KHR © Amano Akira

Reflection

He always doing like he is the shadow—

0259

Family/Angst

Warning: OOC, Galauness

Dua sisi cermin yang memantulkan dua sisi yang berbeda pula—

Kau dan juga dia dapat saja diibaratkan seperti itu. Kau yang pintar dalam semua hal—pelajaran, olah raga, dan menjadi andalan kedua orang tua kalian. Sementara ia—ia seakan sebuah bayanganmu yang terpantul didalam cermin, yang merefleksikan seluruh sifatmu menjadi kebalikannya.

Ia—seseorang yang tidak menonjol, menyembunyikan semua masalahnya sendirian, tidak menonjolkan semua hal yang sebenarnya kau yakin bisa ia lakukan. Ia juga selalu bersikap dingin padamu, dan seakan tidak perduli padamu.

Atau mungkin ia membencimu—yang merebut semua perhatian orang lain yang seharusnya bisa ia dapatkan.

Misalkan, ketika kau pulang kerumah, dan kau membawa berita tentang prestasimu—membuat kedua orang tuamu bangga dan menarikmu bersama dengan mereka untuk menceritakan bagaimana kau mendapatkan prestasi itu.

(Dan ia—dibelakangmu hanya diam dan berjalan melewati kalian seakan-akan ia tinggal ditempat yang berbeda.)

Atau ketika orang tuamu menghadiri sebuah acara dimana kau menjadi bintang utamanya—dan mereka akan menjadi orang yang tepuk tangannya terdengar paling keras diantara yang lainnya.

(Dan ia hanya diam sambil menatapmu—tanpa mau bahkan sedikitpun mengangkat tangannya bertepuk tangan untukmu)

Terkadang kau berfikir—kau tidak pernah melihatnya berjuang untuk melakukan sesuatu yang bisa dibanggakan oleh orang tua kalian. Dan pada akhirnya—kau menarik kesimpulan, walaupun kalian berdua adalah saudara kembar—dia adalah dia, dan kau adalah kau. Kalian berdua adalah dua jiwa yang berlainan, begitu juga dengan sikap kalian berdua yang tidak harus dipaksakan untuk disamakan.

Jam bergerak maju—detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam berganti hari.

Bertahun-tahun sudah ia seolah menjadi bayangannya, yang ada walaupun tidak disadari dan selalu berada didalam kegelapan dirimu yang disinari oleh cahaya yang paling terang.

Dan tentu saja waktu akan terus berputar—kau tidak akan pernah bisa memutar balikkannya, dan waktumu juga tidak bisa berhenti karena ia—yang menurutmu sangat misterius itu.

—Reflection|noitcelfeR—

Kau selalu menyukai saat-saat dimana kau berada dirumah bersama keluargamu. Membaca buku dengan tenang sambil menatap kearah ayahmu yang membaca koran dan ibumu yang sedang memasak.

"Baiklah, saatnya makan malam—Hayato, jangan terlalu banyak membaca buku," suara ibumu langsung menyadarkanmu dan dengan segera menutup bukumu, ayahmu juga menutup koran yang dibaca dan segera beranjak kearah tempat makan kalian.

Tetapi, entah kenapa ada sesuatu yang kurang—lagi-lagi ia tidak ada—

"Dimana G?"

"Ah benar juga—ibu lupa memanggilnya," sejak dulu ibumu tidak pernah lupa memanggilmu kapanpun dan dimanapun kalau memang sudah waktunya untuk makan. Dan selalu saja—hampir setiap saat kedua orang tuamu seakan menganggapnya tidak ada dirumah ini, dan pada akhirnya lupa untuk mengajaknya makan bersama.

"Biar aku panggilkan—"

Dan kau segera beranjak dan melangkahkan kakimu keatas—kekamar miliknya yang ada dilantai paling atas.

Bunyi decit pintu yang sudah cukup tua itu terdengar ketika kau membuka pintu itu. Menemukan sosoknya sedang tertidur, dengan sebuah headphone yang bertengger ditelinganya—tertutupi oleh rambut merah miliknya.

"G—ayah dan ibu memanggil untuk makan malam," tentu saja suaramu tidak didengarnya jika nada musik yang ia dengarkan bahkan bisa kau dengar dari daun pintu itu. Seperti bunyi musik sebuah orkestra—dan sejak kapan ia menyukai musik seperti itu?

"G—aku memanggilmu!"

Menarik paksa headphone yang ada ditelinganya—menghentikan aliran musik yang mengalun ditelinganya. Dan ia hanya menatapmu—seolah-olah kau tidak hidup dan hanya sebuah patung yang berdiri didepannya. Dan yang ia lakukan setelah itu hanyalah membaca kembali partitur yang ada didepannya tanpa menggubrismu.

"G!"

"Yang dipanggil untuk makan malam hanya kau—jangan repot-repot untuk memanggilku makan," dan jawaban yang kau dengan cukup membuatmu kesal. Kau yang sudah repot-repot melangkahkan kakimu kedalam kamar, dan membangunkannya—dan ia menjawabnya seperti itu. Tetapi—memang benar apa yang dikatakan olehnya, karena bahkan membangunkannya adalah idemu, bukan ide orang tua kalian, "—sekarang keluarlah, sudah kubilang jangan masuk sembarangan bukan?"

"Terserah—"

Sampai kapanpun, kau dan dia hanyalah dua orang yang memiliki sifat berbeda walaupun kau dan dia adalah saudara kembar yang hampir menyerupai sosok yang memandangi bayangannya dicermin.

(Dan menurutmu—sampai kapanpun ia akan menjadi sosok dari bayanganmu yang tidak akan mencapai tempat yang disinari oleh gemerlap cahaya.)

—Reflection|noitcelfeR—

"Aku tidak suka dengannya—"

Dan disinilah—kau bersekolah disekolah yang cukup bagus di Jepang. Bukan hanya karena keluargamu adalah keluarga terpadan tetapi karena prestasimu yang mampu membanggakan sekolahmu. Dengan sahabat-sahabatmu yang selalu mendukungmu apapun yang kau lakukan.

"G-san lagi Gokudera-kun?" Pemuda berambut cokelat karamel—dengan mata yang senada dengan warna rambutnya itu, sahabat paling dekat denganmu hanya tersenyum dan menatapmu dengan senyumannya yang—menurutmu—paling manis itu.

"Begitulah, padahal aku sudah susah-susah datang ke kamarnya—tetapi, ia malah berkata, 'yang diajak untuk makan malam hanyalah kau, bukan aku...' Begitu," memperagakan bagaimana ia semalam mengatakan hal itu, membuat sahabatmu tertawa kecil, "aku tidak pernah mengerti apa yang ia fikirkan—begitu juga dengan orang tuaku dan juga semuanya..."

"Mungkin—karena G-san sudah terlalu lama untuk berada didalam bayangan sosokmu?"

Mungkinkah benar apa yang dikatakan oleh sahabatmu—mungkinkah ia sudah terlalu lama menjadi bayanganmu yang tertutupi oleh sosokmu yang selalu bergelimpangan cahaya?

—Reflection|noitcelfeR—

Cahaya bulan tampak redup saat itu, seakan cahaya matahari yang dipantulkan juga meredup. Kau—yang sedang mengerjakan pekerjaan yang seharusnya menjadi kewajibanmu sebagai pelajar tampak melamunkan sesuatu sambil menatap sosok indah yang menghiasi langit malam itu.

Membosankan—

Kau menompang kepalamu dengan sebelah tangan, memainkan pensil yang sedaritadi menari diatas kertasmu itu dan sekarang berakhir diantara hidung dan mulutmu. Dikamar itu, hanya ada kau sendirian tanpa ada sosoknya yang seharusnya ada dikamar itu juga.

'Mungkin ia terlalu lama berada dalam bayang-bayang dari sosokmu?'

Kata-kata itu tampak memenuhi kepalamu, membuatmu berfikir apakah ia membencimu karena kau yang selalu membuat sosoknya terlupakan?

"Kalau memang seperti itu—kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku," kau menatap kearah kertas yang ada didepanmu—yang tanpa sadar sudah kau gambari dengan dua orang yang mirip satu sama lainnya.

Dengan segera kau menghapusnya karena gambarmu yang lebih pantas disebut sebagai gambaran anak kecil itu. Kau memang pintar dalam segala hal, kecuali menggambar.

Kau menatap kearah kertas putih didepanmu, yang sudah kembali bersih—melupakan gambarmu yang memalukan itu tanpa tahu sebenarnya untuk apa dan apa yang kau gambar.

(Dan kau tidak menyadari kalau kau menggambarkan sosoknya dan sosokmu yang sedang bermain—satu-satunya harapan yang selalu kau inginkan agar terkabul)

—Reflection|noitcelfeR—

Dilantai paling atas rumah itu, sosok berambut merah itu duduk disalah satu sisi kamarnya yang langsung berbatasan dengan atap—yang membuat bentuk kamar itu menjadi segitiga. Disalah satu sisi ruangan itu, tampak sebuah dinding yang terbuat dari kaca tembus pandang yang membuatnya bisa menatap kearah langit malam.

Disekitarnya berserakan kertas-kertas yang bertuliskan sesuatu yang tampak berantakan. Sementara yang lainnya tampak bertuliskan partitur beberapa lagu. Menatap kearah bulan purnama saat itu—pensil yang ada ditangannya tampak bergerak, menggambarkan sesuatu. Dua orang anak kecil yang sedang bergandengan dan tertawa bersama. Lukisan yang sangat bagus, dan juga rapi.

Menatap kearah kertas yang ada didepannya, mengamati gambaran itu sebelum meremasnya dan membuangnya ketempat sampah yang ada didekatnya. Tatapannya yang semula kosong berubah menjadi tatapan dingin dan juga kesal.

(Tatapan yang menunjukkan seolah ia membenci apa yang ia gambarkan tadi—)

—Reflection|noitcelfeR—

Suara nyanyian dan alunan piano terdengar ketika kau menutup matamu.

Kau sedang bermimpi?

Lagu yang dimainkan tampak tidak asing untuk kau dengar. Dan yang kau lihat hanyalah sosok seorang perempuan berambut pink bersama dengan seorang anak kecil berambut merah.

'Hayato—'

Senyuman perempuan itu—tanpa terasa membuat cairan bening itu keluar dari matamu. Siapa dia—bahkan kau tidak bisa mengingatnya.

'Hayato—kemarilah...'

Kau tersenyum—mencoba untuk berlari kearah perempuan itu, tetapi tatapan anak berambut merah itu membuatmu bergidik. Menghentikan langkahmu—anak itu menatapmu dengan tatapan sedih dan kesal. Seakan mengharapkan kau untuk tidak mendekati mereka berdua.

(Dan kau merasa—kau pernah melihat kedua sosok itu entah dimana...)

Membuka mata hijau toscamu, menemukan dirimu yang berada diatas tempat tidur kamarmu. Itu hanyalah mimpi—mimpi buruk yang akhir-akhir ini sering menghantuimu. Siapa perempuan itu—ia tidak mengenal sosok itu, tetapi selalu ada kerinduan yang kau rasakan ketika itu.

"Sebaiknya—aku mendinginkan kepala..."

—Reflection|noitcelfeR—

Suasana ditempat itu sepi—hanya ada beberapa orang yang berjalan melewati taman itu. Kau berjalan, menatap sekitarmu yang cukup indah dan tidak ramai seperti tempat-tempat lainnya.

Sinar matahari tampak sudah meredup—warnanya bahkan sudah berubah menjadi jingga, dan bayanganmu sudah mulai memanjang—menandakan hari sudah mulai sore. Tetapi itulah yang kau suka—berada disana sore-sore, sendirian sambil mengamati taman. Kau berjalan dan berhenti ketika mendengarkan sesuatu—

Sebuah melodi dari alat musik yang cukup merdu.

"Siapa—" kau melihat dari atas jembatan tempatmu berdiri, mencoba mencari asal suara yang merdu itu. Memajukan badanmu dengan bertompang pada pembatas tempat itu. Kau harus mengetahui siapa yang menyanyikan lagu yang nadanya sama dengan lagu yang kau dengar disetiap mimpimu itu.

"Hayato!"

Suara itu membuatmu tersentak—dan yang lebih membuatmu terkejut adalah pagar tempatmu bersandar tiba-tiba patah dan membuatmu tercebur kedalam danau yang cukup dalam itu. Dan sialnya—kakimu kram dan susah untuk digerakkan. Kau mencoba untuk naik kepermukaan tetapi tidak bisa.

"To—tolong..."

Kau masih mencoba untuk sadar—menatap kearah atas jembatan dan menemukan sosok yang berdiri disana. Hanya berdiri mematung dan menatapmu seakan-akan tidak terjadi apapun. Sebelum akhirnya—tenagamu habis dan akhirnya kau tenggelam begitu saja.

(Dan tentu saja kau tahu—kakak kembarmu yang berdiri disana, menatapmu dengan tatapan dingin tanpa mau sedikitpun menolongmu)

To Be Continue|eunitnoC eB oT—

Ciocarlie

"Yo, minna-san! Sudah lama ga nutup ffic ^w^"

G.

"Tidak usah ditutup, banyak cingcong aja lw -_-"

Ciocarlie

"Disini, saya bersama dengan salah satu karakter utama di ffic ini—G!"

G.

"Hn..."

Ciocarlie

"Baiklah tanpa harus menunggu lama, kita bahas dulu tentang cerita ini, disini—G adalah kakak kembar Goku yang punya beda usia 2 tahun diatasnya. Dan seperti yang diceritakan diatas, dia adalah anak yang kurang kasih sayang.."

G.

"Begitulah—eh, apa?"

Ciocarlie

"Sebenernya sih ini curhatan author, karena memang kebanyakan perilaku yang dirasain G itu memang didapetin Author..."

Ngelap ujung mata

G.

"Oi, apa maksudnya kurang kasih sayang!"

Ciocarlie

"Nah G—bisa diceritakan bagaimana kau bisa hanya berdiri dan terdiam melihat adikmu tenggelam didepan matamu?"

G.

"Tu—tunggu, kalau aku mengatakannya itu sama saja membocorkan chapter selanjutnya!"

Ciocarlie

"Benar juga :x oke, kalau begitu minna! Sampai ketemu di chapter selanjutnya, ditunggu kritik dan saran serta review ya! ^^"

G.

"Jangan lupa flame untuknya..."

Ciocarlie

"Nih flame—"

Pake sarung tangan Giotto—bekuin G pake zeropoint break(?).

"Nah minna, sampai jumpa! ^^

—On the Next | txeN eht nO—

Peristiwa itu semakin membuatnya membenci sosok itu.

"Ka—kau mencoba untuk membunuhku!"

"Pada akhirnya kau tidak terbunuh bukan?"

Mencoba untuk menjauhinya

"Jangan pernah mendekatiku lagi..."

"Kau fikir—kau bisa mengalahkanku Gokudera?"

"Aku selalu bisa mengalahkanmu!"

Tetapi dibalik itu semua sebuah rahasia tersembunyi rapat olehnya.

"Ia bahkan tidak pernah mengingat sosok itu—yang sudah lama meninggal..."

"Aku tidak mungkin membencinya—bagaimanapun, ia adalah adikku bukan?"

Dan dibalik semua itu, peristiwa itu membuatnya merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan

"Kau tidak apa-apa?"

"Si—siapa kau?"

"Namaku—"