A/N: Ya ampun. Kalo nggak rajin ngebuka tumblr, pasti aku nggak bakal pernah tahu ada event beginian...

Karena itulah saat masih di pertengahan Mei aku udah tahu kalo kuromomo week itu dari tgl 31 Mei – 6 Juni, tapi...

Benar-benar...

Rasanya keterlaluan banget ya baru muncul di hari terakhir begini... ._.
Wong mau gimana lagi, ane bener2 buntu ide. Ini aja idenya kebetulan muncul pas nonton Shreek 3 :v
Karena rasanya tema yg cocok adalah together, jadi aku publish ni fanfic gaje di hari terakhir aja...

Btw, ini adalah fic perdanaku di fandom ini, jadi... Yoroshiku, minna-saannn... ^w^

Ps: Aku nggak pandai bikin drabble... ._.


Special fic untuk merayakan kuromomo week.

Days 7: together

Read and review, please!


"Momoi-san, aku menyukaimu. Apa kau mau jadi pacarku?"

Angin musim dingin yang nakal menerbangkan rambut merah muda milik Momoi Satsuki. Ia mencengkram ujung sweater-nya, tak kuat menatap pemuda bersurai biru langit di depannya. Ia masih di antara percaya dan tidak dengan apa yang baru saja didengarnya. Walau begitu, perlahan tapi pasti ia mengangguk dengan malu-malu.

"Iya. Aku selalu mau jadi pacar Tetsu-kun."

Hanya butuh satu detik ketika dirinya merasakan sesuatu yang lembut dan manis mengulum bibir ranumnya.

Ya, Kuroko menciumnya.


Kuroko no Basuke © Fujima Tadahoshi
Genre: Family & Friendship (maybe?) Dan sedikit romance~
Rate: T – T+ (for language)
Pairing: Kuroko x Momoi
Warning: Future fic, kemunculan Kurokocchi yg cuma sedikit, mungkin rada OOC, dan mungkin ini canon *digetok*
Cover © Ai-chan99


We'll Always Be Together, Right?


"Tetsu-kun, dasimu belum rapi!"

Lantai rumah yang terbuat dari kayu itu mendadak menimbulkan bunyi bising ketika aku berlari di atasnya. Sendok sup yang ada di tanganku kutaruh sembarangan sebelum berkutat dengan dasi yang dipakai Tetsu-kun dengan asal-asalan.

Sudah sepuluh tahun berlalu sejak Tetsu-kun menembakku seusai Seirin mengalahkan Akashi-kun di Winter Cup. Setelah kami lulus kuliah, dia pun melamarku di depan teman-teman yang lain. Aku masih mengingat wajahnya yang tampak gugup—walau berusaha ditutupi dengan ekspresi hampa seperti biasa, padahal sudah jelas kalau aku bakal menerimanya.

Karena itu, sekarang namaku sudah berganti dari Momoi Satsuki menjadi Kuroko Satsuki—nama yang sudah kumimpikan sejak Tetsu-kun memberikan ciuman pertamanya padaku, bahkan jauh sebelum itu.

Tetsu-kun tersenyum lembut saat aku selesai merapikan dasinya. "Terima kasih Satsuki-san. Kalau begitu aku pergi dulu."

"Tunggu, Tetsu-kun! Apa kau tidak merasa melupakan sesuatu?" tahanku. Tetsu-kun tampak mengingat-ingat sesuatu. "Ah, benar juga."

Aku langsung melayang ketika Tetsu-kun mengingatnya. Padahal ini selalu dilakukan oleh setiap pasangan suami-istri, tapi aku tetap saja deg-degan ketika membayangkannya. Tentu saja itu adalah... CIUMAN PAMIT!

Ini adalah hal yang paling kunanti-nanti setiap paginya. Aku menutup mataku saat Tetsu-kun mendekatkan wajahnya padaku. Sepertinya tanpa kusadari, bibirku maju beberapa senti saking tidak sabarnya. Tapi...

Chu!

Eh... Lho...

Tetsu-kun menjauhkan kembali tangannya yang tadinya digunakannya untuk mengawasi rambutku dari dahiku. Tetap tanpa eskpresi, ia berkata padaku, "Sudah, kan?"

Aku merasa diriku sudah seperti pasir di Gurun Sahara yang tertiup angin.

Karena sebal, aku menggembungkan pipiku. "Dasar, Tetsu-kun bodoh...!"

Ia menghela sesaat, hingga tiba-tiba aku merasakan hembusan napasnya di dekat telingaku.

"Kalau di bibir, bisa-bisa berlanjut sampai nanti malam, lho," bisiknya.

BLUSH!

"T-T-T-Tetsu-kun!"

Sepertinya darahku sudah naik semua ke kepala. Oh tidak, aku merasa badanku mau tumbang ke belakang, hingga...

Tuk!

"Dasar, apa sih yang kaukatakan padanya sampai-sampai dia nyaris pingsan, Tetsu?"

"Dai-chan!"

Badanku yang nyaris jatuh ditopang oleh kedua tangan milik lelaki berkulit tan yang merupakan sahabatku sejak kecil. Ya, dia Aomine Daiki-kun, atau yang biasa kupanggil Dai-chan.

"I-itu bukan urusannya Aomine-kun, kan," alih Tetsu-kun sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah. Ternyata dia diam-diam malu juga dengan kata-katanya sendiri. Ya ampun, Tetsu-kun, kau manis sekali!

"Daripada itu, tolong jaga Satsuki-san sampai aku pulang, ya. Aku pergi dulu," pamit Tetsu-kun sambil mengambil tas hitam miliknya. Aku dan Dai-chan melambai padanya. "Hati-hati di jalan!"

Setelah Tetsu-kun menghilang dari pandangan, aku mengambil kembali sendok sup yang ternyata kutaruh di atas pot bunga dan tanpa sengaja melihat ekspresi bingung Dai-chan. "Ada apa?" tanyaku.

"Ng... Tidak. Dari dulu aku selalu kepikiran. Padahal Tetsu pernah bilang kalau dia bercita-cita jadi guru taman kanak-kanak, tapi kenapa sekarang malah jadi pegawai kantoran?" jawab Dai-chan sambil melempar pertanyaan kembali. Aku tersenyum mendengarnya.

"Tetsu-kun memang bilang begitu. Tapi katanya mungkin gajinya tidak begitu tinggi. Jadi dia memilih untuk membahagiakanku terlebih dahulu, baru menjadi guru TK sebagai pekerjaan sampingannya. Kyaaaa~~ Tetsu-kun ternyata benar-benar pengertiaaaann~~~!" kataku yang tanpa sadar menggeleng-geleng karena mulai berkhayal tingkat tinggi. Dai-chan menanggapiku malas, "Ya, ya."

Ngomong-ngomong soal pekerjaan, Dai-chan juga sudah mengikuti tes untuk jadi polisi dan hanya tinggal menunggu hasilnya. Tapi karena lokasinya cukup jauh dari rumahnya, jadi untuk sementara Dai-chan tinggal di rumah yang bersebelahan dengan kami.

"Tapi Dai-chan, aku juga kepikiran sesuatu, lho," ucapku.

"Apa itu?" tanya Dai-chan sedikit tertarik.

"Aku selalu bingung kenapa kau segitu inginnya jadi polisi, padahal kau lebih cocok jadi preman yang dikejar polisinya, lho."

"KAU!"

Dai-chan mengejarku yang berlari ke dalam rumah sambil tertawa puas. Setelah menangkapku, ia mengacak-acak rambutku sampai kusut. "Dame yo, Dai-chan!"

"Itu hukuman untuk anak nakal dari si calon polisi ini," balasnya. Huuh, dasar kegeeran!

"Btw Satsuki, nanti siang Akashi dan yang lainnya mau datang, lho, kau sudah dengar?" ujar Dai-chan sambil melepaskan tangannya dari rambutku.

"Nggak. Aku baru tahu, tuh," jawabku. Mendadak mataku bersinar terang. "Itu artinya kita harus masak yang banyak!"

Dai-chan membelalakkan matanya. "M-maaf, aku ada urusan mendadak sampai nanti malam jadi tidak bisa ikutan—Ugh! Le-lepaskan!"

"Nggak mau~!"

Aku menahan tangan Dai-chan yang yang mendadak pingin kabur. Dengan sedikit sebal, aku menghela napas. "Jangan-jangan kau ingin kabur karena belum tahu kemampuan masakku yang sekarang, ya?"

"E-eh? Kau ingin bilang kalau sekarang kau sudah pandai memasak?" tanyanya.

"TENTU SAJA! Aku berusaha keras melakukan hal yang paling aku tak bisa ini demi Tetsu-kun!"

Aku masih ingat dengan tampang menyebalkan Dai-chan tiap kali dia menolak ajakanku untuk makan malam bersama kami. Dan itu benar-benar sangat menyakitkan hati!

Kuangkat sendok sup di tanganku tinggi-tinggi.

"Akan kutunjukkan kemampuanku yang sekarang padamu! Kau akan menyesal karena kabur saat kuajak untuk makan di rumahku!"

"Eeeh?"


Semuanya berjalan seperti yang dikatakan Aomine. Akashi, Midorima, Kise dan Murasakibara datang berkunjung tepat saat jam makan siang. Berbagai menu sudah terhidang di meja untuk menyambut mereka, bahkan makanan manis seperti kue dan yang lainnya juga disiapkan untuk si titisan titan yang nggak usah disebut namanya.

Tapi pemandangan di depan mereka ini sukses membuat Kiseki no Sedai cengo abis.

"A-anooo, Satsukicchi..." panggil Kise.

"... Ya?"

"Apa kamu nggak kebanyakan makan, ya? Bahkan Murasakicchi sampai tersaingi-ssu..."

"Eh?"

Satsuki menatap kue tart buatannya yang kini hanya tinggal krimnya saja. Dia lalu menatap piring-piring lain yang juga kosong melompong karena makanannya udah ludes semua sama dia. Setelah itu, ia kembali menatap teman-temannya.

"Jadi begitu, ya..."

"He?"

"Jadi ini alasan Tetsu-kun menatapku seperti itu sejak lima hari yang lalu..."

"JADI KAU SUDAH SEPERTI INI SELAMA LIMA HARI PENUH?!" jerit kumpulan lelaki itu dengan tampang tidak percaya. Satsuki cuma ber-tehee ria.

"Tapi masakan ini memang benar-benar enak," Akashi menyuarakan pendapatnya. "Apa Kuroko-kun yang memasaknya?"

Crep.

"A-Akashi! Cepat minta maaf pada Satsuki! Kau telah melukainya!" tuntut Aomine sambil menenangkan Satsuki yang sudah memutih sambil komat-kamit, 'Sebegitu parahnya kah masakanku dulu...'

"Eh, i-iya... Jadi ini masakanmu, ya... Maaf..." Akashi yang biasanya kelem pun jadi kegalapan melihat tingkah Satsuki yang udah kayak mayat idup. Dia bingung harus minta maaf yang bagaimana.

"Dasar... AKASHI-KUN JAHAAAATT!"

"WAAH! SATSUKICCHI, JANGAN MAKAN LAGI!"

"Biarkan saja, Kise. Kalau dadanya tambah besar, nanti Tetsu makin puas."

PRANG!

"ADUH! BAHAYA! Jangan lempar aku pakai piring!"

Midorima menopang dagunya di atas jari telunjuk dan ibu jari yang saling mengapit layaknya detektif. Manik tosca-nya memperhatikan Satsuki dengan seksama.

"AOMINE-KUN BODOH!"

"SUDAH SATSUKICCHI, NANTI KAU SAKIT PERUT!"

"Sa-chin, boleh kuminta kuenya?"

Akhirnya mantan shooter Kiseki no Sedai itu menyadari sesuatu.

"Momoi, jangan-jangan kau..."

Ia menjeda kata-katanya—biar ada efek dramatis.

"...hamil?"

"Eh..."

Krik krik krik

"EEEEH?!"

Grep!

"Midorima, apa maksudmu bilang begitu, hah? Kau sadar dengan apa yang kaukatakan?!" protes Aomine sambil memegangi kedua bahu Midorima.

"I-itu benar, Midorin! Lagi pula yang benar bukan Momoi, tapi Kuroko Satsuki, kan?" imbuh Satsuki.

"Kalian ini mau meremehkan perkiraan dokter, hah?" bentak Midorima kesal. Semuanya terdiam. Sepertinya beberapa detik yang lalu mereka sempat melupakan bahwa sosok berkacamata ini merupakan lulusan terbaik Universitas Tokyo jurusan kedokteran.

"... juga..."

"'Juga'?" ulang Satsuki dan yang lainnya saat mendengar kata 'juga' dari Midorima. Tampaknya wajahnya sedikit merona.

"Aku bisa berkata begitu karena lucky item-mu hari ini adalah..."

Midorima mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dan itu merupakan...

"ALAT PENGETES KEHAMILAN?!"

Diteriaki sebanyak dua kali hanya dalam waktu beberapa menit cukup membuat telinga dokter berambut hijau itu berdenging.

Satsuki mengambil benda penentu nasib (?) itu dengan tampang yang sulit dijelaskan.

"Tadinya aku tak ingin mengeluarkannya karena tidak mau kau marah, tapi sepertinya aku memang harus memberikannya. Ngomong-ngomong, lucky item untuk cancer hari ini adalah cincin, dan itu cukup membantuku untuk menjauhkan para gadis dari hadapanku nanodayo," ucap Midorima sambil memamerkan cincin emas di salah satu jari tangan kanannya.

'Jadi itu sebabnya dia tidak kerumuni para suster saat aku menjemputnya tadi...' gumam Akashi. Dia menatap cincin emas miliknya dengan tampang horror. Sepertinya para suster itu sukses dibuatnya salah paham. Hell yeah.

"Midorimacchi sugoi-ssu... Jadi seharian kau membawa-bawa benda seperti ini?" ucap Kise yang ber-sweatdrop ria sambil memperhatikan lukcy item taurus hari ini. Midorima hanya cuek.

"Ah..."

"Hm? Kenapa, Sa-chin?" tegur Murasakibara saat mendengar gumaman Satsuki. Ia menggeleng. "Mmm... Bukan apa-apa."

Sebenarnya itu sama sekali tidak 'bukan apa-apa'. Ia baru saja teringat bahwa kemarin saat sendirian di rumah, dia sempat merasa mual bahkan muntah sampai wajahnya pucat. Dia mengira mungkin itu hanya karena dia kebanyakan makan saja.

Satsuki kembali menatap Midorima yang mendadak enter the tsundere mode.

"Bu-bukannya aku mau memberikannya padamu karena aku peduli nanodayo! Tapi ini merupakan jalan yang harus kutempuh melalui tuntunan Oha-asa, jadi terpaksa harus kuberikan nanodayo!" timpalnya sambil pura-pura membetulkan kacamata. Satsuki menatapnya terharu.

"Mi-Midoriiin...! AKU SUKA KAMU!"

"UGH!"

"SATSUKI! JANGAN MEMELUK PRIA LAIN KALAU KAU SUDAH PUNYA SUAMI!"

"MIDORIMACCHI! GAWAT, MATANYA MENJADI PUTIH-SSU!"

"Kalian berdua, jangan ribut di rumah orang lain."

"Aka-chin, kau tidak mau makan yang itu? Kalau begitu berikan padaku."

"Terserahmu saja. Dan cepat lepaskan Midorima, Satsuki. Kalau Kuroko-kun tahu hal ini, Midorima pasti hanya tinggal nama."


"HATCHIIII!"

"Lho, Kuroko-kun? Kau sakit apa di musim seperti ini?"

"Sumimasen, Aida-san. Ntah kenapa sesaat seperti ada angin dingin di tengkukku."


JENG JENG JENG JENG

Para Kiseki menatap pintu di depan mereka ala real face. Walau tak layak disebutkan, pintu yang mereka tatap itu—yang baru saja dimasuki Satsuki—adalah... pintu toilet.

Mereka berlima mendadak berubah peran jadi suami pengganti.

"Kenapa untuk sekejab... aku merasa kalau aku yang jadi Kurokocchi, ya?" ungkap Kise. Aomine memalingkan wajahnya. "Kalau begitu kenapa tidak menikah saja? Lihat Tetsu, Satsuki sudah hamil begini—walau belum pasti, sih."

"Apaan, sih! Aominecchi memangnya nggak berbeda?" protes Kise.

"Beda! Aku masih sibuk memikirkan hasil tesku!"

"Kan masih belum diterima! Kalau aku kan sudah sibuk dengan pekerjaanku-ssu!" sewot si kuning itu. Memang, sejak menggeluti dunia yang mengarungi angkasa—pilot, pekerjaannya sebagai model pun dinomorduakannya.

Murasakibara yang tadinya sibuk ngemil pun menyadari adanya perubahan dengan sikap Akashi. "Lho, Aka-chin kenapa?"

Yang lainnya jadi ikutan memperhatikan orang yang pernah menjadi kapten mereka itu. Kalau dilihat baik-baik, ternyata wajahnya sudah nyaris menyaingi warna rambutnya.

"Bukan apa-apa... Kejadian ini jadi mengingatkanku dengan istriku di rumah yang juga... sedang hamil..."

Jangkriknya ikutan diam.

"Ya ampuuuuunn! Akashicchi, kau ternyata bisa bersikap semanis ini juga-ssu~!"

"Ini tidak seperti dirimu yang biasanya, Akashi."

"Ternyata kau lihai juga, ya. Padahal Tetsu menikah lebih dulu daripada kau."

"Urusai, Aomine," desis Akashi. Sepertinya dia menyesal telah mengatakannya.

Memang, tepat sebulan setelah pernikahan Kuroko dan Satsuki, Akashi pun ikut menyusul dengan perempuan cantik keturunan kolongmerat hasil perjodohan sang ayah dengan teman dekatnya.

Cklek!

"!"

Mereka berlima kembali memusatkan pandangan ke arah pintu yang tadinya masih terkunci rapat itu. Satsuki berdiri di depannya sambil menyembunyikan kedua tangan di belakangnya. Kiseki no Sedai menatapnya tegang.

"Sa-Satsukicchi... Jadi..."

Satsuki mengangkat kepalanya. Tatapan matanya membuat mereka menelan ludah. Perlahan, ia menunjukkan lucky item-nya itu dengan malu-malu.

Positif.

"OOOOHHH!"


"Tadaima."

Kuroko membuka pintu rumahnya dengan heran saat tak mendapat sambutan dari istrinya tercinta, sahutan pun tidak. Padahal biasanya Satsuki langsung berhamburan ke arahnya sambil memeluknya erat-erat dan mengatakan, 'Okaeri!'

Begitu melepaskan sepatunya, ia baru menyadari bahwa ada orang lain di rumahnya saat menjumpai beberapa pasang sepatu yang tak pernah dimilikinya. Kalau dilihat dari jumlahnya, sepertinya itu merupakan teman-temannya semasa SMP dulu. Tapi mau apa mereka menunggunya sampai malam begini?

Tanpa basa-basi, Kuroko kembali melangkah ke arah ruang makannya dan menemui hal yang tak biasa. Istrinya berdiri di depan meja makan yang sudah dipenuhi berbagai hidangan dengan jumlah yang tak bisa dibilang sedikit. Teman-temannya yang duduk di sofa di depan TV pun menatapnya dengan wajah yang sudah tak sabar. Dan ntah kenapa itu seperti tampang orang yang sedang menunggu tontonan menarik.

"Okaeri, Tetsu-kun. Maaf karena tidak menyambutmu seperti biasa. Hari ini aku memutuskan untuk menunggumu di sini bersama yang lainnya," ucap Satsuki dengan senyuman manisnya. Kuroko masih tampak tidak paham.

"Anoo, Tetsu-kun... Aku kurang pandai menyampaikannya, karena ini yang pertama kalinya bagiku..."

Satsuki menggenggam tangan Kuroko dan sedikit membuat suaminya itu salah tingkah. Salahkan teman-temannya yang terkikik kecil saat adegan itu berlangsung. Tapi mereka langsung berhenti saat Kuroko mendelik pada mereka dan malah dibalas dengan cengiran jahil.

"Tetsu-kun...?"

"Iya, Satsuki-san?"

"... Aku hamil."

.

.

.

Bruk.

"T-T-T-TETSU-KUN?!"

"KU-KUROKOCCHI! DOKTEER! CEPAT PANGGILKAN DOKTEEER!"

"Diamlah, Kise. Dokternya sudah ada di sini sejak tadi siang."

"Inilah kenapa aku memilih untuk menunggu di sini sampai malam nanodayo. Murasakibara, angkat dia."

"Haaaii'~ Sa-chin, tunjukkan kamarnya."

"E-eeeehh? Apa nggak bisa di sofa saja?"

"Kenapa? Apa ada hasil kerjaanmu dan Tetsu di atas kasur kalian?"

PLUAAK!

"Ah, Midorima. Sepertinya pasiennya nambah satu lagi."

"Lupakan dia, Midorin! Tolong urus Tetsu-kun! Tetsu-kun, bertahanlah~!"


.

.

.

"Kita... akan terus bersama, kan?

Semuanya menyukai basket... Dan setelah ini pun... kita tetap bisa bersenang-senang bersama semuanya, kan?"

.

.

"... Ya, kita... akan terus bersama."


OWARI


=OMAKE=

Setelah selesai mengurus Kuroko yang tepar, para anggota Kiseki no Sedai pun kembali ke rumah masing-masing. Di tengah perjalanan pulang, Midorima mendapat panggilan dari partner-nya semasa SMA dulu, Takao Kazunari.

Ia mengangkat panggilan itu. "Ya?"

"KONBAWA, SHIN-CHAN!"

Midorima langsung menjauhkan ponselnya demi menyelamatkan gendang telinganya yang nyaris ditulikan untuk ketigakalinya hari ini.

"Suaramu terlalu besar, Takao! Apa maumu meneleponku malam-malam begini, nanodayo?"

"Dingin sekaliiii... Inikah sikapmu terhadap teman lamamu?"

"Cepat katakan apa maumu sebelum aku memutuskan sambungannya nanodayo."

"Aku cuma mau tanya kau sedang di mana, kook~"

"... Sedang di perjalanan pulang dari rumah Kuroko nanodayo."

"Oooh, Kuroko yang itu, ya? Kalau tidak salah dia menikah dengan manajer Touou, kan? Kau tidak mau menyusul? Ah, aku kan punya adik perempuan, kau tertarik? Dia manis, lho!"

"Kau kira aku tertarik dengan anak-anak? Aku bukan pedophillia nanodayo."

"Ah, apa itu artinya kau tertarik dengan wanita yang lebih tua~?"

"Urusai, nanodayo. Akan kututup—"

"Kalau begitu, apa kau mau denganku saja? Kau mau, ka—"

Tut tut tut tut...

Midorima menutup handphone hijaunya dengan tampang yang silakan dibayangkan sendiri oleh para pembaca sekalian.


OWARI BENERAN


Ai-chan: "Selesai juga fic gaje iniii..." TTATT

Yukihana: "Iya, gaje."

KuroMomo: (blushing)

Aka: "ITU APAAN GUE-NYA OOC BANGET, SUMPAH!"

Ai-chan: "Ya mau gimana lagi, Aka-chin? Wong itu tuntutan peran... Lagian kamu kan manis kalo sekali2 bersikap kayak gitu..." (~=3=)~

Midori: "TERUS INI OMAKE APAAN, HAH?! ENYAHKAN SEKARANG JUGA!" (menuju tombol delete)

Ai-chan: "STOP THAT, MIDORIMA! YUKI, STOP HIM!"

Yukihana: "Ooossh." (ngeluarin zanpakutou)

Midori: (beku)

Ai-chan: "Aku lumayan suka ama pairing yg di omake, sih~ Tapi masih belum kuat bikin fic shou-ai~" (siul2 gaje) "Buat readers yg kagak suka MidoTaka, tenang aja. Yg terakhir itu Takao cuma bercanda, kok!"

Murasaki: (ngemil di pojokan)

Ki: (ikutan mojok karena habis di-bully (?))

Ao: "Terus kenapa gue banyak ngeluarin kata2 yg nggak pantas, hah?!"

Ai-chan: "Jangan berani2 protes kalo elo masih belum bisa ngerubah pola pikir lo yg sekarang." (nunjuk majalah porno yg lagi dibaca Ao)

Ao: "Cih!" (tetep lanjut baca)

Ai-chan: "Sebenarnya ide fic ini berasal dari doujinshi yg pengen aku bikin untuk ngerayain kuromomo week, tapi karena takut ntar nggak bakal jadi2 dibuat (karena langsung lemes pas ngeliat gambar sendiri), jadinya ya aku jadiin fic aja, deh! Daripada idenya mubazir, kan!"

Yukihana: "TERUS—MPH!" (dibekep)

Ai-chan: "Anggap aja ini ketikan supaya gue nggak terjangkit virus WB. Karena itu readers, selamat merayakan kuromomo week! Dan jangan lupa..."

All: "REVIEW, PLEASE!"

Ai-chan99,
6 Juni 2014