Sehun kecil memang tidak mengerti akan situasi yang selama ini terjadi, ia hanya diam tanpa banyak pertanyaan. Dan waktu terus bergulir, membiarkan Sehun merangkai sebuah cerita yang belum ia sadari kebenarannya.
...
The Story
.
Sehun, Yixing, and others.
.
All belong to God and their management. The storyline is mine.
.
Warning : Gender switch / switch gender. AU. OoC. Misstypo(sss).
.
Enjoy! :3
...
When all the details fit in perfectly, something is probably wrong with the story.
― Charles Baxter
Pagi mulai menyapa. Sepasang kelopak mata milik seorang lelaki muda yang masih terpejam itu membuka perlahan. Dengan samar indera pendengar miliknya sudah dapat menangkap suara gaduh yang berasal dari luar ruangan tersebut. Mata sipit lelaki yang memiliki nama lahir Sehun itu melirik ke samping ranjangnya, lebih tepatnya kepada sebuah jam yang diletakkan di atas meja nakas. Sehun berusaha keras agar matanya tidak melihat benda-benda persegi di sekitar jam bulat itu. Ia hanya sedang tidak ingin merusak suasana damai pagi hari, seperti yang biasa ia lakukan. Jam menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Kedua kaki jenjangnya melangkah menuju dapur, tempat asal suara tadi berasal. Di hadapan sebuah bufet, terlihat sosok wanita membelakangi Sehun yang kini posisinya sedang mengintip.
Wanita itu adalah sosok yang telah bersama dengannya, merawatnya, serta mendidiknya seorang diri selama empat belas tahun terakhir. Zhang Yixing.
Tidak sepenuhnya Sehun tidak merasakan kasih sayang dari orang tua yang utuh. Sehun pernah merasakannya, tapi itu hanya berlangsung sampai ia menginjak umur sekitar lima tahun. Sang ayah pergi meninggalkan dirinya dan Yixing tak tahu sampai kapan. Berbanding terbalik dengan Yixing, selama apapun orang itu pergi, Sehun tidak pernah mengharapkannya kembali. Ia merasa cukup dengan kehidupannya yang hanya diisi oleh sosok ibu seperti Yixing. Ia sudah tidak membutuhkan sosok ayah, lebih tepatnya ia tidak membutuhkan orang itu untuk menjadi ayahnya.
Untuk apa ia membutuhkan seseorang yang selalu menyiksa Yixing, wanita berstatus sebagai istrinya sendiri? Sehun tak habis pikir betapa brengseknya orang itu hingga dapat dengan tega menyiksa dan meninggalkan Yixing begitu saja. Lebih-lebih Yixing yang dapat bertahan dengannya. Ia bersyukur orang itu tidak pernah muncul di hadapan mereka dengan begitu Yixing tak akan tersakiti lagi. Sehun hanya berharap kehidupan tenangnya ini tidak akan kembali kacau.
Yixing masih begitu sibuk dengan kegiatannya sampai tidak menyadari adanya Sehun hingga lelaki itu melingkarkan kedua tangan putihnya di sekitar pinggang. Itu cukup membuat wanita itu terkejut sedangkan Sehun hanya bersikap tidak peduli.
Ia meletakkan dagunya pada bahu wanita di pelukannya kemudian mengeluarkan suaranya yang masih serak khas baru bangun tidur. "Zao an, Yixing mama..."
Mendapat perlakuan seperti itu dari Sehun membuat bulu kuduk Yixing meremang. Ia mendorong pelan tubuh Sehun yang kini menertawakan dirinya. Ia mengelus daerah di sekitar lehernya. Yixing mendengus sebelum akhirnya ia tersenyum manis. "Zao an ye, baobei."
Sehun menggantikan tawanya itu dengan sebuah senyum kecil. Masih merasa geli melihat ekspresi yang tidak berubah dari Yixing ketika ada yang mengetahui titik sensitifnya. Setelahnya lelaki muda itu menyenderkan sebagian tubuhnya pada bufet, hanya menatapi sang ibu yang sudah kembali memasak.
Apapun makanan yang ada dan asalkan itu hasil masakan Yixing, Sehun menyukainya. Bukan hanya masakan, segala sesuatu yang Yixing lakukan juga akan disukai oleh Sehun. Mungkin Yixing tidak selalu melakukan segala sesuatunya dengan sempurna, itu wajar karena manusia tidak ada yang sempurna, ditambah lagi faktanya wanita itu memiliki sifat ceroboh dan pelupa. Seperti suara gaduh tadi yang diciptakan Yixing, Sehun yakin wanita itu lupa di mana letak suatu benda yang ia butuhkan. Tetapi Yixing sudah melakukan segalanya untuk Sehun dengan rasa kasih sayangnya yang begitu besar. Menurut Sehun, itulah yang terbaik.
"Daripada hanya melamun di sini, lebih baik kamu mandi, Shixun."
Sehun mengerjapkan mata beberapa kali sebelum menganggukkan kepalanya patuh. "Ne, eomma." jawab Sehun singkat. Memang ia jarang berbicara dengan bahasa Korea, mengingat ia tinggal di negara tirai bambu dan bukan di negara ginseng. Lelaki itu mencuri kesempatan untuk mengecup pipi Yixing singkat, setelah itu ia melesat ke kamarnya dengan lompatan-lompatan kecil.
"Halo, jagoan kecil appa yang tampan!"
Pria muda itu menghampiri seorang balita yang sedang digendong oleh seorang wanita. Pria itu mengulurkan kedua tangannya ke depan si balita yang langsung bergerak-gerak dalam gendongan sang ibu, menandakan ia ingin dengan ayahnya. Si balita laki-laki itu tertawa riang saat sang ayah mengangkat tubuhnya tinggi lalu memberikan perutnya dengan banyak kecupan. "Uh, Sehunie belum mandi, eum?"
Wanita yang hanya memperhatikan mereka itu hanya tersenyum kemudian mengeluarkan suaranya, "Belum, appa. Sehunie belum mandi." Ia berbicara seolah-olah balita bernama Sehun itu lah yang menjawab pertanyaan sang ayah.
"Ya sudah, nanti Sehunie mandi yang bersih dan wangi ya." Pria itu menggosokkan hidungnya dengan hidung kecil Sehun sebelum mengembalikan anaknya pada sang istri. Dengan sigap wanita itu menggendong kembali tubuh Sehun. "Appa pergi dulu, nanti kita main lagi. Jangan nakal dan merepotkan mama selama appa tak ada, arrachi?"
Wanita itu terkikik pelan. "Sehun tidak pernah merepotkan mama." Ia mengecup pipi tembam anaknya singkat sebelum kembali beralih pada pria di hadapannya, tatapan matanya melembut. "Hati-hati di jalan..."
"Untukmu juga, hati-hati di rumah. Jangan sampai lupa di mana keberadaan Sehun." Pria muda itu terkekeh. Ia merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan Sehun yang mengedipkan matanya yang sipit. "Pai Sehunie~" Ia mencium pucuk kepala balita yang tertawa senang itu lalu mengelus rambut kecokelatan Sehun yang masih tipis. Pria itu menegakkan kembali tubuhnya dan mencium kening istrinya yang tertutupi oleh poni. "Pai, Xing..."
"Pai appa~" Sang ibu menggerakkan tangan mungil anaknya dengan gerakan melambai pada sang ayah yang sudah berada di dalam mobil, bersiap untuk pergi bekerja.
Beberapa hari berikutnya hanya berlalu seperti biasa. Diawali oleh Sehun yang tetap menahan diri agar tidak menghancurkan suasana damai tiap pagi kemudian ia akhiri bersama ibunya untuk saling bercerita. Mereka mengakhiri itu semua dengan tenang bahkan tak jarang dengan suasana ceria.
Namun ada yang berbeda dengan hari ini.
Pada pagi hari Sehun terpaksa bangun dikarenakan sebuah mimpi buruk yang mendatanginya. Ia tidak begitu yakin itu adalah sebuah mimpi buruk. Ketika ia mendatangi dapur, tempat pertama yang selalu ia kunjungi setelah bangun tidur, ia mendapati Yixing tengah mengelilingi dapur dengan jari yang berada di dalam mulut.
Sehun tahu. Segegabah apapun Yixing, tidak akan sampai melukai dirinya seperti saat ini. Biasanya Yixing akan meninggalkan kuah sup yang sedang dimasaknya dan wanita itu baru mengingatnya ketika kuah sup itu sudah mendidih atau bahkan menguap. Dengan cepat lelaki itu berlari menuju kamar yang mereka tempati lalu kembali ke luar dengan sebuah botol kecil serta beberapa helai kapas di tangan.
"Mama lupa di mana letak obat itu," Yixing tersenyum dengan wajah yang sedikit memucat saat Sehun sudah memberikan obat pada lukanya. Sehun hanya dapat mendesah mendengar ucapan Yixing yang sudah terlalu familiar. Hanya menunggu beberapa saat hingga luka itu mengering. "maaf sudah merepotkanmu ya."
"Ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan perjuangan mama." Sehun berucap pelan tanpa berani melihat wajah sang ibu.
"Ah, tidak tidak. Kalau begitu jangan dibandingkan. Misalnya tadi kamu belum bangun, bisa saja mama terkapar penuh darah di sini, dan meninggalkanmu ke alam lain." Yixing terkikik lirih melihat tubuh anaknya yang menegang setelah mendengar kalimat yang ia ucapkan.
Sehun memainkan botol kecil di tangannya dengan gemetar. "Itu juga akan terjadi padaku kalau mama tidak berniat merawatku dari kecil. Aku tidak akan ada sampai saat ini tanpa mama." Sehun tahu matanya sudah memerah ketika ia mengangkat kepalanya untuk melihat Yixing yang tengah tersenyum. Ia memejamkan mata dan mendorong tubuhnya ke dalam pelukan sang ibu. "Jangan tinggalkan Sehun sendiri..." katanya pelan, hampir terisak.
"Tidak akan." Yixing mengelus bagian belakang kepala Sehun. Wanita yang sudah memasuki umur sekitar tiga puluhan tahun itu hampir menangis mendengar nama lahir Sehun yang sudah lama tidak diucapkan. Yixing lebih menyukai nama Shixun karena jika ia memanggil anaknya dengan nama Sehun, ia tidak yakin akan sanggup untuk mengubur dalam-dalam perasaannya. "Wo ai ni, Shixun~"
"Wo ye ai ni, mama..."
Sore hari menuju malam hari pada hari yang sama, Sehun hanya mengerang mendengar klakson mobil yang berbunyi terus menerus. Itu pasti mobil tetangganya. Menyibakkan gorden biru di hadapannya, Sehun yang awalnya merasa kesal menjadi terkejut. Mobil sedan hitam itu tidak mengarah pada rumah sang tetangga, melainkan mengeluarkan suara klakson ke arah rumahnya.
"Siapa itu, Shixun?" Lelaki berkulit putih itu menoleh, di belakangnya Yixing berdiri dengan rambutnya yang dikuncir berantakan namun tetap terlihat cantik di mata Sehun. Wanita itu mengikuti Sehun untuk mengintip ke luar.
Sehun menggidikkan kedua bahu. "Tidak tahu. Aku tidak kenal." Ia kembali bersuara melihat ibunya berjalan ke luar rumah sambil membawa sebuah kunci. "Apa yang mama lakukan?"
"Eung?" Yixing memiringkan kepalanya, "Tentu saja membukakan pintu untuknya. Itu 'kan tamu kita."
Setelahnya wanita itu memakai kedua sandalnya dan berlari kecil menuju pintu gerbang. Sehun hanya mengintip dari balik jendela. Ia mengernyit melihat seseorang ke luar dari mobil yang sudah terparkir di halaman rumahnya. Sehun semakin tidak mengerti ketika pria itu menarik lengan ibunya yang baru saja selesai mengunci pintu gerbang hingga sampai ke undakan depan. Ia sangat yakin indera penglihatannya masih sehat dan ia melihat raut wajah ibunya yang tidak dapat dimengerti.
"Mama," Tidak hanya Yixing, suara Sehun juga berhasil mengalihkan perhatian pria itu. Sehun berusaha mati-matian untuk tetap menjaga intensitas suaranya serta memfokuskan pandangannya hanya kepada Yixing. "siapa... dia?"
Pertanyaan bodoh Sehun hanya dijawab oleh tuntunan dari sang ibu menuju kamar mereka. Menguncinya di dalam kamar setelah berucap, "Shixun tunggu di sini ya. Katanya ada yang harus dibicarakan dengan mama."
Sehun menjadi yakin jika mimpi yang membangunkannya tadi pagi bukanlah sebuah mimpi buruk, tetapi mimpi yang mendatangkan kembali kejadian buruk.
T B C
Apa ini .-. Astagaaa ini fail sekali~! /headbang. Syd cerita sedikit ya~ Plot ini uda lama dipikirin dan ini diketik bener-bener tadi pagi, setelah Syd dikabari kalau sekolah Syd libur gegara banjir kyahahaha. /eh. Sejujurnya Syd ga tau mau kasih judul dan genre apa, dan yang main siapa aja. Ini kali pertama Syd buat ff yang temanya berat begini, err ga berat juga sih sebenernya, tapi bagi syd berat aja apalagi pas dikasih tau nilai tryout syd(?). Ditambah lagi ini GS fic. Oh astaga oh. Agak susah nulis GS apa karena uda biasa nulis yaoi ya? Kekeke jari suka kepleset ngetik dan bayanginnya samarsamar gituuu '-')
Baiklaaah. Thanks for reading ^^ Mind to review~? ^^
