Vocaloid milik Yamaha

Requested by martinachristy'54

Happy Reading

.

.


Musim Semi.

Gadis bersurai pirang madu itu menatap keluar jendela kelasnya. Sikunya bertumpu pada meja, dan telapak tangannya menumpu dagu. Sorot mata bosan tercermin dari matanya. Ia menghela napas saat wali kelasnya memasuki kelas bersama dengan seorang pemuda yang mirip dengannya—siapa? Murid baru?

"Nah, anak-anak. Selama satu semester ini saya akan menjadi wali kelas kalian. Mohon bantuannya ya," senyum manis dari sang Wali Kelas. Ia menoleh ke arah murid tersebut, lalu berkata "nah, Kagami-san. Silakan perkenalkan dirimu. Tulis juga namamu di papan tulis, ya."

Pemuda itu mengangguk, lalu meraih kapur dan menuliskan namanya di papan tulis. Kemudian ia berbalik dan mulai memperkenalkan diri "Hajimemashite, boku wa Kagami Len desu. Aku ikut ayahku dinas ke kota ini. Yoroshiku onegaishimasu." ia membungkuk, lalu berjalan ke arah bangku yang ditunjukkan oleh sang Wali Kelas—kursi di sebelah gadis itu.

"Hei," bisik Len "aku Kagami Len. Kau?"

Gadis itu melirik ke arahnya, lalu tersenyum tipis "Kagamine," jawabnya "Kagamine Rin. Yoroshiku ne, Kagami-san."

Musim Semi—awal pertemuan mereka.


.

.


Musim Panas.

Seharusnya, gadis itu sekarang berada di kamarnya—mungkin memainkan ponsel flip atau laptop miliknya—sembari menyalakan AC.

Namun apa ini?

Matahari terik, seragam musim panas, dan peluh yang bercucuran turun dari dahinya. Bukankah sekarang sudah liburan Musim Panas? Kenapa ia masih harus sekolah?

Tanyakan pada para guru yang telah memberinya remidi lebih dari 3—tepatnya 5. Sekarang, ia harus memasuki Kelas Tambahan hingga akhir liburan. Naas sekali.

"Yo, Kagamine-chan!" seruan yang tak asing di telinganya. Gadis itu menoleh ke samping—menemukan si Murid Pindahan berjalan di sampingnya. "Jalan bareng, yuk!" ajak pemuda itu dengan senyum. Gadis itu mengernyit.

"Dalam mimpimu, Murid Pindahan." Gadis itu berlari menjauh, meninggalkan seruan dan sumpah-serapah yang keluar dari mulut Len. Tanpa sadar ia tersenyum.

Musim Panas—awal Kelas Tambahan yang menyebalkan bagi keduanya.


.

.


Musim Gugur.

Dedaunan—baik kecokelatan, kemerahan, maupun warna yang lain—dalam berbagai bentuk mulai berguguran, jatuh ke tanah. Memberi panorama indah bagi siapapun yang melihatnya.

—oh, persetan. Kesampingkan hal itu! Suhunya rendah sekali!

Rin mendengus kesal—merengut merasakan hawa dingin. Kapan, sih, Musim Gugur tidak membuatnya sakit flu? Hah...

"Rin-chan, tisumu habis," kata seseorang di sebelahnya. Rin semakin cemberut, lalu ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, dan menyerahkannya pada Len—orang di sebelahnya itu.

"Belikan!" perintahnya, mendelik pada pemuda itu "Kalau enggak, kau—"

"Iya iya, Hime-sama. Apa sih yang enggak buat pacarku yang manis ini~?"

—satu kedipan mata, dan buku Sejarah super tebal mendarat di wajah Len.

Musim Gugur—awal perjalanan cinta mereka.


.

.


Musim Dingin.

Rin sama sekali tidak percaya akan pernyataan dari Len. Ah, masa' sih, Len benar-benar mau pindah?!

"Len-kun!" serunya, membuat langkah pemuda yanh tengah berjalan ke Kantin itu berhenti. Ia berbalik menghadap Rin dengan senyuman.

"Ada apa?" tanyanya. Rin diam, kepalanya menunduk.

"Kamu...beneran mau ikut Ayahmu dinas keluar kota?" tanyanya sambil menutupi matanya yang berkaca-kaca. Hei, ia gadis yang kuat, bukan?

"Iya," Len mengangguk, tersenyum sedih "maaf ya, tak memberi tahu dirimu sebelumnya—eh, eh. Aduh!" Len mengaduh kesakitan saat Rin memukul-mukul dadanya sambil menangis.

"Baka baka baka! Len no Baka! Hiks..." gawat, Rin menangis "kenapa... kamu harus meninggalkanku, hah? Kalau.. hiks.. kalau ng-nggak ada k-kamu.. hiks.. a-aku nanti sama s-siapa? Huaaaa...!" tangis Rin pecah.

Len menatapnya iba. Sesegera mungkin menahan kepalan tangan Rin sebelum menyakiti dadanya lagi. "Dengarkan aku dulu—" Len memulai.

"Nggak m-mau!" balas Rin, masih terisak.

"Hei—"

"Uhuhu..."

"—itu, aku—"

"A-aku tahu kok. L-len-kun ng-nggak suka padaku lagi, 'k-kan?"

"Bukan, aku pingin bilang—"

"Sudahlah, aku nggak perlu penjelasan! Huaa...!"

"Bukan gitu, Rin! AkumaukitaLDRan!"

Rin mengerjap bingung, berhenti menangis. Len ngomong apa, sih?

Len menghela napas berat. "Dengar, Rin," ia berujar "aku nggak mau kita putus—kita jalani LDR, ya?"

Rin terdiam. "Kamu.. yakin?"

Len tersenyum meyakinkan, lalu mengangguk "Iya, Rin. Aku yakin. Kita bisa menjalani ini, kok. Ya?"

Rin terdiam, lalu perlahan mengangguk. Kalau itu bisa membuat mereka tetap berstatus sepasang kekasih, itu tak masalah.

Cup

Len menghadiahinya kecupan lembut di bibir. Iya, mereka bisa menjalaninya.

Musin Dingin—awal hubungan jarak jauh mereka.


[End]


[A/N]

Review/Flame, please? Erm—kekurangannya mohon dimaklumi, ya :)