=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=
My Twin Sister Can't be...
An otaku [part 1]
-:Original Story:-
"Ore no Imouto ga konna ni kawaii wake ga nai" © Tsukasa Fushimi
English Translation : Himatsubushi [Baka-Tsuki. Org]
Vocaloids © YAMAHA, Crypton Future Media & joined companies
Ditranslasi dan diubah oleh :
Kurone Yamikawa
Genre : Family
Rate : T+
A/N : Rin di sini menggunakan versi berambut panjang agar lebih cocok dengan karakter OreImo yang diperankan. Len masih tetap dengan gaya rambut lamanya. Dan ada seorang karakter yang diganti untuk sedikit mengubah alur cerita di chapter yang akan datang. Selebihnya seperti yang author tulis di atas, karya ini hanya sekedar terjemahan yang sekaligus diubah menjadi versi vocaloid, jadi gaya penulisan author asli masih terjaga [berdasar situs web yang sebelumnya mentranslasinya menjadi bahasa inggris, karena author tak mengerti bahasa jepang sama sekali].
.
.
.
Ketika ku tiba di rumah sepulang sekolah, aku menemukan kakak perempuanku di ruang tamu tengah bercakap-cakap dengan seseorang di ponselnya. Nama gadis itu Kagamine Rin, dan dia seorang murid SMA berumur 15 tahun. Ia memiliki rambut pirang sepunggung yang dia panjangkan sejak setahun lalu ─masih berhiaskan pita besar seperti telinga kelinci, memakai anting di kedua telinga, serta kukunya di manikur dengan indah. Dia selalu mengenakan make up secara hati-hati, meski pun tanpa semua itu dia akan tetap tampak mengundang simpati. Aura yang dipancarkannya terlalu dewasa untuk ukuran anak perempuan sepertinya ─menurut penilaianku. Dia tinggi, juga memiliki lekukan yang bagus di beberapa bagian tubuhnya.
Jika dia juga seorang penyanyi yang mahir, dia pasti memiliki kharisma bak seorang idola. Jujur, bagiku suaranya lebih seperti chipmunk saat bernyanyi.
Bukannya aku tengah memujinya setinggi langit karena dia bagian dari keluarga. Hanya saja, kakak perempuanku adalah salah satu makhluk yang memang tertempa dengan baik.
Namun, aku tak memiliki niat sedikit pun untuk menggembor-gemborkan bahwa dia adalah kakak perempuanku. Tentu, setiap lelaki akan iri padaku jika mereka tahu. Aku mungkin paham betul mengapa, tetapi dari pengalaman pribadi, ini tidaklah seindah yang kau bayangkan
Jika kalian memiliki saudara perempuan sepertiku, seharusnya kalian kurang lebih sepaham dengan perasaanku.
Saudara perempuan bukanlah sesuatu yang 'wah!', sekurang-kurangnya untuk ku.
Lebih jelasnya, bayangkan seperti ini : di kelasmu, selalu ada beragam kelompok teman, bukan? Ambil yang paling populer sebagai contoh. Sekumpulan laki-laki keren dan cerdas serta gadis-gadis manis.
Sekarang, di antara mereka ada seorang gadis yang setingkat lebih tinggi, bahkan lebih sempurna di kelompok tersebut.
Gadis yang pasti kalian ragu hanya untuk mengajaknya mengobrol. Gadis penghuni dunia lain yang bahkan mungkin tidak ada hubungannya sama sekali dengan kalian. Dialah apa yang mungkin disebut sebagai "Gadis di tingkatan yang berbeda". Kebanyakan lelaki akan merasa tak nyaman di dekatnya, meskipun gadis itu terlihat ramah. Itulah apa yang juga kurasakan.
Sekarang, bayangkan gadis seperti itu berada di dalam keluargamu. Tentu jarak di antara kalian bukanlah sesuatu yang spesial.
Sekarang kalian paham betapa tidak nyamannya perasaanku. Ini tidak seindah luarnya, bukan?
"Aku pulang."
Ku sapa dia sebagai bentuk kepatuhanku pada peraturan di rumah ini. Jangankan memberikan respon, sedikit pun dia tidak menunjukkan rasa peduli.
Rin masih mengenakan seragam sekolahnya, menenggelamkan diri jauh dalam empuknya sofa. Menyilangkan kedua kaki berbalut rok pendek. Dia tertawa pada ponsel di genggamannya. Terlihat puas.
Tentu senyumnya saat itu begitu manis, tapi tak kan pernah dialamatkan padaku.
"Oh? Kau bercanda! Yang benar saja? Idiot sekali."
"Ya ya. Aku memang seorang idiot untuk mencoba berbicara padamu."
Menggerutu pada diriku sendiri, ku buka pintu kulkas lebar-lebar. Meraih sekotak teh, ku tuang isinya ke dalam gelas dan ku teguk habis. Fyuh. Ku berdiri sejenak di tempatku sebelum pergi.
"Ya, baiklah. Aku akan segera ganti baju dan keluar"
Ini sudah sore. Memang kemana dia ingin pergi bermain?
"Terserah, bukan urusanku." Ku bergumam menaiki tangga.
Namaku Len Kagamine. Anak SMA berumur 15 tahun. Kalian bertanya kenapa aku memanggilnya kakak sementara umur kami tidak bertaut jauh? Sederhana saja. Kami kembar, namun keberuntungan lebih berpihak padanya. Sesuai tradisi, lahir terlebih dahulu menyandang status sebagai adik bukan? itulah mengapa.
Sedikit aneh rasanya jika bercerita tentang diriku sendiri. Aku tidak mengikuti ekstrakulikuler apapun dan tanpa hobi menarik. Tentu saja aku masih mendengarkan musik-musik populer dan membaca sebagian manga juga buku, tetapi tidak sampai di titik yang bisa dikategorikan sebagai hobi.
Sepulang sekolah, ku biasanya berkeliling tanpa tujuan di kota bersama teman-teman, membaca manga di rumah atau sekedar menonton televisi.
Yah, ku juga terkadang belajar.
Bukankah murid SMA umumnya seperti itu? kalian mungkin menyebutnya gaya hidup yang mengalir seperti air, tetapi menurutku hal tersebut sangatlah utama untuk menjadi normal seperti itu.
Menjadi normal berarti berperan harmonis dengan lainnya serta bersikap realistis.
Mengambil jalan aman berarti lebih sedikit ancaman bahaya.
Untungnya, peringkatku tidak terlalu buruk dengan ini semua. Jika setiap sesuatunya berlanjut seperti ini, kelak aku mungkin bisa memasuki universitas yang layak. Sedangkan untuk apa yang akan kulakukan selanjutnya… yah, ku bisa memikirkannya ketika menikmati empat tahun kehidupanku di universitas.
Mereka yang terburu-buru, adalah mereka yang tidak akan mendapatkan pekerjaan sesuai impian mereka ketika melalui jalan tersebut. Mengejar impian… terdengar bagus, tetapi, itu berarti kalian tidak ingin menjadi 'normal' lagi. Akan lebih banyak resiko dan juga tak mungkin aman. Setidaknya untukku, itu bukan jalan yang ku tempuh.
Yah, aku sudah lama melupakan tentang impian masa kecilku, tetapi jika ku harus mengatakan sesuatu. Kehidupan biasa, tenang dan bebas masalah bisa di anggap sebagai salah satunya.
Rumahku terdiri dua tingkat. Semua anggota keluarga termasuk kedua orangtua, kakak dan diriku sendiri, jumlah keseluruhan penghuninya empat orang.
Keluarga kelas menengah. Tidak ada yang lebih dari kata 'biasa'.
Kamar ku dan kakak berada di lantai atas. Setelah berganti dengan pakaian biasa di kamarku, ku beristirahat sejenak kemudian kembali menuruni tangga.
Itu karena aku ingin menggunakan toilet sebelum ku mulai belajar. Omong-omong, pintu depan berada di sebelah kanan, tepat di depan tangga, dan sebelah kiri adalah pintu menuju ruang tamu.
Lalu…
"Ah!"
Baru saja ku menuruni tangga, ku menabrak kakakku yang telah memakai pakaian kesehariannya. Area ini memang titik mati dari dua sisi, jadi benturan fisik antar penghuni memang sering terjadi.
"Dugh" kami terantuk dengan pundak kiriku menghantam dada Rin. Daya hempasnya tidak terlalu kuat namun cukup untuk membuat tas yang dia bawa lepas dari genggaman dan memuntahkan seluruh isinya di lantai.
"Ah!"
"Oh maaf"
Aku secara reflek meminta maaf dan menjulurkan tangan untuk membantunya memunguti barang-barang yang tercecer, seperti kosmetik dan lainnya, tetapi…
"Plak!" Rin menyadari tingkahku, dia singkirkan tanganku dengan tamparan.
"Ap-?!" pekikku mengerjap.
Ku buka mataku kemudian dan terbelalak, betapa tajam menusuk tatapan gadis ini.
Ini yang keluar dari mulut kakak ku.
"Biarkan saja. Jangan sentuh apapun." kata-kata itu dingin seperti es.
Ketika mengucapkan kalimat tersebut, dia kumpulkan sendiri setiap ceceran isi tasnya.
Oh, betapa tidak senangnya dia. Apa ini? Dia tidak ingin aku menyentuh barang-barangnya?
Seberapa benci kah dirimu pada adikmu sendiri?
Ku perhatikan kakak ku yang kembali melanjutkan urusannya tanpa ekspresi.
"..." ku diam memperhatikan sikapnya yang masa bodoh padaku.
Seketika itu, sebuah atmosfir tak mengenakkan memenuhi ruang depan.
Kakak ku berpaling, buru-buru mengenakan sepatu jinjitnya dan mendesis, "…aku pergi," seolah sehabis menuntaskan tugas memuakkan. Kemudian menutup pintu dengan membantingnya sekeras mungkin.
Yah, seperti yang bisa kalian lihat, beginilah hubungan kami.
Aku sendiri tak terlalu marah besar, semenjak aku tidak memikirkan gadis itu selayaknya saudaraku lagi.
Jika aku hanya memposisikan dia seperti halnya sekedar teman sekelasku di sekolah yang melakukan hal serupa, maka akan lebih dari mudah untuk memaafkannya.
Teruskan saja dan tertawai aku karena menjadi adik laki-laki mu yang pengecut jika kau mau. Aku tak peduli.
Heh! Yah, bukan berarti hidupku akan terusik hanya karena ku tak bisa bercengkerama dengan baik pada kakak ku.
"Ya, sejak kapan memangnya keadaan kami menjadi seperti ini?" Meski ada saatnya ketika dia tak seperti itu, ku pikir…
Oh yah. Ini membuatku sedikit sebal, tapi terserah. Aku kan kembali ke urusanku semula.
Memenuhi panggilan alam, mencuci tangan kemudian meluncur di sofa ruang tamu. Ku ambil sebuah majalah di sekitarku dan kusilangkan kakiku, sementara punggungku berbaring nyaman.
Hey, bukankah aku seharusnya memulai belajar?
Berbaring dan sekedar membuka-buka setiap gambar dari manga pertarungan yang beberapa lalu kuambil membuatku merasa lebih kosong dan semakin kosong. Naluri ku memperingatkanku bahwa tidak seharusnya ku melakukan hal seperti ini, tetapi kemalasan yang menghantui melawan balik itu semua.
Ah lupakan. Ku tidak merasa ingin belajar.
Kemalasan seperti ini pasti menjadi wabah umum bagi para pelajar.
Berdiri menggeleng kepala kuat-kuat seperti anjing terguyur seember air untuk mengusir pikiran sesatku, aku pun beranjak membuka pintu dan menelusuri ruang depan. Lalu, di sanalah kutemukan sesuatu yang aneh.
"Hmm…?"
Benda ini berada di sudut ruangan pintu masuk, di belakang rak sepatu. Aku tak memperhatikan sebelumnya, tetapi di antara rak sepatu dan dinding, sesuatu berukuran tipis dan putih seperti kotak disk, menyembul keluar.
Sudah tak terelakkan lagi, tanganku langsung menjulur meraihnya. Sementara otakku berpikir keras mencari sebab dan alasan masuk akal untuk menunda waktu belajar ─Meskipun mengambil benda ini seharusnya hanya menyita detik-detik waktu ku untuk sekejab saja.
Tetapi hasilnya tidaklah sesuai perkiraan. Fakta, karena benda ini, belajar menjadi prioritas kedua untuk beberapa puluh detik ke depan.
Saat aku mengeluarkannya dari belakang rak sepatu,
"Apa-apaan ini?!"
Aku meraung liar. Kau bertanya kenapa? Karena benda ini adalah salah satu hal yang seharusnya tidak berada di rumah ini sama sekali.
Ini, Uhm, yah… apa ini?
Aku menggantungnya dengan jari-jari tanganku seperti membawa popok bayi, dan mengamatinya dari segala sudut, tetapi aku tak bisa mengenali pasti apa ini.
Wadah kepingan DVD, sudah pasti. Ini adalah salah satu wadah yang umum kau jumpai di toko rental video.
Oh, bahkan di sini tertulis DVD. Tetapi isinya masih belum ku tahu.
Saat itu juga, ku pasti terlihat linglung total.
Di bagian depan terdapat ilustrasi, gadis kecil dengan mata berukuran keterlaluan jauh dari normal, hampir memenuhi setiap sudut.
Seorang gadis kecil menggemaskan sekitar kelas 5 atau 6 SD.
"Mata dan rambutnya pink,"
Gumamku pelan. Mengernyit mengamati layaknya seorang detektif tengah memeriksa barang bukti.
Ini mungkin sekedar gambar yang dibuat dari kumpulan warna, sebab seluruh bagian di penuhi dot alias titik-titik pink dan putih.
Yah, terserah. Masalah yang lebih besar adalah,
"Apa-apaan dengan pakaian anak ini?!"
Maksudku, gadis kecil yang digambar menggunakan dot ini bergaun dengan pakaian ngawur dan menantang. Apa yang akan kalian sebutkan, baju renang? Kain perban? Apapun yang akan membuatmu ingin berkata padanya agar mengenakan sesuatu yang layak. Bahkan kau bisa menemukan, ada sejenis mesin pendorong roket yang muncul dari pakaian semacam perban itu sehingga membuat si gadis kecil terbang dan meninggalkan jejak garis serbuk bintang.
Dan entah bagaimana, dia seperti sedang membawa tongkat raksasa berdesain mekanik dan cukup menarik, dengan mudahnya hanya pada satu tangan.
Ini adalah sesuatu yang bahkan membuat jenderal perang jaman dulu ketakutan. Berdasarkan penampilannya sudah pasti ini di gunakan untuk bertarung. Niatan jahat untuk menjatuhkan dan meremukkan lawan dapat dengan mudah dibayangkan.
Betapa mengerikan.
Dan…
Di bagian atas kotak, apa yang semestinya menjadi judul dicetak dalam bentuk alphabet bergaya bulat.
"Stardust Witch Meruru Limited First Edition." barang asing macam apa ini?
Ku telah mencari semua penjelasan tentang ini, singkat kata ini adalah anime… menurut perkiraanku. Kupikir sudah cukup lama sejak ku berhenti menonton anime, jadi aku tak terlalu mengerti.
Dan mengapa barang semacam ini tergeletak di sini?
Tepat ketika pertanyaan tersebut muncul di benakku dan ku masih terduduk di depan pintu masuk dengan sesuatu semacam 'Stardust Witch Meruru' di tangan, daun pintu mengayun terbuka.
"Aku pulang!" itu ibuku! Kagamine Lily, secepat kilat aku pun menggulung diri layaknya trenggiling. "Oh, apa yang kau lakukan di sini, Len? Meringkuk seperti siput ketakutan di lorong pintu masuk?" Lanjutnya seraya memicing sebelah mata dan mengangkat sebelah alis tinggi-tinggi.
"Bukan apa-apa, Bu. Ku hanya mencari udara segar." jawabku asal.
Itu hampir saja! Bisa-bisa ku menjadi sorotan di lingkungan sekitar!
Tapi tak masalah. Ku telah berhasil mengatasi dan menyembunyikan benda itu bertepatan saat pintu tergerak.
Huh, tadi sungguh hampir saja.
Ku tak tahu siapa yang melakukan ini, tapi ini pasti jebakan untuk ku. Jika ku terpergok bersama benda semacam ini, ku pasti akan disidang dalam rapat keluarga.
Ku bisa membayangkan Rin melihatku layaknya sampah.
Ibu, sembari menenteng keranjang belanja menatapku yang berada dalam posisi aneh dengan kasihan.
"Ku dengar dari ibu-ibu tetangga bahwa bimbingan mental yang di tujukan untuk pelajar sedang populer akhir-akhir ini."
"Tu-tunggu sebentar. Aku waras sempurna. Uhh ya, ku hanya belajar terlalu lama hari ini, kau tahu?"
"Bohong. Bagaimana bisa kau belajar terlalu lama hingga kau begitu stress?"
Betapa kejamnya orang tua ku. Mengapa kau tak bisa mempercayai anakmu lagi?
"Tentu bisa. Ibu tahu peringkatku tak terlalu buruk."
"Tetapi itu karena Kaito kun, bukan? Kenapa kamu begitu bangga jika yang menjadi tutormu adalah teman masa kecilmu yang pintar? Kamu tak pernah belajar sendiri."
"Sial."
Semua itu benar sekali, jadi aku tak bisa membalas. Selain itu, barusan ku telah membaca sebuah manga hingga waktu lima menit terbuang.
Aku merangkak di lantai seperti ulat kepanasan sembari menyembunyikan 'Stardust Witch Meruru' di balik kaos ketika kabur dari pandangannya.
Lalu, Ibu kembali berkata padaku, "Len, aku tidak keberatan, tetapi kau harus memiliki kesadaran untuk berhenti membuka majalah porno di depan ruang pintu masuk."
Jawaban yang sangat mendekati kenyataan, tapi tetap salah. Inilah salah satu hal dari ibuku yang mengagumkan, untuk bisa menduga begitu banyak hanya dari sekedar perilaku ku yang aneh. Pengalamannya ketika membersihkan kamarku tanpa sepengetahuanku dan mengungkap koleksi rahasia ku tidaklah sia-sia.
Tetapi, apa yang ku sembunyikan sekarang lebih serius dari semua itu, dalam artian yang sama.
"Hah─"
Ku keluarkan benda tadi dari balik perutku, dan ku angkat tinggi-tinggi di atas kepalaku dengan tangan kanan. Ku lap keringat di dahiku menggunakan punggung tangan kiri ─misi terselesaikan. Ku sudah terbiasa berpose semacam ini. Kan ku coba untuk tak berkata kenapa, tetapi kalian sebagai bocah-bocah-lelaki-sekolahan-dan-waras pasti tahu apa yang ingin ku katakan.
"…dan akhirnya aku membawa benda ini bersamaku,"
Gumamku ketika melirik sekilas pada kotak 'Stardust Witch Meruru'.
Oh yah, ini tak terelakkan ketika situasinya seperti tadi. Sebab ku tengah mencari alasan untuk tidak belajar, dan itu juga benar bahwa aku sangat penasaran oleh "objek terlarang" ini.
Aku akan menunda sesi belajar untuk ujian yang akan datang demi isu-isu serius untuk meneliti benda ini.
Kamarku seluas enam kali alas tatami termasuk sebuah ranjang, meja, sebuah rak buku lengkap dengan buku-buku tulis dan manga di dalamnya, serta sebuah lemari.
Karpet ku berwarna kuning kehijauan dan kelambu jendela ku berwarna biru. Di dinding terdapat kalender bergaya jepang yang didapat ibuku dari keorganisasian warga sekitar, dan tak ada poster.
Satu-satunya benda lain yang ku miliki adalah sebuah kotak peti pribadi. Ku tak memiliki komputer, televisi atau video game.
Lihat? Aku cukup sederhana. Ini adalah prinsipku untuk hidup senormal mungkin dan ruangan ini cocok dengan seleraku.
Omong-omong, aku hampir menyerah untuk mencoba menyembunyikan majalah-majalah porno ku, jadi mereka ku tampung di kotak kardus di kolong kasur. Dan ku memohon pada ibu agar tidak merogoh tempat itu saat ia membersihkan kamar. Tak ada jaminan bahwa ibu ku akan mengindahkan permintaanku, dan bahkan jika selama ini dia secara rutin mengecek apakah ada yang terbaru di antara koleksiku setiap hari, tak mungkin aku akan tahu.
Yah, jadi ku sengaja melupakan tentang itu. Demi mempertahankan kenyamanan diriku sendiri.
Satu-satunya antisipasi yang ku miliki sampai sekarang ini adalah mencoba berperilaku bijak, hanya untuk berjaga-jaga jangan sampai aku terpergok dan disidang dalam rapat keluarga.
…sungguh, di mana orang-orang yang tak memiliki kamar pribadi menyembunyikan barang semacam ini?
Ku hanya bisa berharap untuk bisa melupakan tentang semua itu dan meninggalkannya begitu saja sebagai bentuk pertahanan diri yang paling memungkinkan. Ku pasti terlalu dimanja, sampai-sampai aku begitu khawatir akan hal kecil, seperti tak bisa mengunci pintu kamarku. karena kenyataannya pintu kamarku memang tidak memiliki fasilitas bernama 'lubang kunci' di gagang pintunya.
Berkelana jauh ke dalam alam pikiran hanya memakan beberapa detik ku di alam nyata.
Ku duduk di ranjang dan melemaskan kaki. Sejenak kemudian, ku raih wadah DVD yang sempat ku geletakkan di sampingku dengan satu tangan, lalu membuat pose berpikir dengan tangan yang lain.
"Semakin ku melihatnya, semakin jelas bahwa kotak ini sama sekali tak cocok dengan ruanganku."
Di bawah bias cahaya, senyuman Stardust Witch berkilau-kilau. Ini cukup mengerikan menyadari bahwa dia tengah tersenyum sementara menggenggam senjata pemusnah masal.
"Hmm."
Dan yah, benda ini, milik siapa ini?
Ku bayangkan setiap wajah anggota keluarga Kagamine satu per satu, tetapi seperti yang ku duga, ku tak bisa menemukan pemilik yang cocok untuk 'Stardust Witch Meruru'.
Tentu, ku juga tak ingat apa anime ini pernah di tayangkan di ruang keluarga.
(Saat itu, ku bahkan tak tahu jika komputer bisa di gunakan untuk memutar DVD)
Jadi apa artinya ini? mengapa ini ada di sini?
Sementara ku lanjut membayangkan, ku buka kotak ini…
"AP-?!"
Ku menerima kejutan lain yang lebih mencengangkan ketimbang saat menemukan wadah DVD anime ini.
Singkat kata, di dalam kotak DVD tak terdapat disk 'Stardust Witch Meruru'. Sebagai gantinya, ada disk lain di sana.
…yah hal seperti ini sering terjadi. Sama saat ku kelelahan sehabis mendengarkan CD yang ku putar, lalu tak ku masukkan ke kotak aslinya, bahkan terkadang mengacaknya satu sama lain.
Ujung-ujungnya, aku pun kebingungan saat mencari CD yang kuinginkan.
Pemiliknya pasti juga orang yang malas seperti itu dan telah menempatkan CD lain ke dalam kotak DVD 'Stardust Witch Meruru' ini.
Yah, ku paham. Itulah yang terjadi.
Tapi, tapi, yah…
Mengapa judul CD ini, di antara koleksi yang mungkin dia miliki, harus 'Mari kita bercinta dengan adik perempuanmu!' yang menjadi pilihan?! siapa yang menghasut siapa untuk melakukan apa?!
Dan apa-apaan dengan R-18 yang begitu menggoda dan tak seharusnya tertera di sini?
"Tenangkan dirimu, Len!"
Nafasku terasa berat sementara bulir-bulir keringat terkumpul di dahiku.
Ini serius. Sumpah serius. Apa yang serius? Saat ketika ku berpapasan dengan ibu beberapa saat lalu.
Bila dia mengetahui isi kotak ini, ku kan berani sumpah bunuh diri saat itu juga. Benarkah ini adalah jebakan yang di pastikan aku akan terjerumus ke dalamnya? Ku tak paham benda semacam ini, tetapi insting ku telah menyalakan tanda bahaya. Lalu aura kegelapan apa ini yang muncul dari judulnya? Seumpama benda ini tak memiliki peringatan R-18 yang menggoda, ku masih paham betul dari judul yang tertulis. Ini adalah sesuatu yang mustahil diperbolehkan untuk ku miliki.
"Len, apa kau sedang belajar rutin?"
"Aaaaaaaagh!?"
Ku berteriak seolah dunia telah berakhir sembari menggulung diri dan bersembunyi di balik selimut ranjangku.
Ku melirik sekilas ke arah pintu. Ibuku yang barusan membuka pintu tanpa mengetuk, terlihat terkejut akan tingkah gila yang ditunjukkan oleh anak lelakinya.
"Maaf, apa ini waktu yang tidak tepat?"
"Oh jangan terlalu dipusingkan bu, ku hanya mengetes kemampuan vocal ku. Selain itu, bisakah ibu mengetuk pintu?"
"Ya, ibu minta maaf. Ibu akan segera membiasakannya mulai sekarang."
Dengan ekspresi yang tampak mencoba untuk menyembunyikan keterkejutan, ibuku menutup pintu.
Sial. Ku berhasil menyembunyikan benda ini, namun ku juga telah membuat kesalahpahaman yang sangat buruk.
Ku benar-benar mendapat kesialan hari ini. ini dan itu, semua kesalahan akibat benda ini.
Masih di balik selimut, ku pandangi si kaset DVD misterius.
"Sial!"
Jika semua terlanjur seperti ini, ku harus mendapatkan jawaban akan siapa pemilik asli benda ini, apa pun resikonya.
Ku membuat permohonan seperti "setengah menyalahkan orang lain", malahan aku menjadi semakin linglung.
Maksudku tentang pemilik DVD ini. Fakta bahwa di dalam wadah DVD 'Stardust Witch Meruru' mengandung sesuatu yang sangat mencurigakan ─'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!'
Jika perkiraanku benar, maka orang yang seharusnya memilki barang ini, memiliki 'Stardust Witch Meruru' sekaligus dengan 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!'
Dan dengan menerka dari kenyataan bahwa benda ini berada di tempat seperti belakang rak sepatu di rumah kami, kemungkinan besar bahwa pemilik benda ini adalah kakak perempuanku, ibuku, ayahku, atau aku…
Tentu saja, orang luar selain anggota keluarga yang keluar masuk rumah ini juga terhitung. Jadi ku tak bisa sepenuhnya mengabaikan teori 'penjahat dari luar'.
Tetapi siapa yang sengaja meletakkan 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!' di dalam wadah 'Stardust Witch Meruru' dan meletakkannya di belakang rak sepatu? Ku tak bisa membayangkan siapa pelakunya sama sekali.
"Ugh."
Selain itu, ku pikir 'teori penjahat dari luar' adalah hal yang membuang-buang waktu, jadi ku mulai dengan berpikir di bawah asumsi bahwa salah satu anggota keluargaku adalah penjahatnya.
Kakak perempuanku, ibu, ayah dan aku… meyakini penjahatnya adalah salah satu dari mereka, siapa kiranya dianggap paling mencurigakan? Siapa di dalam keluarga ini yang sangat mungkin memiliki barang semacam 'Stardust Witch Meruru' dan 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!'?
"Sialnya itu aku. Dan itulah masalahnya."
Hey! Tentu saja, sungguh itu bukan aku. Itu hanya dugaan untuk siapa orang yang paling mungkin di keluarga ini memilikinya. Yah, ini sangat cukup membuatku sedih meski hanya sekedar memikirkannya.
Sudahlah, ini bukan milikku. Sejak ku tak lagi tertarik akan segala hal yang berhubungan dengan anime. Yah, masih ada beberapa teman sekelas yang membahas hal semacam itu, tapi ku tak terlalu peduli pada mereka.
Tapi pemikiran semacam ini mungkin juga sama seperti semua anggota keluargaku yang lain.
Tertuju pada dugaan pasti, ku menunduk menggengam kepala dan menerawang.
Namun, perhatikan sekali lagi. Tak mungkin ibu. Ayah pun adalah orang yang pasti berasal dari jaman batu jadi dia tak mungkin menggunakan pemutar DVD… dan wajah kaku ala yakuza miliknya menonton dan menikmati anime? Mustahil. Kemudian kakak perempuanku adalah… orang pertama yang harus ku bebaskan dari tuduhan. Dia mungkin pernah menonton anime sekitar 5 tahun lalu, tapi kurasa dia menonton program drama populer dan musik saja akhir-akhir ini.
DVD anime anak-anak tentu bukan hobi Rin.
Ku tak pernah bisa membayangkannya membeli dan menonton beberapa DVD 'Stardust Witch Meruru'. Sekedar membahas 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!' cukup membuat bulu kudukku merinding, sebab dia adalah Rin. Dia adalah gadis SMA yang trendi jadi sekarang dia pasti sedang berada di perjalanan menuju restoran untuk menghadiri acara kumpul-kumpul bersama teman-temannya.
"Oke, aku menyerah. Ku tak paham sama sekali."
Jalur pikirku membentur jalan buntu. Seperti yang tadi ku jabarkan, ku pikir tak satu pun penjahatnya dari keluargaku, tetapi jika aku menuduh pihak luar maka akan ada banyak orang yang tertuduh untuk ku hitung.
Oke. Ini kacau. Ku bahkan tak terlihat memiliki bakat sebagai seorang detektif.
Lalu bagaimana, apa yang perlu kulakukan? Haruskah aku menyerah sekarang karena begitu melelahkan?
Tidak, setelah ku pikir dua kali, ini masih mengusikku. Ku pasti akan menemukan penjahatnya.
Ku terkejut pada diriku sendiri saat ini, pada beberapa waktu lalu aku masih benar-benar santai. Biasanya ku akan menyerah dalam pencarian dan tidur siang hingga waktu makan malam. Dan jika ku melakukannya, hari-hari penuh damai mungkin tetap berlanjut.
Tapi itu tak terjadi. Sejak aku, dengan kemauanku sendiri, memutuskan untuk tidak mengakhiri pencarian asal-usul masalah ini. Tentu ku tak menyangka hingga jadi seperti ini. Namun aku harus memutuskan nasibku sendiri dengan melakukannya.
Mengenai persoalan ini, ku rasa aku akan melangkah di atas ranjau berskala super besar…
x-x-x
Makan malam di rumahku di mulai pukul tujuh malam tepat. Itu karena ayah sampai di rumah sekitar jam tersebut. Jika ku tak pergi ke ruang makan tepat waktu, jatahku akan hilang tak peduli apapun alasannya.
Sekarang jam menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat. Sembari menggaruk kepalaku, ku tinggalkan kamarku dan menuruni tangga… namun ku berhenti melangkah. Itu karena, dalam jarak pandangku, titik fokusku tertuju pada figur Rin di depan ruang pintu masuk.
Oh, dia sudah pulang.
Coba pikirkan, jam malamnya masih tertera pukul enam lebih tiga puluh menit. Entah itu terlalu awal atau telat adalah pertanyaan lain ─tetapi dia tampak mematuhi peraturan jam makan di rumah ini.
Omong-omong, hari ini Rin mengenakan kaos hitam putih, dengan sesuatu seperti paduan boxer hitam dan rok. Aku tak benar-benar paham tetapi, Ces- apapun itulah mereknya. Jika seseorang berkata dia adalah fashion model, siapa pun akan percaya.
…sial, betapa manisnya dirimu.
Tapi, ku tak mau berada terlalu dekat pada kakak yang mudah merasa jijik sepertinya.
Sejak dia terlihat membenciku, lebih baik memang menjaga jarak darinya. Beragam pendapat tidak akan mengubah kenyataan kami saudara atau bukan.
Entah bagaimana kami sepakat dengan hal ini.
Jadi yah, ku tunggu Rin untuk masuk ke ruang makan dari pertengahan tangga.
"Huh?"
Namun dia tampak sedikit aneh. jika dia membuka pintu, di sana lah ruang tamu, tapi dia tidak pergi kesana malah masih berdiri di sekitar ruang pintu masuk.
…apa yang sedang dia lakukan?!
Sebab ini konyol untuk tetap berada di sini, ku putuskan untuk menuruni tangga.
Ku berdiri di depan pintu menuju ruang tamu dan ku letakkan genggamanku pada knob.
"…"
Ku melirik kebelakang sedikit.
"Hey, apa yang sedang kau lakukan?
"Huh?"
Dia memandangiku dengan wajah yang mengerikan.
…Sial. Mengapa aku mencoba berbicara padanya jika ku tahu hal semacam ini bakal terjadi?
Apa aku idiot?
"Heh, bukan apa-apa."
Ku jentikkan lidahku dan ku putar knob pintu kuat-kuat.
Di atas meja makan malam, kare dan sup miso telah disiapkan. Ruangan ini, di mana keluarga kami berkumpul untuk makan malam, adalah kombinasi dapur, ruang makan dan ruang tamu, jadi tak ada sekat penghalang sehingga cukup lapang.
Kakak dan aku duduk sejajar di kursi kami, ayah dan ibu duduk di seberang kami.
Di televisi, penyiar berita sedang membacakan tentang bagaimana kegiatan perdagangan ekspor impor antar negri dan berita penting lainnya.
Ayahku dengan tenang meminum kuah miso. Dia berpakaian dalam pakaian tradisional jepang setelah mandi, jadi, atmosfir berat yang dia pancarkan semakin berlipat-lipat dan membuatnya semakin mirip dengan yakuza. Meski dari sudut pandang yang sebenarnya adalah dia bekerja untuk kepolisian.
Di sisi lain, ibuku duduk di sampingnya sembari menggigit manisan. Dia benar-benar tampak layaknya istri rumahan. Dia tak sedikitpun mirip Rin.
Kakakku terdiam. Dia biasanya bersikap dingin kepada kami ─anggota keluarga. Dari melihatnya memakan makananannya tanpa sepatah kata, ku bisa memastikan praduga ku bahwa dia mirip sekali dengan ayahnya. Khususnya tatapan tajam dan hal lainnya.
Omong-omong, orang-orang sering berkata kalau aku memiliki atmosfir yang sama dengan ibu. Bagiku, itu bukan hal yang bisa dibanggakan sebagai lelaki.
Meja makan malam kami seperti ini, tampak sangat biasa dan nyaman.
Tentu, ku sedang memakan kare ku sembari memperkirakan kesempatan untuk menjalankan aksi yang telah kurencanakan.
Sebuah taktik untuk menemukan pemilik asli DVD tersebut.
…yah kusebut ini rencana, meski sebenarnya ini tak terlalu rumit. Malah cukup blak-blakan dan sederhana.
Apa yang ku maksud adalah, sejak berpikir bahwa menduga dan memberi tuduhan sendirian tak akan membawaku kemana-mana, kan ku coba untuk membicarakan persoalanku dengan berpura-pura gugup. Dan di sinilah situasi yang sempurna untuk melakukannya.
Setelah ku sesap beberapa kerang kecil di kuah miso, ku bertanya sebuah pertanyaan yang tak ku tujukan khusus pada siapa pun.
"Hey, ku akan pergi ke toko setelah makan, adakah kalian memesan sesuatu?"
"Oh, kalau begitu bawakan Ibu Haagen Dazs terbaru, yang edisi musiman terbatas."
"Baik."
Berbasa basi sejenak terlebih dulu dengan ibuku, ku mulai seranganku.
"Omong-omong, salah satu temanku sekarang benar-benar menyukai anime untuk perempuan. Jika ingatanku benar, judulnya Stardust apalah…"
"Apa maksudnya ini?"
Yang pertama kali bereaksi pada isyaratku adalah Ibu. Mustahil…
"Yah, dia hanya menyarankan itu padaku, katanya itu sangat menarik. Jadi mungkin aku akan mencoba menontonnya untuk sekali."
"Oh tidak! itu apa yang mereka sebut peng-otaku-an, benar? Seperti ditayangkan di televisi… kamu jangan sampai menjadi seperti mereka, oke? Benar, Ayah?"
Ibuku bertanya pada Ayah. Dia merespon datar,
"Ya, kau tak perlu sengaja membawa pengaruh buruk pada dirimu sendiri."
Hmm, jadi Ayah punya pandangan semacam ini pada hal seperti itu. Mereka tak tahu banyak tentang otaku, tetapi secara umum mereka tak memiliki penilaian baik pada mereka. orang seperti ku sih tak terlalu peduli hobi apa yang di miliki orang lain, karena itu bukan masalahku.
Karena tak ada gunanya harus berdebat dengan kedua orang tua ku di sini, ku hanya asal memberi respon "ya.".
Mereka mengatakan pemikiran mereka secara terbuka dan ayahku sudah tak perlu lagi dipertanyakan sejak awal. Ayah tak mungkin memiliki DVD yang mana beliau sendiri tak tahu bagaimana menggunakannya.
Jadi dengan mengurangi satu persatu, orang yang ku curigai tinggal…
Ku diam-diam melirik pada Rin di sebelahku.
"…"
Rin tengah menggigit bibirnya kuat-kuat, seolah dia sedang menggunakan setiap jengkal otot tubuhnya, sampai-sampai sumpit di tangannya bergeming. Uhh, apa?! kau bercanda, bukan?!
"Rin?"
Ibu ku memanggil namanya dengan halus begitu kakak ku bertingkah aneh.
"Terima kasih untuk makanannya."
Dia berdiri dan segera keluar ruangan, kelihatannya tengah mengamuk.
Dia membanting pintu yang dilewatinya dan menghentak kaki saat menaiki tangga.
Semua orang dibuatnya terkejut.
"Apa yang salah dengannya?"
"E-Entahlah."
Ku memberi respon setengah acuh pada ibu ku yang tampak kikuk. Sejujurnya, ku tak tahu apa yang juga telah ku lakukan.
Untuk apa dia marah? Bagian mana dari percakapan ini yang telah membuatnya marah? Apakah dia penjahatnya dan dia menyadari isyarat-isyaratku? jika bukan, maka ini menjadi semakin aneh.
Jika dia bertingkah normal, dia tak kan tampak begitu gusar dan membuatku memperhatikannya. Apa yang salah? Ku tak mengerti sama sekali, Rin.
"Huh."
Namun perilakunya tidaklah normal. Ku bisa menganggap itu sebagai tanda bahwa dia merespon pada isyarat yang ku berikan.
Tentu, ku masih belum yakin ini cukup untuk membuktikan dia sebagai pelakunya. Ku hanya mencurigai seseorang di antara keluargaku bertanggung jawab penuh untuk ini… maksudku 'Stardust Witch Meruru' itu adalah…
Apakah itu… kakak perempuanku?
"Ibu, nanti panggil Rin turun."
Suara berat Ayah yang merasa tersinggung bergema di ruang makan. Oh bagus. Dia dalam masalah. Bukan tanggung jawab ku untuk itu.
Jika aku meyakini DVD itu milik Rin, maka akan banyak hal yang tentu menjadi masuk akal.
Dia pasti telah menjatuhkan benda ini sore tadi saat dia menabrakku. Benda itu, yang mana sebelumnya berada di dalam tasnya, ku temukan terselip di antara rak sepatu dan tembok ketika terlempar.
Dan Rin menyadari dia kehilangan benda tersebut setibanya di tujuan.
Itu mengapa dia terlihat tengah mencari sesuatu di depan ruang pintu masuk sebelum makan malam.
Jika ku menambahkan itu, dugaan ku bahwa dia meletakkan isi yang salah ke dalam wadah DVD itu benar ─seharusnya dia tengah membawa 'Stardust Witch Meruru' dan bukan 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!'.
…yah sudahlah, ku tak bisa membayangkan keperluan macam apa yang membuatnya harus membawa benda semacam itu. ku pikir dia sedang mengikuti kencan bersama, tetapi seseorang tidak membawa DVD anime pada acara semacam itu. jadi, ku sangat yakin dia ingin menemui seorang teman.
"Hmm."
Ku tak paham ini semua. Ku masih tak bisa percaya ada hubungan antara Rin dan anime anak-anak. Lihat! ini Rin yang kita bicarakan. Ini mustahil. Sesuatu pasti salah. Ku membuat teori 'Rin adalah penjahatnya', namun tetap, ku sama sekali belum yakin untuk itu.
"Terima kasih untuk makanannya."
Setelah menghabiskan makan malamku, ku tinggalkan ruang makan. Ku pergi ke ruanganku untuk mengambil dompet lalu sengaja berbicara keras-keras di depan kamarku.
"Baik, ku harus pergi ke toko!"
…huh, ku tak memiliki bakat sebagai seorang aktor. Siapa peduli. Ku tahu ku tak bisa melakukannya dengan baik. Selebihnya, ini hanya sekedar tipuan murahan yang akan membuatku cukup terkejut jika sampai kakak benar-benar terjerat olehnya.
Mengetukkan kaki ku di lantai keras-keras, ku menuruni tangga dan menutup pintu dengan sebuah bunyi 'Brak!' yang nyaring.
Meninggalkan rumah, ku ambil jalur menuju toko. Namun bukannya toko yang ku hampiri, melainkan ku berjalan memutar menuju jalan yang mengarah ke pintu belakang rumahku.
Apa yang ku rencanakan? Yah, ku menempatkan diriku sendiri di posisi penjahat itu. jika Rin adalah penjahatnya maka dia pasti menyadari bahwa sekarang akulah yang mengambil barangnya.
Kemudian, jika aku Rin, apa yang akan ku lakukan?
Solusi terbaik adalah mengambil kembali barang itu sebelum aku mengetahui dan kemudian bersikeras tak tahu apapun tentangnya. Hanya itulah pilihannya..
Rin tadi tampak bertingkah aneh. Dia tak terlihat tenang. jika begitu, dia mungkin kehilangan kesabaran dan mulai mencari barangnya. Jadi ku pasang jebakan sederhana, meski pun kemungkinan bahwa dia akan terjerat olehnya itu kecil.
"Yah… tetap saja ini tak kan berhasil, kan?"
Ku berbisik pesimis pada diriku sendiri ketika masuk menyelinap melalui pintu belakang, dan diam-diam menaiki tangga. Lalu aku pun membuka pintu kamarku.
"Kreak!"
"Hey… apa yang kau lakukan?"
"…Ap-?!"
Huah?! Mustahil! Dia benar-benar di sini…
Uh, seberapa terkejutnya kah dirimu?
Rin, berdiri di kedua tangan dan kakinya di tengah kamarku, menatap balik padaku dengan wajah membiru, pucat total.
Dia seperti ketakutan. Meski begitu, dia masih menatapku seperti sampah dan itu menusuk jantungku.
"… ku berkata, apa yang kau lakukan?"
"…bukan urusanmu."
Dengan pantat menghadap padaku, dia berkata dengan nada seolah dia ingin menggigitku. Mungkin karena kegugupannya, dia tersenggal-senggal.
"…tentu itu urusanku. Bagaimana perasaanmu jika seseorang menerobos kamarmu dan menggeledah?"
Dan di antara semua tempat, kau mencari di antara koleksi majalah-majalah porno yang ku sembunyikan.
Dengan kemarahan yang ku tahan, ku berkata dingin padanya.
"…"
Rin diam berpaling. Apakah karena marah sehingga pipinya tampak merah menyala? Dia kemudian berdiri perlahan dan berjalan kearahku tanpa sepatah kata.
"Menyingkir dari jalanku."
"Tak sudi. Jawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini?"
"Enyah dari jalanku!"
"Aku sudah tahu. Kau sedang mencari ini."
Diam-diam aku merasa was-was dengan apa yang akan di lakukan kakak perempuanku ketika dia mengambil jarak satu langkah menjauh. Tetap, ku masih menunjukkan wadah DVD 'Stardust Witch Meruru' yang tersembunyi di balik kaosku. Reaksi Rin benar-benar dramatis.
"Itu…?!"
"ups."
Dia melayangkan tangannya dengan wajah kesetanan, mengantisipasi hal ini, aku menghindar.
Melempar ekspresi tenang yang kubuat-buat, ku tutup kembali wadah DVD yang sekilas ku buka dengan tanganku.
"Heh… jadi selama ini memang milikmu."
"…tentu bukan!"
Dia berkata dengan suara tinggi penuh frustasi. Hey, apa yang kau ucapkan tidak sesuai dengan perilaku yang kau tunjukkan.
"Oh, jadi ini bukan milikmu? Yah, aku mengambilnya sore ini di ruang pintu masuk, ku pikir kau menjatuhkannya ketika menabrakku."
"Tentu saja tidak… itu bukan milikku. Ke-kenapa ku harus menonton anime… anak-anak… semacam itu? tak mungkin aku melakukannya… bukan?"
Kelihatannya dia takkan mau mengakuinya. Ini akan berlangsung lama.
"jika kau tidak sedang mencarinya, lalu untuk apa kau masuk ke kamarku?"
"Yah… itu…!"
"itu? apa?"
Ku pancing dia agar tetap berbicara, tetapi dia kembali diam.
"…"
Pundaknya berguncang karena frustasi lalu dia menunduk.
Kelihatannya Rin merasa sangat terlecehkan akibat pertanyaanku.
Yah, ini pasti terasa seperti dituduh memiliki sebuah majalah porno oleh seseorang yang kau benci. Itu pasti sangat menyebalkan dan memalukan hingga kau merasa ingin bunuh diri.
"…"
Dia diam menatapku dengan penuh kebencian yang sangat, seperti tengah berhadapan pada seseorang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
…sial kenapa ku harus di lihat oleh kakakku sendiri dengan kebencian semacam itu?
Ini sial. Ini menjadi benar-benar konyol. Ku tak terlalu peduli tentangnya. Mengapa ku harus melakukan sesuatu yang membuatku sendiri tak nyaman? Oh baiklah, aku berhenti.
"Nih."
Ku sodorkan begitu saja wadah DVD tersebut ke dada kakakku. Rin tetap memasang ekpresi penuh benci dan menatap ke arahku.
"Itu penting buatmu, bukan? aku memberikannya, jadi ambil."
"Ku bilang itu bukan mili-"
"Kalau begitu buang itu untukku."
"Ha?"
Dia memandang wajahku seolah berkata 'Apa maksudmu?'.
Untuk apa wajah itu? Aku sedang tidak mencoba bersenang-senang dengan mempermainkan kakakku. Ku hanya ingin tahu siapa pemilik DVD tersebut, dan itu sudah terselesaikan. Ku tak bisa meladeni ini selamanya. Tentu ku tak kan mengatakan semua ini terang-terangan. Melainkan, ku berbicara menggunakan kalimat yang melintas di pikiranku.
"Maaf, mungkin aku hanya salah paham. Ku sangat mengerti itu bukan milikmu. Ku tak tahu milik siapa itu, namun ku tak membutuhkannya. Jadi, sekaligus meminta maaf, ku ingin kamu untuk mengenyahkannya. Maukah kamu membuangnya jauh-jauh untukku?"
Setelah ku jelaskan semua alasanku, akhirnya Rin berbicara.
"Yah… baiklah…"
Lalu menerima wadah DVD tersebut. Ku menghindar dari jalannya dan membuka pintu, Rin meninggalkan kamarku. Aku melangkah masuk.
"Fyuh."
Ya ampun, sudah berapa lama aku tak berbicara sebanyak ini dengan kakakku?
Huah, aku sangat lelah. Ku merosot ke tempat tidur, lalu memandangi langit-langit.
Saat itulah ku mendengar suara kakak, yang ku kira telah pergi.
"Hey…"
"Ha?"
Oh, dia masih di sini. Menyusahkan saja. Pergilah.
Ku menatapnya, dan dia menatapku malu-malu. Betapa ekspresi yang patut dipuji. Salah satu yang biasanya tak dia tunjukkan padaku.
Uhh… apa? ada apa? ku tiba-tiba merasa khawatir dan memberanikan diri bertanya.
"Apa?"
"Kau pikir ini salah… bukan?"
"Apa itu?"
"Yah… hanya pertanyaan perumpamaan tapi, kau tahu… jika aku punya… benda semacam itu… kau pikir itu salah… ku bertanya…"
…ha.
"Tak sepenuhnya. Ku tak berpikir itu salah."
Ku jentikkan lidahku dalam hati dan menjawabnya. Ku ingin mengeluarkan gadis itu dari kamarku selekas mungkin, namun jika jawabanku tidak demikian dia pasti akan mengamuk.
Ya ampun, mengapa kau bertingkah seperti ingin mengajakku berkelahi?
Ku balas dengan sikap yang tak terlalu melukai harga dirimu karena semua kekacauan ini adalah kau penyebabnya sejak awal. Jadi tak ada alasan untuk marah, seharusnya kau berterima kasih padaku.
"…kau benar-benar berpikir demikian? sungguh?"
"Ya. Terserah hobi macam apa yang mungkin kau miliki, ku tak akan merendahkanmu."
… karena itu bukan urusanku.
"Sungguh? Pasti?"
"Kau tak percaya padaku? Ku berkata sungguh. Yakin padaku."
Ku tak benar-benar serius dengan ucapanku, tetapi kelihatannya Rin puas dengan kata-kataku.
"Begitu… Hmm…"
Dia mengangguk beberapa kali lalu memeluk erat 'Stardust Witch Meruru' dan kabur. Entah mengapa pemandangan ini membuatku merasa ternostalgia. Ku merasa sesuatu semacam ini juga terjadi di masa lalu. Meski ku sudah melupakannya.
"Setidaknya tutup pintunya, bisakah kau?"
Ku mengeluh lalu ambruk ke tempat tidur.
x-x-x
Dan untuk dua hari, tak ada sesuatu yang melenceng dari biasanya kembali terjadi. Rin dan aku kembali seperti biasa. Tak ada percakapan, kontak mata, dan lagi-lagi saling menjaga jarak seperti orang asing. Jika aku melihat sesuatu yang menarik mengenai kakak, ku tak mencoba melakukan apapun tentang itu. Ku pikir sejenak lalu segera ku lupakan.
Yah. Sedikit yang membuatku tertarik adalah mengapa kakak memiliki benda semacam itu.
Namun tetap, ku tak berniat menggali rahasia kakakku. itu hanya mengundang lebih banyak masalah.
Tapi…
Suatu malam…
Ku sedang tidur nyenyak, hingga ku merasa sengatan perih di pipiku.
"Whoa!?"
Itu bagus untuk membangunkan orang. Sepertinya pipiku baru saja di tampar.
Apa? perampok?! Ku buka mataku dengan terkejut.
"!"
Terang. Sepertinya lampu di kamarku menyala. Ku merasa sesuatu yang berat di perutku, tapi ku merasa tidak terikat. Pekerjaan yang setengah-setengah untuk perampok…
Uhh, Hey!
"Hey kau!"
Mengenali si penyerang, ku buka mataku lebar-lebar karena takjub. Jantungku berdebar akibat serangan malam tiba-tiba.
"…jangan berisik."
Penyerang itu sebenarnya Rin dalam piyamanya. Dia berada di atasku seperti sedang mengantisipasi aku agar tetap terbaring jika aku berusaha bangun dari tempat tidur. Wajah kakak tanpa make up tepat berada dekat dengan wajahku.
"Hey, kau! Apa yang kau-"
"Ku bilang jangan berisik! Kau kira pukul berapa sekarang ini?"
Ku suarakan keluhanku ketika Rin mengancamku lirih.
Kau pikir pukul berapa ini sekarang?! seharusnya aku yang berkata demikian!
Selain itu… aku di tempat tidurku, tengah malam, dengan kakakku menunggangi perutku, menatap wajahku dengan jarak beberapa inci. Apa-apaan situasi ini? ini mungkin tampak seperti adegan dari komedi cinta, namun jantungku hampir meledak, dalam artian yang sebaliknya.
"Uhh… turun dari tempat tidur adalah awal yang bagus,"
Ku berkata padanya, mencoba untuk mengatur napasku. Kakakku melakukan apa yang ku katakan, tampaknya dengan ekspresi jijik.
Tentu jika tadi wanita lain, aku akan merasa tak nyaman (dengan alasan lain lebih dari sekedar terkejut). Namun ini kakakku, dia hanya berat. Tak peduli betapa cantik dia terlihat, ku tak bisa menghitungnya sebagai sekedar seorang perempuan.
Semua kakak dan adik akan setuju tentang ini.
"Heh…"
Ku ketukkan jemari di pelipisku dan bertanya seraya melenguh,
"Lalu, apa maumu?"
"…ku punya sesuatu yang ingin ku katakan padamu, jadi kemari."
Kenapa kau marah? Seharusnya aku karena akulah yang tiba-tiba ditampar pipinya. Tapi, masih saja ku perlakukan dia dengan semestinya ─lihat, bukankah aku orang yang baik?
"Sesuatu yang ingin kau beritahukan padaku? di tengah malam begini?"
"Ya."
"Aku sangat ngantuk kau tahu, bisakah kita melakukannya besok?"
Ku mengatakannya dengan rasa tak suka, namun Rin tak mau menganggukkan kepala untuk setuju.
Bahkan dia malah memberiku ekspresi semacam 'Apa kau bodoh?'.
"Tidak mungkin besok. Ini harus sekarang."
"Kenapa?"
"…pokoknya harus."
Baiklah. Dia tak mau mengatakannya kenapa dan dia tak mengubah pendiriannya sama sekali. Sebarapa egois kah gadis ini?
Ku ingin mengacuhkan pembicaraan gila ini dan kembali tidur, namun sial sekali mataku terlanjur terbuka lebar. Ku jawab dia meski pun itu melelahkan.
"…lalu kemana kita akan pergi?"
"…kamarku."
Dengan tatapan seperti dia telah menemukan pelaku pembunuh orang tuanya, dia menarik kerah bajuku.
Aku menyerah memberi perlawanan dan terpaksa mengikutinya.
"Aku hanya perlu pergi saja, bukan? ya ampun."
Oh apa ini, sungguh.
Kamar kakakku berada tepat di sebelah pintu kamarku. Musim semi terakhir ketika kami memasuki SMP, ayah memberinya kamar itu. itu adalah kamar bergaya jepang yang jarang digunakan lalu diubah menjadi gaya barat dan ku tak pernah masuk ke dalam sebelumnya.
Ku pikir aku tak kan pernah melakukannya suatu hari nanti, namun di antara semua kesempatan, ku tak mengira aku akan diundang masuk ke dalamnya saat tengah malam begini. Namun, ku bisa menganggap hal ini terjadi di pagi hari, karena ku masih berpikir ini adalah gurauan atau semacamnya.
"Kau bisa masuk…"
"Ok…"
Di pandu Rin, ku melangkah masuk kamar kakakku untuk pertama kali. Ku tak punya perasaan khusus apapun, tapi aroma manis aneh yang tercium ini... ah abaikan.
Hmm… ini lebih besar dari kamarku.
Sekitar delapan kali luas alas tatami, dengan tempat tidur, lemari, meja, rak buku, cermin, rak CD dan beragam perabot lain.
Interiornya tak jauh berbeda dengan kamarku, kecuali lebih banyak warna merah.
Tetapi perbedaan mencoloknya adalah terdapat meja komputer.
Itu cocok sekali dengan sosok Rin, bukan seorang individualis, melainkan sangat modern.
"Apa yang kau perhatikan?"
"Aku tak memperhatikan apapun."
Tak bisa di percaya. Kau menuntunku kemari dan kau berkata seperti itu?
Rin duduk di tempat tidur lalu menuding lantai.
"Duduk."
Kau berkata seolah itu biasa, tapi Kak, posisi ini seperti hakim dan kriminal di meja hijau.
"Hey, setidaknya beri aku alas duduk."
"…"
Dengan bersungut sangat jijik, dia lemparkan sebuah alas duduk berbentuk kucing.
Aku begitu senang meletakkan wajah si kucing di bawah pantatku dan mendudukinya.
Ya ampun, dia benar-benar tampak benci kalau aku menyentuh sesuatu yang menjadi miliknya. Apa ia pikir aku menyebarkan kuman atau semacamnya? Apa semua gadis seumurannya juga demikian? oh, kejamnya.
"Lalu…?"
Aku mendongak. Rin kembali tampak simpang siur dan tersipu bingung. Lalu setelah satu napas panjang, dia berbicara lirih-lirih.
"Aku punya…"
"Apa?"
Kau bicara terlalu lirih. Ku tak bisa mendengarmu. Setelah ku bertanya, ekspresinya berubah semakin tersipu malu.
"Seperti yang ku bilang, ku punya sesuatu yang ingin ku konsultasikan denganmu."
Oh, itu adalah kalimat yang sangat tak terduga. Ku pikir ku salah dengar, ku tanya sekali lagi.
"Apa katamu?"
"Aku ingin berkonsultasi tentang kehidupanku."
"…"
Untuk waktu yang lama, ku terkejut dan terdiam, berkedip entah berapa kali.
Karena, yah, kau tahu… ini kakakku. dia membenciku seperti semacam kotoran serangga. Dan apa yang dia tanyakan padaku? Dia ingin berkonsultasi padaku tentang kehidupannya? Wow. Ini pasti mimpi. Setelah ini, ku tak akan terkejut meski Godzilla datang dan menyerang kota.
Dengan tenggorokan mati mengering, ku coba untuk berbicara.
"Konsultasi tentang kehidupanmu? Kau berkonsultasi padaku?"
"Ya."
Rin mengangguk jelas sekali. Hey Hey… kau serius?
"Kau berkata padaku terakhir kali."
"Apa."
"Bahwa tidaklah salah untukku memiliki benda-benda semacam itu…"
Dia tidak berbicara terlalu jelas. Sepertinya dia sedikit kecewa.
"Benda semacam itu… maksudmu barang yang ku minta padamu untuk membuangnya?"
"Ya."
Kenapa topik itu kembali muncul sekarang?
Merasa aneh, ku jawab "Ya, memang… lalu apa hubungannya dengan itu?"
"Kau benar-benar tidak akan… merendahkanku…?"
Apa sungguh tidak apa-apa bagiku berkata padanya? Ku mulai menerawang.
Ku berkata pada kakakku yang masih menatapku curiga.
"Jangan membuatku mengulang apa yang sudah ku ucapkan. Ku berkata tak kan pernah merendahkanmu."
Ku tak peduli sedikitpun pada hobimu, sungguh. Kau membangunkanku hanya untuk memastikan hal ini?
"Ya-yakin. Sungguh-sungguh?"
"Yakin, sungguh, pasti, benar, tentu."
"Ku tak kan memaafkanmu jika itu bohong."
"Ya, terserah kau saja."
Ya ampun, beri aku waktu istirahat. Apa maksudnya ini?
Ku mulai merasa lelah. Sementara Rin terlihat telah memutuskan sesuatu dan berdiri berjalan menuju rak buku.
…Huh? Apa yang akan kau lakukan?
Di sampingku yang masih bertanya-tanya, Rin menarik salah satu rak buku. Ku terkejut bagaimana dengan mudahnya rak itu di geser, namun setelah ku lihat untuk kedua kali, ku menyadari semua isi rak itu telah di keluarkan dan kini bertumpuk di atas tempat tidur.
Dengan hilangnya salah satu rak buku yang memenuhi dinding, sebuah ruang besar terbuka.
"H-hey, apa yang kau lakukan…?"
Rin tak menjawab pertanyaanku namun mendorong rak buku yang lain, yang masih terdapat beberapa buku, dengan pundaknya ke dalam ruang yang terbuka.
Sedikit demi sedikit, rak buku tebal bergerak. Apa yang terlihat adalah pintu bergaya jepang yang tak cocok sama sekali dengan ruangan bergaya barat ini. ruang penyimpanan rahasia.
"Wow…"
Rin menghela napas dan berkata,
"Ketika ku memasuki masa SMP dan memperoleh kamar ini, mereka mendekorasi ulang ke gaya barat, benarkan? Ku tak tahu mengapa, namun ini sepertinya apa yang tertinggal waktu itu. ku hanya menemukannya saat akhir tahun kemarin ketika membersihkannya, kurasa…"
"Begitu…"
Ku rasa Ayah kekurangan dana waktu itu. jika rak buku itu di sana tak seorang pun akan menyadarinya…
"Jadi, konsultasi tentang kehidupanmu… adalah tentang isi di balik sana?"
Rin mengangguk. Tapi tangan yang masih di pintu enggan untuk membukanya lebih lebar.
"…"
Dengan ekspresi ragu dia menatapku.
Hingga sejauh ini, seseorang seacuh aku pasti bisa menebak apa yang ada di balik sana, bersamaan dengan alasan mengapa dia ragu.
…konsultasi tentang kehidupanmu, huh? Mengapa tanya padaku?
Tentu ku berkata ku takkan merendahkannya apapun hobi yang dia miliki namun tetap…
"Hmm…"
Ku coba membayangkan posisi Rin.
Yah, ada dua macam konsultasi tentang kehidupanmu.
Salah satu tipe yang paling umum, bertanya pada seseorang yang bisa kau hubungkan dengan masalahmu dan bisa kau percayai.
Untuk tipe ini, kau akan memikirkannya bersama dengan orang yang kau ajak bicara tentang kecemasan dan masalahmu, lalu menemukan penyelesaian.
Dan jenis yang lainnya adalah berkonsultasi pada orang yang benar-benar asing.
Pada kasus ini, kau tidak mencari nasehat yang berguna sama sekali dan hanya ingin seseorang mendengarkanmu.
Dan untuk Rin, ku tentu bukan orang yang tahu apapun tentang masalahnya dan bisa di percaya untuk itu.
Maka itu berarti…
Jika keprihatinan Rin adalah apa yang selama ini ku pikirkan, maka itu akan sulit untuk berkonsultasi pada orang lain.
Dia pasti takut akan merusak penilaian orang lain terhadapnya. Dia sama sekali tak memiliki pilihan kepada siapa dia harus berkonsultasi. Hanya ada satu orang yang bisa diajaknya berkonsultasi dengan terbuka, yang tak lain adalah aku.
Seseorang yang tahu apa yang dia inginkan tentang konsultasinya dan tak peduli bagaimana dia dianggap setelahnya. Itu adalah aku.
Oke, jadi bagaimana. Setelah memahami semua situasi kakakku, ku berkata padanya, ku ingin segera menyelesaikan tugasku dan kembali tidur secepat mungkin.
"Jangan khawatir. Apapun yang muncul di sini, ku tak kan merendahakanmu, dan jika kau berkata untuk merahasiakannya, ku takkan mengatakan pada orang lain. oke?"
Mendengar niat baik yang ku utarakan melalui kata-kata, Rin kembali mengangguk dan berbicara lirih.
"…janji."
Sebelum dia membuka pintu terlarang.
*suara benda bergeser*
*Tuk*
"Ha? Sesuatu terjatuh…"
Sebelum menyadari isi yang terungkap dari balik sana, dengan cerobohnya ku ambil objek yang terjatuh.
Itu adalah wadah DVD dan…
Judulnya 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu! –Sister Maker ver. 1.4-"
*ahem ahem ahem ahem…!?*
Ku berdehem keras-keras.
A-Apakah ini game yang sebenarnya? Coba bayangkan ini, ini bukan sekedar anime itu saja, namun dia juga memiliki ini! ku terkejut. Pada apa? pada bungkusan erotik dengan gadis setengah telanjang yang memeluk dirinya sendiri dan tersipu! Lalu apa? ini ber-seri?
"Ap-Apa ini?"
"Oh itu? yah, itu adalah seri pertama di PS2, namun setelah dicolok di PC, itu menjadi seri yang sangat jauh berbeda. Klasik, tapi sedikit tua dan isinya agak 'berat', tentu saja bukan untuk pemula."
Ku tak menanyakan itu! apa maksudmu dengan pemula sejak awal? apa kau semacam professional? Kau professional, bukan? sial, ku punya banyak pertanyaan untuk ditanyakan. Ini jauh melampaui tingkatan kemampuanku!
Ap-apa yang terjadi di sini?
Apakah ku telah melangkah ke dunia lain? seseorang jelaskan padaku!
Serangan pertama untuk kepalaku dari judul 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!' terlanjur membuatku grogi. Tapi bagi Rin, ini tak lebih dari pukulan ringan.
"…Heh."
Berkeringat deras, ku lihat dan mengintip ke dalam palung terlarang yang terbuka.
Isi rak di dalam sana cukup normal untuk sekilas. Rak itu memiliki bagian atas dan bawah serta sedikit remang.
Tapi barang yang menumpuk sangat beragam dan aneh-aneh.
Apa yang paling menarik perhatian adalah sejumlah besar wadah yang di susun di rak paling atas.
"Kotak… apa itu?"
Rin menjawab bangga sambil memberiku beberapa wadah yang ku maksud.
Sebagian besar darinya adalah seri 'Sister Maker EX' dan hanya beberapa daftar judul lainnya adalah seperti ini :
'Super Step Sister' 'Mari bermain dengan hati adik-adik perempuanmu' 'Tengentoppa 12 sisters' 'Final Weapon Sister'… yah, kau bisa melihat gambarnya.
Ku punya banyak komentar yang ingin ku utarakan, tapi jika ku berkata sesuatu yang salah, ku pasti berakhir dalam situasi bagai di neraka. Pertama ku mulai dengan apa yang ku harap bukanlah pertanyaan yang menyinggung.
"Mengapa kotaknya… begitu besar?"
"Itu, ku tak tahu. Tapi memang seperti itu."
Dia mengungkapkan satu dari misteri-misteri di dunianya dengan gembira. Ku tak mengerti ini. aku benar-benar tak mengerti. Ku tak paham apapun, semuanya!
*glek* sementara menahan pertanyaan-pertanyaan berbahaya yang mungkin keluar dari mulutku kapan saja, ku lirik rak paling bawah.
Di dalam sana lebih banyak lagi kotak berukuran besar yang terjejer.
Kotak-kotak itu lebih besar dari kotak game PC dan berukuran tak seragam. Beberapa bergambar gadis-gadis dan lainnya berwarna mengkilap.
"Semua itu… apa?"
"Kotak DVD untuk anime. Semua yang ada di sini adalah kotak edisi spesial."
"Kotak DVD? Kotak edisi spesial?"
Ini menyedihkan tapi ku tak bisa melakukan apapun selain mengulang apa yang dia ucapkan.
"Ya. Seperti edisi terakhir dengan episode yang menyentuh, sebuah disk bonus, booklet spesial dan beragam hal spesial lainnya terbungkus di dalamnya. Haha! Bukankah itu hebat?"
"Maksudmu… sesuatu bernama Stardust Witch?"
"Ya."
Rin tampak agak… sangat senang.
Apakah dia begitu senang saat menampakkan koleksinya yang berharga pada seseorang yang sangat dia benci sepertiku? Ku merasa hampir rusak dan tertawa. Ini benar-benar perasaan yang tak biasa.
Selebihnya, pertanyaan ini muncul di benakku.
"Omong-omong, bukankah semua itu agak mahal?"
"Umm, yah lumayan. Yah, satu ini 41,790 yen… yang ini 55,000 yen. Dan satunya…"
"Itu keterlaluan mahal! Bagian mana dari itu yang 'lumayan'?!"
"Apakah itu berlebihan? Semua itu berharga sama seperti satu atau dua setel baju."
"Darimana uang sebanyak itu berdatangan?! Kau murid kelas satu SMA, tapi pandangan ekonomimu sudah kacau di umur 15!"
Setelah mengatakan itu, ku merasa telah salah berkomentar.
Oh sial, mungkin itu benar-benar masalah yang penting. Ku mungkin tak mau mendengar jawabannya…
Seolah tak menyadari kekhawatiranku, dia dengan enteng berkata,
"Darimana? Dari bayaranku tentu saja."
"O-oh begitu."
Bayaran, he? Yah jika itu dari bayaran jadi tidak masalah…
Err, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak sama sekali!
Ku bertanya padanya dengan wajah setengah ngeri.
"Kau berkata 'bayaran'?"
"Ya."
"Apa itu? kau mendapat bayaran untuk pekerjaan macam apa?"
"Oh, tidakkah aku mengatakannya padamu? Ku bekerja sebagai model untuk majalah."
"Mo-model majalah? Seperti foto-foto telanjang di halaman muka?"
"Salah besar… telingamu membusuk atau kenapa? Ku berkata aku ini model! Aku adalah model eksklusif majalah bacaan!"
Matanya terisi penuh oleh penghinaan hingga menyakiti hatiku. Ku tak tahu perbedaan asli antara model dan model telanjang, tapi kurasa pemahamanku benar-benar salah.
Mungkin dia lelah memperhatikan tingkahku yang kebingungan dan akhirnya mengambil sebuah majalah dari rak dan melemparkannya padaku.
Itu adalah salah satu dari apa yang disebut majalah remaja. Terdapat judul yang sangat mengkilap di background buku dan banyak deretan kata penuh semangat berapi-api seperti "menggapai masa depan."
"…"
Membolak-balik seluruh halaman, ku lihat kakak ku yang biasa ini berada di beragam tempat. Ku tak benar-benar paham, tapi tampaknya kakakku membuat pose-pose keren dengan pakaian yang paling populer.
Wow… dia terlihat seperti model, namun ku tak pernah berpikir dia ternyata memang salah satunya.
Ku tak seharusnya benar-benar peduli tentang apa yang dia lakukan atau di mana dia melakukannya, tapi mengapa ku merasa sedikit sakit hati? Ku tak tahu mengapa, namun ku membuat beberapa komentar kotor.
"Apa-apaan dengan pose ini? Apa punggungmu sakit atau kenapa?"
"Apa kau bodoh?"
Mengapa ku merasa ada sesuatu yang menakutkan di mata yang masih penuh dengan tatapan penghinaan?
Ku bahkan merasa semakin lebih buruk setelah dia memalingkan muka dariku. Segera ku coba untuk memperbaiki situasi.
"Yah… ku rasa kau tampak manis?"
Apa-apaan yang ku katakan pada kakakku? yah… itu tak sepenuhnya bohong.
"Selebihnya, bukankah ini salah satu dari majalah yang cukup terkenal? Meski ku tahu judulnya jadi… mungkinkah kau semacam seorang berkepribadian hebat atau semacamnya?"
"Hmm? Oh, semua itu kecil bagiku."
Dia tampak benar-benar menikmati jika mendapat pujian, meski dari seseorang sepertiku. Dia bahkan tak mencoba untuk menahan kebahagiaannya.
Karena suasana yang buruk telah diperbaiki, ku kembali ke topik yang tadi terpotong.
"Dan err… berapa banyak bayaran yang kau dapat?"
"Hmm… jika ingatanku benar…"
Mendengar respon kakakku, ku angkat pundakku tinggi-tinggi.
Oh ayolah… mereka memberi terlalu banyak untuk anak-anak.
"Jadi kau paham sekarang? aku bekerja menggunakan kemanisanku setiap hari adalah bagian dari profesiku."
"yah, tentu saja…"
Namun yah… pembaca majalah ini tak kan pernah membayangkan bahwa model yang keren ini sebenarnya menghabiskan pendapatannya untuk benda-benda semacam 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!' atau 'Mari bersenang-senang dengan hati adik perempuanmu!'.
Selebihnya, jika fans-nya sampai mengetahuinya, mereka pasti pingsan dan ambruk.
Sementara aku merasakan seluruh kesengsaraan di dunia, ku mencoba untuk melihat lebih ke dalam bagian lemari.
Tetapi, Rin, bertumpu pada lututnya, merentangkan kedua tangan dan menghalangiku.
"Ku-Ku tak bisa menunjukkan padamu selebihnya malam ini."
"Mengapa tidak?"
Yah, bukannya aku ingin melihat lebih, tapi ku kira kau tak akan membiarkanku pergi sebelum ku melihat semuanya.
Rin melirik ke dalam lemarinya lalu memandangku marah.
Oh tolong berhenti melihatku seperti kau melihat sejenis sampah.
"Aku… belum percaya sepenuhnya padamu, jadi sampai di sini saja untuk sekarang."
"Ha?"
Ada apa dengannya? Apa-apaan yang sedang dia bicarakan? Dari cara bicaranya, itu membuat semuanya tampak seperti bukan apa-apa, dan di sana terselip semacam hal yang lebih mencengangkan. Oh tunggu, erm… kau memiliki 'sesuatu'? kau punya, huh?
"Barang-barang yang terletak lebih dalam di sana agak memalukan jadi… tidak."
"…begitu."
APAAAA? Benda macam apa yang bisa membuatnya merasa malu?! Barusan dia menunjukkan padaku 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu' dengan bangga. Ku terdiam karena keterkejutan yang ekstrim ketika Rin akhirnya mulai berbicara. Dia tepat di depanku, berdiri di kedua tangan dan kakinya, mendongak ke arahku.
"Jadi bagaimana?"
"Apa maksudmu dengan itu?"
Jawaban macam apa yang dia inginkan? Jika seseorang tahu, tolong beritahu aku sekarang!
Ku berkelit untuk mengajukan sebuah jawaban, dan Rin tampak agak cemas.
"Yah, kau tahu, seperti bagaimana perasaanmu setelah melihat hobiku."
"Oh ya… bagaimana perasaanku, heh… erm… aku terkejut."
"Hanya itu?"
"Yah, kau memintaku untuk berkata lebih? Tapi kau tahu, ku hanya sangat terkejut hingga ku tak bisa menyatakan pendapat lain."
Ku coba untuk sensitif dan berkata demikian, tapi Rin menunjukkan wajah khawatir dengan alis indahnya dan berkata,
"… ini pasti salah untukku memiliki semua benda semacam itu."
"…yah, ku tak berpikir demikian."
Ini bukan masalah benar atau salah.
… jadi ku rasa ini bukan masalah tentang apa yang ingin dikonsultasikan Rin padaku.
Selain itu, ku benar-benar ingin pergi tidur dan melupakan tentang ini. Mungkin dia akan membiarkanku pergi sekarang?
Sebab aku sudah cukup putus asa untuk ingin segera keluar dari kamar ini, ku beri komentar yang ku pikir kakakku pasti benar-benar menginginkannya.
"Aku sudah mengatakan padamu. Tak peduli apapun hobi yang kau miliki, ku takkan pernah merendahkanmu. Bukankah itu bagus? Setiap orang diperbolehkan untuk memilih hobi mereka masing-masing. Selama itu tidak menyebabkan orang lain mendapat masalah, kau seharusnya bebas untuk memilih apa yang ingin kau lakukan. Selain itu, itu adalah uang yang kau peroleh sendiri. Tak seorang pun berhak mengatakan apapun tentang itu."
"Benar. Huh… kau mulai mengatakan hal-hal baik sekarang."
Syukurlah, dia puas. Bagus. Sekarang waktuku untuk pergi…
Dan pantatku baru kuangkat setengah jalan sebelum ku putuskan untuk kembali duduk.
Sebenarnya, ada sesuatu yang ku tahan dan benar-benar ingin ku tanyakan sejak tadi.
Jika aku mengatakan ini adalah suatu bentuk kesalahan, aku mungkin mendapat jawaban di luar logika dunia ini, jadi ku berpikir untuk mencoba tidak menanyakannya, dan melupakan tentang itu, tapi oh ya, ku tak bisa menahan ini lebih lama lagi.
Ini seperti seseorang dari dunia lain sedang menyuruhku untuk menanyakannya sekarang, sesegera mungkin. yah tentu saja ku membayangkan sesuatu.
"Heh…"
Baiklah, ku akan menanyakannya sekarang. Aku akan melakukannya! Apa aku siap dan cukup tenang untuk menanggung jawaban yang akan datang meskipun itu mencengangkan?
"Rin, tentang apa yang kita bicarakan sebelumnya… ada satu hal yang ku pikir ingin ku tanyakan padamu."
"Ha? Kesopananmu itu sangat tak nyata."
Gadis nakal… begitukah caramu berbicara pada adikmu yang sepenuhnya menerima hobimu?!
Jika dilihat dari sini, ini mungkin tidak akan berakhir dengan cara yang paling buruk.
Fyuh… setelah ku menghela napas lega, ku bertanya padanya.
"Jadi, mengapa kau memiliki game-game ero tentang adik perempuan semacam itu?"
"…"
Err… mengapa kau diam di sini? Akankah kau mengatakan sesuatu?
"…kau pikir mengapa aku melakukannya?"
"Ti-tidak ada ide… ku hanya membayangkan…"
Tu-tu-tu-tunggu sebentar, mengapa kau harus tersipu dan wajahmu menjadi merah jambu semua?
Mengapa kau merangkak ke arahku dengan kedua tangan dan kakimu?
Ti-ti-tidak mungkin! tolong, hentikan itu! ku tak punya ketertarikan akan hal semacam itu!
Ketakutan akan keamananku sendiri, ku perlahan mengambil langkah mundur sementara diguncang rasa ngeri.
"Mengapa kau menjauh?"
"Tidak. Aku tidak…"
"Bohong, kau memang menjauh."
"Itu karena kau… ups."
O-oh tidak… ku terpojok ke tembok. Ku tak bisa mundur lebih jauh lagi.
Ku bisa saja segera kabur, tapi aku tak cukup tenang untuk bisa melakukannya. Sekarang aku hanya bisa melihat sekeliling ruangan dengan panik. Dan sebelum ku sadari, dia sudah berada cukup dekat denganku.
"…"
Lalu, ekspresi Rin berubah menjadi serius, sepertinya dia telah memutuskan sesuatu yang penting dalam benaknya.
Tatapan serius dari kedua matanya menusuk lurus ke mataku. Aku membatu karena Rin. Ku tak bisa lagi mengalihkan pandanganku darinya. Suasananya begitu tegang.
Lalu masih menggunakan kedua tangan dan kakinya, dia menaiki aku…
Dan dia menyodokkan cetakan dari 'Mari bercinta dengan adik perempuanmu!' di depan hidungku.
"Ha?"
Ku tak menyangka hal seperti ini akan terjadi, ku tak bisa berkata-kata. Dia pun tampak tak peduli dengan reaksiku dan merubah gaya bicaranya menjadi nada tersipu-karena-hal-romantis. Dia berkata,
"Ketika kau melihat wadah ini, tidakkah kau merasa seperti… ini sesuatu yang bagus?"
"Ap-apa yang sedang kau bicarakan?"
Aku tak mengerti. Sejak aku melangkah masuk ke ruangan ini, berapa kali kalimat itu muncul di kepalaku? Selebihnya dari itu, komentar terakhir Rin ini sangat-sangat tak bisa dipahami.
"Kau tahu…"
Dia memberiku tatapan kosong seolah dia sedang berpikir bahwa aku aneh karena tak paham.
"…mereka sangat manis!"
Err apa itu? komentarmu tidak beralasan kuat.
Tampangku sekarang pasti sangat kikuk.
Ku tahu ku takkan mendapat jawaban yang lebih baik dari mengulang pertanyaanku, jadi ku biarkan otakku bekerja keras untuk mencoba mencerna apa maksud kakak.
"…"
Ada dua petunjuk. Wadah yang dia pegang tepat di depan hidungku dan komentar barusan mengatakan "mereka sangat manis".
Tentu normalnya kau hanya memiliki satu jawaban, tapi bukankah itu sangat salah? Itu pasti, kan? Ku tak sepenuhnya menerima namun ku masih menanyakan padanya dengan hati-hati.
"Jadi maksudmu adalah… err… kau suka 'adik perempuan'? dan itu alasan mengapa kau punya banyak game tentang itu?"
"Uh huh!"
Jawaban yang benar! Dia memberiku sebuah anggukan yang begitu ceria… kenapa dia begitu bangga akan ini?
Oh, ku sangat berharap dia begitu ceria setiap waktu.
Ku membayangkan tentang hal semacam itu ketika Rin melanjutkan kalimatnya, meski ku tak meminta.
"Mereka sangat manis kau tahu! Di dalam game bishoujo biasa, pemain umumnya adalah laki-laki jadi mereka di panggil dengan beragam sebutan. Mereka memanggilmu dengan cara yang spesial, seperti 'onii-chan' 'onii' 'aniki' 'anikun' dan cara-cara lain yang cocok dengan tipe gadisnya. Cinta mereka untuk sang kakak begitu keras menyerangmu."
"Begitu… itu mengejutkan…"
Ku mengikutinya tapi tak terlalu serius. Heh, dia benar-benar menyukai itu…
Omong-omong, kau masih memanggilku seperti 'Hey' atau 'Hoi' dan cara kasar lainnya. Apa pendapatmu tentang itu? itu tampak tak cocok sama sekali untukku. Malah, itu membuatku frustasi sepanjang waktu. Memang aku ini berpredikat sebagai adik, tapi tidak bisakah kau memperlakukanku dengan layak? Apa aku harus berdandan seperti adik perempuan dalam bayanganmu? Sebegitu kecewa kah kau karena aku ini laki-laki?
"Oh, diantara mereka, aku paling menyukai gadis ini!"
Kakakku menunjuk gadis yang tampak renta, berambut hitam berkuncir dua, berperawakan pendek dan sedang tersipu .
"Rambut hitam memang harus di kuncir dua, menurutku. Gadis kecil yang tampak lemah seperti itu membuatmu merasa ingin melindunginya dan kau tahu… memeluknya erat dan… haha bukankah mereka menyenangkan?"
Rambutku pirang sepertimu. Aku tak mengenakan rok dan tak bersikap seperti anak cengeng setiap waktu serta tak memanggilmu 'Onee-san'. Bukankah komentar yang kau buat itu seolah kau menolak keberadaanku?
Yah… kesampingkan hal itu.
"Be… gitu."
Kakakku menyukai 'adik perempuan'… itu mengapa dia sekarang mengoleksi barang-barang semacam itu.
Ku paham itu sekarang, tapi itu bukan berarti pertanyaanku terjawab sepenuhnya. Malah, ini membuatku merasa semakin aneh.
Ku bertanya dengan wajah serius.
"Ta-tapi, mengapa itu?"
"He?"
"Seperti, mengapa kau menyukai adik perempuan? Aku tak berkata itu hal baik atau buruk, tetapi game yang kau koleksi… umumnya laki-laki yang akan membelinya bukan? dan mereka… err… bahkan salah satu yang seharusnya tak di jual kepada seseorang berumur di bawah 18 tahun. Itu hanya sangat tak pantas dengan penampilanmu. Mengapa kau… apa alasanmu untuk mulai menyukai barang-barang semacam itu? apa yang membuatmu menyukainya? Adakah sesuatu di baliknya?"
"Itu… yah…"
Rin sekarang tampak terguncang akibat pertanyaanku. Dia mengedipkan mata seolah habis di guyur seember air dingin. Pandangannya kabur kemana-mana. Dia ragu untuk menjawab pertanyaan yang sulit… kelihatannya tidak hanya sekedar itu saja masalahnya. Ku tetap menunggu untuk sementara dan…
"A-aku tak tahu…"
Dia berkata dengan gaya yang entah kekanak-kanakan atau apa ─dengan mata tertutup rapat dan semua wajahnya memerah.
Ku merespon, "Ha?" dan bertanya lagi. Kakakku sekarang meletakkan kedua tangannya di dada dan mulai tersipu.
"Kau lihat… umm a-aku tak tahu… akan diriku sendiri…"
Oh wow, tiba-tiba dia kerasukan oleh semacam roh jahat?
Di mana kepribadian menyebalkan yang biasanya?
Bagaimana dia terlihat malu sungguh tampak bukan dia sama sekali, maksudku dia begitu manis, sehingga aku tak tahu harus berbuat apa.
"Kau tak tahu? Tapi… ini tentang dirimu sendiri kau tahu…"
"Karena… semua hanya tiba-tiba menjadi seperti ini! ku tak benar-benar tahu mengapa… hanya ketika aku menyadarinya, ku telah jatuh cinta dengan itu semua…"
Kau sungguh berkata seperti karakter orang lain… ini benar-benar bukan kau.
"… ku pikir ini bermula dengan sebuah anime yang ku lihat di toko."
Perilaku Rin sekarang seperti karakter adik kecil yang lemah, persis seperti hal yang dia suka.
Dia mendongak padaku dengan tatapan cemas.
"Aku juga tahu bahwa ini bukan… sebuah hobi yang normal untuk anak gadis. Itu mengapa aku tak bisa mengatakannya pada orang lain… dan aku menyembunyikannya… tetapi meski ku tahu demikian… ku hanya mencintai itu semua… ketika ku menggunakan internet… ku tak mampu menolong diriku sendiri untuk tak menyorot semua itu… dan kemudian kutemukan diriku sedang memainkan versi trial… dan selama aku memainkan edisi trial, ku merasa ku harus segera mendapatkannya dan…"
Jadi ini akibat dari itu semua.
Aku melihat menara game bertipe adik perempuan dan memicingkan mata.
…bukankah kau sungguh terjerumus sangat dalam oleh taktik penjualan perusahaan game tersebut?
"Co-cover ilustrasi-ilustrasi yang manis itu membuatku menjadi gila!"
Jangan menyalahkan ilustratornya…
Erm… jadi mengapa aku harus mendengarkan bagaimana kakak perempuanku bertransformasi menjadi seorang otaku di tengah malam begini?
Ku yakin sekali tak ada adik di dunia yang memiliki pengalaman serupa seperti ku.
Rin melanjutkan.
"Ku pikir ini salah… jadi ku berniat untuk berhenti… berkali-kali. Tapi ku tak bisa keluar begitu saja. Karena… kau tahu ketika kau membuka browser, situs terbaru yang ter-register ke Hatena Antenna memberiku informasi setiap hari, dan membujukku untuk membeli barang begitu banyak… sialan mereka semua, CarsSP dan AkibaBlog…"
"Yah… kau tahu… apa sebutan mereka itu… situs terbaru? kau hanya perlu berhenti melihat mereka, benarkan?"
"Jika aku bisa mengendalikan diri untuk melakukan hal semacam itu, maka aku tak perlu menjalani semua masalah seperti ini."
Sebuah pertanyaan kecil sudah cukup untuk membuatnya depresi.
Hey… siapa ini?! ku tak ingat memiliki kakak semanis ini.
Rin duduk dengan kaki terlipat mendatar di lantai di depanku, mendongak kepala kearahku dengan mata berkaca-kaca oleh air mata.
"Jadi… menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
"…"
Apa yang harus dilakukannya? Dia bertanya padaku?
Yang benar saja aku bisa tahu?! Itu mungkin jawabanku yang paling jujur. Tapi sekarang ini ku tak bisa mengatakan itu pada kakakku yang sedang bergantung padaku, tak peduli apapun niat lain yang mungkin ada di baliknya.
Ku paham. Alasan mengapa dia memilihku untuk berkonsultasi. Itu bukan karena aku bisa diandalkan atau seorang adik yang disayangi. Itu karena aku tak berarti baginya dan dia berkeyakinan tak ada hal buruk apapun yang akan terjadi jika dia menceritakan semuanya padaku.
Ini benar-benar kisah sialan, tak sedikitpun menghargaiku.
Tapi tetap, apapun alasannya di sini, dia tetap menceritakan padaku apa yang dia cemaskan. Dia mungkin tak memiliki rasa sayang sedikitpun padaku, namun dia tetap masih memiliki sedikitnya rasa percaya padaku dan bergantung padaku, benarkan? Dan sekarang, satu-satunya orang yang bisa menolongnya adalah aku, bukan? maka, kasus selesai. Tak ada pilihan lain.
Begitu aku mantap dengan niat dalam benakku, Rin mengatakan sesuatu yang tak mengenakkan.
"Haruskah aku… mengatakannya pada Ayah dan Ibu tentang ini?"
"Tentu saja tidak! Jangan pernah mencoba! Jika kau bisa melakukannya, maka kau tak perlu cemas akan semua ini sejak awal!"
Whoa itu sangat mengejutkanku. Mungkin dia sebenarnya cukup berotak kosong.
"Oh benar. Jadi aku takkan melakukannya."
"ya, simpan untuk dirimu sendiri. Dan pastikan Ayah tak mengetahuinya."
Ayah kami adalah salah satu dari orang-orang kolot penggerutu dan sangat keras.
Jika Ayah mengetahui tentang 'hobi rahasia'-nya… setiap celah neraka akan terbuka.
"Jika mereka mengetahui… akankah aku mendapat masalah?"
"Kau pasti mendapatkannya. Jujur, ku tak mau semuanya berakhir seperti itu. jadi itulah mengapa aku akan membantu sehingga hobimu tak kan terungkap… bukan berarti ku tahu betul apa yang akan ku lakukan…"
"Apa kau baik-baik saja dengan semua itu?"
Rin tampak seperti tak menerimanya. Dan sebaliknya Ini sangat sulit dipercaya bahwa aku menawarkan pertolongan padanya.
Jadi… kesan apa yang dia miliki tentangku? Ku tak akan bertanya, karena ku takut akan konsekuensi akibat berbuat demikian.
Meski ku tak benar-benar senang, ku tetap mengangguk.
"Tentu. Jika sesuatu terjadi, katakan saja padaku. Ku mungkin tak cukup bisa memberimu saran yang bagus, tapi aku akan melakukan apa yang ku bisa."
Kelak ku akan datang dan menyesal telah berkata demikian tanpa berpikir lebih jauh.
"O-Oh… baiklah kalau begitu. Itu mungkin cukup membantuku…"
Rin tidak berterima kasih padaku, melainkan dia mengangguk kecil beberapa kali dan tampak senang.
Melihat kakakku seperti itu tak membuatku merasa buruk, jujur saja.
Jadi dia bisa berwajah seperti itu juga?
Ku lihat senyum di wajahnya dengan perasaan aneh di hatiku.
Itu seolah membawa hari-hari kami yang telah lewat... ku tak tahu mengapa, tapi ku pikir demikian.
Yah entahlah, ku rasa sesuatunya akan berjalan baik. Setelah ku menemukan game miliknya, dia mulai berpikir keras dan cemas tentang semua ini untuk dua hari belakangan, dan akhirnya memutuskan untuk berbicara padaku.
Tak ada pilihan untuk menolak memberikan pertolongan. Meski ku akui ini cukup merepotkan.
…oh yah, ku lega bahwa ini bukan 'mimpi terburuk yang menjadi nyata'. Seperti… kau tahu, sebagian besar game yang di sukainya bertema incest.
"Omong-omong, kau hanya menyukai 'adik perempuan' dan membeli 'game hentai tentang adik perempuan', benarkan? Kau tak punya niat lain, kan?"
"Huh? Kau pikir untuk apa lagi itu semua?"
Ku hanya bertanya untuk lebih yakin, tapi Rin malah tampak kikuk.
Lalu beberapa detik kemudian, dia tampak membayangkan skenario 'mimpi terburuk yang menjadi nyata'-ku dan menatapku dengan mata yang penuh niat jahat seperti seorang penjahat besar dari suatu manga.
"…mungkin, aku ingin sesekali mendandanimu seperti perempuan."
Ah, bukan itu maksudku! Tu-tunggu, apa ini?! dia benar-benar semakin jauh dari karakternya semula. Di mana kakakku yang selalu cemberut padaku?!
Oh sial, mengapa aku malah merasa terancam seperti ini. ini seperti menunjukkan betapa kacau otaknya akibat terlalu banyak memainkan game yang dia suka.
"Itu menjijikkan! Aku tak sudi! Di dalam game kau boleh menyukai adik perempuan. Jangan mencampur aduk dunia 2D dan 3D. Game adalah game. Kenyataan adalah kenyataan. Pikirkan ini, kau kira ada adik perempuan akan berpikir mencintai kakak kandungnya sendiri? tak mungkin! Apa lagi kalau aku harus berpakaian seperti perempuan untuk mewujudkan impianmu, yang benar saja?!"
Tidakkah dia secara tak langsung berkata bahwa 'dia sangat tidak menyukaiku'? bukankah itu kejam? Ku yakin ada kakak dan adik yang akrab satu sama lain di dunia ini. Tapi itu tetap tak bisa menyangkal bahwa aku dan kau adalah lawan abadi.
"Kalau begitu, urusan ini sudah selesai, jadi bisakah kau keluar sekarang? Hush hush."
Sial… dia benar-benar tak manis.
.
.
.
Terima kasih untuk waktu yang diluangkan. n_na.
apakah translasi author ini jelek dan membingungkan? maaf. Kesempatan berikutnya author akan berusaha lebih baik lagi.
Namun jika memang sebagian besar pembaca mempermasalahkan karya ini selain faktor di atas, maka author pun tidak keberatan untuk menghapusnya dari entri list fandom vocaloid.
m(_ _)m
