"AHHH... Ahhh... Faster~ NggH... Ahhhhh", suara desahan keras terdengar semakin heboh disepanjang malam itu. Sepasang tubuh tanpa busana menggeliat nikmat saling memburu nafsu yang sudah diujung kepala.
Seorang wanita bermata coklat nampak diambang kenikmatannya, bibir nya yang basah akan saliva terus menyerukan sebuah nama si pemegang kunci kepuasannya.
"Ahhh... Faster Naruuuh... Uaaahhhh.. Ngghh... Narutooo — hayaku.. ", desahnya dalam kenikmatan.
Naruto, nama pemuda yang sedari diteriakan tersebut menjilat air liurnya mendapati tingkah binal dari gadis yang tengah disetubuhinya itu. Ia mempercepat aksinya, menggerakkan pinggul sexynya secara brutal hingga membuat sang wanita melengkung dengan indahnya.
"Ahhh... Naruuuutooo... Deeper... Ahhhh... Please — ", wanita itu mendesah hebat, air mata berlinang dari kedua iris coklatnya yang cantik.
Naruto membalik dengan cepat tubuh wanita tersebut, menindih tubuh telanjang itu diantara tubuhnya dan tembok tipis bercat orange menyala. Naruto menghentakkan penisnya lebih dalam, posisinya sekarang semakin memudahkannya untuk menyentuh titik manis dari pasangannya. Dan lagi-lagi wanita itu menjerit penuh kenikmatan.
"Uaaaaahhhh ~ ahhhh~ ahhh~ ",
Jemari berhias kuteks warna warni itu mengepal penuh, rasa nikmat dan sakit yang dirasakannya bersamaan telah sukses membuat matanya terbalik puas. Tenaganya telah terkuras habis oleh pergumulannya dengan si pemuda bermarga Namikaze tersebut , kini ia hanya bisa pasrah menerima sodokan demi sodokan yang terus menggempur kewanitaannya. Suara gaduh dari tumbukan antara pantat sintal dan tembok tersebut menyertai ke-hot-an malam itu. Mengalun seirama dengan suara desahan yang semakin mengeras diakhir.
Dan disamping itu...
Seorang pemuda bersurai raven kebiruan nampak tengah menutup penuh seluruh kepalanya dengan bantal. Mencoba menghalau segala suara pengganggu yang mengusik ketenangan tidurnya malam itu. Tembok disampingnya tak henti-hentinya bergaung, suara desahan basah dan segala dirty talk yang begitu menyakiti telinganya harus ia telan dalam kepasrahan.
Lagi dan Lagi. Dirinya hanya bisa berusaha mengalihkan pikirannya sambari berdoa semoga semuanya cepat berakhir dan dunianya akan kembali damai sentosa.
Ia mengganti posisi tidurnya dengan tengkurap, berharap suara-suara heboh tersebut akan lenyap dan dirinya bisa segera terbang kealam mimpi. Oh, God! Demi apapun dirinya harus segera tidur jika tak mau terlambat di mata kuliah paginya esok hari.
"Ahhh.. Naruuuuhh... Yess~ feel so good, baby... Ahhhh ",
Damn! 4 siku dipelipisnya berkedut riang gembira, pemuda berkulit pucat tersebut memaki didalam hati, meski mencoba untuk tidur seperti apapun dirinya tak akan pernah bisa terpejam jika suara-suara menjijikan tersebut masihlah heboh terdengar. Ia meruntuki segala kesialannya dan menyumpahi seorang pemuda yang menjadi biang dari segala kemalangannya itu. Demi apapun yang ada didunia dan alam semesta, dirinya bersumpah akan selalu menempatkan nama Namikaze Naruto sebagai daftar pertama sesuatu yang dibencinya selama-lamanya.
OOOOOOOOOO
LOVE
Disclaimer : MK Sensei of course
Pair. : NARUTO , SASUKE
Genre. : Romance, Drama, etc
Rate. : M
Warn. : YAOI. Smut. OOC.
Alur gaje. Typo everywhere
RnR please! Enjoy!
Mo-Myo-Za.
OOOOOOOOO
Uchiha Sasuke, mahasiswa tingkat tiga fakultas pertanian Universitas Konoha tersebut melangkahkan kaki jenjang berbalut jeans birunya dengan langkah gontai. Kantung mata samar tercetak di kulit wajahnya yang pucat.
Sakit kepala yang ia derita semakin menjadi saja sejak semalam. Sasuke sudah meminum aspirin setelah sarapan pagi tadi namun rasa sakit dikepalanya itu tak juga mau menyingkir.
Ia melangkah gontai menuju perpustakaan. Beberapa tugas yang di berikan dosennya akan mulai menumpuk jika ia tak segera mencicilnya. Sasuke mengambil duduk tepat di samping jendela, tempat favoritnya untuk mengerjakan tugas ataupun untuk sekedar membaca. Ia mengeluarkan laptop, buku dan beberapa literatur yang sudah ia buat sebelumnya. Tak lupa kaca mata berbingkai tipis yang selalu menemaninya menggarap tugas tersandar manis di hidung mancungnya.
.
.
.
Setelah 2jam lebih berkutat dengan leptop unyunya(?) Sasuke mulai merasa penat. Ia melepas kaca matanya dan bersandar sebentar untuk menghilangkan pegal dipunggungnya.
Sejujurnya, Sasuke merasa teramat lelah. Ia lelah karena jam tidurnya tersita dan ia lelah karena harus terus menerus mengalah. Inginnya berontak tapi tak berdaya maunya mengeluh tapi pada siapa. Lagipula mengeluh bukanlah sikap yang mencerminkan ke-Uchiha-an.
Tetapi.. Jika ini diteruskan mungkin ia akan menggila suatu hari nanti.., atau mungkin juga akan melarikan diri dari Konoha dan kembali ke Suna. Atau mungkin juga ia akan berhenti kuliah dan memilih fokus bekerja.
Tidak!. Sasuke menggeleng lemah. Ia tidak bisa menyerah seperti ini. Ia tak bisa kembali dan meninggalkan bangku kuliah yang sudah diperjuangkan olehnya dan kakaknya begitu saja. Ia bukanlah dari keluarga berada yang bisa keluar masuk universitas lain seenak jidatnya. Lagipula Sasuke tak setega itu membuat anikinya khawatir dan memasang raut muka sedih. Itachi -kakaknya- sudah berjuang selama ini demi pendidikannya sekarang. Dan Sasuke tak mungkin mengecewakan keluarga terakhir yang ia punya.
Sasuke menghela nafas panjang. Iris obsidian nya memandang jauh keluar jendela, mengamati awan yang berarak beriringan dan beberapa kawanan burung yang terbang kearah selatan.
Ingatannya kembali berputar pada kejadian 2bulan yang lalu. Dimana segala kesialan dalam hidupnya berawal.
.
.
Asrama yang selama ini ditinggal Sasuke mendadak melakukan renovasi total. Seluruh penghuninya terpaksa diungsikan ke asrama lainnya dibagian selatan. Satu kamar akan ditempati 2 orang mahasiswa dan itu artinya dirinya akan mendapatkan teman sekamar untuk pertama kalinya.
Jujur awalnya itu tidak terlalu menjadi masalah bagi Sasuke. Toh ruang kamar di asrama tersebut memiliki 2 bilik tertutup yang bisa digunakan gunakan oleh masing-masing penghuni. Sasuke tak perlu takut privasinya terganggu dan lagipula dirinya termasuk dalam kategori orang yang tak mau mencampuri urusan orang lain selain dari urusannya sendiri. Ia akan menghabiskan harinya untuk belajar dan bekerja part time, tak akan ada waktu baginya untuk mengurusi hal-hal diluar wewenangnya, Sasuke hanya perlu fokus belajar dan segera lulus dengan nilai sempurna.
Harusnya seperti itu...
Harusnya semua akan berjalan seperti dugaannya...
Oh ayolah... Harusnya memang seperti itu kan...
Tetapi...
Kenyataannya tak semanis dugaannya...
"Hei, kau pasti Sasuke kan?! Aku Namikaze Naruto, kita akan jadi roommate setelah ini. Ku harap kita bisa jadi teman ya, ttebayo!",
Suara cempreng dan sok akrab itu adalah lagu awal kemalangannya. Sasuke masih mengingatnya dengan betul, bagaimana cengiran bodoh dari pemuda tan itu menyambut kehadirannya.
Saat itu Sasuke cuma bisa ber-Hnn ria menimpali sambutannya. Jujur saja, ia sedikit terkejut saat tau siapa yang akan menjadi teman sekamarnya.
Namikaze Naruto, mahasiswa tingkat 3 jurusan bisnis&management. Tampan, playboy dan kaya raya. 3 hal itu yang bisa menggambarkan sosok sang roommate nya dengan gamblang. Siapa tak kenal putra tunggal keluarga Namikaze yang tersohor seantero Jepang itu? Semua orang mengenalnya dan semua gadis menggilainya.
Jika dalam cerita dongeng mungkin sosoknya bisa digambarkan sebagai pangeran berkuda putih dari negeri antaberantah, tapi sayang sekali kelakuan pemuda bersurai keemasan itu bertolak belakang dengan penggambarannya.
Namikaze Naruto adalah seorang playboy kelas kakap!
Tolong digaris bawahi hal itu!
Hobinya berganti-ganti pasangan, berkencan dengan berbagai jenis wanita, meniduri mereka lalu berganti pada wanita yang lainnya. Oh, man! Kelakuannya tak ubahnya seperti virgin killer dimata Sasuke!
Pergi ke club malam, mabuk-mabukan, balapan liar dan sex bebas sudah seperti nafas bagi nya.
Namikaze Naruto benar-benar jenis manusia yang harus dijauhi dalam jurnal pribadi Sasuke.
Awalnya, semua tercium baik-baik saja. Kuliahnya baik, pekerjaannya baik, tidurnya baik. Semuanya terdengar baik-baik saja. Tak ada yang berubah dari hidupnya meski sekamar dengan sang donjuan.
Meski terkadang Naruto berisik, jorok, berantakan, dan menyebalkan. Tetapi Sasuke cukup bisa menghendel emosinya. Ya, Cukup tersenyum tipis, acuhkan dan tinggalkan maka hidupnya akan mulus sampai hari kelulusan tiba.
Namun tidak akan disebut sebuah kemalangan jika terus-terusan berjalan mulus bukan?
Naruto mulai bertingkah..,
Awalnya hanya sedikit mengusik dengan kegaduhan dini hari saat Naruto baru saja kembali dari club malam dalam keadaan mabuk berat.
Esoknya, Sasuke akan mendapati seisi kamar berbau menyengat dengan sosok Naruto yang terkapar sembarangan.
Lalu saat ia kembali ke asrama setelah pulang bekerja, Sasuke akan melihat setumpuk pakaian kotor dengan bekas jackpot dan hal-hal menjijikan lainnya *IYKWIM* yang berhamburan di area loundry.
OK. Sasuke masih cukup bisa bersabar.
Acuhkan, tinggalkan maka semua akan beres.
Baiklah, Sasuke sudah expert dalam hal kesabaran.
Terkadang terbersit pemikiran mengapa sampai pemuda kaya raya seperti Naruto sampai tinggal di asrama sederhana seperti ini. Kadang Sasuke begitu tak habis pikir. Kekayaan keluarga Namikaze pastilah mampu memberikan Naruto tempat tinggal yang jauh lebih layak bahkan mewah tentunya. Harusnya si tuan muda tinggal di rumah yang luasnya tak wajar dengan sederet pelayan yang siap melayani 24jam, bukankah itu yang betul? Lalu kenapa?
Baiklah, jawabannya mungkin akan menjadi kemalangan Sasuke selanjutnya.
Naruto semakin menjadi..,
Hampir setiap malam ia membawa pulang seorang wanita tak lebih hanya untuk sex.
Damn! Salahkan peraturan asrama yang kelewat bebas sehingga membuat rubah mesum seperti Naruto dapat melenggang bebas membawa wanitanya kembali ke asrama.
OK. Sesuke masih bisa bersabar.
Acuhkan, Tinggalkan maka semua akan beres.
Setiap malam ia harus mengelus dada dan menyumpal telinganya dari suara-suara laknat yang berasal dari kamar yang hanya berbatasan oleh tembok tipis dengan kamar miliknya.
Sepanjang malam, Sasuke hampir terjaga penuh karena tak bisa tidur dengan nyenyak. Suara desahan, teriakan dan gedebukan(? Bahasa apa ini, thor?) Senantiasa mengiringi malam-malamnya. Entah sex macam apa yang dilakukan si dobe mesum itu, yang jelas Sasuke amat sangat merasa terganggu.
Ia jadi sulit tidur dan sulit berkonsentrasi saat dirinya hendak belajar. Bukannya apa, selain karena suara jeritan wanita-wanita jalang itu begitu memekakan telinga, disatu sisi Oh, man! Sasuke masihlah pria normal yang bisa Hard jika mendengar suara desahan dan teriakan seperti yang digambarkan diatas.
Ini sangat menyiksa, jika kau tahu apa maksud ku.
Uchiha Sasuke bukanlah tipe mahasiswa nerd yang tidak laku. Ia tampan, pintar dan kesayangan para dosen. Tentu banyak mahasiswi yang mengejarnya; bahkan di kedai kopi tempatnya bekerja, Sasuke adalah daya tarik utama pengunjung wanitanya.
Jadi masih menganggap Sasuke nerd aneh yang suka mastrubasi dengan melihat figur anime ataupun meniduri bantal animasi?
Jangan bodoh! Sasuke 100% mewarisi ketampanan klan Uchiha seperti anikinya. Jika mau, sebenarnya bisa saja Sasuke pergi bersenang-senang, konpa, karaoke, mencari kekasih atau mungkin hanya sekedar partner sex semalam saja. Itu bisa saja. Tetapi bagi Sasuke itu bukanlah hal yang utama.
Sasuke harus belajar dengan giat agar lulus dengan predikat yang membanggakan. Segera bekerja pada bidang yang sama seperti yang ditekuni sang aniki kemudian barulah ia akan memikirkan tentang itu semua.
Semenjak kematian kedua orang tuanya karena kecelakaan 7tahun silam, Uchiha Itachi sebagai putera sulunglah yang menjadi wali Sasuke. Setelah lulus dan bekerja. Itachi seorang diri membiayai pendidikan Sasuke. Mengasuh sang adik seorang diri dan tentunya menjamin seluruh kebutuhannya.
Sasuke sangat menghormati anikinya, karena itulah Sasuke tak ingin membuat Itachi kecewa dalam hal apapun. Meski kadang anikinya itu lebay dan sedikit eror tapi itu tak akan merubah kenyataan jika Sasuke menyayanginya sebagai keluarga.
.
.
Drrttt... Drrrttt... Drrrtttz...
Getaran di kantung celana jeansnya, membuyarkan seluruh lamunan Sasuke. Pemuda bersurai raven tersebut mengerjap pelan kemudian segera mengambil smartphone hitamnya dari dalam saku.
"Sudah waktunya pergi bekerja, aku terlalu lama melamun huh...", desahnya pelan.
Sasuke segera membereskan barang-barangnya yang masih tercecer diatas meja, tak lupa me-log out laptopnya kemudian melenggang pergi dari kursinya dengan langkah cepat.
Sasuke sama sekali tak menyangka jika dengan memikirkan tentang pemuda dobe itu saja bisa dengan cepat meyita waktunya seperti ini. Sungguh tidak berguna.
Aku tak akan pernah melakukan hal sia-sia seperti ini lagi, Sasuke bersumpah dalam hati.
.
.
.
.
.
.
.
Arloji dipergelangan tangan kirinya telah menunjukkan pukul 11 malam, Sasuke sedikit mempercepat langkahnya karena hawa dingin bulan November yang mulai terasa menusuk tulang.
Hari ini seorang kawan kerjanya berhalangan masuk, jadilah Sasuke mengambil jam lembur untuk menutupi kekurangan pekerja tersebut. Ini sudah biasa, justru kadang dirinya bersyukur karena bulan depan bisa mendapat upah lebih dari biasanya. Sasuke mempererat syal rajutan biru dilehernya, ia benci dingin dan segala sesuatu yang membuat kulit pucatnya semakin memucat.
.
.
Sasuke baru saja membuka coat tebalnya begitu tiba di asrama saat ia berpapasan dengan seorang wanita bersurai hitam di Genkan. Parfum wanita tersebut begitu menyengat, membuat dirinya sedikit mual dan mengernyit tak suka. Lagi-lagi si dobe mesum itu membawa pulang gadis jalang ke asrama. Sialan!
Onix Sasuke tak sengaja bertemu tatap dengan iris bersoftlense tersebut, wanita itu nampak sedikit terkejut namun kemudian tersenyum menggoda. Sasuke mengacuhkannya. Sayang sekali sang Uchiha muda sama sekali tak berminat padanya. Wanita itu membuang muka, berjalan melewati Sasuke, membuka pintu lalu menutupnya keras.
Sasuke mendengus, merasa lucu dengan tindakan konyol si wanita. Ia memutuskan untuk segera mandi lalu tidur, punggungnya mulai terasa kebas karena kelelahan. Sasuke melihat lampu diruang makan menyala dan itu tidak seperti biasanya. Ia berjalan kearah dapur, sedikit ingin memastikan siapa yang berada disana dan jujur saja Sasuke sedikit terkejut saat melihat roommate nya itu tengah termenung didepan balkon seorang diri seperti itu.
Sasuke enggan menyapa, karena itu ia menaruh belanjaannya yang dibawanya dari tempat kerja dengan suara Duuk yang cukup keras hingga membuat pemuda tan itu menoleh.
"Okaeri, Sasuke. Tumben kau pulang larut?", sapanya dengan cengiran lima jari andalannya.
"Hnn..", Sasuke menyahut singkat. Jemari pucatnya mulai membongkar isi tas plastiknya. Menaruh bungkusan spagetti instan, tomat dan beberap bahan lainnya keatas meja.
Naruto berjalan mendekat sedikit tertarik dengan apa yang dilakukan Sasuke didapur. Iris shapirenya berkilat saat melihat bungkus spagetti tergeletak disana.
"Kau sedang buat apa, teme? Huua,, sepertinya lezat, ttebayo", kekehnya riang.
Sasuke mendengus tak suka. Ia tak bicara apapun, hanya fokus pada masakannya saja.
Dan seakan mengerti Sasuke tak ingin didekati, Naruto hanya tersenyum sekilas, berjalan menuju lemari es, mengambil sekaleng bir kemudian kembali menuju balkon.
Sasuke bukannya tak tahu, ia mengamati gerak-gerik pemuda tan itu dari sudut mata kelamnya.
Ini aneh.
Tak biasanya Naruto bersikap demikian dan bukan berarti Sasuke ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada roommatenya tersebut.
Tak ada kebisingan.
Tak ada wanita.
Dan tak ada apapun yang mengganggunya.
Ok baiklah, ini mulai tidak normal.
Sasuke segera menyelesaikan masakannya. Entahlah, rasanya tak tenang melihat pemuda tan tersebut jadi sependiam itu. Salahkan ajaran luhur klan Uchiha yang selalu mengingatkan Sasuke agar berbuat baik dengan sesama.
Dan dengan langkah berat setelah menyelesaikan masakannya, Sasuke berjalan menuju balkon. Mengambil tempat tepat disamping sang blonde sambil mendongak menatap langit malam yang tak berbintang.
"Tumben kau tak membawa pulang gadis mu? Sudah bosan eh?", tanya Sasuke basa-basi.
Naruto yang sedikit terkejut dengan kedatangan sang raven disisinya hanya tersenyum simpul.
"Ya.. Mungkin seperti itu...", jawabnya mengambang.
Naruto mengambil sebatang rokok kemudian menyalakannya, ia menoleh saat menyadari Sasuke memperhatikannya. "Keberatan jika aku merokok, teme?",
Sasuke menggeleng. Ia mendengus saat melihat Naruto terkikik pelan. "Harusnya kau tanyakan itu dari awal, baka!",
Hening.
Tidak ada percakapan yang terjadi.
Sasuke melirik sekilas, mencoba mengamati bagaimana raut wajah si bodoh disebelahnya. Perhatian Sasuke mulai berbelok kearah tumpukan bungkus plastik snack, roti dan berkaleng-kaleng bir yang berserakan di lantai balkon.
Alisnya bertaut "Jangan sampai kau lupa untuk membersihkan sisanya, dobe. Atau sampah mu itu hanya akan menjadi sarang bakteri", ujarnya mengingatkan.
Naruto terkekeh, ia meneguk kaleng birnya nikmat; mencoba meresapi rasa cairan beralkohol yang melewati tenggorokannya.
"Kau itu cerewet sekali ya, teme. Sudah mirip Kaa-san saja. Nanti aku akan bereskan ttebayo", celetuknya.
Sasuke terdiam sejenak, kemudian berucap dengan nada yang aneh. "Ya setidaknya, bersyukurlah kau masih punya ibu, dobe",
Naruto tertegun, ia menelan ludah berat sebelum kembali berucap, "Aku memang punya ibu, teme. Setidaknya itu kata ayahku — ", ucapnnya terhenti.
"Tapi itu dulu...",
Kali ini giliran Sasuke yang tertegun, ia menoleh menatap tepat kearah manik ocean blue yang tengah tersenyum dengan paksa tersebut. Kemudian buru-buru berpaling, entah kenapa dadanya terasa sesak tak ingin berlama-lama beradu kontak dengannya.
"Kau hanya makan itu saja seharian ini?", tanya Sasuke, sedikit heran melihat begitu banyak tumpukan bungkus camilan disana.
Naruto mengangguk pelan, "Ya, aku sedang malas keluar, ttebayo. Jadi aku beli saja cemilan di kombini, lagipula aku tak mahir masak. Kalau aku sampai mengacaukan dapur, bukankah kau akan marah padaku, teme", jawabnya sambil tersenyum lebar.
Sasuke menjitak kepala pirang itu kesal, membuat sang empunya merintih kesakitan dan melontarkan sumpah serapahnya. Sasuke tak memperdulikan ocehan dari si pirang, ia berjalan menuju dapur kemudian kembali lagi dengan 2 piring berisi spagetti.
"Setidaknya kau harus makan yang sehat, apa kerja mu cuma bisa mabuk-mabukan saja, dasar dobe!",
Naruto yang awalnya sibuk mengaduh kesakitan kini memekik girang, ia mencomot piring hijau itu dengan riang gembira.
"Sugoii~ sepertinya lezat ne. Arigatou teme, kau yang terbaik",
Sasuke terdiam, onixnya menatap lekat pemuda pirang yang tengah melahap habis spagetti buatannya itu.
Kadang terasa aneh karena tuan muda sepertinya malah makan dengan sembarang seperti itu. Bukannya dengan uang jajannya saja, harusnya Naruto bisa membeli makanan apapun yang dia suka. Padahal jika saja si pirang itu kembali ke istananya, Sasuke sangat yakin Naruto tak akan pernah kekurangan makanan barang sedetik.
Aneh memang..., tapi sekali lagi itu bukanlah urusannya.
Sasuke baru saja menyantap 3 sendokan spagettinya saat Naruto benar-benar menyikat habis porsi miliknya. Pemuda itu menjilat bibirnya yang belepotan saus dengan wajah puas tiada terkira.
"Masakanmu luar biasa, teme. Kenapa tidak setiap hari saja kau buatkan aku masakan seperti ini, ttebayo", seru Naruto dengan cengiran.
Sasuke mendengus, "Aku bukan pelayanmu, dobe", dan menyantap kembali spagettinya.
"Kalau begitu kau bisa jadi istriku, ttebayo", sindir Naruto dengan seringai jahil.
Sasuke mendencih tak suka mendengar ocehan sang Namikaze. "Aku bukan wanita! Dan seharusnya kau bisa meminta kekasih-kekasih mu itu untuk membuatkannya. Aku pikir mereka akan dengan senang hati melakukan itu atau jika tidak kembali saja ke Istanamu itu, tuan muda", tukas Sasuke mencemooh.
Naruto tertawa pelan kemudian menghisap dalam rokok yang sedari tadi dipegangnya.
"Mereka bukan kekasih ku, teme. Aku hanya sedikit bersenang-senang. Lagipula yang mereka incar hanyalah uang dan wajah ku saja",
Ucap Naruto membela diri. "Jika memang harus meminta, maka mungkin aku akan lebih memilih dirimu untuk melakukannya, teme",
Kedua alis Sasuke bertaut tak suka. "Jangan bodoh!Aku sudah bilang aku bukan pelayanmu dan aku juga bukanlah wanita yang menggilai — ",
Ucapan Sasuke terputus. Naruto tiba-tiba saja menarik tubuh kurusnya mendekat kemudian mematri ke dua onixnya berhadapan dengan sang shapire.
Badump!
Jantung Sasuke berdebar kencang, ia memalingkan wajahnya kesamping sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan sang shapire. Entah mengapa hanya dengan bertatap mata seperti itu dadanya jadi terasa begitu sesak.
"Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan, dobe!", berusaha memberontak, Sasuke bergerak tak tenang. Namun cengkraman Naruto pada lengannya lebih kuat dari yang ia duga.
"Hei, tenanglah", Naruto menyeringai tipis, ia bergerak mendekat mengeliminasi jarak yang ada diantara dirinya dan sang raven. "Kau tahu, teme. Wajah mu itu terlalu cantik untuk ukuran laki-laki. Kau punya kulit putih tanpa celah, bibirmu tipis merekah dan bagaimana bisa seorang laki-laki memiliki bulu mata selentik dirimu, teme",
Nafas Naruto terasa menghangat menyentuh kulitnya. Radar bahaya Sasuke mulai berbunyi, tubuhnya mulai menggigil saat secara sepihak Naruto menempelkan hidungnya diceruk leher Sasuke. Mengendusnya dengan kuat dan intens.
"Do — dobe! Apa yang kau lakukan! Lepass ", suara Sasuke terdengar bergetar.
Sekujur tubuhnya menegang mendapti perlakuan tak biasa dari sejenisnya. Ini buruk, batin Sasuke dalam ketakutan. Ia tak boleh membiarkan Naruto seenaknya saja menyentuh tubuhnya. Tetapi sensasi yang ditimbulkan oleh sang Namikaze begitu tak terbantahkan otaknya.
Sasuke menggigit bibir bawahnya erat, tangannya terkepal dan matanya terpejam.
'Tidak, seharusnya tidak seperti ini...' Ia berteriak dalam hati
Disaat ketakutan mulai menyelimuti otaknya, tiba-tiba Sasuke merasakan tubuh yang tadi menghimpitnya tersebut menjauh. Onix nya mengerjap perlahan, lengannya sudah bebas. Dan dengan tenaga yang tersisa, Sasuke mencoba untuk memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Wajah mu konyol sekali, teme!", Naruto tertawa. "Harusnya aku merekam ekspresimu tadi, benar-benar konyol! Memangnya kau berpikir aku akan melakukan apa?! Jangan bodoh, Uchiha!",
Onix Sasuke membulat sempurna, pemuda didepannya masihlah asik tertawa bahkan sampai menitikan air mata.
Apa ini? Apakah ini cuma lelucon..?
Sasuke bangkit, ia berjalan pergi meninggalkan Naruto yang masih belum juga berhenti tertawa.
Dirinya merasa begitu bodoh saat ini. Tak digubrisnya seruan sang Namikaze yang memanggil-manggil namanya. Sasuke terus berjalan memsuki kamarnya kemudian menutup nya dengan bunyi debaman yang keras.
Tubuhnya merosot dibalik pintu bercat putih tersebut. Kedua lututnya goyah tertekuk menutupi wajahnya. Rahangnya terkatup erat. Tanganya terkepal. Dan Dalam hatinya, Sasuke berucap sumpah ,
'Sampai mati pun aku membencimu, Namikaze Naruto'
.
.
.
.
.
.TBC
HAI, Minna-san! Diriku datang kembali membawa panpik baru neh #eaaa :v
Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk meripiu nya..!
Aku sangat lah menghargai setiap ripiu-an dari minna-san sekalian!
Akhir kata...
Enjoy!
#mo-myo-za
