke berbalik menoleh kepadaku. Seringaian terpatri di bibirnya. Tapi aku sudah siap. Aku tak akan kalah.
"Baiklah. Mari kita lihat, siapa yg telah menolongmu dulu? Siapa yg menemukan namamu dulu? Siapa yg mengusulkan pada ayahku untuk memintakan beasiswa untukmu? Dan sekarang, siapa yg mengijinkanmu naik mobilku? Lihat! Hutang budimu banyak untukku. Turuti kataku dan diam!" usai berkata demikian, ia kembali fokus pada jalanan. Tapi aku tidak terima.
"Aku tidak memintamu menolongku. Aku tidak memintamu menemukan namaku. Aku juga tidak memintamu mencari beasiswa untukku. Dan terakhir, keberadaanku di sini karena Nyonya Mikoto."
"Kau.." tampaknya ia mulai geram.
"Apa?" sepertinya kemenangan berpihak padaku.
"Sudahlah, hentikan permainan kalian! Sekarang, kalian ingin pergi kemana?" Sai melerai kami.
"Terserah!" jawab kami serentak. Kami saling pandang karena ucapan kami yg bersamaan. Hei, itu kata kataku. Ugh..aku semakin gregetan dgnnya.
"Baiklah, kalau begitu. Sudah kuputuskan, kita pergi ke taman bermain."
*skip time : di taman bermain*
"Akhirnya sampai juga," seruku. Segera saja kubuka pintu mobil begitupun dgn Sasuke dan Sai. Setelah yakin semua aman, kami beranjak menuju arena permainan. Waw..banyak sekali macam permainannya. Baru kali ini aku melihat langsung wahana permainan sebanyak ini. Selama ini aku hanya mendengar asyiknya wahana wahana ini dari teman teman. Tanpa sadar, aku sudah menarik lengan Sai dan Sasuke menuju salah satu wahana yg menurutku menantang, roller coaster. Segera kubeli tiket untuk tiga orang, tanpa meminta persetujuan dulu dari dua lelaki di belakangku. Tapi, toh, mereka tidak protes.
"Satu baris untuk dua orang." kata pemandu wahana ini. Tiba tiba seorang anak kecil menarik narik lengan Sai untuk ikut duduk dgnnya di barisan nomor tiga. Sai hanya menuruti. Senyum manis pun tak lepas dari bibir Sai ketika menyanggupi permintaan anak lelaki tadi.
"Cepat naik!" Sasuke menegurku. Aaa aku baru sadar, Sai sudah duduk dgn anak tadi, dan tinggallah Sasuke sendirian bersamaku. Haah~ menyebalkan sekali harus duduk bersama orang yg menyebalkan. Ingat Ino! Hari ini bersenang senanglah. Jangan rusak harimu hanya karena seorang Sasuke.
Setelah semua penumpang dan persiapannya siap, perlahan lahan kereta mulai bergerak. Kulirik pria yg ada di sampingku untuk melihat seperti apa ekspresinya sebelum kereta ini menjalankan aksinya. Tapi apa yg kudapat? Wajah stoic itu masih menjadi topengnya. Kupikir aku akan menemukan wajah takutnya, atau paling tidak wajah tegangnya. Dugaanku 180 derajat salah. Mana mungkin seorang Uchiha Sasuke takut dgn permainan macam ini. Menurutku, tidak ada kata 'takut' dalam kamus Sasuke.
#beberapa saat kemudian#
"Ugh..uegh..uegh,"
"Ueg..wueg..ugh,"
Apa tak salah apa yg terlihat oleh indra mataku ini? Sasuke dan Sai muntah bersamaan. Benar benar diluar dugaan. Terutama Sasuke. Kemana perginya wajah stoic tadi? Yay~ aku punya bahan ejekan untuknya. Ehm..maaf, bukan saatnya memikirkan hal itu. Kami telah menuruni roller coaster yg menurutku amat menyenangkan,
berbeda sekali dgn keadaan dua temanku ini, sepertinya mereka tidak terbiasa dgn wahana yg satu ini. Tapi, syukurlah, walau ini kali pertama aku merasakan kejamnya kereta itu, tapi aku tak berakhir naas seperti mereka. Tanganku memijat mijat punggung mereka berdua, membantu mereka mengeluarkan bahan cair yg menjijikkan itu. Rasanya perutku jadi mual.
"Ah! Kalian tunggu di sini dulu. Akan kucarikan pengganjal untuk perut kalian." Aku pergi meninggalkan mereka untuk mencari minum serta makanan, setidaknya hal itu dapat mengurangi muntah mereka.
Setelah mendapat apa yg kucari, aku kembali ke tempat awal aku meninggalkan mereka. Tapi kini mereka tak lagi muntah muntah seperti tadi. Kudekati mereka dan kuberikan masing masing dari mereka apa yg mereka butuhkan.
"Khufufu..kalian ini masih seperti anak anak saja. Sai, lihat anak kecil yg duduk bersamamu tadi. Ia bahkan sama sekali tak muntah," ejekku pada Sai. Awalnya aku tak berniat mengejek Sai, tapi kejadian barusan membuatku tergelitik untuk melakukannya. Hihi
"Begitu ya? Sepertinya aku belum terbiasa," kata Sai dgn senyumnya. Terkadang aku bertanya tanya kapan Sai akan menghentikan senyumnya. Bibirnya seakan tak pernah kelu untuk terus tersenyum.
Sekarang kita tengok Tuan Muda kita.
"Bagaimana rasanya Tuan Muda? Menyenangkan bukan? Besok kemari lagi ya?" ejekku dgn nada sarkatis. Sasuke hanya diam dan menatapku dgn deathglarenya. Dan tentu saja aku sudah kebal dgnnya.
Tiba tiba Sasuke berdiri dan langsung menarik lenganku untuk ikut dgnnya.
"Hei! Apa yg kau lakukan? Kau mau membawaku kemana?" tanyaku sambil memberontak. Genggamannya terlalu kuat, aku tak bisa melawannya. Jalan satu satunya adalah meminta bantuan Sai. Aku menoleh ke belakang seraya menyiapkan puppy-eyesku. Tapi, apa? Sai hanya mengikuti langkah kami dgn senyumnya yg..kurasa..seperti bukan senyum biasanya. Apa artinya?
Kring..kring..*author tidak tau nada dering untuk ponsel Sai, maka author pakai yg umum saja#dilempar cat air sama Sai#* Suara tersebut menghentikan langkah kami.
Semua atensi mengarah pada Sai, termasuk Sasuke. Sai membuka ponselnya dan kemudian menjauh dari kami. Sepertinya seseorang tengah menghubunginya. Selagi menunggu Sai, kucoba menarik tanganku dari Sasuke, tapi apa daya, tenaganya tak bisa dikalahkan.
"Ittaaii~ kau membuat tanganku sakit, Sasuke," rengekku. Tapi dasar hati batu, aku sudah berusaha berakting kesakitan pun, ia masih mencengkram tanganku.
"Maaf Sasuke, Ino. Aku harus pergi. Aku harus menjemput kakakku di bandara." suara Sai kembali menarik perhatian kami. Apa katanya? Kakaknya? Oiya, aku ingat, kakak Sai bekerja di luar negeri di bagian T&I Amerika. Berbeda sekali dgn Sai, Sai bekerja sebagai pelayan. Pernah kutanyakan alasan Sai kenapa ia memilih jalan yg berbeda dgn kakaknya, 'Aku lebih suka melukis daripada kehidupan seperti kakakku. Aku ingin hidup tenang dan mandiri walau hanya sebagai pelayan. Sasuke begitu baik padaku, ia memberiku ruangan tersendiri di manshion Uchiha, untuk membuat karyaku.' Tunggu dulu! Sasuke begitu baik hingga memberi Sai ruangan tersendiri? Kulirik Sasuke dari sudut pandangku. Apa tak salah? Sasuke memberi Sai kebaikan hatinya sementara padaku? Ia begitu jahat, pilih kasih, hati batu, stoi-.
"Aku pinjam mobilmu sebentar ya, Sasuke?" kata Sai membuyarkan pikiranku.
"Hn." Dan Sai pun menjauh dari kami. Meninggalkan kami berdua. Tunggu, berdua?
"Sini! Ikut aku!" Sasuke kembali menarikku. Kini, aku tak memberontak karena kutahu tenagaku bakal sia sia saja. Aku hanya menurut kemana Sasuke akan membawaku..yg setelah kusadari, Rumah Hantu? Kau gila Sasuke?
"Kau tak berniat membawaku ke sana kan, Sasuke?" tanyaku sambil menunjuk wahana yg sedang kami tuju, harap harap cemas, Sasuke akan membawaku ke wahana lain selain rumah hantu. Mana mungkin aku masuk kesana, aku takut kegelapan dan hantu. Namun, jarak kami dgn rumah hantu semakin dekat.
Aku menoleh pada Sasuke, menuntut jawaban darinya. Dan apa yg kulihat, sebuah seringaian terpatri di bibirnya.
"Dua tiket untuk kami," katanya pada penjaga loket. Oh Kami-sama, ini mimpi buruk.
