Disclaimer: Detective Conan punya Aoyama Gosho, Black Bulter punya Yana Toboso, yang punya saya cuma ide sinting bikin ini fic. Ide sintingnya juga masih terinspirasi dari game Criminal Case, bukunya S. Marga GD dan terutama novel-novelnya Agatha Christie (pada dasarnya, datang ide pas baca Evil Under The Sun – Pembunuhan di Teluk Pixy). Gambar cover bukan punya saya, saya nyolong dari Abah Google XD
Warning: spoiler alert bagi kedua manga, AU, OOC, fic eksperimen (?)
.
.
.
"Wo—woah! Ini indah sekali!"
Wanita berambut hitam panjang itu merentangkan kedua tangannya, lalu berlari tak sabaran ke arah pinggir laut, membuat pria yang tadinya berjalan bersamanya geleng-geleng kepala. Namun, ia tak tertarik untuk menyusul. Pria ini lebih memilih untuk bermain dengan kamera — pemandangan di sini terlalu indah untuk dilewatkan.
Langit sore cerah dengan beberapa awan-awan putih tipis sebagai pemanis, dengan suguhan laut biru jernih serta pantai putih yang apik sudah cukup membuat mata berpaling padanya. Ombak yang berfrekuensi tidak tentu menambah keceriaan di sini.
Pria tadi baru saja hendak memotret dari posisi jongkok ketika air laut mendatanginya, hampir saja menyiram kamera yang baru berumur sebulan itu.
"Sialan, untung saja tidak kena," batinnya. Ia mundur sekitar lima langkah, lalu mencari pemandangan baru untuk dipotret. Ia menambahkan sedikit efek gelap pada kameranya — ia sangat menyukai aliran artistik, di mana objek yang ia potret sedang beraktivitas seperti biasa, lalu dipotret begitu saja. Sudut pandang tentu menentukan keapikan hasilnya.
Ia mundur selangkah, mengarahkan lensa, mengatur fokus, dan menekan tombol kamera yang sudah diatur agar tidak bunyi ketika membidik. Beberapa detik kemudian, sebuah foto telah terpampang pada layar. Foto itu terlihat lebih gelap dari yang diinginkannya. Sedikit kecewa, ia kembali mengatur efek, maju selangkah, dan membidik sasarannya — yang sekali ini hasilnya sesuai yang diinginkan.
Ia menoleh pada langit yang sekarang mulai menggelap. Jam tangannya menunjukkan pukul enam sore. Sunset sudah mulai terpampang pada langit, membuat tangan orang gatal ingin meraih kamera masing-masing dan mengabadikannya.
"Shinichi, kau masih kering saja! Daritadi tidak main di laut?"
Yang merasa namanya disebut melepaskan diri dari kameranya, menoleh pada yang memanggil, "tidak. Kau sudah puas mainnya?"
"Cukup puas, dan sekarang aku kelaparan."
Shinichi mendengus sebal sekaligus terkikik geli dengan sikap wanita di sampingnya ini, "ya sudah, cepat sana ganti baju atau kita akan keroncongan lebih lama lagi."
Bibir sang wanita memberengut, namun ia menurut saran Shinichi. Diraihnya tas pantainya sebelum ia berjalan menuju toilet. Ia tidak sadar, Shinichi mengikuti langkahnya dengan sepasang matanya. Sepasang mata muda yang bagaimana pun amat tertarik dengan penampilannya. Tubuhnya yang proposional itu hanya dibungkus oleh bikini berwarna pink, yang masih tidak dapat menyembunyikan lekuk tubuh dan tungkai jenjangnya. Rambut hitam panjang yang menutupi punggungnya malah menambah kesan tersendiri baginya.
Ia mengarahkan kameranya pada pemandangan itu, sebuah sikap yang baginya cukup aneh. Namun, ia tidak pusing-pusing memikirkannya. Toh, wanita yang ia ikuti itu istrinya sendiri. Tak salah bergairah pada istri sendiri, bukan—
"Shinichi! Kamu lihat apa daritadi, hah?!"
—yah, asal jangan terlalu mencolok juga, sih. Apalagi, kalau istrimu adalah seorang tsundere.
.
.
.
Dua kursi yang saling bersebrangan dibatasi dengan sebuah meja bundar kayu. Di atas meja bundar itu, tersaji telur kepiting, ikan bakar, cumi dan udang goring, sebotol anggur, serta dua gelas koktail. Hidangan yang bisa dibilang berlebih bagi sepasang manusia yang berumur kurang dari tiga puluh tahun dan tidak termasuk kategori obesitas.
"Apa ini tidak kebanyakan, Shinichi? Atau, ada orang lain yang kau undang?"
Shinichi mengalihkan pandangannya dari pantai, "tidak, kok. Aku bisa menghabiskan ini semua sendirian."
"Dasar perut karet," gumam Ran sedikit kesal. Shinichi memilih untuk tidak menanggapi, membuat hening yang begitu canggung menyelimuti sepasang pasangan yang baru menikah tiga hari lalu.
"Jadi, bagaimana? Masih mau marah-marah juga karena rencana ke Paris aku undurkan?" Shinichi memecahkan keheningan dengan fokus mata pada sunset yang mulai sempurna.
"—ti, tidak juga, sih," Ran mengikuti arah mata Shinichi, "kamu bisa juga memilih tempat berlibur. Pantai ini juga indah, juga tidak terlalu ramai… suasananya juga cukup romantis."
"Yah, tentu saja pantainya tidak terlalu ramai. Pusat keramaiannya ada di sana," Shinichi menunjuk rel milik jet coaster yang sedikit terlihat dan berjarak kira-kira lima kilometer dari pantai, "keluarga Phantomhive memang jenius menata semuanya — siapapun yang datang tentu saja tidak cukup menguras dompet hanya untuk membeli minuman."
"Keluarga Phantomhive?"
"Ya, konon dulunya mereka adalah pasukan 'rahasia' yang terbentuk pada zaman Ratu Victoria. Namun, saat Perang Dunia 2 bergelora, Inggris dibuat kerepotan menghadapi Jerman dalam perang The Battle of Britain, bahkan negara ini hampir kalah, lho. Membuat Ratu akhirnya mengambil kebijakan untuk menggunakan sekitar tiga puluh persen uang yang harusnya dialokasikan pada keluarga Phantomhive untuk kepentingan perang sampai perang selesai.
"Keluarga Phantomhive yang saat itu dipimpin oleh Earl James Phantomhive pada mulanya menerima kebijakan ini dengan lapang dada, bahkan ia ikut membantu menyumbang beberapa persen dari kekayaannya untuk membantu armada udara Inggris yang saat itu masih kelimpungan.
"Namun, tahun 1940 rupanya bukanlah tahun yang baik bagi Kerajaan Inggris ataupun Keluarga Phantomhive. Keluarga Phantomhive memiliki pabrik roti bernama Daily Bread, di mana 4 pabrik inti —dari 5 yang ada— dan 21 cabang —dari 32 cabang yang berdiri— habis oleh serangan udara. Ini tentu saja memperburuk keadaa keluarga yang terbiasa hidup ala bangsawan itu, terutama bagi sang Nyonya, Gisella Dallas-Phantomhive.
"Gisella adalah seorang mantan model yang amat cantik dan seksi –yah, katakanlah mirip dengan Marilyn Monroe, namun konon ia lebih mempesona lagi– yang mampu menarik perhatian penuh dari James yang flamboyan. James jatuh cinta pada Gisella ketika ia pertama kali bertemu pada sebuah pesta — bahkan, sebelum mereka menikah, James membocorkan rahasia keluarganya pada Gisella. Untung saja Gisella bukanlah seorang agen ataupun mata-mata, namun ia memakai informasi itu untuk menguasai hidup suaminya. James juga bukanlah seorang pria yang mampu bersikap tegas pada istrinya, menjadikannya pria yang hanya muncul sebagai pemimpin di depan panggung, padahal enam puluh persen kendali dipegang oleh Gisella yang celakanya merupakan wanita yang amat egois dan memiliki gaya hidup yang kelewat glamour dan bebas.
"Entah bagaimana caranya Gisella dapat meyakinkan dan mendesak James untuk melepaskan kontrak keluarga Phantomhive sebagai anjing ratu untuk berfokus pada bisnis pribadi mereka. Pokoknya, pada Agustus 1940, Phantomhive resmi melepaskan kontrak mereka sebagai anjing ratu dengan denda yang lumayan tinggi. Namun, mereka masih diperbolehkan untuk berdagang secara bebas di Inggris karena tidak adanya bukti bahwa mereka telah bergabung dengan kelompok ekstrimis tertentu atau bukti mereka telah terlibat oleh kasus kriminal."
"Dan mereka tetap di sini sampai sekarang?"
"Tentu saja. Proyek pantai ini adalah proyek terakhir dari Thomas Phantomhive, anak tunggal James. Thomas yang memiliki sikap keras dan blak-blakan menikah dengan seorang wanita anggun yang teramat halus dan cerdik, Marionette Brewster-Phantomhive. Pernikahan mereka menghasilkan seorang putra, Vincent Phantomhive.
"Vincent Phantomhive adalah Earl Phantomhive pertama yang memimpin perusahaan keluarga dengan usia di bawah 25. Ia baru berumur 20, bahkan belum menyelesaikan kuliahnya saat Thomas dan Marionette meninggal akibat kecelakaan kereta. Berbeda dengan ayahnya, Vincent adalah pribadi yang kalem, cerdas serta mengundang simpati, baik dari media ataupun keluarga Kerajaan Inggris."
"Umur 20? Wa—wah, dia hebat sekali…"
"Buang harapanmu itu Ran, karena dia kini sudah punya istri," potong Shinichi cepat ketika melihat Ran asyik memandang langit, "Rachel Durless-Phantomhive, seorang wanita yang sebaya dengannya, seorang wanita yang anggun—"
"Tunggu! Apakah yang Rachel yang kau maksud sama dengan di tabloid ini?" Ran menyodorkan tabloid yang baru saja dibelinya pagi ini.
"Ya, dia Rachel yang kumaksud. Ternyata dia cukup terbuka pada media, yah."
"Ya, dia bahkan mengatakan, sikap tertutup bukanlah sikap yang relevan pada masa sekarang, tidak peduli kalaupun Inggris masih berbentuk Kerajaan."
"Buset, ternyata dia cukup ekstrim juga."
"Ekstrim dari belah mana? Bebas-bebas saja dong berpendapat seperti itu? Lagipula, aku setuju dengan pendapatnya."
"Ya, siapa juga yang bisa melarang sih, Ran? Aku hanya tertarik saja pada wanita bangsawan Inggris yang masih terhubung dengan Kerajaan —meski mereka sudah bukan anjing penjaga, namun mereka termasuk dalam orang-orang yang boleh mengatur waktu untuk datang ke Istana— bisa berkata begitu pada media. Seorang wanita bangsawan menunjukkan sikap bebasnya dengan begitu nyata, cukup untuk dicurigai sebagai seorang liberalis. Bukankah itu hal yang cukup menarik?"
"Terus kenapa kalau dia seorang liberalis? Apa juga urusannya dengan kita?"
"Kenapa kau mendadak jadi sewot sih, Ran?"
"—karena kau hampir merusak makan malam kita dengan ucapan politikmu itu."
Shinichi memutar duduknya, mengambil piring, dan melakukan toast dengan Ran. Ia menatap istrinya yang makan dengan sedikit sikap malu-malu.
Lebih baik aku mengajak Heiji, pikirnya sedikit dongkol.
"Aku–aku tidak bisa…"
Ia menatap pada cawan patri yang ada di hadapan matanya. Lalu, tabung pada tangan kirinya. Ia menoleh pada jam – 15 menit sudah terlewati. Padahal, ini tinggal tahap finalnya.
"Hei, kau kenapa?"
Ia menggeleng, "tidak, hanya saja ini sepertinya gagal lagi."
Helaan napas terdengar, "lagi? dasar, kau berencana mengacaukannya atau apa? Ini sudah yang ketiga kalinya, lho."
Hanya angkatan bahu yang diterimanya sebagai jawaban.
.
.
.
TBC
OC & tempat buatan:
* James Phantomhive: merupakan anjing penjaga terakhir kepemilikan ratu – ia yang resmi melepaskan gelar itu, namun ia masih memiliki hubungan yang baik dengan keluarga Kerajaan. Ia adalah suami dari Gisella Dallas-Phantomhive, ayah dari Thomas Phantomhive, serta kakek dari Vincent Phantomhive.
* Gisella Dallas-Phantomhive: mantan model yang memiliki cara hidup glamour, serta mampu menguasai suaminya. Istri dari James Phantomhive, ibu dari Thomas Phantomhive, nenek dari Vincent Phantomhive
* Thomas Phantomhive: putra satu-satunya James dan Gisella yang memiliki sikap keras dan tidak begitu disukai. Suami dari Marionette Brewster-Phantomhive, ayah dari Vincent Phantomhive
* Marionette Brewster-Phantomhive: istri dari Thomas Phantomhive yang anggun dan cerdas. Ibu dari Vincent Phantomhive ini meninggal bersama suaminya dalam kecelakaan kereta.
* Daily Bread: perusahaan roti kedua terbesar di Inggris milik keluarga Phantomhive yang diwariskan secara turun-temurun. Ini terinspirasi dari Black Butler yang mengatakan keluarga itu memiliki pabrik makanan dan mainan.
Sisanya, bukan karakter dan tempat kepemilikan saya – dikembalikan pada disclaimer masing-masing, entah fiksional ataupun nyata.
Author Notes:
Setelah mikir berulang-ulang, (entah kenapa) akhirnya nekad juga ngetik ini fic. Oke deh sinting – saya buat fic ini memang tujuannya sih buat leha-leha gegara kesel modem dikuasai kakak saya– #okegakusahdilanjutcurhatnya. Tapi, pas saya tulis di status facebook, ternyata lumayan banyak juga yang penasaran baca. Ya udah saya posting aja deh, tapi kalau gak suka ngomong aja, jadi saya hapus aja ini fic.
Btw, tadinya niat post di FFn tapi gak kepikiran buat summarynya hahahaha, jadi posting di sini ajalah XDD
(anyway, baru pertama kali bikin fic dengan banyaknya OC. OCnya juga numpang lewat semua sih :p dan sumpeh, OCnya bukan buat ngehina siapapun. Semua nama mereka cuma asal comot doang, jadi kalau ada kesamaan nama, itu hanyalah kebetulan semata v._.v)
Makasih buat semua pembaca. R&R untuk author yang baru pertama kali main ke genre semacam ini? Oh ya, kalau ada pertanyaan, tanyain aja, bakal saya jawab dengan senang hati :D
