If you Gone...
Chapter 1
Cash : Cho Kyuhyun
Lee Donghae
Leeteuk
Shim Changmin
Etc.
Genre : Brothership, friendship, Hurt
Warning : Typo bertebaran. Masih dengan tokoh lama di dunia perff-an, Cho Kyuhyun. If you dont like you should not read, ok?
Summary: Kami adalah anak yang dicampakkan oleh orang-orang dewasa yang kami sebut orang tua./Sekarang tahu seberapa parah?/Besok mungkin akan jauh lebih mengerikan/Oh, kau buta? Pantas saja.
.
Donghae POV
Malam ini entah kenapa terasa jauh lebih menggigit dari sebelumnya. Meskipun malam selalu membawah dingin, tapi dingin yang malam ini tawarkan jauh lebih menusuk. Bahkan tak sedikitpun kehangatan senja yang tersisa untuk malam ini. Membuatku merapatkan jaket yang ku kenakan. Sedikit bergidik ketika dingin tetap menembus kain jaketku yang memang tipis.
Aku tersenyum ketika mengingat bagaimana pertama kali bertemu dengan seorang pemuda bernama Cho Kyuhyun. Seorang pemuda yang selalu ceria dibalik kekurangannya. Ia memang buta tapi ia tak pernah merasa bahwa dirinya buta. Ia selalu percaya bahwa ia sama seperti orang lain yang bisa melihat karena ia juga memiliki dua mata. Kalaupun berbeda mungkin hanya warnanya saja, karena ia memiliki manik berwarna kelabu.
Berbicara nasib, aku dengannya sama sekali tak berbeda. Kami adalah anak yang dicampakkan oleh orang-orang dewasa yang kami sebut orang tua. Tanpa perasaan dan hati, mereka menyingkirkan kami. Bahkan daun yang ranggaspun masih menunggu menguning untuk bisa jatuh dari ranting. Dan takdir mempertemukan kami lewat ketidak sengajaan pada malam yang dingin seperti sekarang. Membuat kami memutuskan untuk hidup berdua tanpa lagi memikirkan orang-orang dewasa itu, persetan dengan dosa dan durhaka.
Ku langkahkan kakiku yang sempat terhenti menuju gang sempit yang mengarah pada rumahku. Harum sampah sudah menjadi aroma wajib yang selalu menggelitik hidungku. Aspal jalan yang hampir menjadi kerikilpun sudah menjadi sahabat karib bagi alas sepatuku yang sudah tipis. Senyumku merekah ketika temaram lampu yang tak terlalu terang tertangkap retinaku. Rumah kecil di ujung gang buntu itulah rumahku. Kyuhyun-ahh, pasti menunggu.
Kriettttt
Derit pintu yang sedikit memekakkan telinga menjadi musik pertama saat aku datang. Kyuhyun keluar dari balik pintu dengan senyumnya yang merekah. Dengan sedikit berlari ia menerjang tubuhku dan memelukku erat. Kyuhyun-ahh memang buta, tapi ia sudah lebih dari hafal setiap lekuk rumah ini, jadi ia tak memerlukan tongkat untuk menghampiriku.
"Apa kau begitu merindukanku Kyu-ahh?" tanyaku yang hanya dijawab anggukan cepat olehnya.
Aku tersenyum, bagaimana mungkin namja yang sudah berusia 18 tahun bisa bertingkah begitu menggemaskan sepertinya. Daripada tampan, Kyuhyun memang terlihat lebih manis dan menggemaskan. Pipinya yang chubby dengan kulit seputih susu, ia hampir seperti boneka jika manik bulat itu tak berwarna kelabu.
"Aigoo, jadi adikku sangat merindukanku ya. Baiklah, mari kita habiskan malam ini bersama"
"Hari ini aku mau tidur di kamarmu, Hae hyung" ujarnya saat aku menuntunnya masuk rumah. Mendengar itu, tentu aku tak menolak.
.
.
.
Author POV
Donghae berjalan dengan santai tanpa memperdulikan sekitarnya. Aerphone yang selalu melekat di telinganya tengah memainkan musik menghentak dengan volume penuh. Bukan tanpa alasan, Donghae memang sengaja melakukannya karena ia tak ingin mendengar suara-suara yang selalu merendahkannya terdengar oleh telinganya. Ia sudah cukup lelah mendengar suara-suara itu saat pertama kali ia masuk sekolah ini, jadi ia tak ingin mendengarnya lagi.
Menulikann pendengaran bukan berarti kehidupan sekolah Donghae selesai begitu saja, tidak!. Setelah ini ia akan menghadapi satu lagi hal melelahkan yang membuatnya kadang enggan pergi ke sekolah. Ya, Kim Kibum dan teman-temannya tak pernah membiarkannya hidupnya tenang di sekolah. Hanya karena satu alasan, Park Donghae adalah nerd si pengemis beasiswa.
Donghae tersenyum miris membayangkan nasibnya hari ini. Sedikit menerawang tentang apa yang akan Kim Kibum lakukan hari ini padanya, setelah kemarin dengan tak berhati mereka membakar habis proposal pengajuan beasiswa yang rencanya akan ia ajukan untuk mendaftar ke universitas.
"Tidak ada air atau kecap asin di sana, jadi masuklah" seru suara yang tak asing.
Matanya kembali memandang ke bagian atas pintu, takut jika ada jebakan lagi di sana. Dengan ragu ia melangkahkan kakinya melewati pintu tersebut dengan menutup matanya.
Satu langkah...
Dua langkah...
Tiga langkah...
Nihil.
Donghae mengernyit bingung ketika tak terjadi apapun. Aneh, tak biasanya seperti ini. Bukan ia mengharapkan, tapi sudah menjadi ritual wajib bagi teman-temannya untuk menyambut Donghae dengan jebakan di atas pintu. Karena itu setiap hari pula ia selalu membawah seragam olahraga karena ia tak memiliki cadangan seragam.
Tawa sudah membahana memenuhi ruang kelasnya. Semuanya tertawa melihat ekpresi takut-takutnya. Tapi sekali lagi aerphone di telinganya menolongnya, ia kembali menulikan pendengarannya. Ia memilih mengedarkan pandangannya pada seisi kelas. Keningnya berkerut ketika tak menemukan Kim Kibum di kursinya, hanya ada pengikutnya yang juga menertawakannya. Apa karena dia tak ada, jadi tak ada jebakan? Donghae menggeleng, tak ingin memikirkan apapun tentang Kibum. Ia bisa menghadiri kelas hari ini saja sudah sangat bersyukur.
Sedangkan di tempat lain seseorang yang tinggal bersama Donghae sedang mati ke bosanan. Sedari tadi tak ada yang bisa ia lakukan kecuali bergulung di atas ranjangnya. Acara televisi sedang tak ada yang menarik dan Donghae sudah melarangnya untuk mendekati ikan-ikan koleksinya, membuat Kyuhyun hanya bergelut dengan selimut hampir setengah hari ini.
Kriettt
Suara pintu yang dibuka membuat Kyuhyun dengan cepat beranjak dari kasurnya. Ia berjalan lebih cepat dari sebelumnya dengan perasaan senang yang tergambar jelas di wajahnya. Namun...
Dug
"Awww" ringis Kyuhyun saat tak sengaja lututnya menabrak ujung meja.
"Hahaha makanya hati-hati Kyu-ahh. Sakitkan?" suara itu menghentikan kegiatannya mengelus lututnya yang sakit.
Ia memiringkan kepalanya, sedikit berfikir tentang suara yang sebenarnya tak asing untuknya tersebut. "Yesung hyung!"
"Tepat sekali. Sekarang duduklah, biar ku lihat lututmu"
Kyuhyun menurut saja saat Yesung mendudukannya di kursi dan menggulung celananya hingga atas lutut.
"Aigoo, seberapa keras kau menabrak ujung meja Kyu-ahh? Lihat, lututmu memar sekarang. Sini, biar ku oleskan salep" ujar Yesung sudah siap dengan salep memar yang ia ambil sejak Kyuhyun meringis kesakitan tadi.
"Apa memarnya parah hyung?"
"Jika sangat sakit berarti parah"
"Ah, appo. Hyung pelan-pelan"
"Sekarang tahu seberapa parah?" Kyuhyun diam saja mendengar pertanyaan Yesung.
"Selesai. Sekarang diamlah di sini dan jangan kemana-mana jika kau tidak ingin kehilangan kakimu, arraseo?"
"Ishhh kenapa dia begitu menyeramkan" gumam Kyuhyun seraya menekuk wajahnya kesal.
Salep yang dioleskan Yesung ternyata mengganggunya, ia merasakan panas di area lututnya yang terbentur ujung meja. Dengan hati-hati ia menyentuh lututnya yang memar dan meringis ketika merasakan sakit. Wajahnya tertekuk, luka seperti ini tak akan membuatku kehilangan kaki, Yesung pabo!
"Jja, ayo makan Kyu-ahh. Aku sudah membawakan jjangmyeon favoritmu" ujar Yesung yang sudah kembali dengan membawah semangkuk jjangmyeon dan meletakkannya di pangkuan Kyuhyun. Kemudian ia meraih tangan Kyuhyun untuk memberikan sendok pada tangannya.
"Ini yang selalu aku tunggu darimu hyung. Gomawo" ujar Kyuhyun dengan senyum lebar sebelum dengan lahap memakan jjangmyeonnya.
Yesung tersenyum melihat bagaimana lahapnya Kyuhyun memakan jjangmyeonnya. Diam-diam ia mengagumi sosok pemuda di depannya tersebut. Meskipun Kyuhyun tak bisa melihat, tapi tak pernah sekalipun ia melihat Kyuhyun bersedih dengan keadaannya. Justru sebaliknya, ia selalu melihat Kyuhyun ceria seperti tanpa beban. Sekalipun ia tahu ada banyak kesedihan yang selalu manik kelabu itu sembunyikan darinya juga dari Donghae.
"Berapa lama kau tidak makan Kyu-ahh? Ck, seperti orang kelaparan saja"
"Aniyo, hanya saja Hae pabo itu sudah lama tak membelikanku jjangmyeon"
Yesung tertegun mendengar jawaban Kyuhyun. Meskipun terlihat santai tapi itu memberikan arti lain bagi dirinya. Donghae memang jarang sekali membeli makanan, ia lebih memilih memasaknya sendiri dengan alasan Kyuhyun lebih menyukai masakannya. Padahal ia sangat tahu bahwa saat itulah Donghae tak memiliki cukup uang untuk membelikan Kyuhyun makanan. Karena itulah hampir setiap hari ia mengunjungi Kyuhyun dan membawahkan makanan, atau terkadang menitipkannya pada Donghae saat ia mampir ke rumah makan miliknya.
"Panggil dia hyung, Kyu! Ah, aku juga sudah menaruh jatah Donghae di kulkas. Katakan padanya untuk memanaskan terlebih dahulu sebelum memakannya" titah Yesung yang kali ini hanya dibalas anggukan oleh Kyuhyun.
.
.
.
Donghae berjalan pelan memasuki rumah makan milik Yesung yang letaknya tak terlalu jauh dari gang rumahnya. Ia kemudian duduk di salah satu meja tanpa memesan apapun. Tubuhnya merosot pada meja tersebut dengan lengan kiri yang menjadi bantalan untuk kepalanya. Ia memejamkan mata, mencoba sedikit mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan akibat bekerja terlalu keras. Hari ini, ia menjadi badut untuk membagikan brosur dari salah satu kedai ice cream yang baru saja dibuka.
Puk
Sebuah gulungan kertas yang sengaja dipukulkan mendarat begitu saja di kepalanya. Ia membuka matanya sedikit sebelum kemudian menutupnya lagi saat mendapati Yesung tengah duduk di hadapannya, dengan gulungan kertas yang berada di tangan kirinya.
"Kau pikir ini hotel untuk istirahat Park Donghae?"
"Aishhh hyung, aku lelah. Biarkan aku istirahat sebentar" jawab Donghae lirih masih tak membuka matanya.
"Kau jadi mengabil pekerjaan di kedai baru itu?" tanya Yesung lagi, kali ini hanya ditanggapi anggukan oleh Donghae.
"Kau terlalu keras bekerja, Hae-ahh"
Tak tega melihat adik sepupunya itu kelelahan akhirnya Yesung memberikan sedikit pijatan pada bahu Donghae. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan saat Donghae seperti ini, tapi setidaknya pijatan akan sedikit mengurangi rasa lelahnya.
Donghae memang si gila kerja, karena itulah terkadang ia merasa kasihan pada adik sepupunya tersebut. Di usianya yang masih sangat muda seharusnya Donghae memfokuskan diri pada pelajaran di sekolah dan tidak perlu memikirkan tentang uang. Tapi, keadaan membuatnya memikirkan keduanya. Jika ditanya, ia hanya akan menjawab bahwa ia bertanggung jawab atas Kyuhyun.
Gerakannya terhenti ketika menyadari setelan sergam yang masih utuh dikenakan Donghae.
"Mereka tak mengganggumi lagi, Hae?" tanyanya merasa aneh.
"Tidak. Kim Kibum tidak masuk, jadi tak ada jebakan untukku hari ini"
"Benarkah? Kalo begitu aku akan berdoa agar Kim Kibum itu tak pernah mauk selamanya saja" ujar Yesung yang langsung mendapat injakan di kainya dari Donghae.
"Jangan sembarangan berdoa hyung. Lagi pula hari ini aku bisa tenang saja sudah bersyukur, jangan meminta lebih"
"Jika itu baik..."
"Besok mungkin akan jauh lebih mengerikan" sahut Donghae memotong perkataan Yesung.
Yesung terdiam. Rasa iba kembali menyeruak di hatinya mendengar penuturan Donghae. Ia sudah lebih dari tahu tentang sikap dan perlakuan yang selama ini Donghae dapat di sekolah. Setiap hari adik sepupunya itu selalu mampir ke rumahnya hanya untuk mencuci seragamnya yang kotor akibat bullying yang ia terima agar tidak diketahui oleh Kyuhyun.
Terkadang ada keinginan lebih untuk melindungi Donghae dan Kyuhyun yang menguak dari dirinya. Namun semua itu hanya sebatas keinginan karena ia sendiri juga tak pernah tahu bagaimana dan darimana ia harus memulai. Hanya sedikit yang bisa ia bantu untuk mengurangi beban anak-anak muda yang telah memutuskan untuk hidup sendiri itu.
Donghae dan Kyuhyun, mereka telah terbentuk menjadi seseorang yang kuat dan handal dalam menyembunyikan rasa sakit. Menjadi anak muda yang sudah akrab dengan kerasnya dunia dan pedihnya penderitaan. Masa lalu telah membentuk jiwa yang polos tak berdosa itu menjadi jiwa yang kokoh dan tangguh.
.
.
.
Incheon aiport tampak begitu ramai dengan aktivitas para penumpang yang berlalu-lalang. Bandara ini memang tak pernah sepi, hingga membuatnya menjadi salah satu bandara tersibuk di dunia. Seorang pemuda dengan setelan trendi dan sepatu sport mahal terlihat berjalan santai di tengah-tengah hiruk piruk bandara. Sesekali ia membenarkan letak kaca matanya yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya.
Pemuda itu segera masuk ke dalam sebuah mobil sedan hitam mewah yang sedari telah menunggunya. Tak lama setelahnya, kuda besi mahal itu melesat begitu saja meninggalkan area bandara.
Pemuda itu, Park Jong Soo. Ia telah kembali dari studynya di Amerika setelah 5 tahun berada di negeri paman sam. Ia mengambil jurusan ekonomi dan bisnis karena ia telah di dapuk untuk menjadi pewaris tunggal Park Corporatioan, perusahaan milik keluaragnya. Selama di Amerika, ia juga menghabiskan waktunya dengan melakukan perjalanan bisnis bersama dengan rekan-rekan perusahaan ayahnya. Sejak usia muda, ia memang sudah dipersiapkan untuk menjadi penerus sang ayah, Park Youngmin.
Jong Soo membuka jendela mobil dan membiarkan hembusan angin kota Seoul yang teramat ia rindukan itu merusak tatanan rambutnya. Manik cantik yang tertutup oleh lensa kaca mata itu berbinar cerah saat melihat Seoul yang cukup banyak berubah sejak ia meninggalkan kota ini 5 tahun silam.
"Aku harap apapun yang ada di sini telah berubah, termasuk dia" gumamnya.
Senyum yang sedari tadi merekah di bibirnya kini menghilang. Bahkan tak ada lagi pancaran bahagia yang tadi tercetak pada maniknya. Ingatannya melayang pada seseorang yang 5 tahun lalu juga ia tinggalkan bersama dengan berbagai kenangan yang tak pernah ingin ia ingat kembali. Seseorang yang membuatnya menjadi pengecut sekaligus orang yang tak berguna. Seorang adik yang begitu saja ia campakkan hanya karena ke egoisannya, Park Donghae.
Ia tutup kembali jendela mobilnya, kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirnya menutup matanya. Ia memang bahagia kembali pada negera tempatnya dilahirkan, tetapi kembali ke sini berarti juga kembali pada masa lalunya. Meskipun kini masa lalu itu telah menjadi kenangan, tetapi adiknya yang entah masih hidup atau tidak itu selalu berhasil menghidupkan kembali masa lalunya. Membuat semuanya terasa lebih nyata.
Tapi ia juga tak bisa berbohong bahwa sejujurnya ia sangat merindukan adiknya tersebut. Merindukan wajah childish dan tingkah kekanakan adiknya. Donghaenya yang kekanakan, bagaimana caranya dia hidup? Pikirnya.
"Tuan, Tuan besar ingin bertemu dengan anda terlebih dahulu"
"Baiklah"
.
.
.
Kyuhyun berjalan pelan dengan bantuan tongatnya menyusuri gang sepi yang mengarah pada jalan besar di ujung. Karena mati kebosanan, ia memutuskan untuk pergi ke kedai makan Yesung. Yesung sendiri mengatakan bahwa dirinya tidak bisa ke rumahnya seperti biasanya karena kedai begitu ramai, dan tak bisa ditinggalkan.
Bruk
"Aishhh bisakah kau menggunakan matamu saat berjalan?!"
"Mianhamnida, tuan"
"Oh, kau buta? Pantas saja"
Kyuhyun berjongkok dan mulai meraba-raba ke sekitar untuk mencari tongkatnya yang terjatuh akibat tabrakannya dengan orang asing tersebut. Ia tersenyum ketika berhasil menemukan tongkatnya. Tapi kemudian keningnya mengerut bingung karena tongkatnya tak tergeletak di tanah, melainkan berdiri tegak.
"Aku tak percaya aku membantu mencari tongkatmu. Kau tahu, aku sangat membenci orang-orang sepetimu. Merepotkan!"
Kyuhyun diam saja ketika kalimat menyakitkan yang orang asing itu lontarkan menohok hatinya. Mengambil nafas panjang kemudian menghelanya untuk menenangkan hatinya yang marah. Ia memang sudah terbiasa dengan ejekan dan hinaan, tapi ia juga manusia yang memiliki amarah. Ia bukan si malaikat berhati putih yang bisa menerima rasa sakit dengan senyuman, bukan. Tapi setidaknya ia adalah manusia yang tak ingin direpotkan oleh dendam dan amarah. Karenanya ia selalu menahan diri untuk membalas setiap ejekan yang dialamatkan padanya.
"Terima kasih dan maaf" ujar Kyuhyun seraya membungkukkan badannya dalam kemudian kembali melanjutkan langkahnya.
Sedangkan orang itu hanya menatap Kyuhyun yang berjalan pelan dengan senyum meremehkan. Bibirnya kanannya yang terangkat seakan menertawakan kekurangan yang Kyuhyun miliki. Lebih dari apapun, ia memang sangat membenci orang-orang cacat.
Drttt..drtttt..drttttt
Getaran yang berasal dari ponselnya terasa mengusik pahanya. Dengan cepat ia merogoh saku celananya dan tersenyum kala membaca nama yang tertera, Leeteuk hyung.
"Teuki hyung, aku sangat merindukanmu...Kau sudah tiba di Korea?... Oh, arraseo. Aku akan segera ke kantor appa"
Nada ceria terdengar dari mulutnya yang tadi berkata kasar dan merendahkan. Matanya juga menjadi bebinar cerah dengan senyum yang terus mengembang. Seakan meninggalkan sosok antagonis yang tadi telah berhasil menyakiti perasaan orang lain.
.
.
.
TBC
Halo semua~ Woaaa sudah hampir berapa bulan nih gak update hahaha. Sebelumnya maafkan saya karena bukannya melanjutkan ff Fight with Memories, tapi malah bawa ff baru hehehe. Sebenarnya Fight with Memories sudah ready next chapternya, tapi karena aku masih ngerasa gak srek di beberapa bagian, akhirnya dengan berat hati gk di publish dulu. Maafken~~
Hmmm, semoga aja ff baru dengan cerita pesaran dan ngambang ini sedikit memberikan hiburan bacaan untuk kalian semua. Mungkin sudah banyak ff dengan tema seperti ini di luar sana yang jauh lebih bagus, tapi aku akan terus mencoba supaya seenggaknya ceritanya bisa membekas di benak kalia. Eaaaaaa~~^^
Sama seperti sebelumnya, review sangat dibutuhkan untuk meliihat perkembangan penulisanku. So, yang biasanya jadi silent reader sebisa mungkin sempatkan diri tulis komentar ya. Aku akan sangat terima kasih lhooo. Kritik dan saran sangat di tunggu hehehe. Ok, ini ff baru dan semoga kalian suka. Thanks!^^
Yang mau kontakan denganku silahkan add ya:
Line: vinov407
Instagram: vvinov_
Fb: Vivi Novita Dewi
