"Deimon, sebentar lagi anda memasuki Deimon." Aku tersadar dari lamunanku yang aneh, kuambil tasku dan segera menuju pintu keluar kereta bersamaan dengan melambatnya kereta.

Headphone yang kupasang di telingaku menyanyikan sebuah lagu, entah kenapa lagu ini terus-terusan kuputar.

Pintu keluar kereta terbuka, aku dan beberapa penumpang lainnya keluar dari kereta itu, sinar mentari di pagi hari adalah hal pertama yang kuinginkan, tetapi mataharinya dihalangi oleh kabut putih, aku tidak ingin berlama-lama, jadi aku segera berjalan menuju pintu keluar.

Selagi aku berjalan mencari pintu keluar, mungkin aku harus memperkenalkan diriku dulu.

Namaku Taka Honjou, umur 17 tahun, laki-laki, dan aku suka membaca komik (dan novel), aku siswa pindahan dari Teitoku, aku tinggal disini selama setahun atau lebih untuk bersekolah di Deimon, dan entah bagaimana, aku dimasukkan ke sekolah yang namanya tidak terlalu dikenal, aku lupa namanya apa, tapi sepertinya namanya 'Debiru Batou', nama yang aneh.

Aku seorang yang cukup pendiam, setidaknya itulah yang teman-temanku katakan padaku, sebenarnya aku tidak mau bersosialisasi dengan orang yang tidak terlalu kupercaya, dan ayah dan ibuku berkata kalau itu sangat aneh, aku hanya mengangkat bahuku, tapi begini-begini, aku populer dengan wanita, sungguh aneh.

"Hei! Kaukah Taka Honjou?" Seorang laki-laki melambaikan tangannya padaku, dia seorang bapak-bapak yang mungkin dua kali lebih tua dari aku, diakah orang yang akan menjemputku?

"Hei! Namaku Shuuma Kobayakawa." Dia menjabat tanganku, lalu dia membalikkan badannya, dengan dua tangan disamping bibir seakan-akan tangan itu berfungsi sebagai toa, "Hei Sena! Tamu kita sudah datang!"

Seorang perempuan, (Iya! Dia perempuan!) berambut coklat berlari menghampiri ayahnya, satu-satunya kata yang bisa kukatakan adalah… Bagaimana caranya dia bisa sependek ini? Tenang dulu, bukan berarti dia pendek, tapi bagaimana dia bisa lebih pendek dari aku?

"Taka Honjou, kenalkan putriku, Sena Kobayakawa, panggil dia Sena saja." Sena melambaikan tangannya, pipinya sedikit memerah, "K-Konichiwa." Suaranya terdengar seperti orang yang malu-malu.

"Hai, senang bertemu dengan kalian berdua." Aku melambaikan tanganku pelan.

"Hei, kau tidak perlu formal begitu." Shuuma menepuk pundakku, dia mendekatkan mulutnya ke telinga kananku, "Kalau kau berani macam-macam pada anakku, kamu akan kukutuk jadi batu!" Bisiknya dengan tampang yang menakutkan.

Aku menelan ludah, "Nah, bagaimana kalau kita segera pergi dari stasiun ini? Kau pasti lapar kan?"


Jadi ini kota Deimon ya? Aku melihat keluar jendela dan yang kulihat hanyalah sebuah pedesaan yang cukup tenang, kubuka jendela mobil dan kuhirup udara segar, benar-benar alami.

"Hei, kita berhenti dulu di Pom Bensin ya." Shuuma melambatkan mobilnya dan berbelok di pom bensin, "Bensinnya habis." Aku dan Sena mengangguk secara bersamaan, kulihat wajahnya memerah sedikit.

Shuuma keluar dari mobilnya, lalu memanggil petugas pom bensin, "Hei! Isi penuh!" Seorang petugas menoleh dan segera menghampiri dia, napasnya terengah-engah.

"I-Isi penuh! Segera kulakukan!" Petugas ini ternyata seorang perempuan, dia kelihatan tomboy jadi kukira dia laki-laki, aku segera keluar dari mobil dan ingin menjauh sebelum-

"Hei, kau siapa?" Petugas itu segera menyapaku, padahal tadinya aku tidak mau bersosialisasi dengan perempuan lain, lebih baik aku menyapanya balik.

"Taka Honjou, 17 tahun, pindahan dari Teitoku."

"Wow, kamu dari Teitoku? Hebat!" Kulihat mata perempuan itu berbinar-binar memandangku, "Namaku Suzuna Taki, 16 tahun, pindahan dari Hokkaido." Dia menjabat tanganku, "Senang berkenalan."

"I-Iya, senang berkenalan." Aku balas menjabat tangannya, jadi namanya Suzuna?

"Baiklah, kalau kalian mencari aku, aku ada di Smoking Room, sampai nanti." Shuuma segera pergi ke sebuah Smoking Room.

"Su-Suzuna-chan!" Sena keluar dari mobilnya dan menyapa Suzuna.

"Sena? Ah, aku mengerti, kalian berdua sepasang kekasih ya? Fufufu." A-Apa-apaan perempuan ini? Pakai tersenyum nista segala lagi.

"SUZUNA-CHAN!" Sena dengan muka yang semerah tomat memukuli Suzuna dengan pasrah, "Bukan begitu! Dia hanya menetap di rumah kami selama beberapa tahun kok! Hanya itu!" Suzuna tertawa lagi, mungkin aku harus mengingatkan tugasnya?

"Hei! Apa yang terjadi dengan pengisian bensinnya!" Aku mau tidak mau mengingatkan, lebih baik aku membuat si tomboy ini diam saja.

"Ah! Aku lupa!" Dan berlarilah si tomboy itu.


Setelah entah berapa lama, mobil kami berhenti di depan sebuah pagar rumah coklat bertingkat dua, kuambil tasku dan keluar dari mobil, memandangi rumah itu lebih jelas lagi, sepertinya rumah ini sangat enak ditinggali.

"Selamat datang di rumahku, mungkin ini tidak seberapa besar rumahmu, tapi anggap saja rumah sendiri." Shuuma tertawa, sebenarnya ini sudah cukup untukku, ruah terlalu besar membuatmu bisa tersesat.

"Taka-kun, ayo masuk, aku ingin menunjukkan kamarku." Sena menarik lenganku, tunggu, dia bilang apa? Kamarnya!

Kulihat kebelakang, dan Shuuma memandangiku dengan tatapan membunuh, aku menelan ludah lagi, tuhan, tolong jangan bunuh aku sekarang, masih banyak buku yang belum aku baca.


"Tara! Bagaimana Taka-kun ! Kamarku indah kan?" Saat dia membuka pintu, yang kulihat adalah kamar yang lumayan besar yang diisi dengan sebuah meja belajar, sebuah Game Console yang disambungkan ke TV, sebuah lemari pakaian, sebuah tempat tidur, dan sebuah kulkas mini? Wow, kupandangi dinding kamar perempuan ini yang dipenuhi poster-poster game, kulihat ada Final Fantasy VII, Persona 3, Dragon Quest, dan Crash Bandicoot.

"Kamu pasti senang bermain game ya?" Aku tertawa sedikit.

"E-Ehm, a-aku tidak terlalu… Anu… Ehm… Eh…" Sena menggaruk kepalanya, sepertinya dia bingung ingin mengatakan apa, aku tersenyum melihat wajahnya yang malu-malu.

"Bagaimana kalau kita bermain?" Kulihat banyak kaset yang bertebaran di lantai, bingung ingin mengambil apa, aku entah kenapa mengambil sebuah game fighting dan memberikannya ke Sena.

"Kau mau bermain denganku? A-Ano… Ja-Jangan terlalu kasar ya." Sena lalu memasangkan kasetnya ke game console dan sambil menunggu loading, Sena mengambil dua bantal dari dalam lemari dan menaruhnya di lantai, "Silakan duduk."

Aku mengangguk dan melakukan apa yang dia minta, setelah aku duduk, Sena memberikanku sebuah stick console, saat sebuah suara dentingan terdengar, aku mengarahkan kepalaku ke layar TV dan sebuah opening scene mulai diputar.

"Biasanya hanya Suzuna-chan atau Ayah yang mau bermain denganku, tapi ini pertama kalinya aku bermain dengan orang lain." Kupalingkan wajahku ke Sena, kutatap wajahnya yang sedikit memerah, "Ng?" Dia memalingkan wajahnya, "A-Ano, ka-kalau bisa, ja-jangan menatapku Ta-Taka-kun, a-aku malu."

"Ng? Ah, maaf." Aku segera mengarahkan pandanganku ke arah layar, tidak, aku tidak boleh terlalu dekat dengannya, bisa-bisa ayahnya mencincangku.


Sena benar-benar mengerikan, aku di bantai habis-habisan, padahal kukira dia akan mengalah sedikit, itu benar, kau pasti tidak percaya kalau Sena bisa mengalahkanku dalam 10 detik di game itu.

Ah sudahlah, aku sudah bermain dengannya cukup lama, sekarang sudah hampir jam tujuh malam, jadi aku dan Sena segera turun dan pergi ke ruang makan yang menyatu dengan ruang keluarga.

Ruang makan dihiasi sebuah meja makan, beberapa rak, sebuah kompor gas, tempat mencuci piring, sebuah rice cooker, sebuah kulkas, dan alat-alat makan yang susah untuk kujelaskan, sementara ruang tamunya dihiasi sebuah 'Kotatsu' (Meja Hangat), sebuah sofa untuk 3 orang, sebuah TV layar lebar dan lantainya diganti dengan tatami, berbeda dengan ruang makan, yang lantainya terbuat dari kayu.

"Ah, Ayah kemana ya?" Saat kami sampai ke ruang makan, tidak ada orang disitu, kulihat di pintu kulkas ada sebuah catatan kertas, aku cabut dan segera kupanggil Sena, setelah dia menghampiriku, kertas itu lalu mulai kubaca.

Kepada Sena, dan Taka.

Aku pergi karena ada panggilan dari kantor, dikulkas masih ada sisa kare kemarin malam cukup untuk porsi 2 orang, kalau kalian masih belum kenyang, dimeja ada bentou yang barusan kubeli di supermarket, aku mohon kalau makan jangan berantakan, itu sangat susah dibersihkan, kalau aku sampai melihat satu saja nasi yang jatuh, uang jajan kalian akan kukurangi.

Selamat Makan.

TTD: Shuuma Kobayakawa.

PS: Taka, selagi aku tidak ada, jangan berani macam-macam dengan Sena! Kalau sampai aku menjadi seorang kakek, awas kau!

"A-Ayah! Apa maksudnya menjadi kakek sebelum waktunya!" Sena segera mengambil kertas itu dan merobeknya hingga tidak bisa dirobek lagi lalu dibuang ke tong sampah, napasnya yang terengah-engah membuatku bingung setengah mati.

"Um…" Aku berusaha menenangkan Sena.

"Eh? Um… Ng… Ano… A-Akan kupanaskan karenya! Tu-Tunggu sebentar ya!" Dan Sena membuka kulkas, mengambil sepanci penuh kare beku, dan memanaskannya di kompor, aneh, itu makanan kemarin tapi karenya masih penuh.

TING TONG

Bel pintu bordering, aku segera menghampiri pintu dan menggeser pintu masuknya sedikit untuk melihat siapa yang ada di luar, "Siapa ya?" Aku menanyakan orang yang sekarang berdiri di luar, seorang perempuan berambut kuning yang panjang terlihat sekilas, aku segera menutup pintu geser itu dan menghampiri Sena, "Hei, diluar ada yang menunggumu, dia seorang perempuan berambut panjang yang berwarna kuning."

"Tu-Tunggu sebentar!" Sena segera berlari ke pintu depan, kudengar beberapa obrolan dan basa-basi, aku berusaha untuk tidak mendengarnya dan memperhatikan kompornya saja, beberapa menit kemudian, aku bisa merasakan kalau karenya sudah matang, kumatikan kompornya dan kuambil sebuah sendok sup (Kau tahu? Sendok yang buat nyiduk sup? Yang besar itu?) dan mangkok pencicip, kuambil sedikit bagian sup karenya dan kucicip sedikit, Hm… Enak.

"Sudah panas ya?" Sena menghampiriku dengan sebuah kotak bertuliskan "Guns", mungkinkah itu tembakan?

"Ano… Itu isinya pistol ya?" Aku menunjuk ke kotak itu, Sena hanya tertawa kecil.

"Ayahku bekerja di bagian hukum di kota sebelah, jadi untuk berjaga-jaga dia selalu membeli sebuah pistol." Ujarnya panjang lebar, aku mengangguk mengerti, itu memang pekerjaan yang tidak aman, biasanya mereka akan diincar gerombolan mafia atau semacamnya.

"Bagaimana kalau kita makan saja? Sebelum karenya dingin." Sena menepukkan jarinya, "Kau benar! Ayo duduk, akan kusiapkan piring dan mangkoknya!" Sena lalu membuka sebuah rak dan mulai mencari alat-alat makan, aku menghampirinya dan membantunya mencari barang-baran tersebut.


Fuh, aku kenyang, sekarang aku harus tidur, besok hari pertamaku sekolah.

Kubuka pintu kamarku, kamarku ada di lantai dua, tepat disebelah kamar Sena, kamarku dihiasi dengan kardus-kardus tempat barang-barangku disimpan, aku terlalu capek untuk merapikan mereka semua, jadi aku buka kardus dan berharap mendapat futon dan bantal, akan kumulai dari yang paling atas… Yak, dapat.

Aku segera menyingkirkan meja yang ada di tengah-tengah kamar dan segera kugelar futon, setelah itu aku membaringkan tubuhku, kepalaku menatap lampu di langit-langit kamar, menatap lampu itu aku jadi ingat kenapa aku dipindahkan kesini…

Semuanya bermula saat Negara api menyerang, hanya avatar yang bisa menghentikan mereka, saat dunia membutuhkannya, dia menghilang.

"Um… Ayah, aku bertanya asal mula manusia, kenapa jadi seperti itu?" Benar, semuanya terjadi 3 hari yang lalu, saat itu aku menanyakan asal mula manusia, aku terlalu malas melihat di buku jadi aku tanyakan saja pada ayahku.

"Eh? Bukan ya?" Ayahku tertawa terbahak-bahak, ada-ada saja, ah sudahlah, jarang aku melihat ayahku seceria ini, biasanya dia terus-menerus berlatih di lapangan, mungkin seharusnya aku tidak meminta dia menjadi atlet baseball professional di hari ulang tahunku yang ke 7.

"Kalau ayah tidak tahu yasudahlah." Aku tersenyum dan segera pergi ke kamar, tapi sebelum itu, ayahku menepuk pundakku.

"Nak, apakah kamu sudah punya pacar?" Aku menggelengkan kepala, "Kalau begitu kamu aku pindahkan ke kota Deimon selama beberapa tahun sampai kamu mempunyai seorang pacar sekaligus calon istri."

"A-Ayah! Apa-apaan sih!" Aku berbalik dan menatap ayahku di mata, oh tidak, ayahku super serius! "Tidak! Tidak! Aku tidak mau pindah!" Aku meronta, "Ayolah Ayah, bagaimana dengan kehidupanku di Teitoku!"

"Salahmu sendiri tidak punya pacar!" Ayahku segera membalikkan badan, dasar Ayah yang egois! Ah sudahlah, kalau sudah begini mau bagaimana lagi.

KRIIIIIING

"Ngh…" Aku spontan mengambil jam weker itu dan mematikannya, sinar matahari datang melewati jendelaku yang memaksaku untuk bangun, aku menguap dan merentangkan tanganku keatas, sepertinya semalam aku tertidur.

Setelah menguap beberapa kali, kulihat jam wekerku, jam 5 pagi, sepertinya masih lama sebelum aku masuk sekolah, aku segera turun kebawah dengan semua seragam sekolahku, aku segera masuk ke kamar mandi dan mengantung seragamku di gantungan baju, aku segera membuka pakaianku dan-

"Hng?" Kudengar suara perempuan yang familiar, kulihat Sena membuka pintu dan menatapku yang membatu, agar kalian tahu aku sedang apa, aku sedang membuka resleting celanaku dan menampakkan celana dalamku dengan jelas, dan lebih parahnya, aku tidak memakai baju ataupun kaus dalam.

Oh tidak, dia menatapku dengan tatapan setengah mengantuk, "Ng… Bisa tolong keluar? Aku sedang bersiap-siap mandi…" Aku membetulkan celanaku dan menutup resletingnya, Sena membelalakkan matanya dan segera menutup pintunya, "A-Aku minta maaf!" Kudengar napasnya yang terengah-engah diluar.

"I-Iya, aku juga minta maaf!" Sial, ternyata aku lupa mengunci pintunya! Bodohnya diriku ini! Sudahlah, lebih baik aku segera mandi.


"A-Aku minta maaf untuk tadi pagi."

"I-Iya, aku juga."

Sena dan Aku berjalan mendaki sebuah bukit yang tidak terlalu terjal, kami berdua bersekolah di sekolah yang sama, SMA Debiru Batou, Aku tidak berani memandang wajahnya, begitu juga Sena, kami berjalan sampai gerbang sekolah dengan wajah yang memerah.

Dan dimulailah hari pertamaku bersekolah di Kota Deimon, mudah-mudah semua berjalan lancer, aku hanya ingin kembali ke Teitoku lagi, untuk itu aku harus memenangkan hati seorang perempuan, benar-benar melelahkan.

Ah Sudahlah… Lebih baik kunikmati hari-hariku disini…

Kring… Kring…

Ah, itu pasti teleponku, "Halo?"

"Taka! Ayahmu… Ayahmu jatuh sakit!"

"A-APA!"


Jadi bagaimana? Saya berpikir semalam suntuk buat temanya, saya akhirnya menentukan genre Romance aja deh, tapi karena ini fic buat bulan suci, jangan mengharapkan sesuatu seperti ciuman, atau lemon…