Disclaimer Masashi Kishimoto
Tittle Indigo
Cast Uchiha Sasuke & Haruno Sakura
Warning Typo, OOC, Bahasa Non-Baku, Rated-M no LEMON dll
DLDR buat yang gak suka dan silahkan klik BACK. Ingat saya sudah mengingatkan !
Summary :
Apa yang kalian lihat tentang anak indigo di televisi ? hebatkah ? kerenkah ? tapi apakah kalian percaya semua itu ? pernahkah kalian merasa bahwa yang kalian lihat berbeda dengan kenyataan di masyarakat ? kalian bertanya bagaimana aku tahu ? karena aku adalah salah satu dari mereka, anak INDIGO.
Someone POV
Suasana ramai di sekolah swasta yang cukup terkenal di kota Konoha mengawali hariku yang suram untuk kesekian kalinya. Bukan karena cuacanya malah sebaliknya hari ini merupakan hari yang cerah di awal musim semi. Tapi karena mereka menatapku dengan pandangan yang seolah mengatakan bahwa aku adalah sebuah hama yang harus di musnahkan. Hei, apa mereka tak bisa membedakan antara bisikan dan berbicara ? Aku bahkan masih bisa mendengar mereka mulai membicarakanku. Yah walaupun ini sudah sering terjadi, tapi tetap saja aku merasa risih. Tak bisakah mereka membiarkan aku sendiri tanpa ada yang mengganggu. Hah, sudahlah. Akupun menyumpal telingaku menggunakan earphone putih yang tersambung dengan smartphoneku. Aku mendengar lagu rock dengan lumayan keras agar tak mendengar mereka. Wajah datarku terus menghiasi selagi aku melangkahkan kakiku ke dalam kelas XII IPA 1. Yah aku adalah salah satu siswa kelas 12 di Konoha Senior High School atau biasa di sebut KHSI.
Tak butuh berapa lama aku sampai di kelas. Suasana ramai langsung menyambutku sesaat setelah kubuka pintu kelas. Beberapa anak ada yang menghentikan percakapan mereka untuk melihat siapa yang membuka pintu. Dan setelah tau itu aku, mereka langsung menganggap bahwa aku tidak ada dan melanjutkan percakapan mereka yang mungkin sekarang telah berganti topik tentangku. Siapa yang tidak mengenal siswa kelas 12 pembawa sial atau siswa kelas 12 yang seorang titisan penyihir. Hei, bukan salahku bila aku bisa melihat "mereka" yang kalian sebut tidak ada. Bukan salahku pula jika aku terkadang mendapat penglihatan tentang nasib kalian di masa depan. Yah, aku adalah seorang INDIGO. Tapi aku tak pernah sekalipun menyalahkan kemampuanku. Malahan aku bersyukur karena dari sekian ribu juta orang aku di berikan amanah memiliki kekuatan ini. Aku mendapatkan kekuatan ini dari Kaa-sanku. Dia juga Indigo sepertiku, tapi sekarang tidak sehebat dulu. Mungkin karena sudah diwariskan kepadaku.
Bel tanda masuk berbunyi tak lama setelah aku menduduki bangkuku yang terletak di belakang pojok sebelah kanan tepat di samping jendela. Kelasku memang berada di lantai dua gedung sekolah dari tiga lantai. Jadi aku bisa melihat pemandangan di bawah kelasku. Apalagi dibawah adalah lapangan outdoor dimana banyak adik kelas maupun seangkatan bermain sepak bola maupun basket. Terlihat dibawah banyak anak-anak dengan baju beraneka warna dan tas-tas bermerk mereka berlarian masuk kedalam gedung. Sistem sekolahku memang memperbolehkan siswa dan siswinya memakai baju bebas tidak menggunakan seragam tapi tetap sopan dan tidak membuat malu sekolah.
Berbeda dari mereka yang menggunakan pakaian serba berwarna cerah, aku hanya menggunakan pakaian serba hitam. Jins dan kaos serta jaket warna hitam dengan warna putih di bagian tulisan abstrak yang aku bahkan tak bisa membacanya. Dan sneaker yang juga berwarna hitam. Entahlah, aku hanya menyukai warna hitam.
Seperti biasa aku tak terlalu mendengarkan apa yang guru terangkan di depan kelas. Aku termasuk anak yang cerdas, bahkan materi hari ini sudah aku pelajari semua di semester lalu secara otodidak. Aku hanya terfokus dengan pemandangan di luar jendela. Dengan menopangkan dagu di atas tangan kiri, aku meliahat ke arah satu pohon Sakura besar di seberang lapangan bola. Aku melihatnya lagi. Sudah seminggu "dia" selalu muncul di sana seolah sedang menunggu seseorang. Kadang aku melihatnya hanya duduk di sana sampai jam sekolah usai atau seperti sekarang mondar-mandir gelisah sambil meremas kedua tangannya. Hah, menyusahkan. Batinku mendesah. Terkadang aku memang berinteraksi dengan "mereka" hanya sekedar untuk membantu mereka menyelesaikan penyesalan mereka di dunia agar mereka bisa kembali ke nirwana sana dengan tenang. Dan mungkin "dia" juga salah satu dari "mereka"
Tak terasa bel tanda pulang berbunyi dan aku langsung menyampirkan tas punggungku dan melangkahkan kakiku keluar kelas menuju pohon Sakura yang sedari tadi aku pandang. Dengan earphone masih melekat di telinga aku berjalan di tengah siswa-siswi yang mulai berbisik tentangku. Wajah datarku masih melekat erat. Terserahlah, batinku. Sesampainya di pohon Sakura aku melihatnya. Sosok itu berwujud perempuan dengan rambut panjang berwarna pirang emas seperti matahari. Dia masih berdiri di sana menunggu.
Langkahku semakin mendekatinya dan sekarang aku berada tepat di depan sosok itu.
"Kenapa kau tak kembali ke nirwana ?" tanyaku. Sengaja earphone ditelingaku tidak aku lepas untuk menghindari seseorang melihat bahwa aku berbicara sendiri –lagi- walaupun aku sama sekali tak perduli. Perempuan itu melihatku dengan pandangan berbinar senang ? Aku menaikan satu alisku melihatnya, walaupun ini sering terjadi tapi aku tetap tak tahu mengapa sampai segitunya saat aku mengajak mereka berbicara.
"Kau dapat melihatku ? benarkah ?" ucapnya senang dengan senyum cerah di wajah cantiknya. Memang terkadang aku melihat beberapa sosok yang masih enak di pandang seperti perempuan ini walaupun tak jarang sosok mengerikan lebih banyak muncul didepanku. Mungkin karena terbiasa jadi aku menghiraukan mereka dan tetap berwajah datar.
"Hn, kau masih ada penyesalan di dunia sehingga tak bisa kembali ke nirwana." Pernyataanku ini jelas mengagetkan perempuan cantik itu.
"Kau benar. Aku tak bisa kembali sebelum melakukan ini. Maukah kau membantuku ? setidaknya dengan begitu aku bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang." Perempuan itu masih memasang wajah penuh harapnya walaupun bercampur dengan raut cemasnya. Aku memasukan tanganku kedalam saku jaketku menghalau udara dingin meskipun sekarang adalah awal musim semi.
"Katakan penyesalanmu dan aku akan berusaha untuk membantumu." Kataku datar.
"Baiklah, namaku adalah Shion Miko. Aku orang Suna dan ke Konoha untuk bertemu dengan kekasihku di sini. Dia bersekolah di KHSI itu sebabnya aku menunggunya di sini. Tapi di perjalanan, aku mengalami kecelakaan. Bis yang aku naiki bertabrakan dengan sebuah truk di perbatasan Suna-Konoha dan aku tak tahu kenapa aku tak bisa kembali ke nirwana padahal aku sudah ikhlas bahwa aku sudah meninggal." Shion –nama perempuan itu- menjeda perkataannya, raut sedih nampak di wajah cantiknya. Matanya mulai berkaca-kaca dan tak lama liquid bening turun dipipi putih pucatnya.
"Apakah kekasihmu tahu bahwa kau ke Konoha untuk menemuinya ?" tanyaku
"Tidak, aku awalnya ingin memberinya kejutan dengan datang tepat dihari ulang tahunnya. Aku bahkan sengaja tak menghubunginya selama seminggu sebelum aku berangkat ke Konoha." Ucapnya dengan suara serak sehabis menangis.
"Baiklah, sekarang siapa nama kekasihmu ?"
"Dia bernama Temujin," Sontak aku kaget mendengar nama Temujin-sensei. Bagaimana mungkin ? bukankah dia guru sastra Jepang disekolah. Batinku bingung. Sebenarnya dia meninggal tahun berapa.
"Tunggu dulu, memang kau meninggal tahun berapa ?" tanyaku penasaran
"Sekarang tahun 2017 kan ?" tanya Shion tak yakin. Pantas saja, itu sepuluh tahun yang lalu.
"Hn, sekarang tahun 2027 asal kau tahu." Ucapku datar.
"Kau pasti bercanda, bagaimana mungkin sudah 2027 ? aku bahkan merasa baru kemarin aku meninggal." Shion kaget mendengarnya. Bagaimana mungkin sudah 10 tahun.
"Kalau kau tak percaya, silahkan lihat tanggal di smartphoneku." Akupun memperlihatkan tanggal yang tertera di smartphoneku dan menunjukkan bahwa apa yang aku katakan adalah benar. Sekarang sudah tahun 2027 dan artinya dia sudah meninggal selama 10 tahun.
"Tidak mungkin, lalu bagaimana dengan Temujinku." Shion menutup mulutnya menghalau isakan yang mungkin akan keluar jika ia membukanya. Air mata semakin deras mengalir di pipi pucatnya.
"Dia masih hidup dan sekarang dia menjadi sensei di KHSI." Ucapku mencoba untuk membuatnya tenang dan itu sedikit berhasil. Isakannya mulai menghilang tapi air mata masih sedikit mengalir.
"Syukurlah, aku hanya berharap dia bisa bahagia tanpaku." Wajah Shion menunjukkan raut lega. "Apakah kau bisa membantuku ?" lanjutnya setelah isakannya sudah reda.
"Tentu," jawabku mantap. Angin sepoi-sepoi menerbangkan sedikit rambut panjangku dan membuatnya menutupi pandangan.
"Tolong kau ketaman Konoha dan ambilkan kotak yang berada di bawah pohon momiji satu-satunya di sana. Aku membuat tanda di pohon itu dengan mengukirkan anak panah kebawah untuk menunjukkan tempat kotak itu tertanam. Dulu aku mengubur kotak tersebut dengan Temujin dan aku ingin kau mengembalikan kotak tersebut ke Temujin serta katakan juga bahwa aku, Miko Shion akan selalu mencintainya dan kuharap dia bisa bahagia tanpaku." Aku menyanggupi permintaan Shion dengan menganggukan kepalaku sedikit. Dengan senyum yang masih melekat di wajahnya, Shion perlahan menghilang dari hadapanku setelah mengucapkan terima kasih.
Keeseokan harinya aku melakukan apa yang di minta Shion. Tak butuh waktu lama karena memang hanya satu pohon momiji di taman ini. Aku meraba sedikit permukaan pohon tersebut dan menemukan tanda yang Shion maksud. Setelah membongkar tanah dan menemukan kotak kecil di sana, aku langsung melangkah ke arah rumah Temujin-sensei yang dahulu waktu perkenalan pernah ia sebutkan alamatnya.
Tak butuh waktu lama karena memang alamat rumah Temujin-sensei dekat dengan taman Konoha. Aku menekan bel rumah di atas nama keluarga Temujin-sensei. Beberapa menit kemudian gerbang di depanku terbuka dan muncullah Temujin-sensei dengan wajah terkejut karena melihatku.
"Haruno-san ?" tanyanya tak yakin, "Ada apa kau kemari ?" lanjutnya dengan raut penasaran. Aku tak menjawab dan langsung memberikan kotak yang sedari tadi berada di depanku kearahnya. Temujin-sensei terkejut melihat kotak tersebut.
"Bagaimana mungkin ? Kau ?" Temujin-sensei langsung menyambar kotak dan membuka kotak tersebut dan isinya masih sama dengan sepuluh tahun lalu sebelum kecelakaan yang merenggut kekasih hatinya. Foto-foto kenangan meraka dan sebuah gelang couple pertama masih sama sepertu dulu. Dipandanginya lagi murid perempuan di depannya tak percaya.
"Dia bilang, dia akan selalu mencintai anda dan berharap semoga anda bisa bahagia tanpanya." Aku mengatakan apa yang menjadi amanah Shion kemarin. Sontak perkataanku membuat Temujin-sensei berkaca-kaca. Dia melihat kembali benda peninggalan terakhir sang kekasih sebelum mulai menitikan air matanya.
Merasa urusanku telah usai, aku membalikan badanku untuk kembali kerumah. Tanpa sengaja aku melihat Shion Miko di bawah pohon tak jauh dari sini melihat ke arah Temujin-sensei dengan senyuman bahagia dan air mata yang terus mengalir. Pandangan kami bertemu dan ia mengucapkan terima kasih tanpa suara sebelum menghilang menjadi cahaya. Aku melihat ke langit sejenak sebelum melanjutkan langkahku. Senyum kecil mengiringi langkahku kembali kerumah dan earphone putih yang kembali bertengger di telingaku.
~TBC~
