summary

Lucky Luck, itulah merk benda keberuntungan yang sang kakek berikan kepada Midorima. Bentuknya seperti boneka kelinci, dan tanpa baterai pun ia bisa berbicara dan meramal layaknya paranormal. Namun masalahnya cuma satu; kenapa boneka ini malah ingin mendekatkannya ke seorang gadis pembawa sial?

.

.

Saat ini matahari sedang terik-teriknya menghangatkan Jepang, termasuk bangunan sekolah bertitel Shutoku High yang berada di tengah kawasannya. Saat jam istirahat berlangsung ada beberapa murid melepas syal dan sweater yang sempat mereka pakai, meminum soda dingin di kantin, mengibaskan buku catatan ke wajah, dan tak sedikit yang berlari memasuki perpustakaan yang ber-AC demi mendinginkan diri.

Dan terus terang saja, alasan itulah yang paling dibenci Midorima Shintaro saat melihat ada banyak manusia yang menaungi perpustakaan sekolahnya. Ruang baca yang tersedia di perpustakaan Shutoku tak bisa dibilang luas. Jika diisi puluhan orang yang semuanya belajar dengan diam saja sudah terasa sesak dan berisik, bagaimana kalau dipenuhinya oleh siswa-siswi yang ke sini hanya untuk mengobrol dan tidur?

Pria bertubuh tinggi dan berkacamata itu menghela napas. Dia menutup buku tarot yang sedang ia baca begitu ia sadari ada seorang siswa gendut yang makan di sebelahnya.

Orang-orang menyebalkan ini benar-benar membuatnya muak.

Brak!

Tiba-tiba saja pintu geser perpustakaan dibuka dengan bantingan. Empat junior tingkat satu memasuki perpustakaan, masih dengan seragam olahraga serta sepatu kotornya yang mereka jepit dengan jari.

"Aku tidak menyangka sekolah ini punya AC di perpustakaan."

"Iya, di luar panas. Apalagi tadi habis main futsal."

Midorima berniat melemparkan tatapan sinis, namun sudah ada pria berkacamata lainnya yang mendatangi mereka.

"Hei, di sini perpustakaan, bukan ruang ganti—paling tidak gantilah baju kalian sebelum ke sini."

Pria yang memegang sepatu itu mengernyit kesal. "Memangnya kau siapa? Yang punya perpustakaan ini? Bukan, kan?"

Berhubung mereka seangkatan, tak aneh ada perlawanan yang diberikan oleh anak itu. Otomatis mereka berlima jadi sorotan utama warga perpustakaan dan nyali si Kacamata pun menciut. Tapi saat orang yang sempat marah itu berbalik untuk berjalan mendekati AC, tubuhnya menabrak seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.

Dengan merutuk ia menengadah, tapi suaranya langsung terhenti setelah ia lihat sosok Midorima dengan tatapan terkejut.

"Ini perpustakaan. Ini milik umum, bukan hanya milik kalian. Karena itu keluarlah dan jangan coba-coba buat ulah lagi di sini."

Pria berambut hijau itu sedikit menaikkan dagu sekalipun lawan bicaranya masih lebih pendek dibanding dirinya. Dan tentu saja kian mendesak para juniornya agar mengangguk dan langsung pergi dari perpustakaan secepat mungkin.

.

.

.

LUCKY LUCK

Kurobasu by Tadatoshi Fujimaki

AR—Alternate Reality

Pieree Present...

(Midorima Shintaro—Momoi Satsuki)

.

.

one of five

-ramalan-

.

.

"Eh, eh, itu Midorima-senpai..."

"Iya..." Bisik yang lain. "Tinggi, ya..."

"Coba saja kacamatanya dilepas..."

Itulah rentetan kalimat yang terdengar ketika Midorima berjalan pulang dari sekolah. Mau itu siswa atau siswi, semua orang membicarakannya. Apa mereka tidak tahu kalau telinganya benar-benar terganggu karena ini? Sambil menaikkan kacamata berbingkai hitamnya pria itu terus berjalan. Tak ia hiraukan gadis-gadis yang meliriknya dengan pandangan berbinar.

Ini semua salah klub basket—kadang Midorima menyesali keputusannya yang pernah menjadi anggota sekaligus kapten klub tersebut sejak dirinya naik ke tingkat dua. Keahliannya bermain basket membuat popularitasnya meroket dan eksistensinya semakin gemilang di Shutoku. Tapi sialnya karena itulah semakin banyak gadis-gadis yang menempel seperti benalu. Mau kenalan, minta diajarkan pelajaran ini-itu, ajakan pulang bersama yang tak ada hentinya—permintaan mereka yang muluk-muluk sampai membuat Midorima jengah dan memutuskan langsung hengkang dari klub tersebut.

Ia hanya ingin kembali ke hidupnya yang normal. Ia akan lebih tenang jika siswa-siswi balik menjulukinya sebagai si Horoscope Freak, si Tinggi kacamata atau si Kutu Buku Hijau seperti dulu.

Akhirnya Midorima mencoba memasang earphone—sekalipun tidak ia menyalakan lagu—dan berjalan cepat. Langkahnya yang panjang serta wajahnya yang stoik membantunya melewati orang-orang yang sempat menegur dan mendadahinya tanpa perlu meresponsnya.

Lalu saat ia sampai ke area perumahannya, baru disadarinya bahwa toko barang antik milik keluarganya disinggahi sebuah mobil tua—itu mobil milik kakek.

"Shintarooooo! Rupanya kau sudah besar, ya!"

Suara sang kakek menyambut saat Midorima masuk ke toko. Sang kakek yang memakai kimono biru tua itu mengayunkan botol sake-nya dengan semangat. Di depan kakek—atau lebih tepatnya yang mengisi tempat kasir—ada ibunya yang sedang tertawa kecil melihat pertemuan kakek dan cucunya. Untung toko sedang sepi, kalau tidak mungkin malu adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan raut Midorima saat ini.

Midorima Shintaro yang tidak terlalu suka keramaian pun memilih untuk mengabaikan kakek dan berjalan ke arah tangga. Ia ingin segera masuk ke kamarnya yang di lantai dua. Namun sebelum pria itu pergi ke atas, sang kakek memanggilnya. "Shin-chan, ke sini dulu... kakek punya hadiah!"

"Tidak perlu. Aku sudah bukan anak kecil lagi."

"Tapi kan kau cucu kesayangan kakek..." Gumamnya, mendadak kurang fokus—kelihatannya dia sudah lumayan mabuk. "Kakek kan ke sini hanya enam bulan sekali, masa tidak rindu?"

Mendengar rancauan kakeknya yang menyebalkan, Midorima berniat melanjutkan langkahnya di anak tangga namun kali ini ibunya yang berbicara.

"Shin-chan, ayo turuti kemauan kakekmu dulu..." Tuturnya lembut. Karena tidak bisa melawan, akhirnya Midorima menghampiri mereka dan duduk di sebelah pria berumur tiga perempat abad itu.

"Ini, kakek membelikanmu sesuatu... katanya kau percaya ramalan, kan?" Kakek menyerahkan sebuah kotak paket yang bertuliskan Lucky Luck kepadanya. Midorima mengernyit heran. Kotak yang barusan ia terima bisa terbilang cukup kecil. Panjangnya satu jengkal orang dewasa kalau diukur.

"Itu benda keberuntungan yang limited edition... kakek mendapatkannya tidak secara cuma-cuma loh..." Lalu dengan senyum aneh kedua mata kakek terpejam, badannya miring ke samping lalu pria itu tidur seketika. Midorima yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh cuma bisa menghela napas.

.

.

pi-e-ree—lu-ckylu-ck

.

.

Kotak paket itu Midorima lempar begitu saja ke permukaan meja belajar. Dia menjatuhkan punggungnya ke ranjang dan kemudian memejamkan mata. Sebenarnya ia ingin sekali mandi dan membaca ulang buku tarot yang sempat ia pinjam dari perpustakaan, namun kelihatannya hari ini paket pemberian kakek lebih menarik minatnya.

Benda keberuntungan kan, katanya?

Benar kata kakek, sekalipun tak terlihat dari rupa dan sifatnya, Midorima memang seseorang yang dikenal percaya mitos, ramalan, jimat keberuntungan, dan lain semacamnya. Tak heran dia ambil lagi paket tersebut dan merobek bungkus kertas cokelatnya dengan asal. Dus putih berlogo kelinci imut mendominasi desainnya. Kelinci? Dengan mata mengernyit Midorima lanjut membuka isinya. Ia keluarkan sebuah boneka berwarna pink pudar dan lipatan kertas petunjuk.

Boneka itu berukuran sedang. Tingginya kira-kira lima belas sentimeter. Berbentuk kelinci bertelinga panjang dan beraut imut. Di bagian dadanya tertempel stiker bertuliskan press me.

Sebelum melakukan apa-apa, Midorima membaca kertas petunjuknya. Ternyata boneka ini bisa memberikan ramalan jika kita mengaktifkannya dengan benar. Jadilah ia lepaskan stiker bulat itu dan menekannya dengan ibu jari.

"Aku adalah Lucky Luck: Rabbit." Boneka berwajah imut itu menggerakkan mulut—bahkan seirama dengan suara lembutnya. "Siapa nama Tuan?"

Midorima tidak menjawab. Tapi kelinci itu bersuara lagi.

"Siapa nama Tuan?"

"Aku... Midorima Shintaro."

"Baiklah, aku akan memanggilmu Shin-chan."

Benar-benar seenaknya—persis ibu dan kakek selaku pencetus pertama julukan itu. Midorima jadi curiga boneka ini dikhususkan untuk perempuan. Sebelum membolak-balik boneka itu untuk meneliti di mana sumber suaranya, kini tangan boneka itu bergerak seperti melambai. "Shin-chan, tolong berikan nama untukku..."

"Hm, Lu... cie... bagaimana kalau Luccie?" Kata Midorima, sedikit mencocok-cocokan.

"Namaku Luccie. Salam kenal." Katanya sambil memberikan salam. "Nah, sekarang lepasan aku dulu." Mendadak boneka kelinci itu meronta untuk dilepaskan dari genggaman tangan Midorima. Midorima yang terkejut lantas membuka telapak tangannya cepat-cepat. Luccie pun jatuh telungkup ke lantai.

"Hei, tunggu... apa-apaan ini..."

Midorima menatap horor Luccie yang sedang berusaha berdiri. Dia menengadah dan memberikan senyuman manisnya. "Jatuh dari ketinggian satu meter itu cukup menyakitkan buatku loh. Tolong jangan lakukan itu lagi, ya."

"Kau ini... boneka apa sebenarnya?"

"Aku Luccie, setting-an dari produk Lucky Luck. Aku boneka peramal yang amat canggih."

"Kau... robot?"

"Aku boneka, tapi bisa dibilang seperti itu juga." Katanya. "Apa kamu siap menerima ramalan pertamamu?"

Midorima mengambil boneka itu dan menilik gorden jendela kamarnya yang sudah tertutup—jangan sampai ada orang menemukannya berbicara dengan sebuah boneka. "Apa kau terpercaya?"

"Tentu."

"Kalau begitu coba kau mulai ramalanmu."

Luccie mengedip pelan dan terdiam selama beberapa saat. Pada awalnya Midorima lebih dibuat heran oleh boneka aneh ini. Dia bergerak dan berkomunikasi layaknya manusia. Dia mengaku robot tapi tubuhnya lembek saat ditekan. Kurang membingungan apa lagi coba?

"Ramalanmu..."

Perkataan Luccie membuat Midorima menatap mata bulatnya.

"Peruntunganmu bulan ini: buruk—buruk sekali. Sepertinya bulan ini kau akan mengalami banyak cobaan yang melelahkan." Katanya. "Tapi jangan khawatir, karena ada sesuatu yang dapat membuatmu kembali beruntung."

"Sesuatu yang seperti apa? Benda?"

"Ya. Yang utama adalah aku, selaku lucky item-mu pada bulan ini. Lalu yang kedua adalah seorang gadis. Dia akan membuatmu beruntung."

Midorima mengernyitkan mata. Sepertinya ramalan yang dia ucapkan sedikit tak masuk akal. Mana bisa dia dekat dengan manusia berisik seperti perempuan?

"Kau tidak percaya padaku, ya?"

Midorima meletakkan Luccie di meja dan dia bersedekap bimbang. "Mungkin." Ucapnya. "Apa kau bisa deskripsikan gadis keberuntungan yang kau maksud itu?"

"Rambutnya seperti susu stroberi. Dia juga bersekolah di tempat yang sama denganmu."

Midorima memejamkan mata sambil menekan-nekan pangkal hidungnya.

Pilihan yang sulit; haruskah ia percaya pada boneka peramal ini?

.

.

pi-e-ree—lu-cky—lu-ck

.

.

Suara uwabaki putih yang dipakai seorang siswi mengetuk pelan lantai koridor Shutoku High. Dengan riang gadis itu menggeser pintu kelas 10-1 dan berhenti secara mendadak.

"Ohayou, minna!"

Furihata Kouki, teman sekelas yang berada tepat di belakangnya tersentak dan refleks mundur. Namun gerakannya yang cepat itu tau-tau menabrak seorang siswi yang sedang berjalan dengan memegang pot, sehingga dia terjatuh dan pot bunganya pecah berhamburan di lantai.

"Mo-Momoi-san! Jangan berhenti mendadak di depan pintu!" Furihata panik. Matanya bolak-balik menatap dua gadis yang berada di masing-masing sisinya.

Momoi Satsuki namanya. Gadis berambut merah muda panjang itu menoleh. "Ya Tuhan, kenapa ada pot pecah di sini?"

"Ini gara-gara kau!"

"Kenapa kau menyalahkan orang lain? Jelas-jelas kau yang menabrakku." Sela siswi yang baru berdiri sambil mengusap lututnya yang terbentur.

Furihata berdiri kaku. Sebagai seorang laki-laki dia memang kurang pantas jika menyalahkan Momoi, tapi masalahnya... dia, Momoi Satsuki, gadis beriris fuschia itu memang sudah terkenal dengan gerak-geriknya yang bisa merugikan orang. Percuma dengan wajah cantiknya, percuma dengan senyuman bidadarinya, percuma juga dengan tubuh sempurna di balik seragamnya. Bagaikan kucing hitam berkedok bulu merah muda, kemalangan akan menyertai orang yang berada di dekatnya.

Karena Momoi Satsuki, gadis berambut susu stroberi ini, adalah seorang gadis pembawa sial.

.

.

see you

.

.

my note

Hei, aku pendatang baru di fandom KnB. Salam kenal. Berhubung aku cuma nonton Kurobas sampai beberapa eps, mohon maklum kalau ada yang salah atau kurang pas di fict ini. Segala kritikan mengenai karakterisasi dan penempatan tokoh akan kuterima dengan senang hati. Terima kasih.

.

.

Warm regards,

Pieree...