Dos Halfeti Roses Chapter I by Serenia Alba
Anime : Saint Seiya
Genre : Crime, Adventure, Drama, Hurt comfort, etc.
Hi semua~ Author sedikit tergoda nulis fic Crime gara-gara nonton Woman Who Called Fujiko Mine, yang jelas author ngerasa tuh film keren karena tokoh favorit author (Fujiko Mine) bisa ditayangin sisi gelapnya ya gelap banget maksudnya.
Disclaimer : Saint Seiya milik Kurumada dan Fic tentu milik author
Warning :
-Setiap summary percapter bakal beda.
-Albafica disini cewek Assasins.
-Inspirasi dari Woman Who Called Fujiko Mine.
-Saga yang disini ambivalensi kepribadian ganda sesuai di manga. (Misal warna rambut disini biru tiba-tiba jadi hitam bukan abu terang)
-Ini semi AU.
-Jika pingsan dan nyesek, Tim Medik siap membantu para Reader.
-Rate : T (13 or older)
Summary : Albafica, seorang wanita Assassin dengan julukan "Bloody Rose Queen" dan kadang juga sebagai Lady Spy di waktu lain. Semua berawal semenjak seorang gadis mudah yang berani bertaruh untuk seluruh kecantikan Albafica sehingga mengakibatkannya hampir dikejar-kejar oleh komplotan misterius. Di waktu yang bersamaan dia kembali bertemu dengan kawan lamanya. Seorang kawan yang hendak membantunya setiap waktu.
Chapter I : Reunion
Sekarang, hentikan apapun yang kau lakukan
Padaku yang selalu kau perhatikan
Sekali lagi kuperingatkan
Semua ini akan menyeretmu pada kematian
Bahkan lebih dari kematian…
Di mana hatimu terpenjarakan
Dengan nama penjara cinta
Lari dan lari selamanya dalam keabadian…
Lebih dari penjara dewa mimpi dan kematian
Disana aku bisa lupa atas kenangan…
Hidup, harga diri, aib sebagai taruhan…
Siapa yang menjadi budak?
Siapa yang menjadi tuan?
Apakah Tuhan melihatku?
Apakah Tuhan meninggalkanku?
Atau masih melindungiku?
Penderitaan yang tak henti-hentinya datang,
Seakan semua yang ada padaku menghilang
Rasa sakit bersama nanah merusak raga
Semua kebencian masalalu dimurnikan
Tak bicara maka lari
Tak lari maka sembunyi
Saat menemukanku, hukum aku
Saat menghukumku, bunuh aku
Tolong aku…
Bagaimanapun pria baik
Aku tak akan mengambil apapun darimu
Mawarku akan mengisi kekosongan hatimu
Jadi jika kau ingin memperhatikanku,
Pertama hentikan apapun darimu
Hentikan segalanya dan biarkan hati kita bersatu…
Albafica Pov
Ponte Casino, Makau.
Butiran pasir waktu itu datang dari seorang pengusaha terkenal Negeri Sakura, Mitsumasa Kido. Pria itu merupakan orang ningrat berdarah Asia yang umurnya sudah paruh baya mengenakan Yukata hitam dan sangat nekat melakukan apapun demi cucu tersayangnya. Dia adalah wanita yang umurnya jauh lebih muda dariku, mungkin umurnya masih awal sembilan belas tahun. Seorang gadis yang memiliki rambut ungu tua, bermata hijau emerald besar, memiliki wajah yang terlihat seperti keturunan Eropa, berpakaian sedikit mewah tapi terlihat sederhana. Karena dia hidup dengan kakeknya yang ningrat ini, dia selalu menjadi incaran banyak orang kriminal atas segala sesuatu yang berhubungan dengan hartanya dan ada beberapa alasan lainnya yang belum diketahui. Karena gadis ini pula aku harus bekerjasama dengannya entah secara terpaksa atau sukarela, yang jelas aku melakukannya. Pernah terpikirkan bahwa hal seperti ini agak aneh jika aku harus membunuh siapapun yang hendak membahayakan gadis bernama lengkap Saori Kido tersebut. Bukan cuma itu saja, aku terkejut sekali dibuat oleh mereka yang benar-benar meminta bantuan bersifat darurat sampai berniat mencari tempatku. Mereka berdua rela datang jauh-jauh dari Jepang ke Makau hanya untuk menemuiku.
Saat itu mereka datang ke kasino terbesar seantero Makau tepat ketika aku sedang singgah untuk beberapa waktu. Kasino bercat putih megah itu dibangun sangat dekat dengan muara laut tempat kapal-kapal berlayar menuju arah laut China Selatan, Kasino Ponte. Lampu-lampu sekitar kasino tersebut bahkan ikut menerangi lautan yang mengalir tenang. Merupakan tempat orang-orang kelas menengah ke atas yang bermain dan berjudi mempertaruhkan keberuntungan miliknya. Mereka tak peduli mendapat kartu keburukan ataupun kebaikan, mereka tidak peduli apapun hasilnya. King, As, Queen, atau Jack terlewat sekilas saja. Seakan harta mereka tidak pernah habis untuk kesenangan semu sesaat yang mungkin bisa membawa petaka. Waktu di sini membuktikan kalau kutipan waktu adalah uang itu benar, dosa tak terpikirkan oleh hati suci mereka. Aku datang dan menjadi tertarik bermain berkali-kali sampai seminggu lamanya terjebak, tidak ada yang tahu jika seorang wanita sepertiku bisa terus menang dalam bermain rolet. Taruhan yang kuambil tidaklah terlalu besar jika dibilang dan juga tidak terlalu kecil, tapi bola rolet itu selalu tepat sasaran sesuai prediksi sehingga aku mendapatkan banyak keuntungan. Sayangnya, semua itu berubah dalam sekejap ketika aku bertemu dengan sebuah peristiwa yang tak dapat kulupakan dengan mereka. Terutama seakan gadis itu menghancurkan keberuntungan dalam jiwa ini retak dengan taruhan gilanya saat bermain.
Gadis bergaun putih panjang tersebut dalam sekejap mata datang sambil bertaruh untuk kecantikan seorang wanita bergaun putih panjang lainnya. Dia yang diajak bertaruh dengan gadis muda itu adalah aku, seorang wanita berambut biru yang sedang duduk sambil menatapnya dengan wajah keheranan. Aku baru saja menang dari seorang pria Rusia yang gagal bertaruh lalu ada gadis muda menantangku bermain Rolet di ruangan VIPku sendiri. Dia masuk dengan mudahnya tanpa harus berurusan dengan penjaga yang semakin membuatku heran. Gadis muda bermata besar berdiri sambil memberikan senyum bak dewi kemenangan untuk menantangku bermain, dia tak sadar kalau sikapnya memberikan kecurigaan pada orang. Ada beberapa alasan aku terpaksa menerima tantangan konyol ini. Pertama, aku sudah terlalu bosan selalu menang terus-menerus tanpa ada acara menerima kekalahan. Kedua, baru pertama kalinya ada wanita yang bertaruh soal kecantikanku bukan uangku. Dan yang terakhir, aku tidak suka dengan wanita serba tahu soal identitas orang khususnya mengenai identitas asliku yang tidak boleh diungkap sembarangan.
"Wanita cantik sepertimu sungguh sangat beruntung sampai dewi kemenangan pun bisa berada dipihakmu," Gadis muda itu berkata kepadaku yang masih duduk sambil menatapnya. Dari gelagat tingkahnya saja wanita ini sudah jelas ada yang dia mau.
"Begitukah sampai membuatmu terpesona?" Aku tersenyum bangga, "Bahkan dia bisa pergi sesuai hatinya jika ingin tanpa mengucapkan selamat tinggal dengan rasa sakit."
"Bagaimana kalau kita main permainan kecil ini? Dewi kemenangan yang memihakmu akan melihat secara langsung saat kau bermain." Tawarnya seringai meraba meja Rolet.
"Tentu, aku merasa agak bosan karena menang terus. Sedikit hiburan dengan orang baru sepertimu jauh lebih menarik," aku melipatkan kedua tangan di dada.
"Jika kau menang dalam permainan kecil ini, aku akan memberimu seluruh ruangan VIPku di tempat ini cuma-cuma," Katanya membuat mataku membesar saat mendengar pernyataan ini, "Kau mau? Ini sebuah penawaran kecil bagi wanita sepertimu."
"Penawaran kecil ya? Agak berlebihan jika kau menawariku seluruh ruangan kasino ini. Lalu apakah yang harus aku pertaruhkan untuk tempat semewah ini? Aku bahkan tak punya-"
"Kau punya kecantikan alamiahmu yang seharga dengan semua ruangan VIP kasino ini." Jawab wanita berambut ungu panjang tersebut menunjukan senyum menyeringai lagi. "Aku ingin bertaruh semua kecantikanmu. Bisakah kau menerimanya Marina? Atau bisa kupanggil sekarang Albafica," Dia jelas membuatku terbelalak kaget, aku penasaran bagaimana dia tahu identitas asliku dan sosok asli wanita menyebalkan yang serba tau ini.
"Semua kecantikanku, apakah kau yakin?" kataku dengan menahan tawa. "Belum ada yang yang berani bertaruh seunik ini kepadaku," kataku lagi.
"Ya, aku bertaruh untuk semuanya."
"Kau gadis yang menarik, aku terima tantanganmu," jawabku.
Dealer mulai memutar Rolet kami berdua. Perlahan-lahan rolet tersebut berputar semakin kencang sehingga angka-angka pada rolet itu bergerak dengan cepatnya. Gadis bermata emerald itu masih mengembangkan senyuman kepadaku, aku yang melihatnya hanya member tatapan sinis dengan senyum masam. Tantangan konyolnya ini membuatku penasaran mengapa dia mau kecantikanku, lalu kacamata hitam yang dipakainya jelas-jelas mencurigakan dari pertama kali kami bertemu. Aku merasa kalau kacamata hitam itu kelihatan tidak biasa seperti ada sebuah alat canggih pada bagian lensanya. Dengan demikian, Aku sangat yakin dengan persepsiku yang satu ini. Rencananya terbilang sangat matang, dia sudah mempersiapkan semua itu dari awal untuk menantangku.
Untungnya, dia tidak tau jika aku bekerjasama dengan dealer. Akupun memberi aba-aba supaya dealer tau maksudku untuk tidak membuat gadis muda itu menang, si dealer mengangguk bahwa mengiyakan aba-abaku itu. Bola rolet mulai dileparkan ke arah yang berlawanan pada permukaan bulat yang dimiringkan. Bola itu bergelinding cepat mengelilingi roda tersebut. Mulailah kami berdua mempertaruhkan angka kami masing-masing. Aku nomor 18 merah dan Dia bertaruh nomor 31 hitam. Mataku tetap memperhatikan arah bola di Rolet dengan seksama dan berharap wanita muda ini pergi jauh-jauh sekarang ini. Lambat laun roda yang bergerak kencang itu berhenti diikuti bola yang mengelinding itu menjadi perlahan. Bola itu berhenti bergelinding di angka 31 hitam tepat disebelah angka yang aku pasang. Dia tersenyum kembali ketika aku terkejut melihat prediksi yang salah pada roda taruhan itu. Sial, aku benar-benar kalah telak dibuatnya sampai mulutku tertutup rapat.
Setelah aku kalah dari gadis ini, dia membawaku ke lantai teratas dimana kami bisa saling berbicara tatap muka. Aku berjalan bersamanya sambil dikawali oleh pengawal-pengawal yang tinggi besar. Salah satu diantara pengawal-pengawal itu ada seorang pria botak yang akrab dengan si gadis muda, kalau tidak salah dengar dia bernama Tatsumi. Pria itu membicarakan soal kesepakatan yang hendak terjadi padaku nanti. Dia pasti mau ke ruangan itu, gadis berambut lurus panjang berniat berbicara kepadaku di tempat khusus hanya untuk orang-orang yang berkepentingan saja yang dapat masuk. Elevatornya saja tersedia khusus hanya untuk ke lantai tersebut. Bahkan mata orang-orang tertuju pada saat kami berjalan keluar dari elevator, mereka memberikan sebuah hormat selamat datang kepada Saori. Aku jelas makin heran soal identitas dan tujuan wanita yang menuntunku ini. Gadis berwajah baik-baik seperti dia tidak mungkin pemilik gedung ini walaupun dia menawarkanku seluruh ruangan kasino tadi saat bermain.
"Silakan duduk Nona Albafica," segeralah aku duduk di sofa lalu mulai bertanya dengan wajah yang terheran-heran, "Siapa kau sebenarnya?"
"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu itu, izinkan aku pertemukan dengan Kakekku terlebih dahulu," dia menjawab. Lalu munculah seorang pria setengah baya berjalan dengan pelannya ke tempat kami berdua duduk. Dia berpakaian Yukata Hitam, memiliki tinggi tegap, juga sambil memegangi tongkatnya. Walaupun kulihat memang dia sudah berumur, tapi tubuh tetap terlihat sehat dan bugar dari kalangannya.
"Senang bertemu dengan Anda, Nona Albafica," Pria itu tersenyum saat memberi sambutan hangat kepadaku lalu duduk bersebelahan dengan gadis muda.
"Senang bertemu dengan Anda juga, Tuan," aku bersikap sopan kepada beliau jika dipikir-pikir dia memang orang terpadang. Setelan Yukata hitam yang dia kenakan itu tidak terlihat sembarangan dipakai, dia terlihat formal dan rapih sesuai dengan wibawa kepribadian pria tersebut.
"Sebelumnya izinkan saya perkenalkan diri terlebih daluhu, saya Saori Kido. Lalu pria ini adalah Kakek Saya, Mitsumasa Kido," katanya memperkenalkan diri.
"Jadi bisakah aku tahu untuk sebuah alasan yang rasional, kenapa kalian datang jauh-jauh dari Jepang ke sini untuk seorang wanita yang sebenarnya adalah Assasins?" aku sejak tadi sudah gatal mau menanyakan ini.
"Kami telah mencarimu kemana-mana, dengan kebetulan pula pihak pemilik gedung ini juga yang memberitakan kepada kami sehingga kami bisa cepat menemukan lokasimu lewat CCTV. Sesuai informasi yang kudapatkan, Kau wanita muda misterius berumur dua puluh tahunan lebih dengan mata biru laut dan rambut biru panjang sepinggang. Wanita yang wajah dan nuraninya mencerminkan kecantikan sampai membuat semua pria pasti terperdaya. Tidak, bahkan wanita pasti akan dipengaruhi olehnya," jelas Saori.
"Oh, sepertinya kau banyak mendengar informasi tentangku," kataku merasa tersanjung.
"Tentu saja, aku sudah mencari tahu tentang dirimu beberapa waktu lamanya," jawab gadis itu sedikit tersenyum. "Wanita muda yang kadang-kadang menjadi Lady Spy, dan juga terkadang dia menjadi Assasins beralias Bloody Rose Queen. Identitasnya yang sangat rahasia tanpa diketahui oleh masyarakat luas, menggunakan metode kecantikan sekaligus kejeniusannya yang dapat membunuh korban, femme fatale yang membuat rasa sakit atas cambuk kematian menjadi keindahan sejati yang abadi. Tidak banyak diketahui soal profil aslimu karena sedikitnya informasi."
"Kami datang jauh-jauh dari Jepang untuk mencari tahu tentangmu lewat dunia bawah hanya untuk satu tujuan," kata Tuan Mitsumasa. Aku pun bertanya karena penasaran,"Lalu apa tujuan itu?"
"Tujuan itu adalah melindungi cucuku dan membunuh orang membahayakannya."
"Tunggu sebentar, kau jauh-jauh mencariku cuma untuk dijadikan sebagai seorang pengawal? Apakah kalian berdua bercanda? Maaf Tuan tapi sepertinya kau salah orang," aku terkekeh sambil mengernyitkan dahi.
"Kami tidak salah orang, Nona Albafica. Justru karena orang yang membahayakanku adalah lawan yang sulit juga bahaya untuk kami tangani seorang diri. Sudah beberapa tahun ini kami berdua menjadi sasaran pembunuhan mereka."
"Tidak, bukan cuma kami. Kau juga adalah orang yang diincar, karena mereka tahu seorang pria bernama Dokter Rugonis Kerbusch memiliki hubungan erat denganmu," Saori mencoba meyakinkanku. Nama yang dia sebut membuat hatiku serasa ditembak oleh sebuah senapan nyasar, kepalaku sedikit mundur dan kedua tanganku sedikit mengepal. Mulutku tertutup rapat mengakibatkan gadis yang bertatap muka denganku bertanya sekali lagi. Gadis itu sangat berani mengintimidasiku.
"Dengan penuh hormat, kami sangat membutuhkan bantuan darurat darimu," pintanya membungkukan kepalanya.
"Baiklah, jadi bisakah kalian beri aku waktu untuk berpikir?" pintaku beranjak melangkah pergi.
"Kuberi kau waktu sampai besok siang," kata Saori setuju dengan penawaranku.
"Baik, kurasa cukup. Tapi aku tak bisa janji untuk menerimanya," aku tersenyum tipis pada kedua orang di depanku dan pergi.
~Dos Halfety Roses~
.
Tak lama aku pergi dari ruangan pertemuan itu, segera kuhidupkan mesin mobil bertipe convertible merah yang terparkir di ruang bawah tanah. Aku terdiam sebentar sambil menahan rasa sesak lalu menjalankannya dengan rasa yang amat gelisah. Tidak biasanya aku gelisah begini, kondisi yang tidak bagus untuk fokus menyetir di malam hari yang gelap. Jelas kata-kata gadis bernama Saori tadi mengganggu benak pikiranku belum lagi situasinya yang makin berat sejak aku dipaksa untuk menerima tawaran tadi. Dia mengetahui segalanya tentangku dan dia pula yang mengingatkanku tentang pria itu. Saori menyebut jelas namanya, seseorang yang sudah lenyap termakan oleh goresan waktu. Jantungku hampir berhenti saat mendengarnya, pria itu adalah Ayahku yang dia sebut. Entah sudah berapa lama aku tidak mendengarnya lagi, mungkin sudah terpendam di tempat yang sangat dalam.
Sejujurnya aku tidak tertarik apalagi harus merangkap menjadi Assasins sekaligus pengawal. Perkerjaan yang mereka tawarkan, maksudku bantuan yang mereka minta benar-benar permohonan bantuan yang ribet. Akan tetapi, hal itu terus mengingatkanku sebuah kenangan buruk dan aku sangat ingin membuangnya jauh-jauh ke dasar jurang tak berujung. Tunggu sebentar, ada beberapa orang yang mengikutiku menggunakan Mobil Mercy Hitam sekarang. Mereka semua mengenakan pakaian serba hitam dengan topi fedora yang menutup kepala mereka. Kucoba untuk menghilangkan pikiran negatif ini untuk berbelok ke jalan yang masih ramai dengan masyarakat yang berlalu lalang. Kucoba sekali lagi melalui arah yang berlawanan karena curiga. Mereka pun juga berbelok ke arah yang aku lalui, jadi langsung kupercepat laju mobil secepat mungkin agar tak diikuti. Kecepatan mobil 80 km/jam, 100km/jam, jarum speedometerku terus naik. Aku tidak peduli kalau nantinya menunjuk sampai jarum angka terakhir.
Disamping itu, sebuah senapan berjenis AK47 bersiap-siap menembak kaca bagian belakang mobilku. Pasti yang mereka incar untuk ditembak adalah bagian kepalaku. Secepat mungkin aku mengambil senapan M-16 yang tepat berada di jok kursi sebelah. Jika dilihat kaca mobil mereka memang dibuat untuk anti peluru, jadi titik kelemahannya kemungkinan terletak pada sekitar bawah bagian mesin dan ban. Lalu kutembak mobil mereka satu persatu sampai beberapa mobil tersebut hancur lebur akibat tabrakan-tabrakan yang terhitung hanya dalam hitungan detik. Satu tembakan, dua tembakan terus silih berganti menyebabkan kerusakan fatal pada sebagian besar kendaraan orang-orang misterius itu. Lagi-lagi kulihat kaca spionku yang terlihat semuanya kembali sepi, hanya beberapa mobil biasa yang melalui jalan yang kulalui. Hatiku terasa ada yang tidak biasa-biasa saja dengan keadaanku sekarang. Dan lebih anehnya, tak ada lagi mobil yang mengejarku padahal jumlah mobil mereka tadi terbilang banyak. Untuk memastikannya, aku pun mengerem mobil dan memakirkannya di sisi jembatan. Kuperhatikan seluruh penjuru jalan sampai penggunanya, mereka memang tak mengejarku lagi tapi tetap saja ada yang ganjal. Kemudian kuperiksa seluruh bagian mobilku sampai mesinnya. Tepat yang kupikirkan, rupanya ada sebuah bom berskala kecil pada tangki pelumas yang diberi waktu hanya berkisar tiga puluh detik. Waktu yang sangat singkat itu membuatku lari sejauh mungkin dari ledakan mobil tersebut dengan pakaian koyak beserta luka pada tubuh.
Dengan kondisi penampilan yang sedikit berantakan dan kotor, aku berjalan diterangi lampu tepi jalan saat gelapnya malam tanpa cahaya bulan. Orang-orang yang berlalu lalang terlalu banyak bahkan tidak ada yang melihatku satupun. Kaki-kaki ini mulai sedikit lemas dan mataku mulai sedikit kabur untuk melihat jalan. Sebagai akibatnya, aku memegang kaca etalase toko untuk membantuku berdiri. Dari kaca etalase itu juga aku melihat kelompok misterius itu sepertinya sedang mencari keberadaanku yang masih hidup. Mumpung di dekat toko tersebut terdapat gang kecil yang sepi, aku yang melihatnya segera lari untuk bersembunyi. Jalan kecil penuh dengan barang-barang rongsokan yang tidak terpakai seperti labirin kecil dan terlihat sepi. Kulanjutkan dengan menyandarkan tubuh ini karena tidak bisa menahan bebannya lagi, nafasku yang sesak seakan-akan mau berhenti. Aku berusaha untuk memulihkan diri sebisa mungkin tapi yang ada malah memperparah keadaan.
"Siapa disana?!" Teriakku saat mendengar suara langkah kaki seseorang datang dari luar. Aku mencoba membidik senapan dari balik tembok ke arah bayangan itu saat mendekat. Tubuhku mulai berkeringat saat langkah kaki itu makin terdengar. Aku yang sedikit takut langsung menembaknya tanpa mendengar sepatah kata dari si bayangan misterius. Segera setelah itu, seorang pria berumur masih berdiri jauh di depanku. Dia berpakaian jas hitam kerah panjang yang memiliki tubuh tinggi tegap, berambut pendek hijau terang, dengan mata merah tua. Tidak salah lagi dia adalah partnerku Shion.
"Hei kalau mau menembak lihat-lihat dulu, kau akan kena masalah jika menembak orang dengan peluru nyasar di Negara ini! Untung tanganku hanya sedikit lecet!" keluh Shion memegangi tangannya.
"Kau…" aku tak bisa berkata dan hanya bisa melihatnya dengan sedikit menyipit karena penglihatanku mulai kabur.
"Albafica!" dia berteriak saat melihat kondisiku yang sedikit lemah dan berantakan. Pemuda itu sangat panik sampai-sampai dia lari mendekatiku. "Shion..." Aku tersentak kaget saat dia tiba-tiba memelukku dengan erat.
"Mengapa kau bisa sampai terluka parah begini?" katanya sangat khawatir saat memegang luka pada tanganku. Takut-takut darahku terkontaminasi racun langsunglah aku menghempaskan tangannya saat darah dari luka itu menetes. Merah pada darahku kelihatan tidak biasa pada warna normalnya.
"Kenapa kau tidak peduli berapa kali aku memberi tahu, jangan suka terlalu khawatir! Bahkan kau sendiri tidak peduli dengan lukamu!" celotehku merobek seutas kain dari lengan gaunku untuk menutup luka lecetan pada pergelangan tangan Shion.
"Alba, kau butuh pertolongan pertama. Cepatlah kita harus ke rumah sakit!" seru Shion menarik lenganku untuk berdiri dan sepertinya tidak peduli pada kalimatku tadi. Tubuhku makin melemah saat dia menarikku.
"Shion, kau benar-benar tidak..." Kataku mulai meringis kesakitan.
"Kau baik-baik saja?" Shion mencoba membantuku. Otot-ototku mulai melemah seperti mau lumpuh, tanganku sedikit gemetar karena kedinginan, juga tak bisa melihat jelas wajahnya. Aku terjatuh karena tidak bisa menahannya lagi bersamaan dengan hilangnya kesadaran.
~Dos Halfety Roses~
.
Sekitar pukul delapan pagi bersama datangnya cahaya jendela yang membentang di seluruh ruangan. Perlahan-lahan kubuka kelopak mata yang mengatup sambil sedikit mengerang, dilanjutkan dengan membangunkan tubuhku yang masih lemas. Terakhir kali kuingat, tubuh ini hampir lumpuh setelah kabur dari kejaran seseorang. Dengan kepala yang masih sakit kulihat penjuru ruangan yang berbau obat, ruangan tersebut cukup luas bercat putih yang berisikan alat-alat medis dan sebuah wastafel. Tempat yang menopangku saat tidak sadar ini merupakan bangsal seperti biasanya dengan tangan kiri dipasang jarum dari selang infus, tak lupa baju tidur yang kukenakan serba putih bukan gaun kotor kemarin malam. Mataku sedikit membesar saat menyadari bahwa sekarang sedang berbaring di rumah sakit. Aku berpikir bahwa Pria muda pada insiden kemarin malam itu memiliki hubungan dengan semua pengobatan medisku. Ini pasti ulahnya, Shion membopongku setelah tahu aku sedang ada pada masa-masa kritis. Beberapa jahitan pada tanganku juga pasti hasil pekerjaannya.
Kemudian, seseorang membuka pintu kamar rawatku dengan menggesernya. Sosok pria berjas putih layaknya dokter tersebut masuk dengan langkah yang pelan agar suara sepatunya tidak mengganggu ketenangan ruangan, dia juga membawa nampan yang terdapat segelas air dan roti isi coklat.
"Kau sudah sadar rupanya," gumam Shion tersenyum tipis sambil mengatur peralatan medis yang terkait pada tiang alumunium di sebelahku.
"Oh betapa baiknya kau, Dokter!" balasku dengan mulut mengatup.
"Kerjamu sangat bagus, kau membawaku ke rumah sakit untuk melakukan pertolongan di saat yang tepat. Bukankah begitu Dokter Shion?" kataku lagi memberinya senyum mengejek.
"Sarapan pagi untukmu, Nona Albafica. Aku harap kau tidak berpikir untuk kabur dari Klinik temanku," Shion menaruh nampan tersebut diatas meja lalu duduk di sebelah tempat tidurku.
"Klinik?" gumamku heran.
"Ya, ini adalah Klinik. Kau terkejut?" jawabnya. "Karena kau pasti akan melarangku untuk pergi ke rumah sakit jadi aku membawamu ke tempat ini. Sekarang ceritakan kenapa kau bisa sampai separah itu?" Shion kembali bertanya padaku.
"Pertanyaan tidak penting untuk diberi jawaban," jawabku singkat.
"Aku tau kau sedang dikejar-kejar oleh seseorang saat kita bertemu semalam," lanjutnya.
"Tidak ada urusannya denganmu."
"Cepat ceritakan, Atau aku akan melemparkan tubuh yang lemah itu ke jalan supaya mereka cepat menemukan keberadaanmu," Shion tetap bersih keras sambil membalasku dengan senyuman aneh, kali ini dia sangat menjengkelkan. Rasanya lebih baik aku tidak ditolongnya kalau dia mengintimidasi dengan embel-embel menemukan letak keberadaanku.
"Baiklah, kau memang selalu keras kepala bahkan semasa kita kita sekolah!"cibirku.
"Kau juga sama tetap cerewet seperti biasa, cantik,"gumam Shion.
"Permisi, bisakah kamu tidak menggodaku? Cepat katakan apa yang kau mau dari jawabanku, Dokter," kataku kesal menahan amarah untuk menjitak Shion dengan tangan yang dikepal.
"Ceritakan semua yang terjadi padamu sambil sarapan, bolehkan?" pintanya.
"Heh, kau selalu memaksa seperti biasanya," kataku menarik nafas dalam-dalam sembari memulai Sarapan. Akupun mengatakan, "Semalam aku habis kalah bermain rolet di sebuah kasino terkenal dengan seorang gadis lebih muda dariku. Nah saat sedang dalam perjalanan menuju hotel, aku tiba-tiba dikejar oleh komplotan misterius yang berhasil menghancurkan mobilku dan membuatku terluka parah serasa seperti mau lumpuh. Benar yang kau katakan kalau aku sedang diburu oleh mereka sampai akhirnya bersembunyi di sekitar gang kecil. Saat itu pula aku bertemu dengan pria keras kepala yang bernama Shion. Sudah puas?"
"Tentu, itulah kenapa aku memintamu bercerita,"jawab Shion tersenyum puas.
"Entah kenapa semenjak aku bertemu dengan gadis sok tau itu, hidupku berubah menjadi sial ditambah lagi bertemu denganmu. Oh cobaan apalagi yang hendak diberikan kepadaku setelah ini!" Aku mencoba menyudutkan Shion.
"Kau jahat sekali, aku memintamu cerita karena bekas lukamu itu ada racun langka Botulinum Toxin."
"Botulinum toxin katamu?"
"Asumsiku mengatakan, kau habis terkena tembakkan peluru yang dilumuri racun dari tembakan senapan AK47. Tanpa kau sadari racun itu masuk ke dalam tubuh yang membuat semua ototmu melemas sampai akhirnya kau sulit bernafas, benarkan?" jelas Shion.
"Darimana kau bisa tahu sampai selengkap itu," aku berdecak kagum atas penjelasan forensik Shion.
"Saat melihat darah yang menetes dari tubuhmu terlihat aneh, aku langsung memeriksa setelah mengobatimu. Aku semakin curiga saat matamu sedikit terlihat kabur dan merasa sesak nafas saat terakhir kali kita bertemu. Untung-untung Tuhan menjawab doaku agar kau dapat selamat dari racun langka itu ditambah kau habis ditembak."
"Shion, Apa-apaan ini?!" Seruku. Entah ada angin yang lewat sampai dia memelukku dengan erat begini yang terkesan terlalu dramatik dari kemarin malam.
"Kemana saja kau pergi selama ini? Apakah kau tidak tahu orang-orang bertanya kepadaku? Aku bahkan tak bisa menerima atas alasan tidak jelasmu yang menghilang beberapa tahun lalu, Alba," Shion menghela nafas pelan. "Kau yang hidup atas cahaya nurani para dewi sekarang berada dan hiduo di dunia bawah penuh dosa itu dengan sebutan 'Bloody Rose Queen' yang telah berpengalaman menjadi Lady Spy maupun Assasins. Jika Paman Rugonis tau tentang keadaanmu yang sekarang, dia pasti akan kecewa."
"Kau tau banyak informasi tentangku yang sekarang seperti gadis sok tau itu ya, Shion?" kataku agak tersenyum terpaksa ketika aku kembali mendengar sebutan ayahku lagi.
"Jika kau belum bisa menerima kematian Ayahmu, kumohon janganlah terlibat jauh dan jatuh lebih dalam lagi," ujar Shion serius menatap wajahku.
"Ini sudah menjadi keputusanku, kau lihat kan aku sedang dikejar seseorang? Justru itu aku tidak mau orang-orang sekitar terlibat," Aku menggenggam kedua tanganku.
"Jangan terlalu membuat dirimu sengsara, aku bisa membantumu jika kita hidup bersama," Shion berkata sambil memegang kedua tanganku.
"Apa katamu tadi?" Aku terkejut dengan perkataan Shion.
"Dengan kata lain, kau tidak perlu sendiri lagi menanggungnya," ujar Shion tersenyum.
"Oh, kau yakin mau hidup bersamaku yang merupakan seorang gadis Assassin ini, Dokter?" Kugoda dia sambil memegang wajahnya.
Dia mencoba memalingkan pandangan dariku dan menjawab dengan mulut yang tertutup, "Aku yakin."
"Baiklah, Shion." jawabku sambil menatapnya sembari mendekatkan kedua wajah kami. "Jika kau ikut campur, nyawamu akan jadi taruhan, dasar konyol!" aku meninju pinggang Shion.
"Iya-iya maaf, tapi kali ini aku serius soal perkataan tadi," kata Shion meringis kesakitan.
"Sudahlah, aku harus bersiap-siap menemui klienku!" kataku kesal dengan ejekan Shion lalu mencabut jarum infus dari tanganku.
"Mau kemana, Nona Albafica? Kuperingatkan kau untuk tidak berusaha mencoba untuk kabur," desis Shion.
"Coba saja kalau berani!" tantangku berdiri bertatapan dengan Shion, keseimbangan tubuhku pun hampir goyah.
"Kau tidak apa-apa?" Shion berusaha menolongku. "Baiklah aku akan ikut," katanya lagi menghela nafas.
"Apa-apaan itu? Klienku tidak butuh seorang dokter tau!" sanggahku.
"Dengarkan aku, Albafica. Kau belum pulih sepenuhnya dari racun itu dan aku tidak peduli dengan laranganmu," kata Shion mencoba mengingatkan.
"Oh sungguh romantis sekali perkataanmu Dokter!" pujiku dengan nada mengejek, akupun menjawab lagi, "Terserah, kau memang orang yang keras kepala dari dulu."
"Bisakah kalian tenang? Pasien di sekitar sini merasa terganggu," celoteh seorang Perawat wanita tua berambut pendek menggeser pintu lalu menatap kami dengan wajah muram.
"I-iya" jawab kami berdua menelan ludah.
Dokter keras kepala itu mengantarku kembali ke hotel menggunakan mobil sport miliknya. Mulanya aku menolak untuk diantar, tapi dia benar-benar mencurigai setiap gerak-gerik yang kulakukan. Pria itu tidak bisa membiarkanku sendirian dengan mata elangnya, padahal aku cuma hendak mengemasi barang-barang dan mandi di kamar pribadiku pula. Ini sangat berlebihan! Dia membatasi gerakanku meski aku sudah bilang berkali-kali jika aku tidak mencoba untuk mengkhianati kesepakatan kami berdua kembali berpartner saat di Klinik. Untung saja perjalanan ke tempat judi tersebut tidak lama, aku lelah setiap Shion mengajukan pertanyaan yang bersifat introgasi layaknya seorang polisi kepada tersangka. Aku beranggapan seharusnya Shion lebih baik masuk ke Akademi Polisi atau Kriminologi daripada menjadi seorang dokter, belum ada dokter yang membuatku takut soal kelakuannya.
~Dos Halfety Roses~
.
Ketika kami tiba di pintu masuk Kasino, waktu telah menunjukkan pukul dua belas siang tepat dengan matahari berada di atas kepala. Mereka, para pengawal Keluarga Kido, membawa kami ke ruangan ketika aku bertemu dengannya. Ruangan tersebut sedikit berubah dalam hal pengamanan yang menurutku sedikit ketat dibanding kemarin malam. Mungkin gadis itu juga hampir bernasib buruk sepertiku setelah aku pergi. Oleh karena itu, situasi tempat ini jadi lebih terjaga pikirku.
"Dia pasti gadis yang konyol sampai ingin bertaruh dengan kecantikanmu," gumam Shion.
"Berhentilah mengumpat tentangnya, gadis yang kau bicarakan itu sekarang datang mendekati kita tau," bisikku melihat gadis muda mengenakan setelan slip dress yang dibalut kaos putih panjang datang bersama Kakeknya.
"Maaf menunggu Nona Alba dan…" kata Mitsumasa melirik pria yang ada disampingku.
"Ah ya, dia adalah partnerku juga merupakan seorang dokter namanya Shion," kataku tersenyum.
"Suatu kebanggan saya bisa bertemu dengan Anda, Tuan Kido," kata Shion berjabat tangan dengan Tuan Kido.
"Saya juga turut senang seorang dokter terkenal seperti Anda adalah Patnert Nona Albafica," kata Tuan Kido sedikit tersanjung.
"Mengenai pembicaraan Anda kemarin, sepertinya kami menerima permohonan Anda. Jadi kapan kami bisa memulainya?" tawarku.
"Sekitar dua jam lagi, aku berencana untuk pergi ke Yunani. Apakah kalian berdua sudah bersiap?" Saori bertanya.
"Kebetulan kami telah mempersiapkan semuanya," kata Shion.
End Albafica Pov
Athena, Yunani
Seorang gadis berambut biru panjang gelombang duduk di ayunan memegang boneka Tedy Bear. Angin-angin itu berhembus membawa kelopak-kelopak mawar merah dan menyapu rambutnya. Saat dia menikmati angin sepoi-sepoi dari laut tersebut, seorang pria berumur sedikit lebih tua darinya menghampiri gadis berparas ayu tersebut.
"Bagaimana kau suka cuaca cerah hari ini?" pria itu bertanya penuh dengan perhatian.
"Ya aku suka, Saga," dia tersenyum simpul.
To be Continue
Dohko dan Kardia : "Aku setuju Shion bagusnya jadi polisi, salah jurusan dia!"
Defteros : "Kayaknya dia masih belum move on dari tes Akpol"
Shion : "Eh jurusan yang aku ambil di sini itu Dokter Bedah plus
Forensik, jadi wajar dong."
Albafica : "Wajar apaan? Ini kebangetan namanya!"
Shion : "Lagian emang benerkan?!" (Ga nerima)
Degel dan Author Cindy : "Hey udah-udah ga pas syuting ga pas interview, berantem mulu" (Nyengir)
Minos : "Enak banget Shion syuting bareng Albafica, hiks" (Nangis darah)
Kagaho dan Aiacos : "Medik?"
Valentine : "Hansaplast siap!"
Apollo : "Keranda mayat siap!"
Glosarium
Convertible Car : Mobil dengan bagian atap yang bisa dibuka cenderung berukuran kecil. Convertible ada yang otomatis dan ada yang manual.
Speedometer : Alat pengukur kecepatan kendaraan sebagai pengendalian kecepatan per waktu dijalan.
AK47 : Senapan serbu yang dirancang oleh Mikhail Kalashnikov semasa perang dingin.
M16 : Sebutan militer Amerika untuk senapan AR-15 dan menghasilkan efek luka yang besar, senjata ini digunakan semasa Perang Vietnam 1968.
Botulinum Toxin : Racun ini dapat mengakibatkan kelumpuhan otot, akhirnya mengarah pada sistem pernafasan, disebabkan bakteri masuk ke tubuh melalui luka terbuka atau menelan makanan yang telah terkontaminasi.
Ponte Casino : Merupakan salah satu Casino terkenal di Macau.
Jarum Infus : Dalam ilmu medik biasa disebut dengan Acobath. Amat menentukan tingkat keberhasilan pemasangan infus dari pemilihan ukuran dan bentuk sesuai dengan kondisi pasien atau ukuran Vena.
Seputar Fic
Puisi yang ada di chapter ini tuh merupakan hasil mix sama syair yang ada di Woman Who Called Fujiko Mine sebetulnya, kalau baca yang versi sub lebih kerasa feel puisinya loh. Soal Hairstyle Shion aku ambil dari debut dia pas di Manga TLC (The Lost Canvas) Gaiden sama yang TLC orinya. Awalnya Author mau ngeracunin(?) Albafica pake Sianida atau ga Arsenik, tapi karena Sianida udah diclaim oleh sistah kita Jessica tentang kasus Mirna, jadi ga deh, haha. Ingat Kasus racun sianida hanya SETINGAN. Lanjut lagih nanti Author sedang dikejar deadline laporan dan thesis dari guru tercintah author!
Like and review yak!
Menerima kritik saran
