Hoshii
.
.
.
.
.
.
.
Roronoa Zoro, Haruno Sakura
.
.
.
.
.
©Aomine Sakura
.
.
.
Naruto, One Piece
.
.
.
DILARANG COPAS DALAM BENTUK APAPUN! JIKA TIDAK SUKA DENGAN CERITA YANG DIBUAT AUTHOR, SILAHKAN KLIK TOMBOL BACK! DLDR!
Selamat Membaca!
Salju turun dan membuat beberapa orang berteduh. Meski begitu, banyak dari mereka yang menyukai salju. Salah satunya adalah wanita berambut pink yang duduk di salah satu cafe dengan sebuah buku di tangannya.
Coklat hangat yang ada dihadapannya mulai mendingin. Jemari lentiknya membalik halaman novelnya dan dia menghiraukan sekelilingnya. Musik klasik yang di putar di dalam cafe membuatnya merasa tenang.
"Oh, kamu disini ternyata."
Gadis berambut pink itu mengangkat kepalanya dan memandang seseorang yang berdiri dihadapannya.
"Ace-kun? Apa yang kamu lakukan disini?"
"Aku merindukan tunanganku, apa tidak boleh?" Portgas D. Ace tersenyum lebar. "Aku mencarimu di TK tapi katanya kamu sudah pulang."
"Um ya. Aku ingin sedikit menenangkan diri." Sakura tersenyum dan menggenggam tangan tunangannya.
Enam bulan yang lalu, Portgas D. Ace resmi melamar kekasihnya dan mengikatnya dalam tali pertunangan. Dan sekarang mereka sedang merancang pernikahan idaman mereka.
"Jangan terlalu lelah, Sakura." Ace mengusap pipi wanitanya. "Butik kemudian TK, kamu memforsir tubuhmu terlalu keras."
"Aku akan baik-baik saja. Terima Kasih telah mengkhawatirkanku."
.
.
.
Sakura membuka pintu apartemennya dan masuk ke dalamnya. Dia menutup pintu apartemennya dan mendudukan dirinya di sofa miliknya.
Saat dia berpacaran dengan Ace dan menerima lamarannya, beberapa teman-temannya memarahinya. Dia tidak memiliki pilihan lain selain menerima pinangan kekasihnya, usianya sudah sangat matang untuk menikah dan dia tidak mungkin menunggu seseorang yang telah meninggalkannya selama 5 tahun.
Hubungannya dan Roronoa Zoro sudah kandas ketika pria itu memilih untuk pergi ke Amerika dan meninggalkannya. Pria itu tidak memberi kabar dan dia sudah lelah digantung seperti ini. Matanya memandang cincin yang tersemat di jari manisnya. Dia harus melupakan Zoro dan memulai hidupnya.
.
.
Haruno Sakura adalah seorang pemilik butik dan juga guru TK di kota Tokyo. Dia menyukai anak kecil dan di sela pekerjaannya membuka butik, dia memutuskan untuk menjadi seorang guru.
Jadi pagi ini, dengan pakaian kerja miliknya. Sakura menuju basement apartemennya dan masuk ke dalam mobilnya. Dia sudah meminta Ino untuk menjaga butiknya selagi dia mengajar.
Dan sesampainya dia di TK, beberapa muridnya menyapanya. Sakura tersenyum dan balas menyapa mereka.
"Oh, kamu sudah datang, Sakura-chan."
Robin muncul. TK ini adalah milik Robin, karena dia dan Robin sama-sama memiliki kesukaan terhadap anak kecil.
"Robin-san." Sakura tersenyum.
"Akan ada siswi baru di kelasmu, dia sudah menunggu di kantorku."
"Oh, baiklah."
Sakura mengikuti langkah Robin memasuki ruangan milik wanita berambut biru itu. Dan ketika pintu dibuka, emeraldnya bisa melihat seorang gadis kecil yang duduk dengan senyuman di wajahnya. Bukan hal itu yang mengganggunya, melainkan warna rambut yang dimiliki gadis kecil itu.
"Halo, Tama-chan." Robin tersenyum. "Dia adalah Sakura sensei, wali kelasmu."
"Oh.. Selamat pagi, sensei." gadis kecil itu menyapanya. "Namaku Roronoa Aotama."
Sakura hanya bisa terpaku di tempatnya.
"Roronoa?"
.
.
Sakura duduk di kursi miliknya dan memandang beberapa muridnya yang sedang menulis. Pelajaran hari ini adalah menulis dan berhitung. Emeraldnya memandang siswi baru di kelas yang diajarnya. Gadis kecil itu tampak tenang dengan rambut hijau miliknya yang diikat satu. Warnanya sangat mencolok dan itu membuatnya sedikit bernostalgia dengan masa lalunya.
Suara bel yang berbunyi menandakan jika pelajaran sudah berakhir. Sakura bangkit dan tersenyum.
"Baiklah, pelajaran hari ini berakhir. Sensei akan memberikan tugas untuk pelajaran berhitung tambah-tambahan untuk besok. Sampai jumpa besok."
"Sampai jumpa, sensei."
Beberapa muridnya berlarian keluar dan Tama ikut berlari bersama teman-temannya. Sakura sangat menyukai anak kecil yang menggemaskan seperti mereka. Terkadang dia ingin sekali memiliki anak-anak yang lucu seperti mereka.
Berjalan menuju ruang guru, Sakura menarik napas panjang dan menguk ocha miliknya yang ada di meja. Terkadang bertemu dengan anak-anak kecil seperti itu mampu menghilangkan penatnya.
"Sudah selesai mengajar, Sakura?"
Sakura menolehkan kepalanya dan melihat Robin hood berdiri di depan pintu.
"Iya, Robin-san."
Robin tersenyum dan duduk di salah satu kursi. Dia menyilangkan kakinya dan tersenyum anggun.
"Bagaimana dengan Tama-chan? Apakah dia bisa mengikuti pelajaran?"
"Oh, murid baru itu ya? Um ya, dia terlihat pendiam tetapi, dia sudah memiliki cukup banyak teman."
"Begitu." Robin tersenyum. "Dia adalah salah satu Putri dari kenalanku."
"Kenalanmu? Siapa?" tanya Sakura.
"Kenapa kamu ingin tahu?" tanya Robin. Wanita itu bangkit dari duduknya. "Oh ya, Ace senpai sudah menunggumu diluar."
.
Jujur saja, Sakura selalu menyukai senyuman dari kekasihnya itu. Ace memiliki senyuman yang menawan dan gigi yang Bagus, ketika tersenyum atau tertawa, kekasihnya itu mengingatkannya pada sahabatnya, Luffy.
"Kenapa kamu ada disini, Ace-kun?" Sakura muncul dengan tas miliknya.
"Aku ingin mengajakmu makan. Aku dengar dari Ino, kamu selalu terlambat makan."
Sakura tersenyum menatap kekasihnya.
"Baiklah, aku ingin Yakiniku."
Dia menggenggam tangan Ace dan melihat seorang gadis kecil duduk di salah satu ayunan. Rambutnya yang berwarna hijau bergerak seirama dengan ayunannya.
"Kenapa kamu belum pulang, Tama-chan?" tanya Sakura.
"Um.. Aku masih menunggu papa." Tama tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu sensei duluan."
Tama memandang kepergian gurunya itu dan menarik napas panjang. Tak berapa lama, sebuah mobil yang dia kenali. Dengan senyum lebarnya, Tama berlari dengan tas yang bergerak-gerak lucu.
"Papa kenapa lama sekali?"
Seorang lelaki dengan pakaian santainya melirik anaknya yang sedang merengut kesal. Dia mengusap rambut anaknya sebelum melajukan mobilnya.
"Bagaimana dengan sekolah barumu?" tanya Zoro.
Roronoa Zoro melirik putrinya yang tampak cantik. Dia sangat menyayangi malaikat kecilnya itu lebih dari apapun. Tama adalah gadis yang baik, dia tidak pernah menanyakan sosok ibu padanya, meski terkadang putrinya itu terlihat sedih.
"Menyenangkan sekali!" Tama berkata dengan wajah yang berbinar. "Tama mendapatkan guru bernama Sakura sensei."
"Sakura?"
"Iya. Namanya Haruno Sakura."
Mendengar nama yang disebutkan putrinya, membuat sesuatu dalam dadanya bergemuruh.
.
.
.
Roronoa Aotama. Entah mengapa Sakura tidak bisa melupakan nama gadis kecil itu. Rambutnya yang berwarna hijau benar-benar mengingatkannya akan seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang bahkan sampai saat ini tidak bisa dia hilangkan dari pikirannya.
Menekuk lututnya, Sakura menatap anime malam yang diputar. Dia sama sekali tidak menikmati anime kesukaannya. Di tangannya terdapat secangkir kopi yang bahkan sudah mendingin. Pikirannya melayang pada sosok pria dari masa lalu.
Menenggelamkan dirinya diantara kedua lututnya, Sakura menghela napas panjang. Kenapa.. Kenapa dia tidak bisa melupakan teman semasa kecilnya itu? Kenapa bayang-bayang Roronoa Zoro masih melekat dalam ingatannya meski sekarang dia sedang bersama dengan yang lain.
Tidak mudah memang melupakan seseorang yang bahkan sedari kecil sudah bersamanya. Dia sudah berhenti berharap, dia berhenti karena Zoro memutuskan hubungan mereka saat pria itu akan pergi ke Amerika dan setelah itu tidak ada satu kabarpun.
Sakura menyadari, jika dirinya sudah dibuang oleh pria itu. Dia bukan lagi prioritas utama Zoro.
"Kenapa tidak tidur?"
Sakura menolehkan kepalanya dan memandang kekasihnya. Sakura tersenyum sebelum menjawab.
"Apa kamu mencariku?"
"Tentu saja." Ace mengambil remote televisi dan mematikannya. "Besok kamu masih bekerja, Sakura. Lihatlah tubuhmu yang semakin hari semakin kurus itu."
"Aku akan tidur, Ace-kun."
"Apa ada yang kamu pikirkan?" Ace mendudukan dirinya di sebelah wanitanya.
"Tidak ada, hanya saja aku sedang memikirkan pekerjaanku."
Satu ciuman di dapatkan Sakura dari Ace.
"Tidurlah, aku akan menemanimu."
oOo
Tokyo, 10 tahun yang lalu..
"Dududu.."
Sakura menatap wajahnya di cermin dan mengibaskan rambutnya. Dengan make up tipis, dia terlihat sedikit cantik. Dia adalah siswi sekolah menengah atas ternama di Tokyo. Dengan susah payah dia masuk ke dalam sekolah favorit ini.
Di usianya yang menginjak 17 tahun, dia tampak cantik dan menarik. Banyak pemuda di sekolahnya yang jatuh hati padanya, tetapi mereka tidak berani mendekatinya karena pemuda berambut hijau yang menempel padanya seperti benalu.
"Sakura, ayo turun dan sarapan."
Mengambil tas miliknya, Sakura memandang wajahnya sekali lagi. Memastikan bahwa dirinya tampil cantik, Sakura keluar dari kamarnya.
"Zoro-kun?"
"Oh, Sakura." Zoro melirik teman semasa kecilnya itu sebelum memakan nasi goreng dihadapannya.
"Kaa-chan, kenapa dia ada disini?" Sakura menatap ibunya.
"Orang tua Zoro-kun sedang diluar kota, jadi dia akan makan disini."
"Mou, kau tidak bosan bertemu denganku terus?" Sakura duduk dihadapan Zoro.
"Tidak." Zoro menatap Sakura. "Bukankah itu Bagus?"
"Terserahmu saja, Zoro-kun."
.
.
"Hoaam.."
Zoro menguap lebar ketika jam pulang dimulai. Sepanjang pelajaran berlangsung, dia hanya tidur dan memejamkan matanya. Hidupnya membosankan sekali. Mengedip-ngedipkan matanya, Zoro menatap Sakura yang memasukan bukunya ke dalam tas.
"Sakura, ayo kita pulang."
"Eh." Sakura menatap Zoro yang berjalan keluar kelas dengan santai. "Tunggu aku, Zoro-kun!"
Berlari-lari kecil menyusul teman semasa kecilnya itu, beberapa pasang mata menatapnya dengan pandangan kagum. Kemudian dia menyamai langkahnya dengan Zoro.
"Kau menyebalkan sekali, meninggalkanku begitu saja."
Zoro tidak menjawab. Dia memakai helmnya sebelum memberikan sebuah helm pada Sakura.
"Kau ini menyebalkan sekali."
Sakura merengut kesal dan memegang helm yang ada di kepalanya. Zoro naik ke atas motornya dan menghidupkannya, namun Zoro tidak berhasil menghidupkannya. Berkali-kali dia mencoba menghidupkannya namun gagal.
"Kenapa Zoro-kun?" tanya Sakura menatap teman semasa kecilnya dengan pandangan khawatir.
"Sepertinya mogok, padahal aku baru membawanya ke bengkel." Zoro turun dari motornya dan berjongkok untuk memeriksa keadaan motornya.
Sakura merasakan sesuatu yang basah mengenai pipinya, menengadahkan kepalanya, Sakura bisa melihat rintik hujan yang turun.
"Zoro-kun, hujan." Sakura menatap Zoro dengan pandangan khawatir.
"Kamu pulang saja duluan."
Sakura menarik napas panjang. Zoro mengusap peluh di dahinya dan merasakan rintik hujan mengenai kepalanya. Namun, tiba-tiba sebuah payung menutupi kepalanya.
"Sakura?" Zoro mengangkat kepalanya.
"Aku akan menemanimu, Zoro-kun."
Dan entah mengapa, Zoro merasakan jantungnya berdegub dengan kencang.
.
.
.
.
Sakura membuka matanya dan melihat Ace tidur di sampingnya. Dia mendudukan dirinya sebelum memegang kepalanya. Ternyata mimpi tentang masa lalunya kembali muncul. Mungkin dia hanya stres karena pekerjaannya.
Dia sudah bertekad untuk melupakan Zoro dan membuka hatinya untuk Ace. Meski dia tidak tahu, dia bisa melakukan hal itu atau tidak.
Emeraldnya memandang Ace yang tidur di sampingnya. Satu senyumnya terbit dan tangannya terjulur untuk mengambil tangan kekasihnya sebelum mengecupnya.
"Sakura?" Ace membuka matanya.
"Apa aku membangunkanmu?" tanya Sakura.
"Ya. Sudah pagi?"
"Aku akan membuatkanmu kopi, kita harus bekerja, bukan?"
"Jangan terlalu memforsir tubuhmu, Sakura."
Dan satu ciuman di dapatkan Ace pagi itu.
.
.
.
.
.
"Terima Kasih, sensei."
Sakura tersenyum ketika murid-muridnya berlarian keluar kelas. Dia merasa stresya sedikit hilang ketika melihat senyuman lucu mereka. Meregangkan tubuhnya, Sakura berjalan menuju ruang guru. Pekerjaannya yang lain masih menunggunya.
"Tenten-san, aku akan pulang duluan."
"Hati-hati, Sakura-san."
Melangkahkan kakinya keluar, emeraldnya memandang Tama yang duduk sendirian di ayunan. Dia tersenyum sebelum mendekati muridnya itu.
"Kenapa belum pulang, Tama-chan?" tanya Sakura.
"Oh, sensei." Tama tersenyum lebar. "Papa belum menjemputku."
"Mau sensei temani?"
"Boleh."
Sakura tersenyum dan duduk di samping Tama.
"Kenapa Papamu yang menjemputmu, lalu mamamu?"
Wajah gadis kecil itu berubah murung. Sakura merasakan perasaan aneh ketika menanyakan hal itu.
"Tama tidak pernah tahu siapa Mamanya Tama."
Mengusap rambut hijau itu dengan lembut, Sakura memandang anak muridnya itu.
"Ah- itu papa!"
Tama segera berlari kecil menghampiri seorang pria yang mengenakan sebuah setelan jas hitam. Saat Sakura mengangkat kepalanya, Sakura tidak dapat menahan keterkejutannya.
"Zoro.. Kun?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Lagi lagi tercipta fict gaje semacam ini.. Wkwkwkwk..
Review yang banyak yaaaaa!
Oke.. Arigachuuu..
Salam hangat,
-Aomine Sakura-
