Hinata sedang berdiri di ruang tengah rumahnya, menatap sendu ruang tengahnya yang menjadi sangat sepi kini. Hinata memutar-mutar badannya dengan perlahan, hanya sepi yang ia rasakan. Sofa, perabotan hias, lampu hias yang semuanya serba sederhana ditatapnya berulag-ulang. Lavender Hinata berkaca-kaca, "Tou-san, kaa-san, Hanabi...aku merindukan kalian..." setetes air mata keluar dari lavendernya yang berwarna pucat.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning : OOC, AU, typo,... sedikit Angst,... plot bolak-balik/campuran,...etc
SOMETIMES, Chapter 1
LOSS
~ Selamat Membaca ~
.
.
.
.
Gadis itu duduk sambil memeluk lututnya, membenamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Suara tangis sesenggukan terdengar darinya, "Tou-san, kaa-san, Hana-bi..." dengan susah payah dia menyebut kata itu berulang-ulang dan hanya ketiga kata itu yang terus meluncur dari bibirnya.
Ingatanya menerawang "Apa...? Tou-san dapat tiket ke Disneyland Tokyo" Hinata berbinar-binar mengucapkan itu. "Iya, teman tou-san memberikan tiket itu untuk kita sekeluarga karena katanya ini balasan untuk tou-san yang suka membantunya". Jawab Hiashi tenang namun bangga.
"Wah, asyik. Kapan kita berangkat ? tanya Hanabi si bungsu Hyuuga. "Kamis ini" kali ini sang ibu yang baru keluar dari dapur menjawab. Mereka sekarang duduk berempat di sofa ruang tengah, ya kegiatan yang biasa mereka lakukan di hari Minggu.
"A-aku tidak bisa kalau Kamis. Itu kan hari terakhir UTS, kan besok aku sudah mulai UTS." Hinata sedikit kecewa.
"Tapi, tou-san sudah ambil cuti di hari itu ? Apa tidak bisa UTS nya ikut susulan saja ?" Hiashi mencoba membujuk. Karena kesempatan ini langka bagi mereka.
"Tidak bisa, dosennya killer. Tidak bisa, di hari itu semua mata kuliah yang diujikan dosennya killer. Ja-jadi akan sulit untuk susulan"
Berbeda dengan Hanabi yang bisa izin tidak sekolah di Konoha Senior High School, yang masih kelas VIII karena dia selain orangnya santai, dia juga tidak ada ulangan atau tugas yang harus dikumpulkan di hari itu. Hinata sekarang justru akan melaksanakan UTS, dia sedang menjalani semester 4 jurusan Ekonomi yang membuatnya harus ekstra berusaha keras, karena dia ingin lulus cum laude dan segera mendapat pekerjaan yang baik, dia ingin memperbaiki ekonomi keluarganya.
"Lagi pula, kata temanku hari itu hari terakhir edisi khusus, ada CNBLUE, nee-chan, band yang dari Korea itu. Aku mau melihatnya."
.
.
.
.
Hari itu tiba, Hinata memutuskan tidak ikut bersama keluarganya, dia mengalah pada dirinya sendiri yang sangat menginginkan kesempatan itu, pergi ke Disneyland. Hinata mengantar keluarganya ke depan rumah mereka.
"Tou-san, kaa-san, Hanabi, hati-hati ya di jalan dan selamat bersenang-senang !" Hinata melambaikan tangannya ke-arah mereka.
Tiba-tiba ibunya berbalik dan memeluknya erat, "Kaa-san" Hinata kaget. Ibunya membisikan sesuatu di telinga Hinata "Jaga dirimu baik-baik, nak !" dan Hiashi yang berada di samping istrinya mengelus kepala anaknya. Hanabi tetap tersenyum ceria. "Nee-chan, berjuang untuk UTS nya ya !"
Entah mengapa perasaan Hinata menjadi tidak enak.
.
.
.
.
Hinata berada di parkiran kampusnya, sore itu. Hinata menghampiri sepedanya yang berwarna orange yang sederhana yang memiliki boncengan di belakangnya. Memang UTS nya telah selesai siang hari tadi.
Tetapi Hinata diajak oleh kedua teman perempuannya, Ino dan Sakura untuk menonton pertandingan basket persahabatan antar fakultas pendidikan dan ekonomi di kampus mereka, Konoha University. Itulah kegiatan para pria setelah UTS, menjernihkan otak dengan 'berkeringat'. Hinata menurut saja, lagipula dia butuh hiburan kan ?
Setelah selesai menonton pertandingan, berbeda dengan kedua temannya yang langsung pergi ke mall dengan alasan menjernihkan otak setelah ujian. Hinata justru pergi ke perpustakaan untuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan ekonomi.
Kalau orang lain, setelah UTS ingin mengistirahatkan pikirannya dan menjauhkan hal-hal yang berbau dan berhubungan dengan pelajaran. Beda dengan Hinata, dasar anak rajin.
Jadi dia baru pulang petang. Parkiran itu cukup luas menampilkan mobil-mobil mewah yang berjejer, motor-motor yang terparkir di sana pun cukup mewah. Sepertinya hanya Hinata sendiri yang membawa sepeda, entahlah di kampus juga pasti ada banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga sederhana yang lebih memilih naik kendaraan umum.
Dengan keadaan seperti itu, Hinata cukup bersyukur. Sepeda itu sudah menemaninya bertahun-tahun sejak duduk di bangku SMA. Lagi pula perjalanan dari rumahnya ke kampus hanya satu jam pikir Hinata, jadi tidak masalah. Dari pada mengeluarkan ongkos lebih untuk angkutan umum.
Gadis berambut indigo itu, menyentuh sadel sepedanya. Handphone jadul miliknya berbunyi, Hinata merogoh saku celananya dan menjawab panggilan nomor yang tidak dikenalnya tersebut. "Ha-halo" seperti itulah Hinata, selalu tergagap bila gugup dan berbicara dengan orang asing sekalipun dalam percakapan telpon.
Seketika wajahnya berubah sendu, dan air mata pun meluncur begitu saja melewati pipinya yang suka kemerahan itu. Hinata sangat shock mendengar apa yang dikatakan orang yang menghubunginya.
Hinata menutup mulutnya, tidak percaya apa yang terjadi, "Oh, Kami-sama kenapa ?" Hinata tak sanggup berkata-kata. Kata yang diucapkan itu, hanya terucap dalam hatinya.
.
.
.
.
Pemakaman ayah, ibu, dan Hanabi dilakukan esok hari setelah Hinata mendapat kabar dari rumah sakit sore kemarin ketika ia akan pulang dari kampusnya lewat handphone jadulnya. Hiashi beserta istri dan anak bungsunya meninggal di tempat kejadian, mereka mengalami kecelakaan setelah pulang dari Disneyland. Mereka mengalami kecelakaan dengan bus yang mereka tumpangi. Mereka naik bus, setelah pulang dari stasiun Konoha. Rumah mereka yang berada di pinggiran kota Konoha membuat jarak dari stastiun yaitu setengah jam kalau menggunakan bus.
Karena sopir bus yang mengantuk, bus itu hampir menabrak truk dan ketika menghindarinya, bus itu justru oleng ke jurang di sisi jalan. Saat itu penumpang bus itu sudah sepi, hanya ada beberapa orang saja penumpangnya. Hiashi, Hanabi dan ibunya yang duduk di depan terpaksa mengalami luka paling parah. Nasib sopir tersebut juga sama dengan mereka. Hanya beberapa penumpang yang selamat, walaupun dengan luka yang sangat serius.
Banyak orang yang menghadiri pemakaman tersebut, termasuk teman-teman Hinata. Setelah UTS tentu saja mereka libur, UTS jatuh di bulan Juni dan saat setelah UTS mereka liburan musim panas selama sebulan. Teman-teman ayahnya yang juga adalah sesama buruh pabrik juga menghadiri pemakaman tersebut. Juga teman-teman Hanabi.
Hinata seharusnya menikmati liburan musim panasnya ini, bagaimana dia menikmati musim panasnya apabila kejadiannya seperti ini. Hati Hinata sungguh hancur, air matanya tak henti-hentinya keluar.
.
.
.
.
Seperti saat ini, dia yang memeluk lututnya dan menangis sesenggukan memanggil-manggil ayah, ibu, dan adiknya sambil bersandar di pintu. Hinata sudah mematikan handphonenya. Hinata itu orangnya tertutup, walaupun orang-orang di sekelilingnya sangat memperhatikannya, Hinata tidak pernah membuka diri sepenuhnya kepada mereka.
Tok...tok...tok...
Suara ketukan pintu tempatnya bersandar berhasil membuat Hinata mendongakan kepalanya. Dengan perlahan Hinata menghapus air matanya dan menenangkan dirinya, dia membuka pintu.
Di balik pintu itu menampilkan dua orang bertubuh tinggi besar, yang satu berwajah seperti hiu bernama Kisame dan yang satunya lagi bertubuh gendut yaitu Chirobo, mereka memakai pakaian hitam.
Hinata takut akan penampilan mereka. "Si-siapa kalian, a-ada perlu a-apa ya ?"
"Nona, kami ingin menagih utang." jawab Kisame
Utang, utang apa. Apa mereka salah tempat. "A-apa maksud anda ?"
Chirobo menjelaskan "Hyuuga Hiashi berutang kepada boss kami, ini buktinya" pria bertubuh sangat besar tersebut, menunjukkan kertas yang berisikan perjanjian dan ada tanda tangan Hiashi di sana.
Hinata benar-benar shock, ia tidak tahu kalau selama ini ayahnya punya utang, dan ia merasa tidak percaya.
"Kami tahu, ayahmu sudah tiada, tapi mengertilah nona perjanjian tetap perjanjian dan utang adalah utang, jadi kau yang harus membayarnya." Kisame menegaskan
"E-eh ?" Ya Tuhan, Hinata seperti akan benar-benar pingsan sekarang apalagi melihat jumlah uang yang tertera dalam surat perjanjian tersebut, sepuluh juta apa ayahnya meminjam uang sebanyak itu. Bagaimana ia melunasi utangnya, dia belum bekerja, tabungannya sekarang benar-benar tinggal sedikit. Kalau tabungan ayahnya sudah Hinata pakai untuk biaya pemakaman dan Hinata melihat sisa tabungan ayahnya hanya berjumlah 10% dari jumlah utang tersebut. Ketika ayahnya masih hidup, ayahnya mengatakan kalau itu adalah tabungan untuk biaya sekolah Hinata dan Hanabi.
"Dengar nona, boss kami sudah cukup sabar. Hyuuga Hiashi sudah meminjam uang bertahun-tahun yang lalu. Harusnya dia mencicil untuk membayar utangnya, tapi dia tidak melakukannya." sebenarnya Kisame dan Chirobo terlihat lembut dari kalimat-kalimat yang diucapkan mereka kepada Hinata.
Entahlah kenapa begitu, dibandingkan dengan orang-orang yang mereka tagih sebelumnya. Harusnya Hinata tidak takut, karena bukankah mereka lembut, tapi Hinata merasa hatinya benar-benar hancur, perih dan dia jadi frustasi.
Hinata benar-benar bingung, "Tou-san" suara Hinata lirih.
.
.
.
.
Kazekage sedang menikmati makan malamnya bersama kedua anaknya, Temari dan Gaara. Kankuro anaknya yang kedua tidak ada di sana, setahun yang lalu Kankuro memilih mengurusi cabang perusahaan keluarganya di Korea.
Temari sebenarnya tidak tinggal lagi di rumah ini, karena dia telah menikah dua bulan lalu dengan Shikamaru pewaris Nara Group. Hanya saja suaminya sedang pergi ke luar negeri dan dia ingin menginap di rumah tousannya.
"Gaara" kazekage memanggil nama anak bungsunya.
"Hm ?" jawab Gaara seadanya, dasar anak itu.
"Tou-san akan menikahkanmu dengan gadis pilihan Tou-san."
Gaara terdiam sebentar, menghentikan kegiatan memotong daging di piringnya. "Terserah" kalimat itu yang terucap selanjutnya.
Ayahnya hanya bisa menghela napas, anak ini benar-benar bisa membuat orang darah tinggi. Gaara mengelap mulutnya dengan serbet dan meletakkannya kembali "aku sudah selesai" dengan wajah datarnya. Ia memundurkan kursi roda otomatis yang ia duduki dan menjalankannya dengan memencet tombol di kursi rodanya meninggalkan ayah dan kakaknya, pergi menuju kamarnya.
"Tou-san yakin ?" Temari bertanya sambil melihat wajah tou-sannya.
"Kita harus melakukan ini, anak itu benar-benar semakin menyebalkan akhir-akhir ini" jawab tou-sannya.
"Tapi, kasihan gadis yang akan menjadi istrinya." Temari menunjukkan kekhawatirannya.
"Gadis itu, gadis baik." dengan kalimat itu Kazekage meyakinkan putri sulungnya itu kalau semua akan baik-baik saja dan jangan khawatir.
.
.
.
.
Halaman rumahnya yang gelap dan diterangi lampu-lampu mejadi pusat pandangan azure pria berambut merah maroon dengan tatto 'Ai' di dahinya. Wajahnya yang begitu tampan namun berekspresi datar. Dia duduk di kursi rodanya. Ya kursi roda yang telah menemaninya selama tiga bulan ini.
Sabaku Gaara, tiga bulan lalu mengalami kecelakaan mobil yang dikemudikannya sendiri. Waktu itu dia baru pulang wisuda di Suna University dengan gelar cum laude nya dengan jurusan yang dia ambil yaitu Bisnis.
Setelah tidak sadarkan diri selama dua hari di rumah sakit, Gaara tahu kedua kakinya mengalami kelumpuhan, secepatnya kazekage mendatangkan dokter dari luar negeri untuk melakukan operasi pada kaki Gaara. Namun tidak berhasil.
Dokter menyarankan untuk terapi, Gaara tidak mau melakukannya. Bahkan suster-suster yang megurusi pengobatan di rumahnya, dia pecat. Sudah 3 suster yang dia pecat dengan alasan yang tidak jelas.
Kankuro sampai pulang dari Korea untuk menemui adiknya yang hanya selisih umur setahun lebih dengannya karena mengkhawatirkan Gaara. Tapi Gaara tidak peduli, malah menyuruh Kankuro kembali ke Korea, "Aku bukan anak kecil" itu yang diucapkan Gaara. Kankuro hanya menjawab "Kakak tetaplah kakak, Gaara" Kakak yang harusnya menjaga adiknya. Kankuro memang tidak terlalu dekat dengan Gaara.
Walaupun karena melahirkan Gaara, dia harus kehilangan ibunya. Kankuro memang lebih dekat dengan Temari. Tapi dia tetap sangat menyayangi adiknya. Kankuro menuruti kemauan Gaara dan hanya beberapa hari di Suna, dan dia sudah kembali lagi ke Korea.
Walaupun Gaara lumpuh, Kazekage menyuruh Gaara bekerja di kantor, memang seharusnya Gaara setelah wisuda akan bekerja di kantor ayahnya dengan kemampuan Gaara yang pantas diacungi dua jempol. Gaara menolak, dia malah lebih suka menyendiri di kamarnya.
Temari juga menyuruhnya jalan-jalan untuk menenangkan hatinya, tapi tetap saja Gaara keras kepala. Apa bagusnya sih menyendiri di kamar ?
Makan malam tadi adalah hal langka bagi keluarga Sabaku setelah kecelakaan yang menimpa Gaara. Biasanya Gaara hanya makan di kamarnya saja yang diantar oleh pelayannya. Kalau saja Kazekage tidak memaksanya untuk makan malam bersama, mungkin Gaara akan menghabiskan makan malam di kamarnya saja. Gaara juga sangat pemarah akhir-akhir ini, tidak mau diganggu.
Semua alasan itulah yang membuat tou-sannya menjodohkan Gaara. Mungkin kalau Gaara punya istri, Gaara akan lebih bahagia dan ada yang mengurus. Mungkin dengan adanya seorang istri, Gaara akan mau terapi dan bekerja di kantor.
Walaupun Gaara memang pada dasarnya pendiam, Kazekage ingin Gaara yang dulu punya semangat hidup kembali dalam hal ini semangat hidup berbisnis karena Gaara bukanlah Naruto teman kecilnya yang sekarang adalah seorang detective yang mempunyai semangat kemerdekaan setiap harinya. Begitulah pikir otou-sannya.
Tapi hal itu tidak akan terjadi dengan mudah bukan ?
.
.
.
.
Hinata meremas-remas roknya dan menggigit bibir bawahnya. Ingin rasanya Hinata melarikan diri dari tempat ini, dari sofa yang dia duduki, dari rumah ini, rumahnya.
Mata itu tajam, melihat Hinata.
"Boss kami akan menemui, anda nona Hyuuga." perkataan yang diucapkan oleh Kisame itulah yang dipikirkan Hinata dan sekarang benar-benar terjadi.
Boss Kisame dan Chirobo itu meminum teh buatan Hinata "Tehnya, enak" pujinya.
Hinata tetap menunduk, benar-benar gelisah. Harusnya setelah mendengar perkataan kedua orang bertubuh tinggi besar yang menagih utang kepadanya tersebut, Hinata melarikan diri dari rumahnya. Hinata benar-benar bingung. Tapi dia tidak boleh lari dari masalah.
"Tu-tuan, sa-saya belum bisa melunasi utang keluarga saya." Hinata to the point.
"Ta-tapi saya a-akan be-berusaha melunasinya, be-berikan saya waktu, sa-saya mohon !" Tapi Hinata sampai kapan kau akan melunasi utang itu, kau belum bekerja. Mungkin kalau bekerja pun, dengan gaji yang sedikit, sampai kapan kau bisa melunasinya.
Pria itu, berambut merah, Kazekage namanya "Utang keluargamu aku anggap lunas, asal..."
Hinata mendongakkan kepalanya, kaget setengah mati "E..eh?"
"Asal kau menikah dengan putraku."
Hinata membelalakan matanya "Me-menikah ?"
.
.
.
.
Hinata memasuki rumah yang sangat besar, bola mata Hinata berkeliling melihat sekeliling rumah itu. Hinata membawa tas hitam besarnya. "Hinata, ini rumahku" pernyataan Kazekage membuyarkan kegiatan Hinata.
"Oh, ini calon adik iparku" Seorang wanita anggun turun dari tangga dan menghampiri Hinata.
Kemudian menatap wajah Hinata, "Cantik".
Hinata gelisah, dia meremas jinjingan tasnya. Jujur, dia benar-benar tidak tahu alasan untuk dia tetap hidup. Dia sempat berpikir ingin menyusul keluarganya saja ke alam baka. Hinata sudah tahu alasan kenapa ayahnya meminjam uang sebanyak itu yaitu untuk menghidupi keluarga mereka yang sangat sederhana, ayahnya yang hanya seorang buruh pabrik.
Memang Hinata meras aneh, bagaimana bisa ayahnya menyekolahkannya sampai di bangku kuliah yang memakan biaya yang tidak sedikit , sedangkan untuk hidup sehari-hari saja mereka pas-pasan, bahkan ayahnya melarang Hinata untuk bekerja sambilan selagi kuliah.
Hinata sangat menyesal karena gagal mendapatkan beasiswa masuk perguruan tinggi tersebut. Tetapi ayahnya bilang "Tidak apa-apa, tetaplah kuliah nak !"
Hinata merasa sangat bertanggung jawab karena ia adalah salah satu pemakai terbesar uang pinjaman itu, dia ingin sekali membayar utang ayahnya dengan bekerja seumur hidup pun tidak masalah untuk melunasi utangnya.
Sesungguhnya Hinata pernah berpikir untuk menjual rumahnya saja, walau sepertinya itu tidak cukup untuk membayar utang karena rumah mereka sangat sederhana. Tapi Hinata mengurungkan niatnya, karena rumah itu punya banyak sekali kenangan berharga.
Maka pikiran itu ditepisnya jauh-jauh. Jadilah hanya tawaran bekerja seumur hidup adalah pilihan Hinata yang disampaikan kepada Kazekage setelah Kazekage 'melamarnya' untuk anak bungsunya.
Sungguh Hinata bukan perempuan matre, entahlah Hinata sangat bingung. Pernikahan tanpa cinta, menikah dengan pria yang belum pernah ditemui dan dikenal sebelumnya.
Tapi Kazekage itu tetap memintanya menikah dengan anaknya. Hinata tidak peduli lagi dengan hidupnya. Alasan dia kuliah adalah ingin memperbaiki ekonomi keluarganya. Tapi sekarang, alasannya itu sudah tidak ada.
Hinata menyetujui lamaran Kazekage dan otomatis Hinata memutuskan berhenti kuliah walaupun dia tidak memberitahukan kepada pihak Universitasnya.
"Sebentar, aku panggilkan calon suamimu." sepertinya Temari benar-benar menyukai Hinata.
Ketika Temari berbalik "E..eh... ?"
Gaara sudah mengahampiri mereka dengan menjalankan kursi roda otomatisnya.
Hinata benar-benar kaget, benar-benar shock dengan keadaan Gaara yang menggunakan kursi roda. Penderitaan ini begitu bertubi-tubi, ditinggal keluarga tercinta, ditagih utang, dan sekarang harus menikah dengan pria yang...tidak sempurna.
"Di..dia calon su-suamiku ?" tanya Hinata tak percaya. Apa yang kau harapkan Hinata.
"Iya, ini Sabaku Gaara putra bungsuku." kazekage memperkenalkan.
Hinata masih shock, walaupun Hinata tidak berharap lebih kepada orang yang akan menjadi suaminya. Tapi ini benar-benar di luar bayangannya.
Ditambah lagi dengan wajah tampan Gaara yang menurut Hinata seram karena ekspresi datar dan lingkaran hitam matanya, adalah salah satu alasan Hinata menjadi ciut.
"Gaara, ini Hyuuga Hinata. Oh tidak, maksud tou-san ini Sabaku Hinata sebentar lagi." sepertinya Kazekage sungguh bangga.
Gaara memandang Hinata dengan tatapan tanpa ekspresi, dasar stoic.
'Kami-sama, kenapa ?' lirih Hinata dalam hati.
.
.
.
.
Hinata duduk di tepi ranjang, sedangkan Gaara membaca buku di dekat jendela kamarnya dan masih menempati kursi rodanya. Hinata benar-benar merasa canggung, dia menunduk dan sesekali melihat Gaara dengan ragu. Gaara tetap fokus membaca buku.
Hinata ini sungguh polos, seumur hidupnya saja dia tidak pernah punya pacar. Dia tidak sadar, kalau selama ini banyak pria yang menyukai dan ingin mendekatinya. Jadi saat ini dia bingung dan jantungnya terasa cepat berdetak.
Hinata memakai dress tidur selutut saat ini. Mereka berdua, Hinata dan Gaara sedang berada di kamar Gaara. Ralat, kamar Gaara dan Hinata kini.
Mereka bukan tanpa alasan berada di dalam kamar berdua saja. Ayolah, ini kan malam pertama mereka setelah menikah. Ya, mereka telah resmi menikah siang hari tadi.
Cepat memang, baru seminggu lalu Gaara bertemu dengan Hinata untuk pertama kalinya. Semenjak seminggu lalu Hinata menempati kamar tamu. Di hari Hinata datang ke rumah ini, hari itu juga Temari pulang ke rumahnya. Karena suaminya, Shikamaru telah pulang dari luar negeri. Tapi Temari sering berkunjung ke rumah ini untuk menemui Hinata, ya juga melihat adiknya yang stoic sesekali, walaupun Gaara tidak terlalu memedulikannya. Tapi Temari tahu kalau Gaara sebenarnya sayang pada kakaknya.
Temari sengaja berkunjung sering-sering karena menyiapkan pernikahan adiknya. Temari pernah menyuruh Hinata untuk mendekati Gaara agar mereka lebih saling mengenal.
Tentu saja Hinata ragu untuk mendekati Gaara, dia tidak mengaharapkan apa pun dari pria itu apalagi mencintainya, dia menerima pernikahan ini hanya dengan alasan bertanggung jawab, entahlah dia sanggup atau tidak, dia tidak peduli.
Tapi Hinata menurut ketika Temari menyuruh Hinata mengantarkan sarapan, makan siang dan makan malam ke kamar Gaara menggantikan pelayan Gaara.
Kalimat yang selalu Hinata ucapkan ketika datang ke kamar Gaara untuk mengantarkan makanan adalah "Pe-permisi, sa-saya mengantarkan ma-makan an-anda" hanya itu dan tanggapan Gaara adalah "Taruh saja di meja !" atau terkadang tidak menanggapi.
Harusnya Gaara bertanya kepada Hinata kemana pelayan yang biasanya mengantarkan makanannya. Tapi Gaara tidak melakukan itu, dia mengira paling Temari yang menyuruhnya dan tepat begitulah.
Hinata biasanya langsung pergi setelah mengantar makanan. Hinata kau bukan pelayan, harusnya kau mendekatinya. Mungkin itulah pikir Temari jika mengetahuinya.
Gaara tidak pernah makan di meja makan lagi setelah terakhir dipaksa ayahnya. Sedangkan Hinata ketika pelayan memanggilnya untuk makan, Hinata mengantarkan makanan dulu ke kamar Gaara dan setelah itu makan di meja dapur.
Para pelayan merasa tidak enak dengan apa yang dilakukan Hinata, karena Hinata posisinya adalah sebagai majikan bagi mereka dan kalau tuan besar dan Temari mengetahuinya mereka akan mendapat masalah. Tapi Hinata tetap keras kepala dan memohon agar mereka tidak usah melaporkannya kepada tuannya.
Hinata tidak berani makan sendirian di meja makan keluarga Sabaku, dia merasa tidak enak dan tidak pantas.
Tapi kalau ada Temari, saat makan siang Hinata menemani Temari makan siang di meja makan keluarga Sabaku. Temari membawakan Hinata banyak pakaian dari butiknya, awalnya Hinata menolak karena merasa merepotkan Temari. Tapi bukankah lebih merepotkan apabila membawanya kembali ke butik itulah alasan Temari.
Temari berkata "Kau tahu, aku ingin punya adik perempuan. Tapi sayang mereka semua laki-laki. Jadi ma'af ya kau kujadikan experiment !" Temari terkekeh.
Hinata yang mendengarnya, ikut terkekeh. Dan itulah untuk pertama kalinya Hinata menunjukkan senyumnya kembali setelah semua kejadian yang menimpanya.
Ya Hinata selama tinggal di rumah ini, hanya berada di kamar yang ia tempati. Sering pergi ke dapur dan ingin membantu para pelayan, tetapi tentu para pelayan itu tidak mengizinkannya. Sudah cukup dengan kekeras kepalaan Hinata yang makan di meja dapur saja sudah membuat mereka tidak enak apalagi melakukan itu.
Hinata suka ke halaman depan dan melihat bunga-bunga di halaman itu, walaupun dengan tatapan sendu. Hinata sedikit menyunggingkan senyum kala melihat bunga yang dihinggapi kupu-kupu dan tak lama kupu-kupu itu pergi, senyumnya pun ikut menghilang.
Tanpa Hinata sadari sepasang mata jade menatapnya di balik jendela kamarnya, dengan tatapan yang sulit diartikan.
Setelah kedatangan Hinata ke rumah itu, Kazekage pergi ke luar negeri ada urusan mendadak dan urusan itu harus segera diselesaikan sebelum Gaara menikah. Sebelum Kazekage pergi, Hinata diberi pesan-pesan termasuk diperbolehkan memasuki perpustakaan di rumah itu dan membaca buku-bukunya.
Ya hanya itulah kegiatan Hinata selama ada di rumah Sabaku sebelum menikah dengan Gaara. Hinata tidak pernah keluar rumah, tadinya Kazekage berpesan kalau Hinata mau jalan-jalan bisa diantar sopir.
Tapi Hinata tidak memakai kesempatan itu, dalam hati Hinata berpikir itu merepotkan. Toh ia mau pergi kemana memangnya, dia tidak mengenal kota ini dan siapa yang mau dia temui. Kalau untuk kabur sih dia mau saja. Tapi dia tetap pada pendirian dan niatnya untuk tetap bertanggung jawab dan menepis pikiran egois itu.
Hinata masih terluka, dia benar-benar kesepian. Setiap malam dia menangis dalam kamarnya di rumah Sabaku, walau dia berusaha meredam tangisan itu agar tak terdengar. "Kami-sama, aku tidak membencimu." Hinata selalu menatap bingkai photo keluarganya.
Pernikahan Gaara dan Hinata sungguh sederhana, tepatnya sepi. Dilaksanakan di gereja, hanya dihadiri oleh Kazekage, Temari, Shikamaru, dan Kankuro tentunya yang ingin hadir di pernikahan adiknya.
Biasanya pernikahan keluarga pengusaha besar akan meriah dan dihadiri banyak orang. Entahlah, mungkin karena keadaan Gaara yang sekarang ini. Sesungguhnya orang-orang di luar sana tidak mengetahui keadaan Gaara yang sesungguhnya, mereka hanya tahu Gaara sedang berada di luar negeri.
Hinata tampil cantik dengan gaun pengantin berwarna putihnya, gaun itu milik mendiang ibu Gaara. Itu adalah ulah Temari yang meminta ayahnya mengizinkan Hinata memakai gaun itu.
Dulu Temari menikah mengenakan gaun yang dirancang oleh desaigner butiknya. Entahlah Temari sangat menginginkan Hinata memakai gaun milik ibunya. Untung Kazekage mengizinkan. Gaun itu sudah berumur 26 tahun, hampir seumur Temari yang berusia 25 tahun. Tapi tentu gaun itu masih awet karena disimpan dan dirawat dengan baik.
Gaara tidak mengetahui sebelumnya kalau Hinata akan memakai gaun milik ibunya yang pernah ia lihat hanya lewat photo saja . Gaara baru tahu setelah melihat Hinata memakainya di hari pernikahannya.
Gaara tetap seperti biasanya tampan dan mempesona, apalagi dia memakai tuxedo yang disiapkan Temari.
Mereka mengikat janji, dengan Gaara yang mempertahankan nada plus ekspresi datarnya ketika mengucapkan kata "Ya, aku bersedia". Sedangkan Hnata seperti biasanya tergagap "Y..ya, a-aku ber-bersedia." Resmilah mereka menjadi suami istri.
"Tidurlah !" ucap Gaara ketika masih menatap bukunya. Gaara tahu sedari tadi Hinata yang duduk di tepi ranjang terlihat begitu canggung.
Bagaimana tidak canggung ini kan malam pertamanya. "A-ano Sa-sabaku-san tidur di-dimana ?" Pertanyaan apa itu dan panggilan apa itu yang jelas terlihat kalau mereka memiliki hubungan dengan jarak yang begitu jauh.
"Apa ?" Dahi Gaara mengernyit.
Tidak bukannya Gaara tidak mendengar apa yang diucapkan Hinata, hanya saja Gaara heran.
"A-apa an-anda akan tidur di kursi ro-roda ?" kali ini pertanyaan yang lebih parah dan aneh.
"Apa kau pikir karena aku lumpuh aku tidak bisa pindah ke tempat tidurku sendiri ?"
Maksud Gaara, Gaara itu bisa mengangkat badannya sedikit dan pindah ke kasurnya. Dia hanya tidak bisa berjalan. Dia tidak butuh bantuan untuk itu.
Tapi Hinata tidak tahu akan hal itu, Hinata hanya penasaran dan dengan bodohnya dia menunujukkannya kepada Gaara.
"Go-gomen" Hinata meremas-remas dress tidurnya.
"Aku bisa pindah ke tempat tidurku sendiri, jadi cepatlah tidur" seolah mengerti maksud Hinata. Kalimat itulah yang Gaara ucapkan setelah menutup bukunya.
"Ba-baiklah" Hinata menurut, dengan perlahan menaikan kakinya sendiri ke ranjang dan berbaring. Hinata berbaring menyamping berlawanan arah dari tempat Gaara yang belum beranjak dari tempatnya.
"Tou-san" kalimat itu meluncur dari bibir Hinata dengan lirih sekali dan berharap Gaara tidak mendengarnya.
Sementara Gaara hanya menatap punggung Hinata dari tempatnya.
.
.
.
.
Lavender itu melihat sekeliling rumah berlantai satu itu. Rumah yang cukup luas, ada 4 kamar tidur (cukup banyak), ruang tamu sekaligus ruang tengah, dapur, kamar mandi, dan halaman yang ditumbuhi rerumputan yang rata. Rumah itu berada jauh dari keramaian kota Suna tetapi juga tak jauh dari sana ada pasar yang menempuh jarak satu kilometer dari rumah itu. Ini adalah rumah baru Gaara dan Hinata.
Baru kemarin lusa mereka menikah dan Hinata baru mengetahui kemarin kalau akan pindah. Ya ini adalah permintaan Gaara kepada ayahnya, di malam Gaara makan malam bersama ayahnya. Gaara menemui ayahnya yang berada di ruang kerja.
"Tumben kau ke sini. Ada apa ?" Kazekage sedang bekerja dan duduk di kursi kerjanya.
"Aku tidak akan menolak pernikahan ini tapi dengan syarat aku ingin pindah dari sini."
"Pindah. Kau yakin ?"
"Ya" jawab Gaara. Kemudian Kazekage menghampirinya "Baiklah, aku setuju."
Kazekage langsung setuju begitu saja tanpa menanyakan alasan Gaara pindah.
Kemudian Kazekage menaruh sesuatu di pangkuan Gaara, photo seorang gadis berambut indigo dan bermata lavender sedang tersenyum bahagia.
"Itu dia" tunjuk Kazekage ke photo itu.
Gaara lalu membuat kursi rodanya berbalik arah dengan memencet tombol di kursi rodanya dan Gaara meninggalkan ruang kerja ayahnya.
Rumah baru Gaara dan Hinata memang telah disiapkan oleh ayah Gaara setelah mengetahui syarat anaknya untuk menyetujui pernikahan. Rumah itu dicari oleh sekretarisnya dan memang cocok untuk Gaara yang suka ketenangan ditambah lagi berlantai satu agar Gaara tidak kesulitan.
Gaara dan Hinata tidak tinggal berdua saja, ada pembantu wanita berusia 32 tahun bernama Yuhiko. Yuhiko adalah pembantu di rumah paman Gaara, Yashamaru yang sekaligus saudara kembar mendiang ibunya memerintah Yuhiko bekerja di rumah baru Gaara untuk menebus kesalahan karena tidak dapat hadir di pernikahan Gaara. Gaara tidak menolak pembantu itu.
Kemudian ada tukang kebun yang hanya datang seminggu 3 kali untuk megurus rerumputan di depan rumah mereka, tapi tentu tukang kebun itu tidak tinggal di rumah itu.
Gaara memajukan kursi rodanya, dan pergi ke kamarnya. Hinata mengikutinya dan mereka sekarang sedang berada di dalam kamar.
Hinata berdiri di dekat Gaara.
"Hinata" untuk pertama kalinya Gaara memanggil nama Hinata.
"Y-ya"
"Apa kau bisa memasak ?" Gaara bertanya.
"Y-ya saya bi-bisa."
"Aku mau tugas memasak hanya kau yang melakukannya. Yang lainnya biar pembantu itu yang mengurus."
Hinata merasa aneh, tapi dia sedikit senang untuk pertama kalinya Gaara berbicara sepanjang itu kepadanya.
"Satu lagi, tidurlah di kamar lain"
"E..eh..?" Hinata kaget. Itu berarti dia dan Gaara tidak satu kamar. Walaupun selama ini Gaara belum pernah menyentuhnya, tapi dua hari belakangan mereka tidur dalam satu kamar. Kenapa sekarang begini.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
.
A/N :
Saatnya curhat...
Ini fic karya Ryu Masshirona pairing Gaahina yang kedua dan multichapter Ryu yang pertama, Ryu di sini jahat banget sama Hinata, ampe kehilangan ketiga anggota keluarganya sekaligus. Ma'afkan Ryu ya...semoga gak jadi karma dan gak pada nyumpahin Ryu, please...!
.
.
.
Ryu bilang sedikit angst, tapi di awal banyak banget angstnya. Tapi genrenya ga angst si lebih ke hurt/comfort and family, ini sih menurut Ryu.
Ma'af buat plotnya yang bolak-balik, semoga ga ngebuat pusing...
Ayah Gaara sengaja Ryu panggil namanya tu Kazekage, bisa aja sih Ryu pakai nama asli marga Gaara yaitu Rei buat nama ayah Gaara jadinya kalau mau, jadi Sabaku Rei. Tapi Ryu maunya Kazekage aja. Ma'af atas keegoisan Ryu...
Kemudian nama Yuhiko, itu karangan aja kok dan Ryu gak kasih marganya.
Fic ini Ryu persembahkan buat semua pecinta Gaahina, termasuk Ryu...yang besok udah abis masa liburan semester ganjil and tinggal ngitung jari kaya mau siap-siap motret orang buat ultah Ryu yang ke 19...wah udah mau kepala 2 ni.
Ya ampun buat persembahan ultah dan pecinta Gaahina awal-awalnya kok sedih si, tapi Ryu sudah berusaha yang terbaik buat fic ini. Ma'afkan Ryu lagi ya buat keegoisan yang kelewatan ini.
.
.
.
Ryu mau ngucapin makasih buat yang udah baca, review, fave, ngasi semangat buat Ryu di fanfic oneshot Gaahina dan Sasusaku kemarin dan juga teman-teman Ryu yang ngedukung Ryu buat nulis. Makasih banyak ya...:D
Buat para minna-san, terserah mau marah-marah, ataupun puji-puji karya Ryu (geer banget) yang penting sampaikan pendapat kalian ya tentang karya Ryu ini lewat review. Semoga di bulan penuh cinta ini, kalian semua dan termasuk Ryu bahagia, amin...:)
.
.
Semoga kalian suka ya dengan karya Ryu dan review ya...review kalian adalah hadiah ultah bagi Ryu...hehe ngarep banget...:)
Thank You...:)
