Hajimemashite, Minna…
Watashiwa Ruki Yagami/ Hepta Py
Fic For My Beloved Cynt, Cim-Jee/ Ci-lee
Disclaimer : Taito Kubo
Warning : OOC, AU, Typo(s)
Pairing : IchiRuki
Rate : T
Senyummu itu bagai lengkungan pelangi yang memikat. Bukan untukku namun untuk seonggok tanaman tak berguna di atas tanganmu—pot kecil berisi sesuatu yang berdaun.
Apa itu rumput? Rumput dalam pot?
"Aku senang, Nii-sama! Ini sangat indah!"
Rumput dia bilang indah? Bodoh.
Dia adalah gadis kecil—bola matanya bersinar penuh kilau. Seperti... lampu pijar? Ceh! Kau memang anak kecil yang suka mencari muka. Gelak wajahmu pasti memanipulasi isi otakmu.
"Ini adalah pemberian pertama dari Nii-sama. Aku pasti akan merawatnya," lanjutmu basa basi.
Aku berdiri tepat di belakang Byakuya—sahabatku sejak kecil. Lelaki ini memiliki wajah sedingin bongkahan es abadi di kutub selatan. Namun sekarang? Oh, yang benar saja. Berubah 180°!
Lelaki berdarah biru dengan rambut terurai panjang itu berkata, "tanaman ini memiliki arti, Rukia."
Gadis sok manis itu kembali berekspresi memuakkan. Membuatku mual dadakan.
"Apa? Apa itu, Nii-sama?" kejarnya tak sabaran.
Aku menajamkan mata setelah mengawasi gadis yang sama sekali tak menganggap kehadiranku jika sudah berhadapan dengan kakak nomor satunya ini.
Hanya satu kata—gadis manja.
"Artinya... tersenyumlah," ujar Byakuya tulus dengan senyum mengembang.
Gadis itu pun tersenyum seraya tertawa damai. Menunjukkan pada sang raya bahwa ia teramat bahagia, seolah surga yang baru saja didapat oleh kedua tangannya.
Senyummu itu seperti malaikat. Tidak salah lagi—indah.
Tak lama kemudian gadis itu melongok lebih ke samping. Menatapku bulat-bulat dan menggantikan tawa dengan wajah terusik dan heran.
Citra wajahnya benar-benar serius.
Ia sedang menelitiku. Bagaimana pendapatmu, eh? Aku sangat menarik bukan?
"Seperti... labu?" ucapnya kalem.
Sial.
KELAMBU ASA
Hepta Py
Chapter I
"Kau sudah mengurus kedatangan Rukia dan perjodohan itu?"
Pria berusia matang tersebut kini menggeser tubuhnya untuk miring ke kiri di atas tempat tidur yang sejak dini hari lalu menjadi domisili raganya.
Pria pesakitan itu membenahi letak surai panjang yang selalu menjadi daya tarik selain wajahnya yang tampan. Sungguh, si bangsawan yang tengah tak berdaya malah makin menghanyutkan saat dipandang.
"Su-sudah! Tentu su-dah, Byakuya-sama!"
Mampu membuat si pelayan gugup setengah mati—pemandangan yang terlalu menyiksa untuk terus dinikmati.
Byakuya memejamkan mata—rutinitas yang tak pernah ia tinggalkan. Membuat si pelayan kini harus menggigiti jari karena gemas.
"Lalu... ada lagi yang perlu kau sampaikan, Hinamori?" ucap si bangsawan seraya menurunkan letak selimut.
Wanita bercepol itu terjingkat. Hinamori mengerutkan dahi pertanda bingung. Ia tahu bahwa dirinya ingin menyampaikan sesuatu tapi ia telah melupakannya.
Sindrom kepikunannya sedang kambuh. Gegara penampakkan tuannya yang pasti.
"Aaahhh... itu... itu... ck, kenapa aku tak ingat?" gumam Hinamori Momo mulai panik.
Seakan mengetahui sebelum diberi tahu, Byakuya hanya menanggapi enteng dengan senyum ganjil.
"Kau membuatnya menunggu terlalu lama. Dia tidak suka menunggu."
"Eh?"
Sembari mengawasi pintu masuk ruangan, Byakuya menggeser tubuh untuk mengubah posisi di atas ranjang. Senyum tipis mulai terpahat di rupa pucatnya.
Dan sebelum suara teriakan terdengar, Byakuya Kuchiki sudah berhasil mengambil posisi duduk tepat di sisi ranjang seraya menyeringai.
"Hey, Ambassador Seaweed! Biarkan aku masuk!"
« Ruki Yagami »
Gaun gadis kecil itu nampak mengembang-ngembang diterpa hembusan angin yang menyela di serat-serat busana katunnya. Kedua kaki itu kini telah berhasil keluar dari pintu sebuah mobil antik keluaran Mercedes tahun 1986—berwarna metalik tajam dan mengkilat.
Tindak tubuh gadis kecil itu nampak anggun dan sopan.
"Jadi di sini. Nii-sama dirawat di sini?"
Gadis itu berujar seraya menenteng sebuah tas kecil berwarna peach dan jemari bagian kanan yang kini menyeret sebuah koper maroon kecil. Masih mengenakan kaca mata anti badai dengan frame olive, gadis kecil itu berjalan memasuki koridor depan rumah sakit terbesar di Tokyo.
"Selalu yang terbaik ya?" gumamnya rendah.
Langkah sang gadis kecil nampak sangat hati-hati. Apalagi dengan sepasang sepatu berhak tujuh sentimeter yang kini dikenakannya.
"Lagi, lagi. Apa yang mereka lihat?" lanjutnya dalam hati.
Tiap pasang mata kini merujuk pada si gadis kecil dengan tatapan yang tak biasa. Bagaimana tidak, gadis kecil itu nampak bak seorang putri super penting dengan beberapa serdadu berbusana rapi serba hitam yang membuntutinya dari belakang.
Rupa gadis itu nampak terlipat-lipat. Ia tidak suka diperhatikan.
Seorang pengawal menghentikan langkah si putri untuk terus berjalan. Padahal ia ingin menghindari secepatnya hiruk pikuk yang mengecap dirinya berbeda.
"Rukia-sama, Byakuya-sama menyuruh Anda untuk tetap berada di sini untuk sejenak."
Ia tersentak dengan lamunannya sendiri. Kemudian secepatnya mengangguk kepada si serdadu komplotan kakaknya.
"Aku mengerti," bilangnya kalem. "Bisakah kalian menjaga barangku? Aku akan ke kamar mandi," lanjutnya cepat.
Seorang Kuchiki seperti Rukia hanya bisa mengangguk sopan. Tanpa bisa membantah atau pun bertanya. Ia dibuat untuk selalu patuh.
"Perlu saya dampingi, Rukia-sama?" tawar seorang pengawal yang menempati letak terdekat dengan Rukia.
Rukia tersenyum sopan seraya menggibaskan sebelah tangannya pelan. "Tidak perlu, terima kasih. Aku akan segera kembali. "
« Ruki Yagami »
Pria dengan tinggi badan 181 cm itu kini berdiri dengan angkuh. Kepalanya mengepul-ngepulkan asap, pertanda bahwa Byakuya berhasil memancing amarahnya.
Hal itulah yang dianggap menyenangkan bagi Byakuya.
"Menemui orang sepertimu sangat menyusahkan!" tukasnya seraya menghentak kaki. "Seharusnya aku sudah bisa menduganya."
Pria dengan setelan busana fashionable itu kini berdecak pinggang di samping ranjang si bangsawan Kuchiki. Wajahnya makin nampak seram—sangat mendukung kesan galak.
Kedua lubang lensa Byakuya menelisik si pria bersurai jingga dari bawah hingga atas. Sejenak ia berdecak terang-terangan. Menandakan Byakuya tengah menilai penampilan lawan bicaranya.
"Ingatlah usiamu. Dandananmu kampungan, Kurosaki Ichigo," tetap dengan aksi memejamkan mata—stay cool.
Ichigo mendelik gusar.
"Ceh! Cerewet!"
Mau tak mau ia pun turut memperhatikan setelan busana yang membalut apik tubuh miliknya. Hanya sebuah celana panjang press navy, bersabuk, kemudian balutan kaos moccasin berkerah rendah dengan lengan tinggi, berkemeja terbuka—sepatu kets.
Lau apa yang salah?
Kurosaki Ichigo merendahkan kepala dengan senyum datar.
"Aku adalah seorang seniman," ucap Ichigo bangga sambil mengangkat sebuah buku bersampul coklat ke udara. "Dan juga seorang pria bujang," lanjutnya seraya menurunkan buku sketsanya. "Bukankah ini adalah hal yang wajar? Penampilan adalah seni."
Byakuya berdehem sejenak kemudian menanggapi penjelasan si pria yang tetap percaya diri dengan penampilannya. Ia kecewa wajah menakutkan Ichigo melenyap begitu saja.
Senyum mengejek mulai terukir di bibir tipis Byakuya.
"Kau seorang pria berusia 26 tahun. Jangan bermimpi dan cepat sadarlah."
"Hey, hey... kau tetap menakutkan rupanya... Kuchiki Byakuya," balas Ichigo lebih santai.
Ichigo mendengus sejenak. Ia malas mengakui, bahwa percaya atau tidak, aura kebangsawanan Byakuya semakin kuat terasa saat pria itu sedang mencemoh.
"Tak ada alasan bagiku untuk merubah sikapku padamu, Labu."
Ichigo merogoh sakunya, "Benarkah, Rumput laut?"
Pria bersurai jingga itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam kantung celananya. Sejurus kemudian mengatung-atungkan tepat di depan wajah si Kuchiki.
"Replikamu... Kau suka?" goda Ichigo dengan seringai tajam, menyodorkan sebuah gantungan dengan maskot kebanggaan seorang Byakuya Kuchiki.
Maniak Ambassador Seaweed.
Respon Byakuya hanya terkejut sejenak. Wajah langka itu hanya terlihat sepersekian detik. Setelah itu ia membuang muka cepat.
"Kau gila menyebutnya sebagai replikaku," ia kembali datar.
"Ha? Cepat sekali ekspresimu berubah? Kau tak suka rumput laut lagi, eh?"
"Kau kira aku bocah sepertimu? Aku tidak membutuhkannya."
Ichigo tetap saja bersikukuh menyodorkan gantungan tersebut. "Kau akan menyesal. Lihatlah baik-baik. Ini kunci mobil."
"Lalu?"
"Aku memberimu sebuah mobil. Kau bodoh jika menolaknya, Byakuya."
Byakuya tersenyum tipis dan kembali menatap sahabat karibnya tersebut lebih intens.
Memang benar, meskipun Ichigo dalah seorang seniman, ia sudah menerbangkan sayap ke dalam dunia bisnis yang bergerak di bidang otomotif. Tak heran harga sebuah mobil layaknya permen bagi pria membujang itu.
"Kau masih hobi menggerakkan mesin itu?" tanya Byakuya seraya berdiri.
Ichigo menaikkan sebelah alis, "Maksudmu balapan? Tentu saja, hal itu sudah menjadi sebagian dari hidupku."
Byakuya nampak lebih menimbang-nimbang. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Jeda panjang itu membuat Ichigo gemas dengan teman satunya ini.
"Kau sedang memikirkan apa sih?"
"Aku tidak ingin benda itu."
"Eh?"
"Tapi aku menginginkan sesuatu darimu... Jasamu."
Ichigo mendadak cemberut. Kedua alisnya bertaut.
"Apa-apaan itu? Kenapa aku harus menjadi pesuruhmu?"
"Bukan seperti itu," ungkap Byakuya seraya berdiri perlahan dan mendatangi sahabatnya. "Kau tidak akan menolak permintaanku kan? Kali ini, aku bersungguh-sungguh," lanjutnya bernada ancaman—mencengkram bahu Ichigo lumayan kuat.
Ichigo mau tak mau kini menyunggingkan senyum terjeleknya. "Ba-baik, baiklah."
Sedetik kemudian semuanya berubah.
Hanya dengan tawa ringan seorang Byakuya Kuchiki—detik-detik dimana lukisan tawa seorang Byakuya—seni terindah menurut Ichigo—menawan dan tak sembarang orang bisa menyaksikannya.
Ichigo dengan cepat memeluk sahabat baiknya itu. Sahabat satu-satunya yang dimiliki Ichigo sejak dulu.
"Apa pun akan kulakukan untukmu, Byakuya," tutur Ichigo sambil menepuk punggung Byakuya, memeluknya erat.
"Selamat ulang tahun untuk kita."
« Ruki Yagami »
Gadis kecil itu kini melempar sapu tangan miliknya ke arah wastafel kamar mandi. Kedua lengannya mengaku dan tertopang diantara wastafel. Napasnya menderu.
"Aku bosan! Kenapa mereka menatapku seperti itu? Tak bisakah mereka menatapku dengan normal-normal saja?"
Gadis kecil itu nampak geram. Dagunya kini terangkat dan sepasang iris indigonya merefleksi bayangan memuram di depan cermin.
"Lebih baik aku tinggal di Paris!" gertaknya seraya menunduk dalam. "Tapi... Nii-sama membutuhkanku," sekarang lebih kalem—ambivalensi yang runyam.
Tak lama kemudian duo manusia yang lebih tepat dijuluki duo kucing garong mengusik ketenangan seorang Rukia yang tengah dilanda kebimbangan tingkat akut.
Benar-benar berisik!
"Ichigo adalah milikku!"
"Hey! Ichigo adalah milikku! Kau asal bicara, dasar pembual besar!"
Rukia hanya menanggapi dengan geleng-gelang kepala. Menganggap angin lewat dan kembali menatap dirinya di depan cermin—memperbaiki riasannya.
"Ichigo tidak akan sudi menjadikanmu sebagai seorang kekasih. Dasar dada rata!" tukas si pelaku utama—berdada ekstra dengan untaian rambut seindah senja.
"Ya! Seleranya memang tinggi. Dan dia tidak akan mau berkencan dengan wanita jalang sepertimu!" balas pelaku kedua—memiliki ukuran dada standar dan bola mata lebar beriris senja.
Setidaknya mereka ada kesamaan. Sama-sama berdominan warna dan sama-sama menyukai strawberry. Itulah yang dipirkan oleh Rukia.
Pelaku pertama—Rangiku Matsumoto. Tertawa rendah dan melipat lengan tepat di bawah dada supernya.
"Jangan sirik padaku, Wanita jelek! Tubuh ini pastilah mampu memuaskan hasratnya!"
Prak!
Suara itu mampu memecah perdebatan hebat diantara keduanya. Mereka pun menoleh tepat ke arah sumber suara. Tepat di depan wastafel terkanan.
Menyadari hal itu, Rukia segera membungkukkan badan.
"Ah! Maaf. Lanjutkan saja perbincangan kalian," ucap Rukia kalem dan tak peduli.
Tapi sayang sekali. Kelihatannya salah satu dari mereka terlalu intens menatap Rukia. Tepatnya Rangiku Matsumoto—pelaku utama, si dada besar.
Dengan cepat wanita berbadan wah itu berlari dan langsung memeluk Rukia tanpa motif yang jelas.
"Aaah! Maafkan aku gadis manis! Perkataanku mengagetkanmu? Aku benar-benar tidak melihatmu! Kau terlalu kecil."
Rukia mendorong tubuh Matsumoto dengan cepat dan sekuat tenaga. "Apa yang...,"
"Ah, tak perlu dipikirkan perkataan bodohku tadi. Seharusnya bocah polos sepertimu tidak mendengarnya. Apa aku menakutimu?"
Rukia malah menatap aneh wanita berdada besar yang terlihat begitu bersemangat saat berbicara padanya. Dengan acuh Rukia bersandar di sisi meja wastafel seraya memeluk tubuh miliknya sendiri.
"Aku bukan seorang bocah, Nona. Usiaku 20 tahun," nadanya menahan amarah.
Matsumoto terjingkat sejenak dan menutup mulutnya dengan sangat rapat. Lain halnya dengan si pelaku kedua—bernama Senna. Wanita yang kurang lebih sebaya dengan Rukia itu malah menatap sirik—sama sekali tak bersahabat.
"Aaah... aku membuat kesalahan lagi. Kau mungkin sebaya dengan orang ini," jelas Matsumoto menunjuk setengah hati lawan debatnya beberpa saat yang lalu.
"Ceh! Tubuhnya kurus dan pendek. Jangan samakan aku dengannya!" ujar Senna lolos begitu saja.
Matsumoto dengan cepat menjitak kepala Senna dan mendorong kuat wanita itu hingga mundur beberapa langkah.
"Jangan hiraukan dia. Dia sedikit... ya... kau tahu lah... gangguan jiwa!" ucap Matsumoto seraya memainkan mimik wajah cantiknya.
Rukia mengangguk lemah dan kembali mengemasi kotak rias yang beberapa saat yang lalu ia keluarkan dari tas tangannya. Begitu selesai ia kembali berposisi menghadap Matsumoto dan mengulurkan sebelah tangan.
"Rukia,"
"Namaku Rangiku Matsumoto! Dan dia...," tunjuk Matsumoto malas. "Kau bisa memanggilnya sesukamu."
Senna maju satu langkah dan menjewer telinga Matsumoto, "Aku punya nama, dan namaku Senna!"
Rukia mengangguk lemah. Wanita itu untuk sejenak menata rambut cepak miliknya—mempertontonkan leher putih bersih yang mulus dan menawan.
Dengan ekspresi remeh Rukia kembali ambil suara begitu duo kucing garong itu kembali tenang. Ia mash bingung dengan apa yang diperdebatkan kedua wanita cantik ini.
"Apa yang kalian perebutkan barusan adalah sebuah... strawberry? Buah strawberry?
« Ruki Yagami »
"Berhentilah memelukku seolah kau begitu bergairah saat melakukannya."
Dengan cepat Ichigo mendorong tubuh Byakuya menjauh.
"Kau gila! Mana mungkin aku merasakan hal seperti itu? Aku normal!"
Byakuya mendengus, "Kau bilang normal? Coba kita lihat, aku tidak pernah melihatmu bergaul dengan seorang wanita."
Ichigo menatap Byakuya lebih tajam.
Begitu pula sebaliknya. "Selain Neliel tentu saja."
Ichigo nampak menelan ludah begitu sulit. Wajahnya menjadi lebih sayu dan dengan cepat pria yang tiba-tiba berubah mood itu menghindari tatapan dari Byakuya.
"Kau saja yang tidak mengetahuinya, Byakuya."
Byakuya kembali duduk di atas ranjangnya.
"Kau kira aku buta? Kita sudah saling mengenal sejak lama. Kecuali... saat kelulusan itu. Kau menghilang bukan? Aku terkejut sekarang kau muncul lagi di hadapanku."
Ichigo mengeratkan pegangan pada buku sketsanya.
"Aku terburu-buru, Bodoh. Lagi pula aku tidak ingin...,"
"Seseorang akan menjengukku sesaat lagi. Benar begitu, Hinamori?"
Tiba-tiba saja Byakuya melempar pertanyaan pada bawahannya itu, yang masih setia membereskan segala perkakasnya.
Hinamori menunduk sopan, "benar, Byakuya-sama. Nona sudah saya hubungi. Beliau sudah berada di lobi rumah sakit."
Ichigo yang nampak bingung hanya diam saja dan mengamati ekspresi tak tertebak dari Byakuya.
"Ya, sebentar lagi dia akan datang. Kau ingin bertemu dengannya?" Byakuya menunjuk Ichigo dengan pertanyaan tak langsungnya.
Sepertinya Ichigo salah persepsi dalam hal ini. Mereka membicarakan orang yang berbeda.
"Aku harus cepat kembali ke kantor. Sebaiknya aku pergi sekrang."
Byakuya tersenyum aneh. "Sayang sekali. Baiklah... kau memang pria sibuk, bukan?"
Ichigo berjalan mendekati pintu. "Akan kuhubungi kau nanti,"
"Ya. Dan ingat kau masih memiliki hutang jasamu padaku."
"Baiklah... baiklah... aku tahu. Dan kau? Kau belum mengatakan apa yang bisa kau berikan padaku? Kita berulang tahun di hari yang sama."
Ichigo menunda jemarinya untuk membuka pintu. Menunggu jawaban Byakuya.
"Nanti kau juga akan mengetahuinya."
"Ceh! Sama saja. Kau selalu basa-basi."
Ichigo dengan cepat membuka pintu dihadapannya. Pria itu mengangkat tangan dan dilambaikannya perlahan sebelum punggung miliknya lenyap di balik pintu.
« Ruki Yagami »
Rukia bersandar pada dinding lorong. Ia tengah menunggu kenalan barunya—Matsumoto—yang mengaku ingin membagi cerita mengenai si srawberry yang sempat disalahartikan oleh Rukia.
Ia tak menolak ajakan itu. Lagi pula ini adalah kali pertama ia bercengkrama dengan wanita setelah kedatangannya dari Paris. Ia senang mendapatkan teman mengobrol yang tidak mengetahui statusnya.
"Lama sekali."
Rukia mengetuk ujung sepatu berhak tingginya dengan bosan. Sebelum sebuah teriakan berhasil menghentikan suara antukan itu.
"Ah! Ichigo! Akhirnya aku menemukanmu!" teriak Matsumoto seraya berlari mendekati seorang pria berpostur tinggi yang masih dalam mode terkejut.
Rukia yang tertarik dengan nama Ichigo kini menoleh pada objek yang beberapa saat yang lalu sempat diperebutkan dua wanita cantik di dalam toilet.
"Jadi... dia?" kata Rukia seraya menatap langsung punggung tegap si lelaki yang saat ini membelakangi arah tatapannya. "Lebih tepat disebut jeruk, bukan? Kenapa harus strawberry?"
Terlihat sekali, pria itu nampak setengah hati menanggapi antusiasme seorang Rangiku dan jangan lupa ditambah Senna yang tak lama ikutan nimbruk.
Di sisi lain Rukia masih begitu serius untuk mencermati. Seperti komentator saja Rukia berucap, "tipe pembuat onar," komenarnya seraya memandangi baik-baik warna rambut si pria.
"Ichigo! Cepat jelaskan padanya bahwa kau tak mungkin tertarik pada wanita sepertinya!" teriak Senna seraya menarik kuat salah satu tangan Ichigo.
"Hey, hey... apa-apaan ini? Kenapa kalian bisa berada di sini?" tanya Ichigo sembari berupaya melepas tarikan kuat seorang Senna.
Matsumoto dan Senna secara serempak berteriak, "Kami ingin penjelasan darimu!"
Tingkah Ichigo yang terkesan datar malah membuat cek-cok diantara Matsumoto dan Senna kembali dimulai. Ichigo menggelengkan kepala seraya berusaha kuat melerai keduanya. Tapi... sia-sia.
"Hey! Hentikan kalian berdua!" teriak Ichigo tak sabar.
"Dada besar, kuperingatkan kau untuk yang terakhir kalinya. Menyerahlah! Carilah pria selain Ichigo dengan tubuh yang kau agungkan itu!"
"Apa katamu? Wanita kurang ajar!"
Rukia yang memperhatikan hal itu berlarut-larut memilih untuk merogoh tas tangannya dan mengecek handphone yang sejenak lalu telah terabaikan.
Begitu ia cek, sebuah laporan pesan masuk tertera jelas di layar handphone miliknya.
Rukia-chan. Kemarilah, Byakuya-sama memanggilmu.
Momo
"Ah, aku harus cepat menemui Nii-sama. Rupanya aku sudah diperbolehkan menjenguk."
Dengan cepat Rukia memasukkan kembali handphone miliknya. Namun belum selangkah ia berpijak, sebuah benda silinder panjang yang ramping menggelinding dan terhenti tepat di sisi kakinya.
Rukia meraih benda tersebut dan memperhatikan benar objek temuanya.
NEIL4
"Neil... Neil empat? Apa artinya?"
Rukia mengangkat sesuatu yang sudah tak asing lagi baginya—sebuah kuas lusuh dengan deretan alfabet memenuhi gagangnya.
"Apa benda ini milik strawberry itu?"
Rukia kembali mengawasi pria berpostur tinggi yang masih sibuk melerai pertikaian kecil diantara selirnya. Rukia memandang bosan hal tersebut dan memilih untuk melangkah menjauhi tempat pertikaian.
"Aku benci pria sepertinya," gumam Rukia santai seraya memainkan tongkat kuas di sebelah kanan jemarinya. "Jika aku bertemu dengannya lagi, kupastikan satu tendangan menghantam kakinya."
Dan Rukia pun berlalu dengan sebuah kuas yang kini ia tawan di dalam genggaman tangannya yang menguat.
"Tunggu saja. Kupastikan tendanganku berasa lezat untuk kakimu."
« Ruki Yagami »
"Maafkan aku, Rukia. Mungkin kau terkejut mendengar hal itu. Aku berharap kau mengerti."
Sunyi, senyap dan tenang. Tidak ada satu pun diantara kedua kakak beradik itu yang kembali menyuarakan sebuah penjelasan atau pula jawaban.
Yang satu menundukkan kepala dengan wajah yang tak tertebak, dan yang lain masih terus memandangi adik semata wayangnya dengan was-was. Berharap adik kecilnya itu memberontak dan memakinya.
Rukia tersenyum.
"Maaf sudah membuat Nii-sama khawatir. Apa pun itu, aku pasti bisa melakukannya. Aku akan berusaha melakukan perjodohan itu."
Byakuya menghela napas dalam.
"Kau terlalu memaksakan diri, Rukia."
"Ya?"
"Seharusnya kau menolak dan melarikan diri setelah berteriak di depan wajahku," Byakuya memijat kepalanya seraya memejamkan mata.
Satu pertanyaan besar muncul di dalam otaknya. Mengapa Rukia begitu patuh kepadanya?
Rukia mendekat dan menemani untuk duduk di samping kakaknya. Sebelah tangan Rukia meraih tangan Byakuya dalam pangkuannya.
"Aku tahu. Nii-sama pasti bertengkar lagi dengan mereka untuk membelaku. Aku tidak salah kan?"
Byakuya menatap bagaimana iris mata sang adik menatapnya penuh haru. Seharusnya Byakuya tahu itu, Rukia memang selalu mengerti keadaannya.
"Dan karena itu juga Nii-sama sekarang berada di sini. Nii-sama... terlalu mengkhawatirkanku."
Byakuya dengan perlahan memeluk adiknya.
"Aku lebih suka kau tinggal di Paris, Rukia. Tidak seharusnya kau berada di sini."
"Itu mustahil."
Byakuya melepas pelukannya dan memandang Rukia heran.
"Mustahil aku membiarkan Nii-sama menangani hal ini sendiri. Bukankah kita bersaudara?"
Rukia benar. Jika memang permasalahan ini membuatnya drop sampai-sampai harus menginap di rumah sakit, sudah sewajarnya ia tak memikirkan masalah ini seorang diri. Ia membutuhkan Rukia.
Rukia beranjak untuk berdiri dan memberi hormat kepada kakaknya.
"Aku akan menunggu Nii-sama di samping mobil. Sepertinya semua sudah siap."
Rukia berjalan dan meninggalkan Byakuya begitu saja. Langkah kaki gadis itu nampak melambat. Byakuya tahu satu hal, Rukia sudah terlalu lelah menghadapi hidupnya.
"Byakuya-sama, Rukia-sama per...,"
"Biarkan saja. Aku akan menyusulnya sebentar lagi."
« Ruki Yagami »
Berawal dari langkah kaki perlahan—seolah mengendap. Perlahan sepasang kaki gadis itu bergerak semakin cepat. Tak lama kemudian menjadi amat gigih dan terburu. Dan akhirnya berlari.
Wajahnya bercampur aduk antara kesal dan sedih. Bagaimana ia melihat sang kakak yang begitu rapuh saat membelanya. Mengingat begitu kejamnya takdir telah menjodohkannya dengan pria yang tak ia kenal sama sekali.
"Ini sudah cukup! Mereka sudah merebut semua keinginanku. Sekarang mereka juga mengambil hidupku. Keterlaluan!"
Rukia berlari dan mengacuhkan para serdadu yang masih melihat gelagat tuannya yang aneh dan belum pernah mereka lihat sebelum ini. Tak ada yang menghentikannya berlari.
Sebelum suara klakson keras meneriaki Rukia yang sudah kehilangan kendali. Ia tak sadar hampir melangkah ke pembatas jalan. Namun...
Bruk!
Tubuh Rukia nyeri untuk sejenak. Bukan disebabkan oleh tubuhnya yang terjatuh atau pun tertabrak. Melainkan tubuhnya sengaja ditabrakkan ke arah sebuah mobil—tepat di body kiri mobil berwarna merah nyentreng yang Rukia sendiri pun tidak mengetahui siapa pemiliknya.
Secepatnya mobil rendah dengan liuk maskulin itu mengeluarkan bunyian seperti sirine mobil pemadam kebakaran. Hanya alarm anti maling.
Tapi hal itu benar-benar mengganggu Rukia.
"Apa-apaan sih!"
Rukia mendorong dada seseorang yang berusaha melindunginya kini malah semakin membuat mood-nya memburuk.
Rukia mengangkat dagu dan menatap langsung kedua mata pria yang baru saja bermaksud menyelamatkannya.
Mereka terdiam beberapa saat dengan posisi si lelaki masih setia menahan bahu Rukia, sedangkan Rukia malah beralih mengawasi rambut sang pria.
Keduanya mengacuhkan suara bising di sekitarnya.
"Neil?" ucap Rukia pelan.
"Alien?" gumam si pria merendah.
Keduanya saling terkejut untuk sedetik. Dalam batin Rukia mengutuk berat makian lawan adu matanya. Berani sekali pria tersebut menyebutnya alien?
Sedangkan yang lain, Kurosaki Ichigo— mengerutkan alis saat mendengar satu kata yang muncul dari bibir gadis kecil di depannya. Ia mendengar Nel. Padahal Rukia bermaksud mengucapkan Neil.
"Nel? Tahu dari mana kau mengenai aku dan Nel?" Ichigo mendahului Rukia untuk membuka mulut.
Mengetahui bahwa Ichigo berbicara lumayan aneh dengan nadanya yang seolah menuduh. Dengan cepat Rukia langsung mengangkat sebelah kakinya, dan dengan cepat pula Rukia menendang keras tulang betis Ichigo hingga sang pria jatuh terkapar di badan trotoar sambil mengaduh kesakitan.
Rukia menyeringai.
"Rasakan itu. Pria sepertimu lah yang tak kuharapkan ada di dunia ini. Strawberry!"
BERSAMBUNG
Satu lagi fic IchiRuki untuk Fandom Bleach. Kali ini sedikit humor dan drama kali ya. Dan pastinya Romance ala IchiRuki seperti biasa. Saran dan kritik Py tunggu di kotak review ya, Readers...
Arigatou An' Mata Ashita
R P
E L
V E
I A
E S
W E
