Taehyung & CO. [REMAKE NOVEL]

Desclaimer : seluruh cast milik Tuhan, Orang tua, dan agensi.

Lockwood&Co. milik Jonathan Stroud

Friendship, Mysteri, and Horror.

Friendship VminKook with little bit vkook bl.

Typo(s), EYD, Etc.

.

.

.

Kim Taehyung as Anthony Lockwood

Park Jimin as George Cubins

Jeon Jungkook as Lucy Carlyle

.

.

.

Summary:

Selama lima puluh tahun lebih, wabah hantu menyerang Korea Selatan.

.

Jeon Jungkook, penyelidik paranormal yang masih muda, menginginkan karier cemerlang. Namun, kenyataannya ia malah bergabung dengan agensi pembasmi hantu paling kecil dan kumuh di ibu kota Korea Selatan. Di pimpin oleh Kim Taehyung yang karismatis serta misterius.

.

Ketika salah satu kasus mereka berakhir dengan kekacauan fatal, Taehyung & Co. Memiliki peluang untuk memperbaiki keadaan. Namun sayangnya, itu berarti mereka harus menginap di rumah paling berhantu di korea selatan.


Prologue

.

.

Beberapa orang percaya bahwa masalah selalu berada di sekitar kami. Hantu bukanlah sesuatu yang baru, kata mereka, dan sejak dulu selalu bertabiat sama, kehidupan kami terbiasa berdampingan dengan entitas gaib tersebut. Misalnya─ada kisah yang diceritakan penulis Romawi, Pliny─hampir dua ribu tahun yang lalu, kisah cendikiawan yang membeli rumah di Athena. Rumah tersebut dijual sangat murah, dan segera saja diketahui bahwa rumah tersebut berhantu.

Di malam pertamanya, sang cendikiawan dihampiri Spectre seorang lelaki tua kurus yang dirantai─si pengunjung dipanggilnya─namun alih-alih kabur ketakutan, si cendikiawan malah mengikuti si hantu ke pekarangan, tempat ia melihat si hantu lenyap ke dalam tanah. Hari berikutnya si cendikiawan menyuruh para pelayannya menggali lokasi tersebut. Benar saja, mereka menemukan kerangka yang diborgol. Borgol tersebut kemudian dilepas dan tulang-tulang itu akhirnya dimakamkan dengan layak, kemudian si hantu menghilang dari rumah. Kisah berakhir. Hantu Tipe Dua Klasik.

Tahun-tahun berikutnya, di negara kami, banyak kasus hantu lain bermunculan. Mula-mula di Gwangju, kemudian perlahan-lahan menyebar ke kota-kota tetangga seperti Jeonju, kota metropolitan Daejoon, wilayah Gyeosangnam-do, hingga merembet ke kota pusat, Seoul. Dan kini menjalar hingga ke seluruh pelosok Korea Selatan. Berkembanglah situasi panik yang makin melebar.

Terjadi kerusuhan dan demonstrasi; gereja-gereja dan tempat peribadatan menjadi populer karena orang-orang berusaha menyelamatkan jiwa mereka. Tidak lama kemudian Namjoon dan Seokjin mendirikan agensi-agensi psikis untuk memenuhi permintaan, memberi jalan bagi banyak agensi saingan yang lebih kecil. Akhirnya, pemerintah sendiri turun tangan, menetapkan jam malam dan memerintahkan produksi lentera-lentera di kota-kota besar.

Tapi tentu saja tidak ada satupun di antara tindakan-tindakan itu yang benar-benar dapat memecahkan masalah. Hal terbaik yang bisa dikatakan─sementara waktu berjalan─adalah seluruh negeri mulai terbiasa hidup dalam kenyataan baru. Penduduk dewasa menundukkan kepala, memastikan rumah mereka penuh besi, dan membiarkan agensi-agensi menangani ancaman supernatural. Sebagai akibatnya, agensi-agensi mencari operatif─pekerja─terbaik. Dan karena sensitivitas psikis ekstrem hampir selalu didapatkan dalam usia yang tergolong muda, itu artinya seluruh generasi remaja sepertiku mendapati diri mereka selalu ditempatkan di garis depan.

.

Aku terlahir dengan nama Jeon Jungkook pada dekade ke-4 sejak masalah dimulai, di mana ketika wabah sudah menyebar luas ke seluruh negara kami, sehingga kota-kota terkecil sekali pun memiliki lentera-hantu dan semua desa memiliki lonceng peringatan. Ayahku adalah seorang portir stasiun kereta di sebuah kota kecil Korea Selatan, tempat di mana banyak rumah beratap miring dan tembok batu yang bergerumul di antara perbukitan hijau.

Dia seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit putih. Punggungnya lebar, dan berotot. Napasnya berbau tajam bir cokelat, dan tangannya keras serta tangkas menghukum anak-anaknya yang berani mengganggu kegemarannya akan keheningan dan ketidakpedulian.

Seandainya dia pernah menyebut namaku pun─aku bahkan sama sekali tidak ingat─dia tidak pernah mengakrabkan diri dengan kami dan selalu saja berlaku sewenang-wenang. Setelah dia jatuh tertabrak kereta ketika usiaku tujuh tahun, satu-satunya emosiku hanyalah rasa takut bahwa kami belum selesai berurusan dengannya. Saat kecelakaan itu terjadi, regulasi baru pemerintah tentang kematian mendadak dipatuhi sepenuh hati.

Para pendeta menaburkan besi pada rel tempat kecelakaan terjadi, mereka meletakan koin-koin perak pada mata jenazah, mereka menggantungkan jimat besi di lehernya untuk memutuskan hubungan dengan hantunya. Tindakan pencegahan ini berhasil. Ayahku tidak pernah kembali. Bahkan kalau dia kembali─kata ibuku─dia takkan menyebabkan masalah bagi kami. Dia mungkin hanya akan menghantui pub-pub lokal saja.

Ibuku, seorang wanita yang kurus, bersurai lurus panjang, dan bermimik selalu terlihat jengkel, menjadi tukang cuci di dua penginapan kecil di kota. Kasih sayang yang dimilikinya terhadap kami sebagian besar sudah terkuras ke dalam pekerjaan dan keletihannya, dan dia hampir tidak punya energi untuk mengurus anak-anaknya. Aku anak nomor tiga dan terakhir.

Dia berada di luar rumah sepenjang siang; setelah gelap dia duduk membungkuk di antara asap lavendel, menonton TV tanpa berbicara. Dia jarang memperhatikanku, dan membiarkan diriku di asuh oleh kakak-kakakku. Satu-satunya hal yang membuatnya tertarik tentangku adalah bagaimana suatu hari nanti aku bisa mencari uang sendiri.

Semua orang tahu bahwa ada bakat tertentu yang diturunkan dalam keluargaku. Ibuku pernah melihat hantu semasa muda dulu, sementara dua orang kakakku─Hoseok hyung dan Sungjin hyung─memiliki Daya Lihat yang cukup untuk mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga malam di Haendae-gu─sebelah timur Busan─yang berjarak hampir lima puluh kilometer dari rumah. Namun tidak ada di antara kakak-kakaku yang punya potensi menjadi agen. Dari awal aku memang sudah terlihat berbeda. Hal itu karena aku memiliki tingkat sensitivitas luar biasa terhadap Masalah.

.
.

Suatu hari─ketika usiaku masih sekitar delapan tahun─aku bermain di rawa bersama kakak favoritku, Sungjin Hyung. Bola Sungjin Hyung lenyap di antara ilalang tempat kami bermain dan kami mencarinya lama sekali. Ketika akhirnya kami menemukan bola tersebut, cahaya matahari sudah hampir lenyap. Maka kami menelurusi jalan setapak di tepi sungai ketika lonceng berbunyi dari sebrang ladang-ladang.

Sungjin Hyung dan aku saling berpandangan. Sejak bayi, kami sudah diperingatkan tentang apa yang terjadi jika tetap berada di luar sehabis gelap. Sungjin hyung seperti ingin menangis.

Berbeda denganku, aku adalah anak pemberani, mungil dan berambut gelap serta tidak mudah gentar─meski nyatanya aku adalah anak yang paling muda. "Tidak apa-apa Hyung," Kataku. "Masih sore, jadi mereka masih selemah bayi. Kalau memang ada hantu di sekitar sini, auranya pasti akan berbeda, karena itu aku tidak yakin."

"Bukan cuma itu," Kata Sungjin Hyung. "Tapi Eomma. Dia akan memukulku habis-habisan."

"Yah, dan eomma akan memukuliku juga."

"Aku lebih tua darimu. Dia akan memukuliku lebih keras. Kau bakal baik-baik saja, Kook."

Dalam hati aku meragukan ucapannya. Memang benar bahwa ibu kami bekerja mencuci seprai sembilan jam sehari, dan sebagian besar menggunakan tangan. Aku berpikir, dia pasti mempunyai tenaga yang cukup kuat, satu tamparan darinya maka bokongmu akan bergetar selama seminggu. Itu kenyataan. Kami lantas bergegas dalam kesunyian yang murung.

"Itu Eomma yang memanggil?" Kataku tiba-tiba.

"Apa?"

"Apakah tadi Eomma memanggil kita?"

Sungjin Hyung memandang sekitar dengan alis berkerut.

"Aku tidak dengar apa-apa. Lagipula rumah kita masih berkilo-kilo meter dari sini."

Memang benar. Lagipula, bagiku suara lirih dan kecil yang kudengar bukan berasal dari kota. Aku mengarahkan pandangan jauh ke seberang ladang datar, ke arah sungai yang dari sini tidak kelihatan, mengalir gelap dan dalam di antara perbukitan.

Sulit untuk memastikan, tapi rasanya aku melihat sosok berdiri jauh diantara ilalang di sana, sebentuk noda gelap, bengkok seperti orang-orangan sawah pengusir burung. Sementara aku menatap, sosok itu mulai bergerak─tidak sangat cepat, namun tidak juga sangat lambat─bergerak dalam garis lurus yang kira-kira akan memotong jalan kami didepan sana.

Aku merasa tidak ingin bertemu dengan orang itu, siapapun dia. Aku menyikut Sungjin Hyung main-main. "Ayo kita berlomba Hyung!" kataku. "Ayo! Aku mulai kedinginan."

Maka kami berlari di sepanjang jalan setapak, dan setiap beberapa meter aku melompat untuk memastikan, aku menyadari sosok tidak dikenal itu juga ikut bergegas mengejar kami, melompat dan terpincang-pincang melalui batang-batang ilalang. Namun kami berlari lebih cepat dan tiba di undakan dengan selamat. Dan ketika aku menoleh ke bawah dari pagar yang luas, tidak ada apapun di sana sejauh kelokan sungai, begitu pula dengan suara memanggil kami di antara ilalang.

.

.

Belakangan, ketika bokongku tidak lagi terasa perih, aku bercerita kepada ibuku tentang sosok tersebut, dan dia memberitahuku bahwa di sana ada seorang wanita yang bunuh diri akibat putus cinta, saat ibuku masih anak-anak. Nama wanita itu Jung Na Ra.

Dia berjalan ke tengah-tengah ilalang, membaringkan tubuh di sungai dan menenggelamkan diri. Seperti bisa kau duga, dia menjadi Tipe Dua, hantu penuntut dan sering menimbulkan masalah bagi orang-orang yang pulang semalaman dari lembah.

Insiden-insiden serupa ini menyiratkan bahwa tidak lama lagi Bakat yang kumiliki akan dikenal banyak orang di distrikku. Ibuku menunggu dengan tidak sabar sampai usiaku sembilan tahun, kemudian membawaku bertemu seorang agen di ruang kerjanya dekat alun-alun kota Busan.

Aku datang di waktu yang tepat, karena salah satu operatifnya terbunuh dalam aksi tiga hari sebelumnya. Semua berjalan lancar. Ibuku mendapatkan gaji mingguanku, aku mendapatkan pekerjaan baru, dan agen Bang mendapatkan murid baru.

Majikanku─Bang Sihyuk-─ adalah lelaki yang tidak terlalu tinggi, dia yang memimpin operasi lokal selama lebih dari dua puluh tahun. Penduduk kota Busan memperlakukannya dengan hormat bahkan nyaris memuja, namun tetap saja dia terisolasi dari mereka akibat profesinya. Maka dia mengeluarkan aura gaib misterius. Lelaki itu bertubuh gemuk, berkulit putih, berhidung mancung dan besar, mengenakan setelan hitam pekat agak ketinggalan zaman seperti orang pengurus pemakaman. Dia merokok hampir tanpa henti, menyimpan serpihan besi di sakunya begitu saja, dan jarang berganti pakaian. Rapier-nya kuning akibat noda ektoplasma.

Dalam beberapa bulan aku belajar cara mencampur garam dan magnesium dalam proporsi yang tepat, dan bagaimana cara menebarkan besi sesuai dengan perkiraan kami tentang kekuatan si hantu. Aku menjadi mahir mengepak tas dan memeriksa senter, mengisi lentera dan menguji rantai. Aku memoles rapier. Aku membuat teh dan kopi. Dan saat truk-truk membawa persediaan baru dari Seoul, aku menyortir bom dan wadah-wadah, kemudian menyimpan semuanya di rak-rak kami.

Bang Sihyuk segera mendapati bahwa selain bisa melihat pengunjung dengan lumayan jelas, aku juga dapat mendengar mereka lebih baik dibandingkan semua orang. Sebelum usiaku sepuluh tahun, dalam insiden di Hotel Daeun, aku mendeteksi langkah kaki lembut mengendap-endap pada lorong di belakang kami, maka aku bisa menyelamatkan kami semua dari sentuhan─hantu. Sang agen menghadiahiku dengan kenaikan pangkat cepat. Aku lulus Tingkat Satu dan Dua dalam waktu dua kali lebih cepat, dan pada ulang tahunku yang ke tiga belas aku lulus Tingkat Tiga.

Di hari bersejarah itu aku pulang membawa rapier-ku sendiri, sertifikat resmi berlaminating, dan─yang menurut ibuku lebih penting─gaji bulanan yang lebih besar.

Aku tumbuh menjadi pemuda yang jangkung, bersosok kuat, lebih besar dari yang ku inginkan. Dengan mata besar dengan bola mata yang hitam pekat, alis tebal, hidung mancung, dan gigi kelinci yang kata sebagian orang membuatku terlihat lucu apabila tersenyum. Aku tidak tampan, tapi seperti yang pernah satu kali di ucapkan ibuku, menjadi tampan bukanlah profesiku. Kakiku tangkas, meski tidak mahir menggunakan rapier, dan aku berambisi untuk berkerja sebaik mungkin, aku mengukuti perintah dengan efektif dan bekerja dalam tim dengan baik.

Aku mempunyai harapan tinggi agar segera diberi ujian Tingkat Empat, dengan begitu aku bisa menjadi kepala bagian, mampu memimpin sub-grup sendiri dan membuat keputusan. Pekerjaanku berbahaya namun memuaskan, dan aku pasti sudah cukup puas kalau saja tidak ada satu hal penting.

Kabarnya, Bang Sihyuk dilatih oleh Agen Homme di Seoul. Maka jelas sekali bahwa dia dulu pernah menjadi agen jempolan. Yah, walau sekarang tidak lagi. Tentu saja, seperti orang dewasa yang berlanjut usia pada umumnya, sudah lama fungsi inderanya tumpul dan ia tidak bisa lagi mendeteksi hantu dengan mudah, dia bergantung kepada kami sebagai mata dan telinganya.

Saat tahun-tahun pertamaku di agensi, Bang Sihyuk melakukan pekerjaan semacam ini dengan cukup baik. Namun belakangan, di antara jam-jam panjang yang dihabiskannya menunggu dan mengamati dalam gelap, dia mulai kehilangan nyali. Dia menunggu di belakang saat memeriksa daerah-daerah berhantu, enggan untuk masuk.

Tangannya bergetar, dia merokok tanpa henti; dia meneriakkan perintah dari kejauhan. Dia melonjak jika melihat bayangan. Suatu malam, ketika aku menghampirinya untuk melapor, dia mengira aku sosok pengunjung. Dalam kepanikannya dia mengibaskan rapier, memotong ujung topi petku. Aku selamat hanya karena tangannya yang memegang pedang gemetar hebat.

Tentu saja, kami para agen tahu seperti apa Bang Sihyuk sebenarnya, dan tidak ada di antara kami yang menyukainya. Namun, karena lelaki itu yang membayar gaji kami dan merupakan orang penting di kota kecil kami, maka kami diam saja, dan mempercayai penilaian kami sendiri. Sebenarnya tidak ada hal fatal yang terjadi untuk waktu yang cukup lama, sampai pada suatu malam di wilayah Yonggung-sa.

.

.

Ada rumah penggilingan kincir air di tengah-tengah perjalanan menuju Yonggung-sa yang memiliki reputasi buruk. Pernah terjadi beberapa kecelakaan di sana, satu atau dua kematian; rumah penggiling itu sudah ditutup selama bertahun-tahun.

Sebuah perusahaan perkayaan lokal tertarik untuk menggunakannya sebagai kantor regional, tapi mula-mula mereka menginginkan tempat tersebut diamankan. Mereka mendatangi Bang Sihyuk dan memintanya untuk memeriksa, memastikan tidak ada hal-hal supernatural di sana.

Pintu rumah penggilingan di amankan dengan gembok. Kaca pada panel pintu pecah; papan dipaku kasar pada lubangnya. Kami berkumpul di depan pintu dan memeriksa perlengkapan. Bang Sihyuk, seperti biasanya mencari tempat duduk dan menemukan sebuah tunggul pohon di dekat kami. Dia menyalakan rokok. Kami menggunakan Bakat masing-masing dan aku melapor. Karena hanya aku satu-satunya yang menangkap sesuatu.

"Aku bisa mendengar seseorang tersedu-sedan," kataku. "Sangat samar, tapi lumayan dekat."

"Sedu-sedan macam apa?" Tanya Bang Sihyuk. Dia mengamati kelelawar-kelelawar melesat di atas.

"Seperti anak kecil."

Bang Sihyuk mengangguk samar; dia tidak menatapku. "Amankan ruangan pertama," katanya kepada kami, "lalu periksa lagi."

Kami masuk ke ruang depan, membawa aroma rokok dari luar. Bang Sihyuk tidak ikut masuk. Dia tetap duduk di tunggul, manatap lutut. Dalam barisan rapat, kami kembali menggunakan Bakat.. Aku mendengar sedu-sedan lagi, kali ini lebih jelas.

Kami mematikan senter dan memeriksa sekeliling; dan tidak lama kemudian kami melihat sosok berpendar,meringkuk jauh di ujung lorong yang masuk semakin dalam ke rumah penggilingan. Ketika kami menyalakan senter lagi, lorong nampak kosong.

Aku kembali keluar untuk melaporkan penemuan kami.

"Kang In berkata sosok itu kelihatan seperti anak kecil. Aku tidak bisa melihat detilnya. Sangat samar. Dan dia tidak bergerak."

Bang Sihyuk menjentikan abu ke rumput. "Dia tidak merespon kalian sama sekali? Tidak berusaha menghampiri?"

"Tidak Bang Sihyuk-nim. Anak-anak lain menduga ia Tipe Satu yang lemah, barangkali gema seorang anak yang pernah bekerja di sini dulu sekali."

"Baiklah kalau begitu. Desak dia dengan besi. Kemudian kalian bisa memriksa lokasinya."

"Ne, Bang Sihyuk-nim. Hanya saja.."

"Ada apa Jungkook?"

"Ada.. Sesuatu yang ganjil tentang hal ini. Aku tidak menyukainya."

Ujung rokok menyala merah dalam kegelapan saat Bang Sihyuk menghisapnya cepat. Seperti kebiasaannya akhir-akhir ini, tangan pria itu gemetar; nada suaranya jengkel.

"Tidak menyukainya? Ada anak kecil menangis. Tentu saja kau tidak menyukainya. Kau mendengar hal lain?"

"Tidak."

"Suara lain barang kali? Dari pengunjung lain yang lebih kuat?"

"Tidak.." Dan memang benar. Aku tidak mendengar sesuatu yang berbahaya. Segalanya tentang penampakan ini berabut dan rapuh, menunjukan kelemahan. Suaranya , sosoknya, nyaris tidak terdeketsi. Hanya Roh Bayangan biasa. Kami bisa menyingkirkannya dengan cepat. tapi pada saat yang sama aku tidak mempercayainya. Aku tidak suka cara dia meringkuk sangat rapat dan kecil.

"Apa kata yang lainnya?" Tanya Bang Sihyuk.

"Mereka menduga ini adalah kasus yang mudah Bang Sihyuk-nim. Mereka tidak sabar untuk bertindak. Tapi bagiku rasanya... Salah."

Aku bisa mendengarnya beringsut pada tunggul pohon. Angin mendesir di antara pepohonan. "Aku bisa memerintahkan mereka untuk mundur, Jungkook. Tapi perasaan tidak yakin bukan alasan kuat. Aku butuh sesuatu yang tidak terbantahkan sebagai kepastisan."

"Tidak Bang Sihyuk-nim... Kurasa tidak apa-apa..."aku mendesah bimbang. "Barangkali Anda bisa ikut bersamaku?" aku bertanya. "Anda bisa memberikan opini."

Terjadi keheningan penuh beban. "Lakukan saja tugasmu." Kata Bang Sihyuk.

Anak-anak lain memang sudah tidak sabar. Ketika aku menysul, mereka sudah menjauh di sepanjang lorong, rapier diangkat bom garam dilemparkan. Tidak jauh dari mereka sosok berpendar itu merasakan kehadiran besi. Dia merintih dan mengerut, berkelap-kelip timbul tenggelam seperti sinyal televisi yang buruk. Sosok itu mulai meluncur ke arah pojok loteng.

"Dia bergerak!" kata seseorang.

"Semakin redup!"

"Jangan lengah! Jangan biarkan dia lenyap dari pandangan!"

Kalau titik lenyap sebuah penampakan tidak diamati dengan seksama, menemukan lokasi sumber akan menjadi lebih sulit. Anak-anak bergerak maju lebih cepat. Aku mencabut pedang berusaha menyusul yang lain. Sosok itu sudah sangat samar sekarang, hampir lenyap. Mendadak saja ketakutanku tadi semakin terasa absurd.

Semungil bayi, terus mengerut, hantu itu tersaru-saruk menyedihkan ke sudut lorong, keluar dari jarak pandang. Rekanku sesama agen bergegas mengejar; aku juga mempercepat langkah. Meski demikian aku belum mencapai kelokan lorong ketika pancaran benderang cahaya plasma menyebar pada dinding-dinding di depanku. Terdengar lengkingan besi dan letupan ringan api magnesium. Dalam pancaran cahaya sekilas dari suar aku melihat bayangan raksasa menjulang. Cahaya padam. Kemudian jeritan-jeritan di mulai.

.

Aku memutar kepala menoleh ke belakang lorong menuju ruang depan ke arah pintu yang terbuka. Di kejauhan, di tengah kegelapan, aku melihat titik pendar rokok yang menyala merah.

"Bang Sihyuk-nim!"

Tidak ada jawaban.

"Bang Sihyuk-nim! Kami butuh bantuan!"

Titik api nyala terang saat sang agen menghisap. Tidak ada jawaban. Dia tidak bergerak. Angin menderu di sepanjang koridor dan hampir membuatku terlontar. Dinding-dinding rumah penggilingan bergetar; pintu yang terbuka, terbanting menutup. Aku menyumpah dalam kegelapan. Kemudian aku mengeluarkan wadah dari sabuk, mengangkat rapier tinggi-tinggi , dan berlari ke tikungan lorong menuju jeritan-jeritan.

.

Dalam Penyelidikan, Bang Sihyuk dikritik habis-habisan oleh kerabat para agen yang tewas dan ada kabar bahwa dia akan di bawa ke pengadilan, tapi itu tidak pernah terjadi. Bang Sihyuk berargumen bahwa dia bertindak sesuai dengan informasi yang ku berikan tentang kekuatan si hantu. Dia mengatakan tidak pernah mendengar seruanku meminta bantuan, atau suara apapun dari penggilingan, sampai akhirnya aku memecahkan jendela lantai atas dan terjun terguling ke atap menuju tempat aman. Dia tidak mendengar jeritan sama sekali.

Saat bersaksi, aku berusaha menjabarkan perasaan tidak enak yang waktu itu ku alami, tapi realitasnya aku dipaksa mengakui bahwa aku tidak mendeteksi sesuatu yang konkret. Sang penyidik, dalam konklusi yang dibuatnya, berkata bahwa sayang sekali laporanku tidak cukup akurat mengenai kekuatan si pengunjung.

Jika aku lebih akurat, barangkali akan ada banyak nyawa yang terselamatkan. Keputusan finalnya adalah kematian disebabkan akibat kecelakaan yang biasa terjadi dalam situasi semacam itu. kerabat para agen mendapat uang konpensasi dari dana pembiayaan Homme dan plakat-plakat kecil dipasang di alun-alun kota sebagai kenang-kenangan akan putra putri mereka. Rumah penggilingan di runtuhkan, dan garam ditebarkan di lokasinya.

Tidak lama sesudahnya, Bang Sihyuk kembali bekerja. Orang-orang beranggapan bahwa, setelah masa istirahat pendek sebagai wujud pemulihan diri dari insiden itu berlalu, aku akan dengan senang hati kembali lagi bekerja dengannya. Namun bukan seperti itu yang kurasakan. Aku melakukan hal sebaliknya. Aku menunggu hingga tiga hari untuk menghimpun kekuatan.

Pada hari keempat pagi-pagi sekali, sementara ibu dan kakakku masih tidur, aku mengepak barang-barang ke ransel. Menyematkan rapier di pinggang, dan meninggalkan rumah tanpa pernah berpaling lagi. Meninggalkan Ibu serta Sungjin hyung dan Hoseok hyung. Satu jam kemudian aku sudah berada di dalam kereta menuju Seoul.

.

.

Prolog End.


GLOSARIUM

Agensi : Bisnis yang dikhususkan untuk menahan dan menghancurkan hantu.

Ektoplasma : substansi aneh dan bervariasi yang membentuk hantu.

Lavendel : aroma kuat dan manis, tanaman ini diperkirakan mampu menghalau roh jahat.

Rapier : senjata resmi semua agen investigasi cenayang. Ujung pedang terbuat dari besi kadang-kadang dilapisi perak.

Tipe Satu : kelas hantu yang paling umum, paling lemah, dan paling tidak berbahaya.

Tipe Dua : kelas hantu paling berbahaya yang paling sering ditemui. Tipe Dua lebih kuat daripada Tipe Satu, dan memiliki sejenis kecerdasan residual. Mereka menyadari kehadiran manusia yang masih hidup, dan kadang-kadang berusaha melukai.

Tipe Tiga : kelas hantu paling langka. Di katakan bahwa Tipe Tiga mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup.

Spactre : Hantu tipe dua yang paling sering ditemukan. Spectre selalu memiliki penampakan yang jelas dan detail. Biasanya menggunakan gema visual akurat dari orang yang sudah meninggal. Sebagian besar bersikap netral kepada manusia yang masih hidup. Tetapi meski demikian beberapa Spectre gemar melakukan kekerasan, dan menginginkan kontak dengan manusia.

Phantasm : Hantu tipa dua mana saja yang memiliki sosok ringan, rapuh, dan tembus pandang. Phantasm bisa saja hampir tidak kasatmata, selain garis tubuh yang samar dan beberapa detail berkabut dari wajah fiturnya.

Poltergeist : Jenis kuat dan perusak hantu tipe dua. Poltergeist melepaskan semburan energi supernatural kuat yang mampu mengangkat objek ke udara. Mereka tidak melakukan penampakan

Malaise : Perasaan lunglai dan sedih yang sering dialami ketika sesosok hantu menghampiri. malaise bisa semakin parah atau dapat dikatakan menjadi kuncian-hantu yang berbahaya.

Miasma : atmosfer yang tidak nyaman, sering diiringi rasa dan bau tidak enak.


A/N:

Sekali lagi kami tekankan bahwa ini hanyalah Remake dari Novel terjemahan milik Jonathan Stroud dengan Judul Lockwood & Co. Jalan cerita serta semua kasus yang terjadi di ff ini semuanya sama seperti yang ada di dalam novel . Disini kami hanya mengubah latar tempat, beberapa kalimat-kalimat dan karakter-karakter, serta mengubah beberapa hal untuk di sesuaikan dengan karakter BTS.

Oh ya disini kami pakai Taehyung, Jimin, dan Jungkook sebagai karakter utama. Di cerita aslinya peran Jungkook itu adalah karakter cewek namanya Lucy Carlyle tapi kami gak buat Jungkook jadi cewek disini. Dan ff ini memakai Point Of View Jungkook sampai di akhir cerita nanti.

Berminat untuk membaca kelanjutannya? Kalau iya silahkan tinggalkan review:) Oh ya jangan lupa tulis kritik dan saran kalian, karena kami disini masih pemula, kalau ada kata-kata yang kalian ga paham dan belum tertulis di glosarium juga boleh di tanyakan pada kotak review. Sekiranya cukup itu pesan dari kami. Kami ucapkan terimakasih yang sudah menyempatkan diri untuk membaca chapter prolog ini. Kami usahakan update chapter selanjutnya secepat mungkin jika kalian bener-bener menginginkannya hehe.

Sekian.

Salam hangat.

Laili Kim & Park Sungra.