Warning: AU, OOC, humornya gak kerasa, pokoknya Don't like don't read aja deh.
Rate: just semi M. Tapi tetep T
Request dari Cicie *lambai-lambai tangan*
Summary: Pernikahan Naruto dan Sakura atas persetujuan kedua orang tuanya malah mereka rahasiakan kepada semuanya karena alasan tertentu. Belum lagi status mereka yang masih kulyah dan memiliki perasaan pada orang lain.
.
Wedding Day
.
.
Cklek.
Pintu kiri sebuah mobil hitam terbuka. Sebuah kaki jenjang bersepatu kets turun dari dalamnya, dan perlahan keseluruhan badannya keluar dari dalam. Bukan ratu atau anak perdana mentri yang keluar bukan. Bukan anak yang menonjol yang turun di atas karpet merah bukan. Ia gadis biasa berambut pink berumur delapan belas tahun.
Ino baru saja masuk gerbang kampus dan pandangannya langsung tertuju bada seseorang dari kejauhan. Rasa-rasanya Ino pernah menjumpai orang tersebut, bukan ia malah sudah mengenalnya, "SAKURA!" teriak Ino. Ternyata Sakura menepati janjinya akan berkulyah di sini bersamanya. Sakura adalah teman Ino semenjak SMA. Gadis pirang ini sangat senang sekali ketika ia dapat bertemu dengan Sakura kembali. Sudah berbulan-bulan semenjak kelulusan mereka sudah tidak bertemu lagi.
Dan hari ini tepat setengah tahun akhirnya mereka bertemu. Banyak hal dan kejadian yang tidak mereka lakukan bersama. Sewaktu pengambilan ijazah Sakura tidak datang mengambilnya dan tidak bertemu dengannya.
Sakura menoleh kearah suara, dilihatnya Ino sedang berjalan cepat mendekatinya, gadis itu tiba-tiba menubruk dan memeluk Sakura sehingga tubuh Sakura agak terhuyung ke belakang, "Ino?"
Ino memang orang yang mengerti dirinya walaupun sesekali mereka pernah bertengkar dan berbeda pendapat. Namun persahabatan mereka terasa lebih indah ketika mereka sudah menjadi dewasa satu sama lain. Pernah mereka bertengkar dan adu mulut sewaktu SMA, namun setelah itu mereka semakin dekat dan cocok.
Ino memang cantik dan pintar. Gadis ini sangat berbeda dari Sakura. Dia begitu feminim dan gaul. Tidak seperti Sakura yang sedikit tomboy dan keras kepala.
"Hahahah… sudah lama sekali aku tidak melihatmu, apa kabar?" tanyanya masih dalam memeluknya. Sakura mau tak mau membalas pelukkannya walaupun nyatanya mereka sekarang berada di depan umum alias di depan bangunan utama kampus, tempat yang biasanya dilalui banyak orang.
Err… lumayan banyak juga sih orang-orang yang memperhatikan mereka.
"Baik, kau sendiri bagaimana?"
"Baik juga." Ino melepas pelukkannya, kemudian pandangannya mengarah pada mobil yang masih berhenti di sampingnya dengan pintu yang masih menganga. Bukan mobilnya yang dilihat Ino, tapi yang dilihat Ino adalah seseorang di dalam sana. Seorang laki-laki berambut pirang dan kulit kecoklatan. Ia sempat mengira itu pacar Sakura. Dan ternyata itu adalah suaminya. Yah, andai Ino tahu.
Sakura mengikuti pandangan mata Ino yang tertuju ke suaminya, "Ada apa?"
Lantas Ino kembali menatap Sakura, "Pacarmu ya?" godanya genit. Ino memang tidak kenal dengan Naruto, ini adalah pertemuan pertama mereka. Jelas saja Naruto dan Sakura dulu beda sekolah. Sakura saja dulunya tidak kenal dengan Naruto. Kalau tidak dijodohkan mana mungkin mereka saling kenal.
Sakura hanya menghela napas pasrah, apa sih yang ada dipikiran Ino ini kecuali cowok? Dari dulu setiap Sakura jalan sama laki-laki mana saja pasti dikira pacarnya. Untung saja saat dia jalan sama papinya tidak begitu juga perkiraannya.
"Itu sepupuku." Jawab Sakura berbohong. Jelas saja ia berbohong toh nyatanya itu suami sah-nya dari sebulan yang lalu.
"Namanya?" sepertinya gadis ini tertarik padanya.
"Naruto." Sakura hanya menyebut nama panggilannya saja tidak dengan nama belakang. Jika diberi tahu. Nanti yang ada malah semakin nanya-nanya.
Mendengar namanya disebut, Naruto pun menoleh dengan direspon dadah-dadah dari Ino. Sepertinya penyakit Ino tidak bisa disembuhi.
Pria itu hanya tersenyum canggung dengan Ino.
"Sepupu Saku?" tanya Ino lagi alias basa-basi.
Naruto hanya mengangguk kecil, lalu pandangannya kembali ke depan. Dia sebenarnya sedikit kesal karena lagi-lagi Sakura menganggapnya sepupu. Dia hanya menerima saja perlakuan istrinya yang nyatanya tidak pernah mencintainya.
Seandainya dia tahu betapa Naruto mencintainya dari dulu. Seandainya Sakura tahu dia tidak menyesal sudah menikah dengannya, seandainya Sakura tahu… Apa yang akan Sakura lakukan? Pasti Sakura akan semakin menjauh darinya, dia pasti akan tambah membencinya dan…
Ding-dong.
Lamunan Naruto pecah sampai sini ketika ada suara yang mengajaknya berbicara.
"Naruto aku dengan Ino mau ke sana dulu ya, sampai nanti." Ujar Sakura sambil menyeret temannya itu, yang sedari tadi diam di tempat—sebenarnya ia ingin minta diperkenalkan pada Naruto. Dan nyatanya Sakura tidak ada niat sedikit pun untuk memperkenalkannya.
Naruto menarik pintu mobilnya dan mulai mencari tempat parkir untuk mobil barunya hadiah pernikahan dari kedua orangtuanya.
Dari dulu Naruto memang minta dibelikan mobil. Namun kedua orangtuanya menjanjikannya jika dia sudah menikah nanti. Dan pernikahannya itu harus dengan perempuan pilihan mereka. Naruto mau tak mau harus menerima pernikahan dini yang mereka jalani dengan umur delapan belas tahun.
Seorang gadis yang dinikahi Naruto—Sakura adalah anak dari sahabat dari orangtua Naruto. Orangtuanya sudah menyepakati akan menikahkan kedua anaknya setelah tamat sekolah—tamat SMA.
Kenapa harus usia dini?
Itu adalah bagian tradisi dari kedua belah pihak keluarga yang tidak bisa diganggu gugat.
Makanya Naruto dan Sakura sebagai korbannya harus rela meninggalkan masa muda mereka. Kalau mereka menolak berarti mereka tidak pantas menyandang nama belakang mereka masing-masing.
Tapi si pink keras kepala ini malah mengajukan satu permintaan kepada Naruto setelah mereka sudah menikah sebulan yang lalu.
"Ingat." Sakura mengangkat jari telunjuk kanannya bermaksud mengancam Naruto dengan pandangan mengerikan. Baru saja mereka selesai mengadakan ritual upacara pernikahan beberapa saat yang lalu. Sakura waktu itu masih menggunakan kimono spesial untuk pernikahannya. Sedangkan Naruto masih memakai tuxedo hitam milik kakek buyutnya. "Kita akan merahasiakan pernikahan ini dengan siapa saja kecuali dengan keluarga." Tambah Sakura lagi.
Sebelumnya dia sudah mengatakan ini kepada Naruto. Dan mala mini dia hanya mengulanginya lagi, "Berjanjilah kita tidak akan saling sentuh."
Naruto hanya memandang Sakura dari tempat duduknya dengan pandangan biasa. Dia tidak habis pikir mengapa wanita pilihan ayahnya sungguh mengerikan seperti ibunya. Oke-lah mukanya cantik, badannya bagus dan pintar. Tapi belum apa-apa gadis itu sudah berani mengancamnya. Naruto memang tidak takut dengan ancamannya. Dia takutnya masa depan keluarganya bagaimana?
Bukannya malam ini dia akan bersenang-senang di kamar hotel ini bersama Sakura, tapi yang ada malah perempuan ini mengadakan kesepakatan antara kerja sama saling menguntungkan. Sebenarnya lebih banyak menguntungkan ke sebelah Sakura sih.
Dan Naruto pun menyetujuinya dengan sekali anggukkan kecil. Awalnya memang dia tidak suka dengan gadis kasar seperti Sakura. Namun perlahan ia menyukainya walau sampai saat ini belum sepenuhnya disadarinya. Hanya perhatian saja yang ditaruhnya akhir-akhir ini.
Kenapa Sakura melakukan itu kepada Naruto?
Pertama, karena Sakura tidak suka dengan Naruto.
Kedua, Sakura tidak suka dengan Naruto.
Ketiga, karena ia menyukai Sasuke Uchiha.
Kalau Sasuke sampai tahu ia sudah punya suami. Mungkin persahabatan mereka berdua akan runtuh dan yang paling parahnya Sakura tidak akan pernah bersama dengan Sasuke.
Sasuke teman Sakura semasa SMA. Sejak pandangan pertama Sakura memang menyukai Sasuke. Dia selalu berusaha untuk mencuri perhatian Sasuke walau apapun yang dikerjakannya. Dan akhirnya mereka semakin dekat dan dekat tinggal mengutarakan perasaan masing-masing…
Tapi setelah UN, Sakura sudah tidak pernah datang lagi ke sekolah. Sehingga waktu itu Sasuke membatalkan niatnya untuk mengutarakan isi hatinya kepada gadis itu.
Pria emo itu menuggu Sakura hari itu di sekolah. Namun sampai malam pun dia tidak datang dan menemuinya, itu sedikit membuat Sasuke kecewa. Sakura tidak sempat memberitahukan kepada Sasuke bahwa dia sudah berada di Tokyo waktu itu. Malah setelah Sakura dinikahkan, dia malah melupakan janjinya dengan Sasuke untuk bertemu siang itu sampai saat ini.
Mengenai itu sampai saat ini masih menjadi pertanyaan Sasuke yang belum terjawab. Ada tanda tanya besar yang tertera jelas di kepalanya. Kemana Sakura saat itu? Kenapa dia tidak datang dan menepati janjinya?
.
Kita akan ceraikan?
Tulisan itu pernah dibaca Naruto distatus FB Sakura. Mungkin itu menyangkut tentang hubungannya. Mungkin suatu saat jika Sakura dan Naruto sudah mempunyai alasan yang kuat kepada kedua orangtuanya mereka akan minta diceraikan. Walaupun mereka tahu itu akan berakhir mengecewakan.
Soal cincin pernikahan. Jika orangtua mereka ada di hadapan baru mereka pakai. Jika orangtua mereka pulang cincin mereka akan terkalung dileher bersama kalung mereka masing-masing.
Apa kedua orang tuanya tahu kalau mereka merahasiakan semuanya di depan umum?
Kalau sampai tahu mereka berdua akan dihukum. Dan mereka berdua tidak mau itu terjadi. Mereka adalah anak yang taat dibalik selimut.
Untuk sekarang mereka masih tinggal di dalam sebuah rumah kecil milik keluarga Namikaze yang tidak terlalu jauh dari tempat kulyahnya. Sedangkan tempat tinggal kedua orang tua mereka jauh berada di luar kota.
Hanya terdiri dari satu kamar tidur. Satu dapur dan satu gudang. Namun sangat nyaman untuk ditinggali. Itu menurut Naruto. Tidak untuk Sakura.
Baginya rumah itu hanya sebesar kamar mandinya. Dan sekarang Sakura lagi belajar untuk hidup sederhana dan mulai dewasa.
Kamar mereka sempit sekali, cukup untuk satu kasur tarik dan lemari pakaian dua pintu. Kasur tarik diatas Sakura yang menempati dan di bawah adalah Naruto. Itu juga bagian dari keputusan. Lemari dua pintu, sebelah kiri bagian Sakura dan kanan baju Naruto.
.
.
"Woi Naruto!" teriak Kiba dari ujung koridor, suaranya yang khas itu menggema diseluruh ruangan. Anak-anak lain jadi ikut menoleh kearahnya, karenanya Kiba teriak seperti meneriakki maling.
Naruto nyengir lalu menghampiri Kiba yang juga menghampirinya. Tangan mereka menjabat erat satu sama lain setelah mereka berhadapan.
"Ternyata kau kulyah di sini juga, aku tidak menyangka." Ujar Kiba menatap mata Naruto.
"Hehehhe, di sini kan tempat yang bagus, aku kira kau juga pasti masuk kemari."
"Ambil jurusan apa?"
"Kimia. Kau sendiri?"
"Wah sama. Hahah."
Bersama-sama mereka melangkah mencari tempat duduk yang pas untuk mengobrol di pagi hari, "By the way, aku tadi melihat kamu sama cewek rambut pink, pacarmu?" tanya Kiba saat mereka sudah mendapatkan tempat duduk dan duduk di sana.
"Dia maksudmu Sakura? Hahah. Dia itu sepupuku kok."
"Kalian tinggal bersama?" tanya Kiba lagi yang ia yakini jawabannya iya. Karena Kiba tahu, bisa dilihat dari mereka yang pergi sama-sama ke kampus. Belum lagi alasan yang kuatnya dari pertanyaan Kiba yang memikirkan tentang orang tua Naruto yang suka tinggal di Tokyo bukan di Konoha. Dia lumayan lega saat dia tahu itu bukan pacar Naruto. Kalau Naruto sudah mendapatkan lebih dulu darinya. Wah, si Kiba kalah telak kan? Walaupun nyatanya tidak ada persaingan mencari pacar duluan, tapi di dalam perasaan masing-masing sudah memutuskan perang dingin.
"Iya. Kami tinggal bersama."
"Nah itu orangnya." Kiba menatap apa yang ada di belakang Naruto alias perempuan yang baru saja dibicarakannya tadi. "Sakura." Panggil Kiba sok dekat padahal kan nyatanya dia belum kenal.
Sakura menghentikan obrolannya sama Ino, ia menoleh ke Kiba dan Naruto. Sudah bicara apa saja suaminya ini. Batin Sakura.
Sakura hanya melempar senyuman manis kearah Kiba.
"Sakura mau kemana? Di sini saja." Ajak Kiba, sedangkan Naruto tidak mau menatap mata istrinya. Dia lebih memilih memandang pemandangan bunga yang ada di hadapannya ini.
Ino yang sedari tadi di sampingnya mempengaruhi Sakura untuk menyetujui ajakkan Kiba. Akhirnya Sakura ikut duduk dan gabung sama mereka.
Namun tidak lama kemudian Sasuke datang dengan panggilan dari Ino. Yang membuat Sakura sedikit gugup dengan kehadirannya. Itu lah mengapa Sakura memilih kulyah di sini. Karena Sasuke dan temannya yang lain juga ada di sini. Sasuke hanya mengucapkan sapa kepada Sakura. Ia hanya bisa memperhatikan gadis ini dalam diam. Pertanyaan yang selalu berputar di benaknya beberapa bulan yang lalu akan ditanyakannya jika ada waktu yang tepat.
Selang beberapa menit kemudian mereka melihat batang hidung Hinata. Dan kemudian gadis ini ikut gabung dengan panggilan dari Kiba.
Alhasil mereka malah berkenalan satu sama lain bagi yang belum mengenal. Ternyata mereka semua kulyah di jurusan yang sama. Sama-sama anak kimia. Benar-benar jodoh pertemanan.
Dan ujung-ujungnya mereka malah reunian dan bercerita tentang masa-masa SMA di sana.
Dimulai dari sini, Hinata mulai menaruh perhatian kepada Naruto yang baru dikenalnya. Kiba yang sudah lama menyukai Hinata akan berusaha mendapatkannya. Sakura yang menyukai Sasuke akan melakukan apa saja buat ke depannya.
Naruto akan bertekat membuat Sakura mulai jatuh cinta padanya. Sedangkan Sasuke akan meyakinkan Sakura bahwa dia juga mencintainya. Walaupun nyatanya ia masih menyimpan rasa kecewa padanya.
Setelah puas dengan bercanda ria, mereka semua harus mengakhirinya karena hari sudah siang. Sudah waktunya pulang dan melihat-lihat keadaan tempat kulyahnya. Dan besok baru sepenuhnya masuk kulyah dan berkegiatan mencari ilmu.
Tadinya mereka akan pergi karaokean. Namun karena ada yang tidak bisa ikut jadinya tidak jadi deh. Rencananya minggu depan mereka akan melakukannya.
"Naruto, kita belanja dulu." Ujar Sakura saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Baiklah." Naruto mulai menghidupkan mesin mobil dan mulai menginjak gasnya.
.
.
Sakura langsung membanting badannya saat ia baru saja pulang dari belanja mingguan di pasar swalayan. Tadinya Naruto menyuruh di pasar biasa saja, itu kan agak sedikit menghemat. Nyatanya si pink tidak mau belanja dengan rakyat jelata yang lantainya benyek dan becek karena hujan dan bau amis di sepanjang pasar. Belum lagi yang dikiranya banyak copet yang akan mengganggu ketentraman belanja. Lagi pula ini adalah yang kedua kalinya Sakura belanja setelah menikah.
Hari ini belanjanya lebih lama dari waktu yang biasanya. Naruto harus sabar menunggu seorang wanita yang belanja berlama-lama seperti ini. Dia mau protes namun dia takut Sakura marah-marah.
Naruto dari luar masuk dengan kantung putih besar dari hasil belanja mereka. Padahal yang di beli hanya keperluan untuk seminggu, tapi Sakura membeli banyak sekali keperluan yang belum pasti dipakai.
"Sakura kau tidak mandi dulu?" tanya Naruto kepada Sakura yang baru saja tertidur pulas dengan posisi tidak elit alias badan depannya tertumpu pada kasur. Kelihatannya gadis ini kelelahan. Bisa dilihat dari mukanya dan tingkahnya dari tadi sewaktu belanja.
Tidak ada jawaban dari Sakura dan itu tandanya gadis ini benar-benar tidur pulas.
Setelah Naruto menaruh kantung belanjaan itu dipinggir kasur mereka, ia pun melangkah kearah kamar mandi dan mulai melakukan ritual yang disebut mandi.
.
Saat Sakura membuka matanya kembali—terjaga dari tidurnya ia melihat kepala Naruto yang berada di depan mukanya. Sakura terkejut dan refleks berteriak sambil mendorong tubuh Naruto dengan kedua kaki dan tangannya hingga dia jatuh kebawah. Untung saja kasur kedua sudah dibentang jadi Naruto tidak perlu nyium lantai yang keras dan dingin itu.
"Apa yang kau lakukan?" ujar Sakura marah. Ia sangat takut jika terjadi apa-apa dengannya walaupun nyatanya yang melakukannya suaminya sendiri. Dia tidak mau berdekat-dekatan dengan Naruto, apa lagi melakukan 'itu' bersamanya. Kembali ke impiannya tadi: menikah bersama Sasuke orang tercinta.
Kalau sampai dia tidak perawan lagi Sasuke pasti kecewa. Padahal Sasuke sudah menunjukkan benih-benih cinta kepadanya. Tinggal pendektan sedikit lagi dan jadian lalu menikah. Aduuuh Sakura terlalu berharap.
"Habis di atas lebih nyaman dibanding di bawah." Naruto bangkit dari posisinya.
"Jadi maumu apa?" Sakura merendahkan suaranya. Dia masih memeluk agama dan dia sadar tidak boleh melawan suami sendiri.
"Aku hanya ingin tidur di atas."
"Apa?"
"Memangnya tidak boleh, sekali-sekali saja Sakura di bawah terlalu dingin dan kasurnya lembek."
Sakura menghela napas panjang, "Kalau begitu biar aku saja tidur di bawah." Sakura bergegas turun kekasur bawah dan menyuruh Naruto ke atas dengan kode mata dan alisnya.
Si pirang akhirnya ke atas dan Sakura di bawah.
"Nih selimutmu." Naruto melemparkan selimut pink Sakura yang masih berada di atas, dan jatuh tepat di atas badannya.
Dengan amarah Sakura kembali duduk dan menghadap Naruto yang sudah tidur-tiduran terlentang nyaman, "Beraninya kau!" bergegas si pink bangkit dari duduknya dan duduk dipinggiran kasur atas, "Rasakan!" ujar Sakura sambil memukul-mukuli badan Naruto dengan gulingnya berkali-kali bertubi-tubi. Sehingga Naruto harus menutupi kepalanya agar tidak amnesia gara-gara istrinya.
Tidak lucukan jika besok di Koran ada berita dengan judul di atasnya Seorang Pria Amnesia Karena Digebukki Istrinya Pakai Guling.
.
Naruto bangun dari tidurnya, ia menggeliat sesaat. Tirai jendela di sampingnya sudah Sakura pinggirkan sedikit sehingga cahaya masuk menerangi ruangan kecil tersebut. Dia memicingkan matanya karena terpaan sinar matahari yang langsung masuk melalui jendela kamarnya.
Penciumannya merasakan bahwa ada bau makanan dari arah dapur. Lantas Naruto bangun sambil mengucek-ngucek matanya.
Perlahan ia melangkah kearah dapur yang sangat dekat dari kamarnya. Ia melihat Sakura tengah berada di atas kursi meja makan sambil sarapan pagi.
"Wah, Sakura kau masak banyak makanan." Kata Naruto senang. Ia senang ternyata Sakura ada kemajuan juga, mau masak. Kemarin-kemarin jam segini Sakura masih tidur dan bangun kalau sudah tepat jam delapan.
"Kata siapa? Aku beli." Balas Sakura sambil mengunyah makanan yang ada dimulutnya kemudian menelannya, "Sebaiknya kau makan saja dan pergi kulyah."
Naruto mengangguk sesaat kemudian ia ikut duduk di depan Sakura. Dilihatnya isi meja makan hari ini benar-benar penuh. Semuanya makanan yang mudah dimasak. Namun Sakura lebih memilih beli ketimbang masak.
"Beli dimana?"
"Kemarin kan belinya."
Naruto hanya ber-oh ria, kemudian dia mengambil sepotong roti isi dan mulai memasukkannya ke dalam mulut.
"Kau jorok sekali, belum gosok gigi sudah makan." Kata Sakura.
"Sudah." Jawab Naruto dengan mulut penuh dengan rotinya.
"Kapan?"
"Tadi malam. Ehhehe."
Sakura sweatdrop sesaat dan menghela napas. Suaminya ini memang lain daripada yang lain. Yah terserahlah. Yang Sakura tahu hanya satu.
Dia tidak mencintainya.
Tiba-tiba telpon rumah mereka berbunyi dari arah ruang tamu. Bergegas Sakura langsung menghampirinya dan mengangkatnya.
"Hallo." Ujar Sakura setelah ia menempelkan gagang telpon ke telinganya.
"Hallo Saku, ini ibu sayang." Terdengar jawaban dari arah seberang dengan suara khas seorang wanita paruh baya.
"Ibu? Ada apa?"
"Wah kau tidak kangen sama ibumu?"
"Ah ibu, aku kangen kok, ibu apa kabar?"
"Baik, kau sendiri?"
"Yah sehat selalu."
"Ibu hanya bertanya apa uang transperan sudah masuk di Atm?"
"Ibu mengirim uang lagi? Aku belum mengeceknya di bank."
"Nanti dicek ya, yah sudah hanya itu saja yang ingin ibu katakan."
"Terimakasih bu."
"Jaga dirimu baik-baik, Jaa-nee."
Setelah itu sambungan telpon dimatikan dan Sakura pun menutup telponnya.
"Dari ibu ya?" tanya Naruto yang sekarang sudah berada di belakangnya. Pria ini sempat mendengar obrolan Sakura dari telpon tadi sedikit.
Sakura pun menghadap Naruto, ia berdiri santai dengan sandal bulu-bulu warna pink dan panggulnya bersandar di meja telpon, "Iya, kenapa?"
"Bukannya aku sudah memberimu uang, kenapa kau masih minta sama orangtuamu?"
"Dia yang memberinya, jadi aku terima saja. Memangnya kenapa?"
"Bukan begitu, aku jadi merasa tidak enak dengan ibumu."
"Bukannya kau juga masih minta kepada kedua orangtuamu?"
Benar apa yang dikatakan Sakura, Naruto masih meminta uang dari kedua orangtuanya untuk menafkahi dirinya, jadi apa salahnya jika Sakura juga dapat uang dari orang tuanya? Namun Naruto masih merasa tidak enak hati melihat tanggung jawabnya minta uang dengan orangtuanya sendiri.
"Jadi kau masih kurang dengan pemberian ayahku?" tanya Naruto lagi.
"Ah, sudahlah. Aku mau berangkat ke kampus." Sakura berjalan melewati Naruto, ia berjalan menuju ke kamarnya dan bersiap akan berangkat kulyah saja daripada memperdebatkan hal yang tidak penting seperti ini.
Ini pertama kalinya mereka membicarakan soal keuangan. Naruto memang memberi cukup keperluan untuknya, namun Sakura masih meminta jatah kepada orangtuanya setiap bulan mulai sekarang. Dia tidak mau terus-terusan minta dengan Naruto yang nyatanya masih minta juga.
Yah, semua itu salah kedua orangtuanya yang terlalu dini menikahkan anak mereka yang masih berkulyah. Jadi merekalah yang harus bertanggung jawab dan mengurus semuanya. Sedangkan yang jadi korban harus menjalani kehidupan mereka sampai sesuatu yang akan mereka gapai didapatkan.
.
.
T B C
.
.
Gomen jelek. Heheh
Rifyu? Saya yakin masih banyak kesalahan. Mohon rifyunya…
