Disclaimer : Boboiboy adalah milik Animonsta.
Warning : OOC, Typo, No Power, Dll.
Pair : BoiFang (As Always.)
.
Kehidupan dan kisah cinta itu bukanlah ladang kebahagian. Karena tuhan menciptakan air mata. Ia hanya ingin melihat berbagai alur. Sebab itulah Dia menulis beragam naskah untuk dimainkan manusia.
.
.
"Siang..."
Pintu itu terbuka menampilkan sosok pemuda bertopi yang memasuki ruangan bertembok putih itu sambil menjenjeng sekantong plastik.
Tak ada balasan dari sapaannya walau ada entitas lain disana. Orang itu hanya berdiri didepan jendela dan menatap menembus kaca yang bening. Ia sama sekali tidak menyahut atau sekadar menoleh.
Boboiboy tidak mengambil pusing dicueki begitu. Ia berjalan memutari tempat tidur dan meletakkan bawaannya diatas meja disamping tempat tidur. Mata coklatnya melirik piring dengan makanan dingin yang terlihat sama sekali tidak disentuh.
"Kau belum makan Fang?"
Pemuda yang berdiri didepan jendela itu menggeleng tanpa menoleh.
"Kau harus makan, nanti sakit."
"Aku memang sudah sakit kalau kau lupa," jawabnya sinis. Boboiboy terdiam. Sepertinya ia salah memilih kata-kata. Pemuda itu menghembuskan nafas. Tahu kalau bertanding dengan kata-kata ia bukan jagonya.
"Kau harus mengisi perut dan tenaga mu."
"Untuk apa? tidak akan berpengaruh apa-apa," ucapnya ketus.
Boboiboy mengernyitkan dahi. Terlihat jelas tak suka dibantah terus. "Kalau kau tidak makan kapan kau akan sehat?"
Pemuda berambut ungu itu menoleh padanya. Menatapnya dengan pandangan tajam. "Kalau makanan itu bisa menyembuhkanku, aku tidak akan disini selama tiga bulan Boboiboy."
Boboiboy meringis. Seperti yang sudah dibilang, ia pasti akan kalah kalau beradu mulut. Terutama dengan orang dihadapannya ini.
Fang kembali membalikkan tubuh membelakangi Boboiboy. Boboiboy tidak bisa protes. Namun belum berarti ia sudah berhenti untuk menyuruh Fang makan. Matanya melirik beberapa bungkus plastik kecil disamping piring makan Fang. Plastik itu berisi pil-pil dan tablet.
Semuanya masih penuh. Dari keterangan yang ditulis dokter seharusnya Fang sudah memakannya tiga kali dari pagi sampai siang ini. Tapi tampaknya pemuda itu tidak melakukannya.
"Fang makanlah, lalu setelah itu minum obatmu. Kau sama sekali belum meminumnya hari ini."
Fang mendengus. "Aku benci obat-obat itu."
"Sebenci apapun kau harus meminumnya. Dan aku memaksa."
Baru kali ini Fang mengatakan hal itu. Fang memang selalu tampak malas untuk minum obat tapi ia tidak pernah banyak protes.
"Aku benci setiap saat harus menelan pil-pil pahit itu. Obat-obat itu tidak membantu sama sekali."
Boboiboy menghela nafas panjang lagi. Lalu tidak bicara apapun. Ia berjalan mendekat ke arah Fang. Berdiri dibelakangnya. Keheningan mengisi atmosfer ruangan itu. Menjadi sebuah siksaan bagi Boboiboy.
"Kenapa kau masih disini, kenapa kau tidak menyerah saja Boboiboy." Suara serak Fang memecah keheningan itu. Dan Boboiboy tahu kemana pembicaraan ini akan mengalir.
Lagi.
Ia tahu kemana Fang menuntun pembicaraan mereka.
"Kenapa kau masih tetap tinggal? Kenapa kau masih bertahan menunggu? Kenapa kau tidak tinggalkan aku saja?"
Boboiboy memeluk tubuh pemuda itu dari belakang. Menghentikan rentetan pertanyaannya yang memilukan. Boboiboy mengeratkan pelukannya.
Tubuh kurus Fang semakin hari terasa semakin kurus dalam dekapannya. Hal itu membuat hatinya terasa begitu pedih karena tubuh yang ada dalam pelukannya semakin hari semakin terasa lemah.
Rapuh. Dan makin hancur.
"Kenapa Boboiboy? Kenapa kau masih bersamaku saat aku sudah tanpa harapan? Kenapa kau masih mencintaiku yang sama sekali tidak bisa memberi kebahagian?"
Tubuh Fang terasa bergetar dan Boboiboy membenci itu. Pemuda berkacamata itu sedang terisak. Ia membenci itu. Ia juga membenci pertanyaan-pertanyaan yang selalu dilemparnya saat Boboiboy datang.
"Berhentilah bertanya kenapa, aku disini karena aku mencintaimu." Boboiboy menjawab dengan suara pelan. "Dan itu tidak akan berubah. Tidak peduli apa yang terjadi padamu Fang. Aku mencintaimu dan itu jawaban dari semua pertanyaanmu."
Boboiboy menggegam tangan kanan Fang dan meletakkannya ke dada kiri Fang. Menyuruhnya untuk dapat merasakan debaran jantungnya sendiri.
"Selama kau masih dapat merasakan detak jantung ini, selama itu kau harus percaya kalau aku mencintaimu."
Fang tak bersuara. Bahunya berguncang makin keras. Boboiboy memutar tubuh Fang agar menghadapnya. Boboiboy dengan lembut menghapus aliran air mata di pipi Fang.
Ia menatap wajah Fang. Kulitnya pucat tanpa rona. Dan semakin hari semakin pucat. Pemuda itu menggigit bibir melihat kesedihan yang terus bergantung diraut Fang. Kesedihan yang tiap hari semakin menguar.
Ia mengecup kening Fang. "Percayalah, kau akan sembuh."
Fang menggeleng. "Leukemia stadium akhir ditambah Emfisema, kau pikir aku masih punya harapan untuk hidup?" tanyanya disela isakan yang masih dapat terdengar.
"Masih." Boboiboy mengangguk mantap. "Aku masih berharap kau hidup, dan bersamaku untuk menghabiskan banyak waktu." Boboiboy menatapnya dengan serius dan pandangan yakin. Pemuda itu menyatukan keningnya dengan kening Fang.
"Karena itu, kumohon percayalah Fang. Aku akan terus disini, bersamamu dan aku tak akan meninggalkanmu walau kau yang memaksa." Ia menatap kedalam mata Fang. "Mengerti?"
Fang mengangguk. Boboiboy tersenyum lembut. "Sekarang minum obat ya? Aku beli donat lobak merah." Fang tersenyum tipis dan mengangguk sekali lagi. Ia memegang tiang tempat gantungan infusnya dan berjalan perlahan menuju tempat tidur sambil mendorong tiang infusnya.
Ia naik keranjangnya. Boboiboy mengambil kantong plastik dan mengeluarkan beberapa bungkus donat lobak merah serta mengambil segelas air. Pemuda berambut kecoklatan itu membuka bungkus donat itu dan memberikan pada Fang.
Fang mengunyahnya dengan raut yang lebih cerah. Boboiboy tersenyum. Tidak ada yang bisa mengalahkan donat lobak merah.
Fang menghabiskan tiga donatnya. Boboiboy mengambil lima obat dan menyodorkan gelas. Fang mengernyit melihat obat-obat itu namun tetap menerimanya.
Ia meminum satu per satu obat itu. Setelah itu ia mengerutkan dahinya. Menutup mulutnya karena ia merasa ingin muntah.
Boboiboy menahan tubuh Fang. Raut wajahnya cemas. Fang selalu mual setelah minum obat. Mungkin itu juga yang menjadi alasannya membenci obat-obat itu. Fang berusaha untuk lepas dari lengan Boboiboy yang menahan tubuhnya. Namun Boboiboy menahannya dengan erat agar ia tak memuntahkan obatnya.
Akhirnya Fang berhenti mual. Tubuhnya melemas. Boboiboy membimbingnya untuk berbaring. "Aku benci obat-obat itu," gumam Fang.
Boboiboy tersenyum hambar. "Ya, aku tahu," balasnya. "Bagaimana kalau kau tidur sekarang?"
Fang memiringkan tubuhnya menghadap Boboiboy. "Kau tidak bosan kalau sendirian nanti saat aku tidur?"
Boboioboy menggeleng. "Tidak. Aku tahu kau ngantuk." Fang mengangguk. Efek samping obatnya selalu membuat ia ngantuk.
Boboiboy menyelimutinya. Fang memejamkan mata dan seketika tertidur. Sudut bibir Boboiboy sedikit terangkat membuat sebuah senyum sedih. Tangannya mengelus puncak kepala Fang.
Dia berhenti dan menatap telapak tangannya. Terdapat banyak helai halus berwarna keunguan. Rambut Fang. Boboiboy mengepalkan tangannya erat. Raut mukanya menggelap.
Ia menatap wajah tirus Fang yang pucat. Tangannya berpindah untuk mengelus pipi Fang. Ia menatap wajah pemuda itu yang sedang tidur. Wajah tenang dengan nafas teratur yang berhembus pelan.
Ia mengecup kening Fang lama. Dalam hati dia tak bisa berhenti berpikir dan merenung. Dari semua hal yang dapat terjadi di dunia ini kenapa Fang harus mengalami kanker darah?
Leukosit yang seharusnya melindungi tubuhnya malah berbalik menyerang tubuhnya dari dalam. Menggerogoti setiap bagian raganya. Menghancurkannya dalam kelemahan dan kesakitan.
Tapi yang paling hancur adalah harapan hidup dan semangat Fang. Meninggalkan kesedihan dan keputus asaan. Semua hanya kegelapan yang dirasa Fang. Hatinya mati dan Fang berubah menjadi seorang yang pesimis.
Tak ada lagi sisi kompetitif darinya. Tak ada lagi Fang yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik.
Yang ada hanya seseorang yang lebih ingin mati dari pada terkukung di rumah sakit.
Boboiboy melepaskan kecupannya. Lalu menempelkan keningnya ke kening Fang. Menatap seluruh detil wajahnya dari dekat.
Ia tersenyum getir. Ah, betapa dulu ia begitu menyukai warna pipi Fang yang merona merah saat digoda. Begitu manis dan menggemaskan. Membuat Boboiboy tak pernah bosan menjahilinya.
Ia begitu menyukai bibir Fang yang berwarna peach segar. Membuat dulu ia sering mencuri ciuman saat Fang lengah. Betapa ia menyukai warna-warna itu.
Tapi sekarang kulit Fang begitu pucat. Pucat dan rapuh. Membuat ia tak berani bertindak sedikit kasar saja. Takut apapun itu yang ia lakukan akan menyakiti Fang.
Ia benci dirinya yang tak dapat berbuat apapun untuk menolong Fang. Ia tak bisa mengambil sebagian rasa sakit Fang hanya agar orang yang sangat disayanginya itu tidak terlalu menderita. Namun Boboiboy hanya bisa menemani Fang menjalani hari yang terus berganti di rumah sakit.
Boboiboy memejamkan mata. Dan semua memori tentang Fang masuk tanpa diundang. Semuanya. Senyum sinisnya yang mengejek. Sikap judesnya. Saat dia salah tingkah dan malu. Saat dia memberikan senyum tulus yang membuat Boboiboy terpesona dan jatuh cinta setiap saat.
"Fang?! kau kenapa?!"
"Saudara Fang mengidap Leukemia stadium akhir."
"Tidak mungkin."
.
"Boboiboy jangan diam saja. Sebenarnya ada apa?"
"Maaf Fang."
"Kau bohongkan Boboiboy?"
.
"Fang apa yang kau lakukan? Jangan bodoh!"
"Kembalikan! Aku mau mati saja. Rasanya sakit Boboiboy."
"Kau tidak boleh melakukannya bodoh. Bagaimana dengan ku kalau kau pergi?"
.
"Boboiboy, sakit."
"Tak ada yang perlu kau khawatirkan Fang."
"Boboiboy apa kau akan meninggalkan ku? Tak ada yang menyayangiku. Bahkan tubuhku sendiri membenciku."
"Apa yang kau katakan sih? Aku akan ada disini. Dan kau masih punya aku yangmencintaimu."
.
Dan bayangan indah itu tiba-tiba digantikan oleh pengalaman-pengalaman pahitnya. Tak ada yang menyangka hal itu akan terjadi pada Fang. Selama beberapa minggu ia begitu lemah dan pucat. Tubuhnya panas dan sering demam. Selalu pusing dan pingsan. Beberapa kali mimisan dalam sehari. Membuat Boboiboy selalu panik melihatnya.
Saat akhirnya Boboiboy membawa Fang yang tiba-tiba pingsan saat mereka sedang merayakan hari ulang tahun Fang ke rumah sakit, dokter memberitahunya kabar yang paling membuat ia hancur.
Kado yang buruk untuk tahun itu.
Boboiboy tak tega untuk memberitahukannya pada Fang. Bagaimana ia bisa memberitahunya padahal dia sendiri begitu terguncang?
Fang depresi saat mengetahui berita itu. Mengurung diri selama seminggu. Dan saat Boboiboy memutuskan untuk masuk dengan paksa ke dalam rumah Fang. Pemuda bertopi itu mendapati Fang yang sedang menggegam pisau. Ingin mengiris nadi di pergelangan tanganya sendiri.
Dan setelah itu ia menghentikan kelakuan bodoh Fang dan kemudian memeluknya erat. Membiarkan Fang menangis dalam pelukannya sampai kelelahan dan tertidur. Dia masih mengingat semua isakan Fang malam itu. Dan hatinya serasa teriris mendengarnya.
Boboiboy membuka matanya saat merasa ada tangan halus yang menyentuh wajahnya. Fang telah bangun dan menatapnya dengan serius. "Kenapa kau menangis?"
Boboiboy tertegun. Ia tak sadar kalau tetesan air mata jatuh ke pipinya. Digenggamnya tangan Fang yang berada di wajahnya. Boboiboy menundukkan kepalanya dalam, bahunya bergetar. Pemuda itu menangis tanpa suara.
"Hei, kau kenapa?"
Boboiboy tidak menjawab pertanyaan Fang yang makin terlihat bingung. Boboiboy malah menghambur memeluknya. Membenamkan wajahnya di perpotongan leher Fang. Pemuda yang dipeluk itu dapat merasakan air mata yang membasahi bahunya. Walau ia tak mendengar isakan apapun.
Fang tidak bertanya lebih jauh.
"Fang."
"Ya?"
"Maaf." Maaf karena aku tak bisa melakukan apapun untukmu.
"..."
"Aku," Aku begitu takut kehilangan mu.
"..."
"..."
"Aku mencintaimu."
Setelah kata itu terucap dari Fang, Boboiboy mengeratkan pelukannya. Ia mengangkat wajahnya. Fang menghapus air mata di wajah pemuda berambut kecoklatan itu.
Boboiboy menatap wajah Fang. Dalam mata Fang ia dapat tahu segala rasa sakit yang tak dinampakkan oleh Fang. Dan perasaan miris dihatinya setiap kali ia melihat kedalam mata violet bening itu.
Terlalu menyakitkan untuk batinnya. Jadi dia menutup mata dan mencium bibir milik Fang.
Fang awalnya terkejut sebelum menutup matanya juga. Ia memeluk leher Boboiboy dan membiarkan Boboiboy mengulum bibir tipisnya. Fang dapat merasakan emosi Boboiboy yang tumpah dalam ciumannya.
Membuat dada Fang sesak saat merasakan seluruh luapan perasaan Boboiboy. Fang membalas ciuman Boboiboy, berharap agar pemuda itu tidak usah mencemaskan perasaan apapun itu yang sedang ia rasakan.
Boboiboy mengangkat tubuh Fang perlahan. Pemuda itu mengakhiri ciumannya dan meletakkan kepalanya ke bahu Fang. Fang mengelus rambut Boboiboy. Pemuda bertopi iu menautkan jari-jarinya dengan jari-jari Fang.
Sampai kapanpun jangan pernah pergi Fang.
.
.
.
"Aku datang."
Boboiboy masuk ke kamar Fang. Dapat dilihatnya Fang sedang terbaring di ranjangnya. Segera saja ia duduk di samping Fang.
"Bagaimana kemoterapimu?"
Fang terdiam sesaat sebelum menjawab. "Seperti biasanya." Menyakitkan. Fang tentu tak mengatakan kata terakhir yang hanya ia gemakan dipikirannya.
Boboiboy mengelus pipi Fang lembut dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan Fang dan membawanya agar menyentuh bibir Boboiboy.
Dingin, seperti biasanya.
"Bagaimana sekolahmu hari ini?"
Boboiboy memindahkan tangan Fang yang awalnya di bibirnya ke pipinya agar ia bisa menjawab pertanyaan Fang.
"Tidak ada yang istimewa. Pelajaran Fisika yang sulit, melukis saat pelajaran Kesenian, lalu rapat mendadak Klub Bola sepulang sekolah."
Awalnya Boboiboy ingin pulang cepat agar dapat menemani Fang kemoterapi tapi tiba-tiba saja pelatihnya itu memanggil seluruh anggota. Dan ia tidak ingin dibantah. Jadilah Boboiboy terlambat ke rumah sakit.
Fang mendengarkan dengan baik lalu terbatuk. Membuat Boboiboy langsung cemas dan cepat-cepat menyambar air minum. Dibantunya Fang minum pelan-pelan.
"Kau tak apa?"
Fang mengangguk lemas. Boboiboy menatapnya khawatir. "Aku tak apa." Fang sepertinya menyadari tatapan Boboiboy. Boboiboy menggeleng.
"Kondisi tubuhmu selalu down setelah kemo, tentu aku khawatir."
Fang bungkam. Ia tak menyangkal hal itu sama sekali. Dibiarkannya pikirannya tenggelam saat Boboiboy mengelus kepalanya.
"Aku bosan," sahut Fang tiba-tiba.
"Mau nonton TV?"
Fang menggeleng. "Jalan-jalan ke taman saja."
Boboiboy mengangguk. Fang segera turun dari ranjangnya. Boboiboy membantu Fang duduk di kursi roda. Fang sebenarnya kuat untuk jalan kaki namun ia tidak diperbolehkan jalan kaki terlalu jauh. Lagipula setelah kemo biasanya dia terlalu lemas untuk jalan.
Boboiboy mendorong kursi roda Fang perlahan di taman rumah sakit. Ia berhenti didepan kolam dimana banyak ikan hias didalamnya. Fang memperhatikan gerakan ikan yang berenang dengan lincah.
"KAK FANG!"
Suara teriakan seorang anak laki-laki membuat keduanya menoleh. Seorang anak berusia sekitar lima tahun berlari menghampiri mereka dengan bersemangat.
"Halo Kak Fang, Kak Boboiboy!" sapanya ceria. Anak itu memakai piyama rumah sakit. Wajahnya sedikit temben dan matanya bulat besar. Ia memakai topi putih dan lidahnya yang berwarna merah dimiringkan kesamping kiri.
"Halo juga Yuuta." Fang tersenyum tipis.
"Apa yang kau bawa itu Yuuta?" tanya Boboiboy sambil berjongkok. Menyamakan tingginya dengan bocah itu. Yuuta mengangkat benda yang sedari tadi dipegangnya. Sebuah kaset DVD.
"Ini serial barunya Manusia Cyborg Cyder-man no. 2 ." ucapnya penuh semangat dan mata yang berapi-api.
Membuat Fang terkekeh. Ia tahu kalau anak yang satu itu sangat mengagumi tokoh pahlawan yang barusan disebutnya itu. Pahlawan yang menurut Fang memiliki nama yang kepanjangan. Manusia Cyborg Cyder-man no. 2 .
"Wah, apa ceritanya kali ini?" tanya Fang ramah.
"Kali ini Cyder-man melawan Monster Lemon. Monster Lemonnya jahat, dia nyemprotin air lemon ke orang-orang. Padahal kan itu asam banget," cerita Yuuta dengan ekspresif.
"Iya, jahat banget. Terus Cyder-mannya menang gak?" tanya Boboiboy sambil terkekeh.
"Menang dong. Dia kan pahlawan." Yuuta segera mendekati Fang. Anak itu meletakkan tangannya ke lutut Fang dan menenggadah menatap Fang.
"Kak Fang nanti kita nonton bareng yuk." Pintanya dengan wajah tersenyum dan mata memohon. Fang tersenyum tipis dan mengangguk. Yuuta bersorak senang. "Kak Fang baik. Nanti malam ke tempatku ya. Harus lho. Soalnya kalau besok aku gak bisa."
"Lho kenapa?" tanya Boboiboy agak heran. Yuuta berpaling. Memamerkan senyum lebar yang manis.
"Soalnya besok aku akan operasi, jadi aku gak bisa nonton."
"Lho kau tidak takut Yuuta?" tanya Boboiboy.
Yuuta menggeleng. "Gak. Aku harus pemberani dan kuat kayak Cyder-man. Lagian kalau aku sudah selesai operasi aku bakalan bisa pulang, terus bisa ikut sekolah deh."
Boboiboy tersenyum lembut padanya. "Semoga operasi kamu lancar ya Yuuta."
"Yuuta, ayo balik. Kamu belum makan kan?" suara ibu Yuuta memanggil anaknya membuat ketiganya menoleh.
"Yah.. aku harus pergi sekarang. Tapi kak Fang inget lho, dateng nanti ya."
Fang tersenyum dan mengangguk. "Iya. Kakak nanti dateng." Fang dan Boboiboy melambai pada Yuuta saat anak itu berlari menghampiri ibunya.
"Anak yang pemberani ya," ucap Boboiboy dengan nada tersenyum. Fang mengangguk menyetujui.
"Dia pasti sembuh dengan cepat nanti."
Fang ingat kalau anak itu menderita gagal ginjal. Pasti anak itu sudah mendapat donornya. Sayang sekali anak semanis dan sekecil itu menderita. Setiap minggu ia harus cuci darah. Tinggal di rumah sakit saat anak seusianya bermain ditaman bermain.
Semenjak Fang di rumah sakit ia sering bermain dengan anak-anak disana. Sebuah hiburan dan kegembiraan baginya dapat melihat anak-anak itu bermain dengan gembira. Karena itulah dia jadi populer sekali dikalangan anak-anak di rumah sakit.
"Aku akan merindukannya jika dia sudah tidak ada." Fang tersenyum sendiri.
Boboiboy menoleh padanya. Sekali lagi ia dapat melihat kesedihan di bola mata Fang.
"Kau mau punya anak seperti Yuuta?" tanyanya tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
Fang menoleh dengan cepat. "Tentu. Yuuta itu manis sekali. Dia sangat lucu."
"Aku akan kasih anak selucu Yuuta nanti untukmu," ujar Boboiboy menyeringai miring.
Fang mengerjapkan mata sesaat. Akhirnya ia sadar apa maksud Boboiboy. Wajahnya memanas dengan hebat.
"Ish. Apa-apan kau ini!" sergahnya sok galak.
Boboiboy terkekeh kemudian berjongkok didepan Fang. Tangannya mengelus kepala Fang. Pemuda bertopi itu mengulas senyum lembut dan tulus.
"Aku serius. Kita nanti akan punya anak yang manis, ceria, kuat dan pemberani."
Fang mengalihkan pandangannya kesamping. Salah tingkah. Boboiboy tertawa dan memegang dagu Fang kemudian, membuat Fang agar menghadap padanya lagi.
Ia mencium bibir Fang sekilas. Boboiboy kemudian menggegam kedua tangan Fang. Menatap kedalam mata Fang dengan serius.
Fang membalas tatapan Boboiboy. "Aku berjanji akan memberikanmu kebahagian. Aku berjanji mencintaimu sepanjang detak jantung kita masih dapat berdetak. Aku berjanji selalu berjalan disampingmu. Aku berjanji untuk selalu ada."
Fang menundukkan wajahnya. "Jangan berjanji jika kau akan kesulitan mewujudkannya," bisik Fang.
Boboiboy menggeleng dengan mantap. "Aku tidak membual. If the darkness fall and the angels calls, in your despair, I will be there. In the darkest night when you need my light, I will beside you. If the times runs out and the sky falls down, despite your fear, I will appear. If the world goes blind and you lose your mind, I will always be with you."
Fang membelalakkan matanya mendengar semua ucapan Boboiboy. Boboiboy tersenyum dengan begitu tulus. Pemuda berkacamata itu dapat merasakan sesuatu yang basah menuruni pipinya yang putih.
"Hei, Fang, kok kamu malah nangis." Boboiboy menghapus air mata Fang. Fang menggeleng dan menggigit bibirnya agar tak meloloskan sebuah isakan.
"Kenapa kau harus mencintaiku Boboiboy?"
"Tolong jangan katakan hal seperti itu." ucap Boboiboy dengan nada cemas.
"Bukankah sesak? Sangat sesak mencintaiku. Aku tak pernah bisa menjadi yang terbaik untukmu. Tapi kau selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untukku."
Boboiboy menggeleng. Menangkup wajah Fang dengan tangan kanannya. "Aku bahagia bisa mencintaimu. Aku bahagia bisa bersamamu. Memilikimu. Jangan pernah meragukanku karena aku tidak akan pernah mengingkari janjiku."
Isakan akhirnya lolos juga dari bibir pucat Fang. Boboiboy memeluknya, tangan Fang mencengkeram erat kemeja belakang Boboiboy. Boboiboy mengusap pelan rambut Fang dan terus berbisik didekat telinga Fang. "Aku mencintaimu."
.
.
Yoooshaaa... TBC. /digeplak.
Hehehe.
A/N : Sebenarnya ini oneshoot tapi aku mau lihat reaksi pembaca dulu, lagian bagian akhir masih perlu dipoles. Dan awalnya ini mau dibikin sebagai bagian buat drable tapi berhubung karena ide ini udah lama ada tapi adegan drable lainnya gak dapet, kuputuskan buat manjangin aja ide ini. Daripada nanti berkarat di otakkan?
Setelah buat fanfic BoiFang rated M, sekarang buat yang sedih-sedih. Dan entah kenapa menurut saya ngebuat fic sedih itu lumayan menyenangkan (?)
Betewe. Soal Yuuta, itu anak kecil yang ada di anime Saiki Kusuo no Psinan (Ada yang nonton?). Aku suka banget ama anak yang satu itu. Beneran manis banget.
Saa... Saya menerima semua kritik, saran, komen dan lainnya dikotak Review...
Silahkan di Review ya ^^
Ai
