BAD DARK
MarkHyuck
Romance.
Warn : BL, typos, rated M.
.
.
.
.
Malam itu Donghyuck baru pulang dari kampusnya dengan keadaan basah kuyup terkena hujan. Ia turun dari bus dengan tergesa dan berlari menuju ke halaman rumahnya setelahnya. Haruskah ia jelaskan betapa ia begitu membenci air hujan yang sudah dengan lancangnya membasahi pakaian serta seluruh barang bawaannya. Ia sempat ingin menyumpahi Tuhan dengan segala serapahnya karena telah menurunkan hujan sederas ini di saat ia masih di kampus dan belum sampai ke rumah. Semena-mena sekali Dia terhadap dirinya, mentang-mentang ia hanya hamba biasa yang jarang berdoa dan singgah ke gereja Dia dengan seenaknya saja menumpahkan limpahan air ke atas permukaan daratan yang ia pijaki ini. Seharusnya Dia sebagai Tuhan harus memberinya sedikit keringanan atau pengertian padanya meskipun ia ini hanya hamba durhaka yang banyak maunya, namun tetap saja ia ini hamba-Nya kan?
Jangan heran pada bocah itu, faktanya memang begitulah ia. Hamba durhaka calon pengisi dasar neraka yang gemar menyalahkan Tuhan. Bukannya bersyukur telah diturunkan hujan di awal musim gugur ia malah banyak menuntut seperti itu. Kembali lagi ke kondisi mengenaskannya. Sekarang ia sudah masuk ke dalam rumahnya dengan badan yang menggigil gila. Mungkin dinginnya sudah seperti seorang pengidap hipotermia di tengah antartika. Ck, hiperbola sekali. Tapi sungguh, bibir membiru dan kulit wajahnya yang berubah pucat sudah cukup membuktikan bahwa ia sedang dalam keadaan kedinginan. Kakinya berjalan dengan sendirinya menuju ke kamar mandi, mengisi bath up dengan air hangat yang selanjutnya akan ia gunakan untuk berendam.
Ia berendam hanya sebentar, tidak lebih dari 10 menit. Alasannya adalah ia ingin segera bergelung ke dalam buntalan selimut hangatnya sambil berbaring nyaman di atas ranjang empuknya. Bayangan yang sempurna seperti mega-mega di atas langit yang memendarkan cahaya dengan begitu indahnya. Tidak berkolerasi sama sekali memang, mega-mega dengan ranjang? Yang benar saja otak konyolnya itu bekerja. Setelah selesai berendam ia menyisir rambutnya dan mengeringkannya memakai alat pengering rambut yang sudah sekarat seolah telah berada di ujung tanduk kehidupnya, atau singkatnya pengering rambutnya itu perlu diganti dan butuh yang baru.
Baru saja ia hendak membaringkan tubuhnya ke ranjang namun harus terhenti oleh suara telepon rumahnya di ruang tamu yang berbunyi nyaring. Hal inipun memaksanya harus segera beranjak dan melupakan sejenak angan-angan tingginya untuk segera berbaring nyaman di atas ranjang.
"Ya hallo." Ia menjawab malas sembari menaruh gagang telepon itu di telinga kanannya. Di seberang sana ia bisa mendengar suara dari Pak Kim tetangga tuanya yang memberitahukan jika sebentar lagi akan ada pemadaman listrik di kompleks mereka. Dan jangan terkejut dengan apa yang akan terjadi setelahnya. Tidak usah ditebak, ia langsung membanting gagang telepon itu dengan brutal dan berlari kencang menuju ke kamarnya. Hatinya menjerit kesal tidak terima, kenapa pemadaman listrik ini harus terjadi di saat kakaknya sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota dan meninggalkannya sendirian di rumah. Ia tidak takut di rumah sendirian. Sungguh! Hanya saja, ia hanya, bagaimana ya menjelaskannya. Intinya ia hanya tidak suka sendirian di dalam rumah dengan keadaan gelap gulita. Ia punya trauma tersendiri kawan.
Dan pemadaman listrik ini, kepada siapakah ia akan mengumpat? Apakah kepada petugas listrik nasional? Wah mereka memang sialan. Melakukan pemadaman dengan sesukanya, tanpa mempedulikan keadaan dirinya yang sedang sendirian di rumah. Ingin sekali Donghyuck menghancurkan gedung -itupun jika ia bisa- para petugas listrik yang mengatur keperluan listrik negara itu. Agar mereka tahu rasa betapa menderitanya ia ketika dalam keadaan gelap.
"Kenapa noona harus pergi di saat seperti ini sih!" Kakinya menghentak penuh kekesalan dan setelahnya ia memutuskan untuk segera berlari ke arah kamarnya untuk mengambil jubah tidurnya. Ia harus bergerak cepat menghubungi Jaemin untuk menemaninya di rumah malam ini. Teman karibnya itu harus mau datang ke rumahnya malam ini juga apapun yang terjadi.
"WAAAAAAA..."Namun semua sudah terlambat. Listrik di kompleksnya telah dipadamkan tepat setelah ia memegang ponselnya hendak menekan kontak Jaemin. Hal inipun lantas membuat ia berteriak histeris seperti seorang gadis perawan yang hendak diperkosa. Dengan kecepatan kilatnya ia berlari ketakutan keluar rumahnya mencari tempat perlindungam. Ia hendak ke kanan ke arah rumah Pak Kim, namun nyatanya ia malah berlari ke kiri ke arah rumah tetangga barunya yang baru pindah seminggu yang lalu berada.
"Sialan! Semoga Mark tidak sedang bermain!" Ia terus berlari terbirit-birit menerobos halaman rumah milik sang tetangga yang bernama Mark itu dengan wajah paniknya. Persetan saja jika Mark sekarang sedang bermain dengan jalang yang biasa dibawanya pulang di beberapa malam untuk menemaninya di ranjang. Masa bodoh, persetan dengan itu semua ia tidak akan peduli.
"Maaarkk!" Ia menggendor pintu rumah milik Mark dengan brutal di kala hujan semakin deras ditambah dengan suara guntur yang saling bersahutan dengan kerasnya seraya memamerkan kilatan cahaya di tengah gelapnya malam. Membuatnya menjadi sangat ketakutan.
"Sudah kuduga kau akan lari kemari." Mark menyambutnya dengan wajah malas setelah pintu rumah itu terbuka. Ia bernapas lega, puji Tuhan akan segala kehendaknya yang begitu baik telah membuat Mark sudi membukakan pintu untuk seseorang seperti dirinya.
"Biarkan aku masuk!" Dan Donghyuck masih sama seperti dulu bagi Mark. Seorang bocah kurang ajar yang minta dihajar karena tidak pernah bertindak sopan. Dulu bocah itu bahkan pernah menggampar wajahnya tanpa alasan yang jelas. Mana mungkin masuk akal jika waktu itu anak sialan ini bilang jika alasannya memukul adalah karena wajah miliknya ini tipikal wajah para bajingan. Tidak masuk akal dan sangat tidak jelaskan? Ya itulah Donghyuck, bocah sialan yang benar-benar minta dihajar.
"Wah tumben sekali kau tidak membawa seorang jalang." Donghyuck melenggang dengan santainya memasuki rumah itu sambil menarik kaos milik Mark. Donghyuck membenci gelap apalagi sendirian di tempat gelap, jadi karena rumah milik Mark ternyata pencahayaannya cukup remang-remang seperti warung kelontong di ujung kompleks sana makanya ia memutuskan untuk menarik ujung kaos milik Mark agar Mark mau mengikutinya masuk dan menemaninya.
"Omong-omong. Siapa yang mengizinkanmu masuk?" Mark menghentikan langkahnya yang membuat Donghyuck juga berhenti.
Donghyuck hanya diam dan menatap Mark dalam remangnya cahaya di rumah ini, "Begini Mark. Karena malam ini kau tidak ditemani para jalang itu, maka aku sebagai tetangga yang baik hati akan dengan murah hatinya mempersembahkan diri untuk menemanimu, " Donghyuck menghentikan ucapannya sendiri ketika melihat Mark menaikkan satu alis kanannya, sejenak ia mulai berpikir dan tersadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Ia sedikit salah bicara ternyata. "Ahahaha... Bukan menemani seperti para jalang itu, menemani yang dalam artian konotasi bukan denotasi Mark. Kau mengerti maksudku kan Mark?" Donghyuck tertawa hambar sambil memukul ringan tulang bicep milik Mark.
"Aku tidak butuh untuk ditemani. Kau pergi saja sana." Mark menarik bagian belakang jubah tidur yang dipakai oleh Donghyuck dan hendak membawa anak itu keluar dari rumahnya.
"Huwaaa! Mark! Kau tidak boleh begini ok!" Donghyuck menarik diri dari tarikan Mark dan berusaha untuk menghindari tangan orang itu. Matanya menyorot serius pada wajah milik Mark seolah ia tidak akan menyerah dengan mudahnya, "Dengarkan aku Mark. Aku tahu betapa kesepiannya hidupmu itu. Aku mengerti kenapa setiap malam kau selalu mebawa seorang wanita dari club dan mengajaknya melakukan sesuatu yang waahhh, bagaimana ya aku harus menyebutnya..." Donghyuck hampir saja terpeleset karena kakinya sendiri yang begitu licin sebab ia tadi berlari dengan bertelanjang kaki.
"Pulanglah. Aku malas melihat tampangmu," Mark menatap tidak suka pada Donghyuck dan hendak berbalik meninggalkan bocah itu di ruang tamu itu.
"Hei! Jangan tinggalkan aku sendirian!" Sekarang giliran Donghyuck yang menarik bagian belakang baju milik Mark. Anak itu dengan cepat mensejajarkan langkahnya di samping Mark yang nampak sudah tidak tahan menahan amarahnya.
"Mark, kau tahu. Setiap malam setiap kau membawa seorang wanita ke ranjangmu semua kejadian itu bisa kulihat dari jendela kamarku. Kau tahu kamar kita itu bersisihan Mark. Dan ketika aku melihat adegan 'ya begitulah' antara kau dan para wanita itu aku seakan tersadarkan bahwa pada kenyataannya kau ini hanya makhluk kesepian yang membutuhkan teman. Nah sekarang, diriku dengan murah hatinya datang padamu menawarkan diri untuk berteman. " Donghyuck menghadang langkah Mark dengan merentangkan kedua tanggannya lebar serta bonus senyuman super manis yang ia coba berikan pada orang itu.
Ia berharapnya Mark akan membalas kalimat panjangnya tadi dan mau menerimanya sebagai teman. Namun pada nyatanya Mark malah hanya diam saja tidak peduli sambil menatapnya dengan datar sedatar permukaan jalanan beraspal di depan rumahnya.
"Oh, ayolah Mark. Kita ini teman ok. Aku akan menemanimu tidur malam ini. Kau pasti merasa kesepiankan? Nah, jadi ayo, aku akan menemanimu tidur di ranjang lebarmu." Ia dengan konyolnya memeluk badan Mark.
"Aku tidak butuh. Kau jangan bersikap aneh di depanku. Pulang sana. Tanpa adanya kau pun aku tetap akan bisa tidur. Jadi pergi saja sana. Kau tidak dibutuhkan di mari." Mark membalas dengan dinginnya membuat Donghyuck langsung mencebikkan bibirnya kesal. Kesal karena ia benar-benar tidak mau di rumah sendirian dan tidak akan berani tidur sendirian di rumah dalam keadaan gelap. Jadi ia harus berusaha meyakinkan Mark untuk mau berbagi ranjang dengannya. Karena sungguh! Ia tidak akan pernah bisa tidur jika dalam keadaan gelap dan sendirian.
"Ah sudahlah. Jadi mana kamarmu? Aku akan mengantarkanmu dengan selamat sampai ke kamar." Donghyuck dengan seenaknya saja memeluk lengan milik Mark tanpa mempedulikan respon dari si pemilik tangan itu sendiri.
"Berhenti bersikap seperti ini atau aku akan marah." Ia bisa mendengar Mark memperingatinya dengan intonasi dingin. Awalnya ia sempat dibuat merinding olehnya, namun setelah ia pikirkan lagi rasa merinding ini tidak akan sebanding dengan rasa takutnya terhadap gelap dan sendirian.
"Mark. Kumohon. Malam ini saja. Aku benar-benar sangat, aku sangat.." Ia tidak sanggup mengakui jika dirinya takut pada gelap. Rasanya pantang sekali mengucap kata takut pada apa dan siapa saja. "Mark! Izinkan aku ok! Malam ini saja ok! Aku berjanji tidak akan pernah bersikap kurang ajar lagi padamu setelah ini, ok!" Ia memohon dengan wajah sedih dan tak berdaya miliknya. Berharap dalam hati semoga Mark mau mengabulkan keinginannya.
"Ck." Hanya decakan itulah balasan dari Mark, setelahnya pria itu melangkah menaiki tangga mungkin menuju ke kamarnya diikuti oleh Donghyuck di sampingnya yang masih mengaitkan pelukannya pada lengan milik Mark. Donghyuck rasa ia akan selamat untuk malam ini. Wah, terima kasih Tuhan. Kau memang benar-benar agung dan sangat luar biasa selalu bisa diandalkan.
.
.
.
.
Tadi malam hujan turun begitu derasnya dan listrik baru menyala pada pukul 4 dini hari, Donghyuck tidak sadar dengan hal itu, ia hanya peduli pada tidur nyenyak di ranjang empuk itu saja. Bahkan ia tidak bergeming sama sekali ketika Mark mebangunkan dirinya dan mengguncang keras punggungnya. Anggap saja ia beruang kutub gila yang sedang berhibernasi dan tidak akan merasa terganggu sama sekali pada apa yang mengganggu tidurnya.
Mark memandang jengah pada pemandangan yang tersuguhkan di hadapannya. Di mana sosok manusia menyebalkan tengah berbaring dengan sangat pemalasnya sambil bergelung erat di dalam selimut tebal miliknya. Benar-benar tidak tahu diri sekali bocah itu. Setelah semalam menumpang di ranjang miliknya sekarang bocah itu bahkan menguasai kehangatan dari tebalnya selimut hangatnya. Apakah di sini ada batu berukuran besar dengan berat setidaknya mendekati 2 kilo untuk ia benturkan ke kepala bocah laknat itu. Ah, jika tidak ada batu, maka ia akan menggunakan pemukul basbol saja, pukulannya pasti tidak akan jauh beda dengan benturan batu yang telah ia rencanakan tadi. Jangan menganggap dirinya sadis, ia hanya terlalu kesal saja. Bocah ini memang sangat tidak tahu etika dan cara bersikap yang baik pada orang yang lebih tua.
Ia berbalik memunggungi pemandangan memuakkan itu dan memilih untuk pergi dari kamarnya. Mungkin membuat beberapa makanan untuk sarapan akan terasa lebih baik daripada jika ia harus terus menerus menyaksikan gulungan seonggok daging tak berguna yang sayangnya bernyawa milik bocah sialan di dalam selimut tebalnya.
Ia beri tahu sesuatu mengenai alasan mengapa ia sangat kesal pada Donghyuck. Dahulu awalnya ia kira Donghyuck adalah orang yang baik dan ramah, namun itu hanya khayalannya saja. Seminggu yang lalu ketika pertama kali pindah ke mari ia untuk pertama kalinya bertemu dengan Donghyuck. Sungguh, dulu ia kira Donghyuck itu bocah yang benar-benar baik dan manis, hingga pada akhirnya ia menyesali seluruh prasangkanya itu tepat 2 menit setelah mata mereka saling bertemu. Waktu itu tanpa tahu apa alasannya tiba-tiba saja Donghyuck datang menghampiri dirinya yang tengah mengemasi barang dari truk pengantar menuju ke rumahnya. Bocah itu melangkah dengan tatapan benci serta mata melotot tajam membuatnya menjadi heran.
"A-". Dan kalimatnya tidak akan terlesaikan lagi ketika bocah itu menampar keras pipinya. Ia sejenak merenung bingung. Hendak marah dan memaki anak kurang ajar itu.
Setelah itu ia bisa melihat jika bocah kurang sehat itu tengah dengan konyolnya malah memamerkan cengiran lebar super menyebalkan yang pernah ia lihat sepanjang hidupnya. Bahkan setelanya bocah tidak warasa itu juga dengan gilanya mengelusi pipinya sambil masih menyengir gila.
"Bisa kau jelaskan?" Ia menampik tangan Donghyuck yang ada di pipinya dan menatap tajam anak itu.
"Selamat datang tetangga baru!" Bukannya menjawab pertanyaan dari dirinya, saat itu Donghyuck malah merentangkan kedua tangannya dengan senyuman bahagia. Ia sempat mengira jika Donghyuck ini memang orang gila.
"Kenapa memukulku?" Mengabaikan wajah bahagia itu, ia tetap bertahan dengan tatapan tajamnya pada bocah itu.
"Wah, wajahmu itu. Namamu Mark kan. Kau...," Jeda cukup lama, "Kau BAJINGAN!," Setelah suara teriakan terakhir yang bocah itu teriakkan, bocah itu dengan cepatnya berlari menjauhi dirinya menuju ke halaman rumah yang ada di samping kanan rumahnya. Meninggalkan ia yang sudah berada di puncak amarahnya. Dan pada saat itulah ia langsung bertekad akan memusnahkan bocah sialan itu apapun caranya.
Kejadian seminggu yang lalu itu ternyata belum terhenti. Kekurangajaran Donghyuck padanya masih berlanjut dari hari ke hari. Entah kejahilan ringan seperti melemparkan kerikil ke kepalanya ketika ia sedang lari pagi hingga kejahilan berat seperti tiba-tiba datang menghampirinya dari belakang lalu menendang badannya. Ia sempat marah dan mengadukan semua kejahilan yang dilakukan oleh Donghyuck pada kakak perempuan bocah itu, saat itu Donghyuck memang dimarahi habis-habisan oleh kakaknya, namun ternyata itu tidak berdampak lama pada bocah itu. Bocah itu tetap pada kebiasannya, terus menjahilinya dan terus mengganggunya tanpa ada keinginan untuk berhenti.
"Hyaaaakk!" Ia tersentak kaget dari kegiatan mari mengingat masa lalu oleh teriakkan super menyebalkan milik Donghyuck. Bocah itu sudah bangun ternyata. Kenapa bocah itu tidak langsung pulang saja, kenapa malah menghampiri dirinya di dapur, mau mengganggu acara memasaknya? Dasar bedebah cilik.
"Kenapa hanya memasak satu piring nasi goreng saja? Untukku mana?". Donghyuck berdiri di sampingnya sambil memasang wajah sedih ala-ala miliknya.
"Heol. Memangnya kau siapa? Pulang sana." Ia menggeser paksa badan milik Donghyuck untuk meletakkan telur goreng di atas semangkuk nasi goreng miliknya yang sudah tersaji di meja makan.
"Nah, kan apa kubilang. Kau itu bajingan." Donghyuck mengacungkan jari tengahnya pada wajah milik Mark.
"Aku hanya memberimu tempat untuk tidur satu malam bukan memberimu pelayanan ala hotel yang selalu siap sedia dengan apapun yang kau minta.", Mark meraih kedua tangan milik Donghyuck yang masih setia mengacungkan jari tengahnya dan memasukkan kedua jari tengah tidak sopan itu ke dalam lubang hidung bocah itu sambil memberinya jitakan mulus pada dahinya sebagai penutup.
"Mark. Terima kasih." Donghyuck balas mendorong badan milik Mark dengan kencang. Menyingkirkan pria itu dari hadapannya supaya ia bisa segera duduk ke meja makan. "Aku tahu kau itu baik Mark. Jadi selamat makan Mark.", Donghyuck dengan abainya menyantap nasi goreng yang sudah siap itu tanpa mempedulikan Mark sekalipun.
"Sialan." Mark mengumpat pelan berpikir jika Donghyuck itu memang tidak akan penah mau mendengarkannya.
"Huusshh, Mark. Lebih baik kau tunggu saja roti di dalam toastermu masak. Aku tahu kau itu sangat susah atau bahkan sangat tidak mau jika disuruh makan nasi. Kau lebih suka roti atau sandwich kan? Ahahaha, jadi terima kasih sudah mau memasakkan aku nasi goreng ini." Donghyuck tersenyum manis sambil mengerling jahil pada Mark yang tengah mengambil dua lapis roti tawarnya yang telah terangkat dari toaster miliknya.
"Ya, jangan terlalu percaya diri saja. Aku memasak nasi goreng untukmu bukan karena aku peduli padamu. Hanya saja sangat sayang sekali jika nasi yang dikirim ibuku semalam terbuang basi karena aku tidak mau memakannya, jadi akhirnya aku pun menggorengnya dan menyumbangkannya pada seorang makhluk sialan super menyebalkan seperti dirimu." Mark menjawab sembari menaruh beberapa potong smoke beef beserta sayuran di atas roti panggangnya.
"O, terserahlah. Tapi semoga Tuhan memberkatimu Mark." Donghyuck menepuk-nepuk kepala Mark setelah orang itu duduk di sebelahnya, berperan seolah ia itu seorang pendeta yang tengah memberi pemberkatan pada para jemaatnya. Dan hatinya pun terkikik geli membayangkan ia adalah seorang pendeta. Pendeta apanya, datang ke gereja saja ia begitu malas, mau menjadi pendeta.
"Ck. Berani seperti itu lagi, kupastikan tanganmu akan cacat permanen berkat tanganku." Mark melempar tangan milik Donghyuck dengan kencang membuat Donghyuck meringis sakit karenanya.
"Hei! Jangan kasar!" Donghyuck berteriak tidak suka sembari memelototi Mark dengan tajam, yang dibalas dengan dengusan malas oleh orangnya.
"Aaaarrggg, jangan menggigit lenganku sialan!" Mark pun mendapatkan ganjarannya karena telah menampik tangan Donghyuck tadi. Lengannya terasa sedikit berdenyut merasakan betapa kencangnya gigitan bocah itu.
.
.
.
Mark baru pulang dari tempat kerjanya dengan wajah lusuh dan badan pegal-pegal. Hari ini ia harus berulang kali mengubah jenis dan instalasi listrik pada gedung yang sedang ia kerjakan. Rasanya sangat menguras tenaga jika harus bekerja dengan memasrahkannya pada orang lain, jadi ia memutuskan untuk mengerjakannya sendiri. Meskipun anak buahnya seperti para insinyur sipil, elektro, mesin, desainer interiornya sudah sangat bekerja dengan keras, namun tetap saja ia akan merasa kurang sesuai jika ia belum ikut andil di dalamnya.
"Hiks.." Ia tersentak heran saat sebuah suara isakan menyapa dirinya ketika ia baru selesai memarkirkan mobil di bagasi rumahnya. Kakinya berjalan pelan menuju ke arah pintu rumahnya dan memastikan berasal dari manakah suara isakan di tengah malam yang sudah sangat sepi ini.
"Waaaaaa. Mark hiks hiks." Seseorang dengan asalnya menubrukkan diri ke pelukannya sambil menangis histeris, membuat ia sedikit bingung dengan siapa sebenarnya orang ini sebelum akhirnya ia mengenali suara seorang Donghyuck dari teriakannya tadi.
"Mark! Listrikku mati! Aku tidak tahu ada apa hiks, tapi kata Pak Kim listrikku terpaksa dipadamkan sejenak. Mark! Aku ketakutan sejak tadi menunggumu sendirian di depan sana. Aku tidak bisa ke rumah Pak Kim huks karena ia sedang pergi ke Daegu ke rumah putranya huks. Huwaaaaa Mark!" Dan ia hanya bisa memutar bola matanya malas kala isakan bocah itu telah berubah menjadi raungan tangis sesenggukkan yang sangat memekakkan telinga.
"Bisa kau berhenti menangis? Dan kemana noonamu itu, kenapa sejak kemarin kau selalu menggaguku. Ah tidak, sejak awal kau memang tidak pernah ada lelahnya untuk menggangguku." Mark berusaha melepaskan pelukan bocah itu dari badannya namun yang ada malah bocah itu semakin mengeratkan pelukannya, tidak mau melepaskannya.
"Huwaaaaaaaaa!" Mark tidak mendapatkan jawaban sama sekali namun ia malah diberikan tangisan histeris beserta pelukan super erat dari bocah itu. Ok, baiklah, sepertinya anak ini memang benar-benar ketakutan. Jadi mari bersiap untuk kembali dipersusah olehnya.
Mark menggiring bocah kurang ajar itu menuju ke dalam rumahnya. Ia menekan beberapa digit angka untuk membuka password pintu rumahnya, dengan tangan kanannya yang masih menepuk-penuk pelan punggung Donghyuck yang masih bergetar karena isakan tangisnya. Kapan bocah ini akan berhenti menangis. Ia pikir bajunya itu saputangan apa, hingga dengan mudahnya bisa dijadikan sebagai pembasuh air mata beserta ingus miliknya. Setelah pintu rumahnya terbuka, secara otomatis lampu yang terletak di atap depan pintu menyala, memberikan secercah cahaya yang mengisi gelapnya keadaan rumah. Dengan segera ia membawa Donghyuck untuk duduk di sofa ruang tamu miliknya setelah menyalakan saklar lampu, namun lagi-lagi anak itu tidak mau lepas dari pelukannya dan malah semakin mengeratkannya. Ingin rasanya ia membentak bocah ini tanpa ampun dan memarahinya sepuasnya, namun sepertinya ia harus berpikir ulang berkali-kali saat merasakan cengkeraman tangan Donghyuck di punggungnya bergetar hebat ditambah suara isakan anak itu semakin lirih di indera pendengarannya.
"Jangan suruh aku pulang. Jangan usir aku. Huks.. aku tahu aku sangat merepotkan, tapi aku mohon jangan usir aku. Aku tak huks tahu harus lari ke mana jika kau mengusirku. Temanku Jaemin sedang menginap di rumah pacar sialannya dan kakakku? Dia baru akan kembali dari Busan minggu depan huks..."
"Hah..." Mark menghela napas panjang setelah mendengarkan penuturan panjang dari Donghyuck. Sebenarnya apa sih yang membuat bocah gila ini begitu takut dengan gelap dan sendirian, trauma apa yang telah ia alami. Merepotkan sekali.
"Tapi mau bagaimanapun juga, tidak bisakah kau lepaskan pelukan ini?" Mark kembali berusaha menarik diri dari Donghyuck yang sekarang sudah tidak ditahan oleh orang itu.
"Ck!" Donghyuck mencebikkan bibirnya kesal sembari mendorong kuat badan milik Mark hingga membuat orang itu hampir terjungkal dari sofanya.
"Aku mau langsung tidur! Aku sangat lelah menunggumu selama hampir lebih dari 5 jam! Kau dengar itu, aku hampir mati ketakutan karena menunggumu di depan sana seperti seorang tunawisma gila tanpa harapan." Dan sepertinya Donghyuck yang menyebalkan telah kembali.
Sekarang mereka telah sama berbaringnya di atas ranjang luas milik Mark, dengan Donghyuck yang dengan seenaknya memakai lengan tangan milik Mark sebagai bantalnya. Mark sendiri yang hendak mengajukan protesan tidak suka hanya lebih memilih diam saja, ia sudah terlalu lelah untuk melakukan perdebatan dengan bocah itu.
Tak lebih dari lima menit kini Mark telah terlelap dalam tidurnya ditandai dengan suara dengkuran halus yang samar-samar terdengar. Donghyuck menengok ke arah kanannya memandang wajah tidur milik Mark yang nampak begitu tenang.
Tidak bolehkah ia memandang lama wajah menawan ini. Wajah tampan yang telah memenjarakan dirinya ke dalam lembah misterius di mana di sana ia sering merasakan degupan jantung yang tak terkendali. Di mana sejak saat ia pertama kali melihat sosok menawan ini di samping rumahnya ia langsung dibuat terperangah kagum olehnya. Di mana pada saat malam pertama ketika kepindahan orang ini ia untuk pertama kalinya dibuat merasakan rasa sakit berujung sesak di dalam hatinya. Hatinya yang begitu hancur ketika melihat sosok ini tengah berciuman dan bercumbu panas dengan seorang gadis di dalam kamar yang dapat ia lihat dari kamarnya yang ternyata berseberangan. Di mana sejak saat itu ingin rasanya ia terus menganggunya dengan terus menjahilinya supaya rasa sakit yang ia rasakan sedikit terbayar karenanya.
"Di mana para jalangmu itu? Biasanya kau akan bercumbu di sini dengan mereka." Ia memperhatikan kamar ini dengan seksama, melihat-lihat dinding yang biasanya dipakai oleh Mark untuk memojokkan para gadis itu, memerhatikan di mana jam dinding yang biasanya berada di dekat sebuah lukisan pemandangan di sisi dinding sebelah kiri. Tapi tunggu, kenapa lukisan dan jam dinding yang ia cari sejak tadi tidak ada? Biasanya ketika Mark mencumbui para jalang itu di dinding ia akan langsung mengalihkan pandangannya dari pemandangan menyesakkan itu pada sebuah lukisan pemandangan yang nampak lebih indah untuk diperhatikan.
"Kenapa tidak ada? Biasanya di sana juga ada meja nakas?" Ia beranjak dari berbaringnya dan kembali meneliti seisi ruangan kamar ini. Matanya melotot kaget saat menengok ke arah kanan di mana jendela beserta tirai putih berada, ia berlari ke arah sana dengan sedikit terburu-buru untuk segera mengintip dari tirai putih itu untuk memastikan apakah kamarnya akan nampak dari kamar ini.
"Tidak. Kamarku berada sedikit ke belakang dari sini. Jadi ini bukan kamar yang biasanya dia pakai untuk bersenang-senang dengan para jalang itu." Ia bergumam pelan seraya berjalan kembali menuju ke ranjang. Memperhatikan wajah tampan Mark yang sedang tidur sepertinya terdengar lebih baik jika dibandingkan dengan terus memperhatikan kamarnya yang gelap dari balik celah tirai.
"Jangan pernah lelah untuk kesal padaku karena kejahilanku ya. Setidaknya dengan begitu usahaku untuk mencari perhatian darimu tidak akan berakhir sia-sia." Ia kembali bersuara dengan suara bisikan kecilnya ketika ia telah kembali terbaring di ranjang dengan lengan milik Mark sebagai bantalnya.
"Kau tanya di mana kakakku kan? Aku akan menjawabnya sekarang, karena tadi aku tidak bisa berbohong jadi lebih baik aku jawab sekarang saja. Kakakku, dia aku suruh untuk pulang ke rumah nenekku di Jeju. Bagaimana, terdengar baguskan. Dengan begitu aku masih memiliki sedikit banyak waktu untuk merepotkanmu. Apa kau mau marah setelah mendengar itu? Ya sudah, marah saja sana hihihi." Ia terkikik geli di kala ia membayangkan hal yang sedikit tidak masuk akal, di pikirannya bagaimana bisa seseorang yang tengah tertidur bisa mendengar suara bisikan miliknya yang begitu pelan. Mendengarnya saja tidak, jadi mau marah bagaimananya.
"Omong-omong, aku akan memantraimu sedikit Mark. Atau kasarnya aku mau mengutukmu terlebih dahulu.", jeda sejenak karena ia lagi-lagi kembali terkikik pelan. "Aku akan mengutukmu supaya kau tidak akan pernah lagi membawa para gadis jalang itu dan mencumbuinya. Camkan ya Mark, aku sudah mengutukmu. Jadi jangan harap kau akan baik-baik saja setelah ini."
Donghyuck masih asik memperhatikan wajah milik Mark, matanya seolah tak mau berkedip. Wajah milik Mark sepenuhnya telah menghipnotis dirinya, membuatnya seakan menjadi lupa akan segala hal di muka bumi ini. Badannya dengan perlahan berbaring ke samping menghadap Mark yang sedang tidur terlentang. Dengan hati-hati tangannya bergerak sendiri menyentuh rahang milik Mark yang benar-benar nampak begitu tegas dan luar biasa menawan dari samping. Hanya sejenak ia melakukan itu, ia tidak mau terlena dan hanyut dalam khayalan tingginya nanti.
"Oh ya, tadi pagi saat bangun tidur aku sempat menginvasi kamarmu. Aku sempat melihat-lihat buku yang ada di rak kecil itu. Kau seorang arsitek ya? Aku baca dari beberapa sertifikat di sana, kau sepertinya kuliah di Amerika, aku tidak pandai berbahasa Inggris tapi ketika melihat ada tulisan USA, kusimpulkan saja bahwa kau kuliah di sana. Pantas saja kau tidak terlalu suka makan nasi, pasti lidahmu sangat sulit untuk terbiasa dengan makan makanan orang asia." Ia mulai memejamkan kedua matanya meresapi rasa kantuk yang mulai menyerang. "Tujuh tahun di Amerika bagaimana rasanya Mark? Jangan kembali ke sana lagi ya. Di sini saja, temani aku dan jadi teman hidupku ya. Hehehe", sebelum benar-benar jatuh dalam tidurnya ia masih sempat terkekeh lucu. Matanya terpejam dengan tenang menikmati suasana malam yang begitu tenang hingga membuatnya dengan cepat tenggelam dalam lautan mimpi yang begitu indah. Dan tepat pada saat itulah Mark membuka kedua kelopak matanya. Menatap kosong langit-langit kamarnya sambil bergumam tidak jelas.
.
.
.
"Kau sudah bangun?" Mark menyapa Donghyuck yang nampak masih mengantuk berjalan menuju ke arah meja makan. Terlihat sekali jika nyawanya belum kembali seutuhnya.
"Hm." Hanya gumamanlah yang ia terima dari Donghyuck. Sekarang anak itu sedang meletakkan kepalanya pada meja dengan lemahnya.
"Apa kau sudah menghubungi petugas listrik untuk mengecek listrikmu?" Mark menyodorkan sepiring sarapan berupa sosis goreng beserta sayuran dan telur. Hari ini tidak ada nasi karena ya, semalam ibunya tidak datang berkunjung untuk mengisi kulkasnya dengan beberapa kotak nasi, ibunya itu padahal sudah sering sekali ia beri tahu bahwa ia ini tidak suka nasi, namun masih saja rajin memberinya nasi. Sudah terhitung sejak seminggu lebih dua hari kepindahannya ke mari sang ibu telah mengiriminya nasi sebanyak 16 kali. Dengan hitungan acak, baik di siang hari, malam hari atau pagi hari.
"Belum. Kata Pak Kim petugas listriknya akan memperbaikinya tiga hari lagi." Donghyuck menjawab sembari mengangkat wajahnya dan matanya tertuju lurus pada sepiring makanan yang tersaji di depannya.
"Tidak ada nasi?" Donghyuck bertanya dengan nada merajuknya yang khas.
"Tidak. Jika tidak mau kau bisa membuangnya." Jawab Mark acuh sambil terus melanjutkan kegiatannya menggigit apel.
"Dasar pria bajingan. Terus saja begitu." Donghyuck mendecih sebal memalingkan wajahnya dari piringnya. "Seminggu lebih pindah ke sini kau pasti sering dengar omelan kakakku yang mengatakan jika aku ini sangat merepotkan karena sangat tidak mau sarapan jika itu tidak ada nasi? Kau pasti tau itu, aku mana mau sarapan jika tidak ada nasi." Donghyuck merajuk di akhir kalimatnya seraya memelas pada Mark yang hanya diabaikan saja oleh orangnya.
"Itulah alasan kenapa aku bilang jika kau tidak mau, kau bisa membuangnya. Tempat sampah di dekat kompor terbuka dengan lebarnya untuk itu semua." Mark menjawab enteng sambil menunjuk tempat sampah tersebut dengan dagunya. "Tidak berterima kasih sama sekali sudah kubuatkan sarapan tapi malah banyak tingkah. Kau memang tidak tahu malu ya."
Donghyuck yang tidak suka dengan kalinat sarkas itu langsung memasang wajah marahnya. Menatap Mark dengan pelototan tajam miliknya dan siap melemparkan sebuah garpu ke kepala orang itu.
"Terserahlah. Nanti malam kau mau tidur di mana?" Mark mengabaikan tatapan milik Donghyuck.
"Memangnya kenapa?" Donghyuck hanya mendengus kesal setelah mengucapkannya. Ia sedang mencoba menahan emosi kawan, jadi biarkan saja dia ok. Jangan diganggu pokoknya.
"Jika kau masih mau menginap di sini, berhenti merepotkanku. Kau bisa tidur di kamar tamu dekat pintu rumah. Jangan tidur di kamarku lagi, karena nanti malam kekasihku akan menginap."
Ucapan dari Mark membuat Donghyuck yang sedang mencincang-cincang acak sosis di piringnya berhenti sejenak. Mematung dalam diam meski hanya sekejap karena ia sangat pandai menyembunyikan emosi dan perasannya. Mark bilang apa tadi? Kekasih? Salah satu gadis jalangnya ya? Ahaha tak perlu terkejut atau takut, itu sudah biasakan. Mark kan memang sangat suka bermain dengan wanita, jadi konyol sekali jika ia mendadak terkena serangan jantung hanya karena hal itu.
"Oh, kau mau bermain dengan salah satu gadis jalangmu ya. Ba-"
"Jaga ucapanmu. Dia bukan jalang. Dia kekasihku. Dengar itu." Dan Mark memotong ucapannya dengan telak membuat ia hampir saja memunculkan sedikit perasaan kaget serta sedihnya di saat bersamaan.
"O. Baiklah. Aku akan tidur di kamar tamu nanti malam. Rumah Jaemin terlalu jauh aku malas datang padanya, jadi lebih baik menginap di sini saja dan terus merpotkanmu. Benarkan pria bajingan." Donghyuck kembali memasang wajah cengengesennya dengan konyol setelah mengucapkan itu semua di depan Mark. Ia harus berpikir positif, jangan terlalu dipikirkan. Yang terpentingkan ia masih bisa menyusahkan Mark di rumahnya sampai tiga hari ke depan. Dan untuk kekasih yang Mark bicarakan tadi, kenapa ia harus sakit hati. Kekasihkan belum pasti akan berakhir bersama untuk selamanya. Masih ada kesempatan untuk memisahkannya dan mengkandaskannya apapun itu caranya. Lalu Donghyuck rasa, bermain sedikit dengan kekasih Mark itu pasti akan sedikit seru. Ia jahili saja gadis itu sampai ia menangis histeris, pasti itu akan sangat menyenangkan. Ya, mari kita buat rencana penjahilan untuk kekasih Mark itu.
"Aku akan langsung berangkat kerja. Dan kau jangan mengacau di rumahku. Cepat pulang dan bersiap kuliah sana." Mark memerintah dengan nada otoriternya seakan pantang jika dibantah.
"Hm." Donghyuck hanya berdehem pelan tanpa menatap lawan bicaranya, ia masih asik mencincang sosis di piringnya omong-omong.
.
.
.
.
Donghyuck duduk manis di depan rumah milik Mark. Menanti si empunya rumah pulang, ia tidak bisa masuk karena ia tidak tahu passwordnya. Ingin sih membobol masuk ke dalam tapi ya mau bagaimana lagi, nanti Mark malah mengamuk padanya. Syukur saja dia mau menampungnya, jadi ia harus tahu diri setidaknya banyak tingkahnya jangan berlebihanlah. Badannya sedikit menggigil karena angin malam yang bertiup dengan sepoi-sepoinya menerpa tubuh berpakaian tipis miliknya. Hanya kaos lengan panjang berwarna putih dan celana jinslah yang ia pakai. Cukup tipiskan.
Masih pukul 8 malam. Kira-kira kapan Mark akan pulang, kemarin saja dia pulangnya hampir lewat tengah malam, masak iya ia harus kembali menunggu lebih dari 5 jam lagi. Hahh, nanti jika ia mendadak menangis lagi bagaimana coba. Tapi setidaknya ini lebih baik jika dibandingkan dengan kemarin malam karena setidaknya malam ini lampu di halaman rumah milik Mark menyala semua dengan terangnya, berbeda dengan kemarin yang gelap secara keseluruhannya.
Ketika ia sedang asik bermain dengan ponselnya ia mendengar suara deru kendaraan dari depan, dan ketika matanya melihat ke arah sana nampaklah mobil milik Mark yang telah datang. Wah, Mark tidak pulang larut, ia rasanya sangat senang sekarang, namun kesenangan di dalam hatinya harus luruh ketika melihat ada sesosok gadis yang bisa dibilang cantik, sangat cantik malah, tengah duduk di samping Mark. Gadis itu kenapa bisa secantik itu sih, pantas saja Mark menjadikannya kekasih, dia tidak tampak seperti seorang jalang. Pakaiannya saja sangat modis. Ah, jangan lemas, jangan lesu. Gadis itu pasti ada celahnya, barangkali bisa saja dia itu cacat, tunarungu, bisu atau apa begitu. Ahahaha konyol sekali, mana mau seoranga Mark yang sempurna itu mengencani seorang gadis cacat. Ada-ada saja pikirannya ini.
"Mark, dia Donghyuck?" Ia sedikit kaget ketika namanya disuarakan oleh gadis itu, matanya mengerjap sejenak dan memandang Mark beserta pacarnya di depan dirinya.
"Hm." Donghyuck berdehem pelan dan beranjak berdiri. Matanya masih tidak lepas dari sosok gadis itu, berpikir kira-kira apa yang bisa ia ia jadikan bahan celaan atau kejahilan nanti. Oh ayolah, setiap manusia pasti ada celah senampak sempurna apapun dia.
"Ayo masuk. Aku harap kau belum menunggu lama. Aku tadi sudah menyuruh Mark untuk pulang secepatnya." Gadis itu merangkul lembut lengannya dan membawanya masuk ke dalam. Astaga lihatlah itu, dia bahkan tahu password rumah milik Mark. Ck, wajar sih. Gadis itukan pacarnya Mark.
"Tidak selama kemarin." Ia menjawab singkat sembari mengikuti langkah kaki gadis itu.
"Omong-omong namaku Seulgi. Salam kenal ya Donghyuck." Gadis bernama Seulgi itu menepuk sedikit lengannya.
Jadi namanya Seulgi. Ah.. Dari namanya saja sudah terdengar bagus, pasti sikap dan tingkah lakunya takkan kalah bagusnya. Huft, jika begini ia jadi tidak sanggup mencari celah. Dan tidak akan sanggup menjahilinya. Dia terlalu baik untuk ia jahili. Menangislah Donghyuck di dalam hatinya.
Langkah kakinya ikut berhenti ketika Seulgi juga berhenti. Berhenti tepat di depan pintu sebuah kamar di dekat pintu rumah. Mark memberitahunya jika itu kamar yang akan ia tempati, sementara Seulgi, gadis itu masih berniat untuk menariknya mengajak dirinya melangkah masuk entah menuju ke mana. Tapi sepertinya Mark tidak suka, Mark bahkan langsung menarik tangan Seulgi memperingati gadis itu jika mereka masih memiliki urusan sendiri, jadi jangan mempedulikan Donghyuck.
Donghyuck masuk ke kamar tersebut dengan mendumal kesal. Memaki Mark yang benar-benar bajingan karena ternyata ia nampak begitu mesra dan serasi dengan kekasihnya. Aaahh, Mark kan punya kekasih lalu kenapa ia harus berselingkuh dengan para jalang, apa jangan-jangan Mark sebenarnya tidak terlalu cinta dengan Seulgi? Tapi itu tidak mungkin sih, lihat saja tadi betapa Mark nampak begitu posesif ketika menarik tangan Seulgi. Pasti Mark ada alasan lain kenapa tidur dengan para jalang itu. Jangan-jangan Mark hendak menjaga kesucian Seulgi karena terlalu cinta dan memilih melampiaskan nafsunya pada para jalang? Jika memang begitu, sepertinya ia memang harus siap menerima nasib untuk menjadi seorang pria patah hati.
Ia membaringkan diri di ranjang itu dengan wajah sendu. Meratapi nasib mungkin, ia belum siap menerima kenyataan untuk patah hati secepat ini. Mark, kenapa pria itu harus memiliki kekasih sebaik Seulgi, kenapa kekasihnya tidak seorang jalang saja, agar ia bisa lebih mudah untuk menyingkirkannya.
Astaga, memikirkan hal tersebut membuatnya jadi tidak bisa tenang dan sulit untuk tidur. Ia butuh air, rasa sakit di hatinya telah merambat ke tenggorokannya menyiksa saluran pencernaannya tersebut dengan rasa kering yang begitu pahit. Ia sangat haus! Ia butuh air, dan segeralah ia beranjak menuju ke arah dapur.
Baru beberapa langkah ia keluar dari kamar ia langsung disambut dengan pemandangan Mark dan Seulgi yang sedang sibuk bermesraan di sofa. Seulgi yang bersandar nyaman di bahu milik Mark sejenak membuatnya ingin marah dan berteriak tidak terima. Bahu itu! Bahu itu seharusnya hanya untuk dirinya! Tidak boleh yang lain! Dasar Mark bajingan. Dengan kaki yang melangkah pelan ia berusaha untuk mengabaikan pemandangan super menyebalkan itu dan melewatinya begitu saja. Ia hanya butuh air, air ada di dalam kulkas, dan kulkas ada di dalam dapur. Jadi mari kita abaikan pemandangan itu dan terus fokus saja pada jalan menuju ke dapur.
Fokus, fokus, fokus, hadap ke depan, jangan pedulikan Mark, jangan tengok ke manapun, hanya hadap ke depan saja, fokus, fokus, fokus, "Kau belum tidur?", Mark bajingan, bedebah gila! Kenapa ketika ia sudah sanggup menguasai diri Mark malah membuyarkan segalanya.
"Kau tidak lihat? Sekarang aku bahkan sedang berjalan dengan mata yang terbuka lebar. Masih tanya aku belum tidur?" Donghyuck memelototkan matanya memperagakan gerakan mata yang terbuka lebar. Sementara Mark yang melihat itu hanya tertawa sumbang saja menanggapinya, seolah memberitahukan jika pertanyaannya yang tadi hanyalah untuk sekedar berbasa-basi.
"Ahaha, Mark kan memang aneh. Kau mau ke mana?" Suara tawa Seulgi mengalihkan mata milik Donghyuck dari sosok Mark. Donghyuck menatap gadis itu dengan mata lebarnya, memperhatikan betapa sangat cantiknya gadis itu ketika sedang tersenyum. Hah, melihat senyumannya saja ia sudah merasa direndahkan, bagaimana mau membangun semangat untuk menjatuhkan gadis itu. Sudahlah, sudah. Ia lebih baik terima kenyataan saja.
"Ke dapur." Ia menjawab pertanyaan gadis itu dengan nada datarnya dan segera membalikkan badan bergegas menuju ke dapur. Ia sudah tak tahan dengan pemandangan di depannya itu omong-omong.
Ia membuka pintu kulkas dengan kasar, mencari sebotol air mineral dan menegaknya dengan rakus setelahnya. Hatinya sedang panas, rasanya air dingin sedingin dan sebanyak apapun tidak akan mampu meredakannya. Waktu tiga harinya untuk merepotkan Mark harus berkurang satu hari dengan percuma dan semua itu karena adanya seorang wanita yang sayangnya sangat cantik berpangkat kekasih dari seorang Mark. Inginnya sih dia mau menangis, tapi ketika sadar jika menangis tidak akan menyelesaikan masalahnya maka ia pun memutuskan untuk lebih baik diam saja dan memendamnya sejenak.
"Kau tidak kedinginan berdiri di depan kulkas dengan pintu yang masih terbuka seperti itu."
"UHUUK!" Ia tersedak kaget oleh minumannya sendiri ketika tiba-tiba mendengar suara Mark ada di belakang tubuhnya. Ah pria bajingan itu! "Yak! Kau BAJI-", kalimatnya tidak terselesaikan sebab ketika ia sedang membalik badannya ia langsung di hadapkan dengan dada milik Mark. Astaga, sepandai apapun ia mengendalikan perasannya semua akan terasa tidak akan berguna jika ia sedang dalam keadaan yang seperti ini.
"Minggir." Mark mendorong badannya untuk segera menyingkir dari depan kulkas. Namun hal ini tidak lantas membuat debaran jantungnya berhenti. Ia masih belum sepenuhnya bisa mengendalikan debaran serta perasaan gilanya pasca keadaan tadi. Ia yang terlalu dekat dengan Mark, dan dada milik Mark yang berada tepat di hadapannya, astaga rasanya pasti akan sangat sulit untuknya tidur nanti.
"Kau sudah makan?" Mark menutup pintu kulkas itu dan berbalik menatap Donghyuck yang masih berdiri di sampingnya sembari memegang botol minumannya.
"Eum, sudah. Tadi aku sempat mampir ke toko kelontong sana untuk makan." Jawabnya dengan nada setenang dan sebiasa mungkin untuk menutupi debaran gila pada jantungnya.
"Baguslah. Lebih baik cepat tidur sana." Mark berjalan melewatinya dengan begitu saja. Meninggalkan dirinya sendirian di dapur sepi itu.
Ia menghela napasnya dengan panjang di kala melihat Mark sudah tidak nampak lagi di sekitar dapur. Ah, ia bisa sedikit tenang sekarang. Jantungnya, untung saja ia tidak ada riwayat penyakit jantung, jika ada, bisa saja ia sudah terkena serangan jantung dan mati mengenaskan setelahnya.
"Dasar pria bajingan. Aku kira aku tadi akan mati setelah merasakan debaran gila di jantungku. Ck." Ia mengembalikan botol minuman itu ke kulkas dan segera beranjak pergi dari dapur untuk setelahnya bergegas menuju ke kamar 'inapnya'.
.
.
.
.
Ini sudah tiga malam terakhirnya. Dan ternyata pacar Mark masih akan menginap. Dari yang ia dengar, Seulgi akan menginap di sini sampai dua hari ke depan, alasannya karena mumpung sekarang Seulgi sedang berlibur ke Korea jadi akan dimanfaatkan oleh gadis itu untuk mengunjungi kekasihnya sebelum kembali ke Amerika setelahnya. Ck, jika begini rencana untuk menyusahkan Mark selama tiga malam harus musnah dan kandas begitu saja.
Ini sudah tengah malam dan ia masih belum bisa tidur, pikirannya tidak tenang memikirkan apa yang sedang dilakukan Mark dengan kekasihnya itu di kamar? Rasanya lebih sakit ini jika dibandingkan dengan melihat Mark mencumbu seorang gadis jalang seperti malam yang lalu-lalu.
Kakinya melangkah pelan keluar dari kamar menuju ke arah dapur. Berharap semoga Mark memiliki beberapa cadangan camilan di dapurnya, ia sungguh sedang ingin melampiaskan rasa kesalnya dengan makan, makan, dan makan! Ia sedikit heran ketika ia hampir sampai di dapur ia melihat lampu di dapur masih menyala dengan terangnya, apakah di sana ada orang? Apakah Mark atau Seulgi yang secara kebetulan sedang berada di dapur mengambil minum atau apa?
"Mark kita hentikan saja ok." Langkah kakinya secara spontan berhenti ketika mendengar suara Seulgi. Sepertinya akan ada pembicaraan penting di antara Seulgi dan Mark mungkin. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menyembunyikan diri di balik tembok dapur itu. Bersiap menyimak dengan baik pembicaraan yang akan terjadi.
"Maksudmu?" Ini suara Mark, ah Donghyuck jadi makin penasaran dengan arah pembicaraan mereka. Apa Seulgi sedang meminta putus? Apa jangan-jangan Seulgi sudah tahu tingkah Mark selama di sini dan marah lalu ia ingin memutuskan hubungan?
"Mark, dengarkan aku. Aku tidak sanggup lagi untuk melakukan ini. Jika kau tidak menyukainya setidaknya jangan menyakitinya dengan begini. Cukup terima saja perasaannya itu tanpa perlu membalasnya." Apa maksudnya itu? Apa maksud perkataan Seulgi, perasaan siapa yang dibahas? Donghyuck semakin memasang telinganya dengan seksama.
"Seulgi, dengarkan aku. Hanya sampai malam ini saja. Kau tidak tahukan betapa merindingnya diriku malam itu. Aku dengan telingaku sendiri mendengar jika bocah itu menyukaiku. Kau hanya perlu tetap diam dan membantuku membuat anak itu menghilangkan perasannya." Ia tersentak kaget ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut Mark. Apa bocah yang dimaksud oleh Mark itu adalah dirinya? Apa waktu itu Mark tidak benar-benar sedang tidur?
"Tapi Mark. Kau tidak perlu melakukan ini kan? Kau tidak tahu betapa sakitnya perasaan bocah bernama Donghyuck itu jika ia tahu ternyata kau sedang berusaha membuat dirinya memusnahkan rasa cintanya? Mark dengarkan aku, cukup terima saja perasaan itu. Jangan membalasnya, atau menolaknya. Cukup terima saja fakta jika dia menyukaimu. Lalu setelah itu abaikan dan bersikap biasa saja, jangan setega itu membuat dirinya harus memusnahkan perasaan cintanya. Semengerikan apapun perasaannya padamu menurutmu, kau tidak harus melakukan ini Mark." Perkataan panjang dari Seulgi menyadarkan dirinya akan fakta yang sedang terjadi. Ternyata selama tiga hari ini Mark sudah tahu perasannya dan sedang mencoba untuk membuatnya menghilangkan perasaan cinta yang menurut pria itu mungkin saja menjijikkan. Matanya sudah berkaca-kaca merasakan perasaan sesak yang secara perlahan menyelimuti hatinya.
"Maka dari itu aku menyuruhmu untuk diam saja. Biarkan saja anak itu tidak mengetahuinya, itu akan lebih baik, jadi dia bisa menghilangkan perasaan tidak wajarnya itu padaku dengan baik-baik." Jawaban dari Mark berhasil membuat dirinya meneteskan air mata. Pria itu, sesuai dengan julukan yang ia berikan padanya, dia memang bajingan.
"Jangan munafik! Aku tahu, kau juga sudah mulai menyukainya kan? Kau bahkan sudah tidak pernah ke club malam sejak beberapa hari yang lalu dan selalu berusaha pulang lebih awal supaya tidak membuat pria itu menunggu lama." Ucapan sinis dari Seulgi tidak menyembuhkan sakit hatinya. Praduga itu tidak sepenuhnya mampu mebuat ia berpikir jika Mark mulai menyukai dirinya juga. Bisa saja Mark pulang lebih awal karena ingin segera memamerkan kemesraannya dengan Seulgi padanya. Bisa sajakan? Mark kan nampaknya memang sangat ingin membuat ia menghilangkan perasaan cintanya.
"Tuduhan macam apa itu? Jangan konyol. Mustahil untukku menyukai bocah merepotkan seperti dirinya." Sudah! Sudah cukup! Ia tidak sanggup lagi mendengarkan ini semua. Ia mau pulang saja! Bergegaslah ia menghapus air matanya dan berjalan menghampiri Mark dan Seulgi. Ia bisa melihat Seulgi yang sedang duduk berhadapan dengan Mark di kursi meja makan membolakan matanya terkejut ketika melihat dirinya datang. Persetan! Ia tidak peduli dengan apapun lagi. Sekarang tujuannya hanya satu, bicara pada Mark tanpa harus memasang wajah sedih minta dikasihani.
"Well, aku hanya mau berpamitan saja. Mungkin mulai malam ini aku tidak akan datang ke mari lagi. Jadi kau tak perlu khawatir lagi untuk direpotkan olehku." Ia jeda sejenak kalimatnya dan menatap lurus mata Mark yang juga sedang menatapnya. "Dan juga, aku rasa kau bisa menghentikan acara pura-pura pacaran kalian tanpa perlu mempedulikan aku lagi. Kau boleh saja membenciku tapi jangan pernah menganggap jijik perasaanku. Kau tidak akan pernah mengerti apa itu rasa sakit karena aku yakin kau pasti belum pernah merasakannya terbukti dari kau yang bahkan tidak peduli pada perasaanku yang bisa saja terluka karena sikapmu itu." Matanya menatap Mark dengan tajam, memamerkan padanya jika ia baik-baik saja. "Good night, yeah just wish you hell bastard." Ia menyelesaikan kalimatnya dengan senyuman miringnya serta pandangan meremehkan miliknya. Sudah ia tegaskan kan, jika ia tidak mau memasang wajah menyedihkan minta dikasihani, ia harus kuat dan tidak boleh nampak lemah.
Kakinya melangkah dengan pasti meninggalkan rumah itu tanpa peduli dengan suara panggilam dari Seulgi yang memintanya untuk berhenti sejenak. Ia tidak akan berhenti hanya karena suara panggilan itu, namun mungkin bisa saja ia berhenti jika itu adalah suara dari Mark yang menghentikannya. Berharap jika saja Mark akan mengatakan jika ia telah menyesal dengan ucapannya tadi. Ya, berharap seandainya bisa seperti itu. Namun faktanya, hingga ia sampai di halaman rumah tidak terdengar sama sekali suara milik Mark yang mencoba untuk menghentikannya. Ahahah, di saat sudah sangat patah hati seperti ini ia masih sempat saja bermimpi.
Air matanya sudah tidak keluar lagi ketika ia sudah sampai di jalan menuju ke rumahnya. Semua rasa sedihnya telah berganti dengan rasa kesal miliknya. Apa-apaan semua ini, kenapa malah berakhir seperti ini. Susah payah ia meminta Pak Kim untuk segera mengunjungi putranya di Daegu supaya rencananya bisa berjalan dengan mulus ternyata tidak berguna. Sudah repot-repot ia menelpon kakaknya di pagi-pagi buta untuk jangan segera kembali ke Seoul hanya untuk menambah kunci sukses rencananya dan hasilnya semua malah sia-sia dan tidak berguna seperti ini.
"Tiga hari berhargaku! Susah payah membuat skenario listrik mati, berdalih para petugas listrik baru bisa memperbaikinya setelah tiga hari. Listrik mati? Mati apanya! Iyalah tentu saja mati aku kan tidak mau menyalakannya!" Ia menekan saklar lampu di ruang tamunya dengan kasar seraya berjalan dengan menghentak-hentakkan kaki menuju ke sofanya.
"Petugas listrik? Maaf, aku tidak butuh! Listrikku baik-baik saja!" Teriaknya marah entah pada siapa.
Astaga jadi selama cerita ini di atas, kita semua telah dibohongi oleh Donghyuck. Jadi Donghyuck sengaja merencanakannya hanya untuk bisa mendekati Mark?
"Dan sekarang di mana ponselku?" Donghyuck mengerutkan alisnya bingung ketika tidak menemukan ponselnya di saku celana belakangnya.
"Jangan bilang benda sialan itu tertinggal di rumah itu?" Donghyuck membolakan matanya kesal.
"Aaarrrggghhhh!"
.
.
.
.
Donghyuck mengikuti mata kuliah aljabarnya dengan lemas. Semalam ia, bagaimana ya menjelaskannya. Semalam ia tidak tidur. Ia menangis, eh tidak! Ia tidak menangis. Ia hanya mengeluarkan keringat mata maksudnya, keringat mata? Ya, anggap saja matanya berkeringat banyak semalam jadi ia tidak tidur semalaman hanya untuk mengeluarkannya. Ia tidak sedih. Siapa yang sedih! Itu tidak berguna. Tidak ada faedahnya sama sekali menyedihi seorang Mark.
"Hyuckie." Jaemin yang duduk di sampingnya menyenggol sedikit bahu kanannya.
"Apa?" Jawabnya malas tanpa mau mengalihkan pandangannya dari kertas berisi penuh coret-coretan di mejanya.
"Berhenti mencoreti kertas tidak berguna itu dan mari kita makan siang ke kantin." Jaemin dengan sangat baik hatinya meremat kertas coretan miliknya itu dan membuangnya entah ke mana. Bahkan anak itu juga mengemasi buku serta alat tulisnya. Ah, terkadang memiliki teman itu ada gunanya juga ya.
"Ya, aku makan siang dan kau bermesraan dengan kekasih bermata setengahmu itu." Ia memasang tasnya dan ikut beranjak berdiri ketika Jaemin menariknya.
"Ck, tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Kau tahu kenapa? Karena hari ini Jenoku tercinta tidak ada kuliah siang. Nah, mari biarkan kita menikmati waktu perselingkuhan ini dengan sebaik-baiknya. Hahahaahaha " Jaemin tertawa dengan suara tawanya yang begitu mengerikan bagi Donghyuck.
Ketika mereka sudah sampai di kantin Jaemin langsung memesankannya banyak makanan, tanpa peduli apakah ia akan suka atau tidak. Dia bahkan dengan seenaknya membelikan sup jagung ukuran ganda untuk dirinya. Di pikirannya dia pikir ia ini apa sampai harus dipesankan begitu banyak makanan seperti itu.
"Sudahlah Donghyuck, berhenti memasang wajah semenyedihkan itu." Jaemin dengan tangan halusnya mengelus lembut rambutnya.
"Aku tidak sedih! Enak saja!." Ia menjawab tidak suka seraya memasang wajah kesal yang selanjutnya hanya dibalas dengan putaran mata tak peduli dari Jaemin.
Saat ini mereka sedang duduk di kursi sudut kantin paling belakang dengan saling berdampingan. Jaemin masih setia mengelusi rambutnya seolah orang itu adalah seorang ibu yang sedang sibuk menenangkan buah hatinya yang tengah menangis tersedu-sedu.
"Kau makan sup jagung ini dengan lahap ya Hyuckie. Aku tahu kau pasti butuh banyak tenaga untuk memulihkan diri dan move on secara sepenuhnya. Dan ya, kau tahukan sumber energi terbaik itu berasal dari karbohidrat komplek seperti yang terkandung di dalam jagung ini. Jadi makan yang banyak ya." Jaemin memang sudah gila sepenuhnya.
Donghyuck tidak mempedulikan anak itu dan hanya memakan sup jagungnya dalam diam. Memasukkan sesendok demi sesendok isi sup tersebut ke dalam mulutnya. Ingatannya kembali melayang pada kejadian semalam. Kejadian saat ia sudah sampai di rumah dan menjerit-jerit pilu di dalam kamarnya. Penyebabnya adalah kenapa Mark begitu tega ingin membuat dirinya menghilangkam perasaan cintanya. Kenapa Mark nampak begitu tidak suka jika ia disukai oleh orang seperti dirinya? Memang tidak benar sih jika seorang pria memendam rasa suka atau cinta pada sesama pria, namun tetap sajakan yang dilakukan oleh Mark itu begitu tega.
Malam itu Mark bahkan tidak nampak merasa bersalah sama sekali padanya. Menganggap jika apa yang telah dia lakukan itu tidak akan berdampak apa-apa pada dirinya. Dasar pria jahat! Tidak berperasaan! Ia tahu Mark itu dingin, tapi kenapa sikap dinginnya itu harus disertai pula dengan sikap jahat dan ketidakpeduliannya. Jika begini ia kan jadi semakin dibuat sakit hati. Jangan mengejeknya! Ia tidak benar-benar sakit hati sungguh!
Ya begitulah Donghyuck. Katakan saja semua perasaanmu itu pada egomu. Kau terlalu menjunjung tinggi harga dirimu.
"Omong-omong kenapa tidak mengangkat panggilan telepon dariku, ponselmu kenapa?" Jaemin menaruh beberapa potongan lobak kukus di atas sendok supnya ketika ia hendak menyuapkannya ke dalam mulut.
"Ponselku?" Donghyuck terdiam sejenak. Ia ingat jika selama semalaman ia tidak memegang ponselnya sama sekali. Ponselnya masih tertinggal di rumah pria jahat itu. Ia tidak tahu di mana tepatnya, entah di kamar atau di ruang tamu. Namun yang jelas ponselnya masih berada di rumah Mark. Dan sungguh ia sangat malas untuk mengambilnya!
"Iya sayang. Ponselmu kemana hingga kau tidak mengangkat satupun panggilan dariku? Kukira kemarin kau marah padaku." Jaemin kembali melanjutkan acara makan siangnya tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari dirinya.
"Entahlah." Ia hanya mengedikkan bahunya tidak peduli yang membuat Jaemin sedikit kesal, namun setelahnya pembicaraan itu tidak dilanjutkan lagi karena mereka lebih memilih untuk kembali menyantap makanan mereka sebelum dingin.
Setelah makan siang tidak ada lagi jadwal mata kuliah yang harus ia datangi. Mata kuliah aljabar tadi adalah yang terakhir dan ia sangat mensyukuri hal tersebut. Karena dengan begitu, setelah ini ia bisa segera membaringkan dirinya di ranjang empuk kamarnya. Ah tidak! Ia tidak akan pernah mau lagi tidur di kamar miliknya. Di kamar itu ia hanya akan diingatkan secara terus-menerus pada sosok Mark. Ingat, kamar miliknya itu bersisihan tepat dengan rumah milik Mark. Mulai sekarang ia akan pindah ke kamar kakaknya. Ia akan memohon pada sang kakak untuk bertukar kamar setelah ia pulang dari Jeju. Ya, ia akan melakukan itu semua.
Siang semakin terik dan ia lebih memilik untuk berjalan kaki ketika pulang. Setelah selesai memakan makan siangnya yang super banyak dan sangat mengenyangkan ia memutuskan untuk pulang sendirian sebab Jaemin masih harus menghadiri kelas bahasanya. Kepalanya menunduk memperhatikan langkah kakinya sendiri di sepanjang jalan trotoar. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah sampai di rumah. Kakaknya bilang ia akan pulang tiga hari lagi, jadi nanti di rumah pasti sangat sepi. Kemarin biasanya jika ia pulang kuliah ia pasti akan langsung duduk manis di depan rumah milik Mark sembari menunggu pria itu pulang. Itukan kemarin! Untuk apa masih diingat-ingat!
"Siang-siang seperti ini Mark pasti belum pulang dari kerjanya. Apa kubobol saja ya rumah orang itu untuk mengambil ponselku. Tapi bagaimana cara membobolnya." Ia menghentakkan kakinya dengan kesal.
.
.
.
Dan sekaranglah Donghyuck. Berdiri dengan sangat penuh percaya diri di depan pintu rumah milik Mark sembari menenteng peralatan bobol rumah seperti linggis dan congkel batangan. Ia tidak tahu password pintu rumah ini, dan sungguh ia malas untuk menebak-nebak nomor password rumah ini. Maka dari itu ia berpikir untuk lebih baik langsung membobolnya saja.
Daun pintu itu ia perhatikan dengan seksama hingga membuat matanya berubah menjadi menyipit tajam. Kenapa ada celah di pintu itu, apa rumah ini tidak dikunci? Apa Mark lupa untuk menutup rapat pintu rumahnya.
"Aneh sekali." Ia meletakkan peralatan aneh yang ia bawa dan menaruhnya di sisi tubuhnya. Kakinya dengan pelan mendorong pintu rumah tersebut yang ternyata langsung terbuka lebar setelahnya.
"Wah, dia sengaja mengundang seorang pencuri ternyata." Donghyuck melenggang dengan santainya memasuki rumah itu. Ia dengan cepat segera berlari menuju ke arah kamar tamu yang ia tempati selama menginap di sini. Tangannya sudah sampai pada gagang pintu tersebut dan tinggal menariknya untuk membukanya. Namun ternyata pintu itu tidak terbuka. Berkali-kali ia menggerakkan gagang pintu tersebut dan menariknya namun ternyata pintu itu tak kunjung terbuka juga.
"Sedang apa kau?"
Gerakan tangannya langsung terhenti ketika mendengar suara yang berasal dari belakangnya. Suara itu? Itukan suara milik Mark! Matanya melotot kaget dan kakinya sudah siap untuk kabur saja dari sana. Ia, mentalnya belum siap untuk bertemu kembali dengan Mark! Dan kenapa pula Mark tidak pergi kerja! Kenapa Mark di rumah dan memergoki dirinya yang sedang dalam keadaan seperti seorang pencuri.
"Kau tidak tulikan?"
Tidak! Tentu saja ia tidak tuli! Jika ia tuli ia tidak akan peduli pada suaranya. Ia tidak mau berbalik dan lebih memilih melangkahkan kakinya ke samping hendak melajukan langkahnya untuk kabur dari sana. Namun sepertinya itu tidak berhasil, sebab baru beberapa langkah ia melangkah, Mark telah menahan pergerakan kakinya. Menghimpitnya dari belakang ke permukaan kayu dari pintu hadapannya. Ck, apa lagi sekarang!
"Kau mencari inikan?"
Ia reflek membalikkan tubuhnya ketika Mark memamerkan ponsel putih miliknya. Mark membawa ponselnya dengan cara mengangkatnya tinggi dan membawanya ke belakang membuat ia secara tidak sadar mengikuti pergerakan dari tangan itu dan membawanya harus saling berhadapan dengan Mark. Ketika ia sadar dengan posisi tidak wajar itu ia memutuskan untuk menunduk, memilih untuk tidak mempedulikan lagi keberadaan ponselnya. Awalnya ia ingin mendorong badan Mark untuk menjauh dari dirinya, tapi sepertinya Mark tidak mengizinkannya sebab sekarang bisa ia rasakan jika tangan orang tersebut telah merambat ke pinggangnya dan menariknya semakin dalam ke dalam sebuah pelukan.
Donghyuck memalingkan wajahnya tidak mau peduli dan lebih memilih menatap susunan keramik pada lantai di bawahnya. Ia tidak suka posisi seperti ini setelah apa yang telah Mark lakukan pada dirinya. Sebenarnya apa mau dari pria itu. Kenapa ia memperlakukannya seperti ini secara tiba-tiba? Apa setelah berusaha mengancurkan perasaan cintanya dia juga hendak mempermainkannya? Dasar bajingan!
"Tatap aku."
Ia tidak mau melakukannya. Ia tetap memandangi susunan lantai keramik di bawah tanpa ada keinginan untuk menatap Mark sama sekali.
"Ck, maafkan aku."
Mendengar kalimat maaf terlontar dari mulut Mark membuatnya sedikit terlena dan sontak menghadapkan wajahnya ke depan. Namun sepertinya ia harus segera menyesali keputusannya itu ketika ia merasakan bibir milik Mark menabrak permukaan bibirnya dengan kasar. Pria itu bahkan dengan sangat semangatnya menggigiti belahan bibirnya membuat ia membolakan kedua matanya tidak percaya. Apa yang Mark lakukan sebenarnya! Setelah kemarin menyakitinya apa sekarang pria ini hendak menabur garam di atas luka yang ada dalam hatinya dengan cara mempermainkannya?
Ia mendorong kuat badan milik Mark, tapi nihillah hasil yang ia dapat. Badan orang itu sangat sulit untuk ia dorong, yang ada sekarang malah ia yang terdorong oleh badan milik Mark, orang itu entah akan membimbingnya menuju ke mana. Sampai akhirnya ia sadar ketika Mark mendorong keras tubuh mereka di atas sofa dengan posisi ia berada di pangkuan milik Mark. Badannya sedikit bergetar ketika Mark sedang mencoba untuk semakin memperdalam ciumannya. Kini orang itu bahkan sudah mulai mencoba membuka celah bibirnya dan hendak memasukkan lidahnya.
Oh Tuhan, bisa segera hentikan ini? Ia takut dengan apa yang akan terjadi setelahnya. Ia takut ketika ia sudah benar-benar terlena maka Mark malah akan mempermainkannya dan kembali menyakitinya.
"Aku tahu semalaman kau menangis karena diriku." Mark melepaskan ciuman singkatnya dan memperhatikan wajah sedikit marah milik Donghyuck di pangkuannya. Tangannya dengan cepat menahan pinggang Donghyuck yang berontak hendak beranjak dari pangkuannya.
"Bukan urusanmu! Sekarang kembalikan ponselku!" Donghyuck menatap tidak suka pada Mark yang hanya dibalas dengan tatapan tajam oleh orangnya.
"Apa kau tidak dengar apa kataku tadi. Aku minta maaf. Jadi bisa kau maafkan aku?" Mark semakin merapatkan tubuh mereka.
"Maaf? Aku rasa kau tidak perlu melakukannya, karena aku pikir apa yang telah kau lakukan itu benar." Donghyuck menatap tidak suka pada Mark yang langsung dibalas tatapan jengah dari orangnya.
"Apa kau akan percaya jika aku bilang bahwa aku telah menyesali semua perkataanku semalam?" Mark menatap serius pada Donghyuck seakan memberitahukan bahwasannya ia tidak sedang berbohong dan mengatakan jika apa yang telah ia katakan itu benar.
Donghyuck sendiri tidak merespon. Badannya mematung. Relung hatinya mengatakan jika ia tidak boleh percaya, namun sisi terkecil di relung paling dalam dari hatinya memintanya untuk mempercayai perkataan dari Mark. Matanya saling menatap lekat dengan netra milik Mark. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Mata milik Mark memang memancarkan kejujuran dan ketulusan namun mana ia tahu dengan hati orang tersebut. Belum tentukan apa yang ia lihat bisa sesuai dengan apa yang ia rasakan.
"Ekhem." Donghyuck berdehem pelan dan mencoba untuk beranjak dari pangkuan milik Mark yang langsung dicegah oleh si empunya.
"Apa kau percaya?"
Lagi-lagi Donghyuck harus dibuat mati kutu. Mark masih bersikukuh meyakinkan dirinya. Pria itu bahkan tidak suka jika ia memalingkan wajahnya tidak mau menatapnya.
"Lalu, jika kau menyesalinya aku harus apa? Ok baiklah, anggap saja aku percaya bahwa kau menyesal. Tapi apa yang aku dapatkan setelahnya? Apapun itu aku tidak akan mempedulikannya lagi." Akhirnya Donghyuck memilih berkata seperti itu setelah melalui berbagai macam pemikiran kata yang hendak ia rangkai menjadi satu-kesatuan kalimat untuk menjawab ucapan dari Mark.
"Apa kau masih tidak mengerti juga? Pasti ada alasankan kenapa aku menyesalinya. Dan kau pasti tahukan apa alasannya!" Mark sedikit membentak Donghyuck hingga membuatnya sedikit tersentak kaget. "Kita bahkan sudah sampai ke tahap seperti ini tapi kau masih belum mengerti juga?" Mark menatap tak percaya pada sosok di pangkuannya tersebut.
Donghyuck diam. Matanya menatap fokus pada mata milik Mark. Memfokuskan dirinya pada wajah milik Mark tanpa ada sedikitpun niatan untuk mengalihkannya. Hatinya secara perlahan mulai berdetak tidak wajar merambatkan semburat merah muda di kedua sisi pipi berisinya. Apakah yang dimaksud oleh Mark itu sesuai dengan apa yang sedang ia pikirkan sekarang? Kedua tangannya menangkup kedua pipinya sendiri sembari masih saling menatap dengan Mark. Dan ia langsung menundukkan wajahnya menahan rasa malu ketika Mark memajukan wajahnya hendak kembali mencium bibirnya.
"Mustahil." Gumamnya pelan. "Bagaimana bisa secepat itu. Baru kemarin kau mengucapkan kalimat menyakitkan itu dan sekarang kau dengan mudahnya berkata seperti itu. Membuatku berpikir bahwa kau juga menyukaiku. Apa kau sedang berniat mempermainkanku dan semakin membuatku terluka." Ia mengangkat wajahnya dan menatap tidak suka pada Mark.
"Kau tidak akan tahu apa isi hati seseorang. Seperti dirimu yang begitu pandai menyimpan perasaan, namun kau pun juga tidak akan sepandai itu mengetahui perasaan orang lain. Setiap tindakan pasti ada alasan di baliknya. Kau yang menjahiliku dengan alasan ingin mencari perhatianku. Kau pikir aku tidak seperti itu? Setiap hal yang aku lakukan pasti juga ada alasannya. Aku berkata seperti itu dan menyembunyikan perasaanku sendiri pasti ada alasan. Kau masih sangat muda. Aku tidak mau kau menghabiskan masa mudamu hanya untuk mencintai seseorang seperti diriku. Aku awalnya tidak menyangka jika diriku akan terjerumus ke dalam skenario permainanku sendiri. Aku tidak tahu jika pada akhirnya aku tidak akan bisa apa-apa jika tidak ada dirimu di sekitarku, itu terasa aneh. Aku tahu aku egois, tapi tidak bisakah kau tetap berada di sisiku. Mulai sekarang aku tidak akan mempedulikan hal apapun lagi dan tidak akan menyembunyikan perasaanku sendiri lagi."
Kalimat dari Mark ini membuat ia ragu. Apakah ia harus percaya padanya? Apakah boleh jika ia mencoba untuk memepercayai dan meyakininya. Ia tidak yakin. Tapi, apakah mungkin Mark memang benar-benar dengan perkataanya?
"Jadi, apa kita akan pacaran?" Hanya itulah yang terucap dari bibir merah mungilnya, dengan mata yang hanya menatap ragu ke arah mata milik Mark ia mencoba untuk mencari keyakinannya.
.
.
.
.
TBC.
.
.
SELASA/27/09/2016.
.
.
Semoga ada yang baca jadi nanti saya ada niatan buat ngelanjutinnya. Review ya kalo udah baca. Thanks, see you next chap everyone. Luv yah.
