Gundam Seed/ Destiny © Mitsuo Fukuda and Affiliation.
Standard warning for rated-T fics is applied.
Enjoy the story!
000
Didedikasikan kepada semua penghuni fandom Gundam Seed/ Destiny. By the way, thanks for the reviews di L, ya! Really, really, really thankies. Semoga sekuel ini sesuai dengan harapan kawan-kawan yang menginginkan sekuel L :D
000
[A Sequel of L]
Another L
By : Naw d Blume
000
Cagalli mengucek-ngucek kelopak matanya pelan. Jam sudah menunjukkan pukul 21.10. Ia sudah mulai mengantuk; sangat mengantuk. Sayang, laporan yang dikerjakannya belum juga selesai. Dan lagi, ada seseorang yang belum pulang. Ingin rasanya ia menelepon dan menanyakan kabar orang itu. Sayang, harga dirinya yang kelewat tinggi masih menang jika dibandingkan dengan kekhawatiran yang dirasakannya. Tidak biasanya ia pulang larut tanpa memberikan kabar sama sekali.
"Arrrgh…. Dia di mana, sih?" ia berseru sembari berlonjak dari kursi yang didudukinya.
Kaki jenjangnya melangkah menuju dapur; hendak mengisi ulang secangkir kopi hitam ke dalam cangkir kosong di tangannya. Kemudian, sambil berjalan kembali menuju ruang tengah, ia menyesap kopinya sedikit.
Tik … tik … tik … tik….
Cagalli melanjutkan kegiatannya mengetik laporan dalam diam. Pikirannya ia fokuskan pada layar putih berisi tulisan-tulisan di depannya. Namun, sesekali, matanya kehilangan fokus dan melirik jam digital di pojok kanan bawah laptopnya itu.
22.02. Laporan yang diketiknya telah selesai. Namun, orang yang dinanti-nantikannya tak kunjung datang.
Ponsel di sebelah laptopnya sama sekali tak berkelip selama ia mengerjakan laporan. Matanya memandangi sang ponsel selama beberapa menit. Sungguh, apa ia harus menanyakan keberadaan orang itu? Harga dirinya terlalu tinggi untuk melakukan hal itu. Tapi….
Secepat kilat disambarnya ponsel itu kemudian men-dial serangkaian nomor.
Tuut … tuut … tuut….
Bersamaan dengan itu, seseorang membuka pintu depan. Samar-samar terdengar ringtone lagu yang tak asing lagi di telinga Cagalli. Ringtone lagu-nya! Secepat dirinya menyambar ponselnya, secepat itu pula ia meletakkan ponsel itu kembali ke tempat asalnya; di sebelah laptop yang masih menyala. Ah, tak lupa, ia mematikan sambungan itu dengan menekan tombol end call. Ia kemudian cepat-cepat duduk sembari mengetik sembarang kata di laporan-yang-sebenarnya-sudah-selesai-itu.
Di lorong, terdengar suara langkah kaki yang mendekati ruangan ia sekarang. Langkah kaki itu berhenti.
"Cagalli? Cagalli belum tidur?" sebuah suara maskulin terdengar dari pintu ruang tengah.
Cagalli menengok ke arah datangnya suara itu. Di sana, berdiri teman satu apartemennya, Athrun Zala.
Ya, Athrun Zala, pemuda yang dua tahun lebih muda darinya itu kini menempati sebuah apartemen yang sama dengan dirinya.
Ya, Athrun Zala, pemuda yang dua tahun lalu mengajaknya berjalan-jalan di Mechanize Fair itu kini menempati sebuah apartemen yang sama dengan dirinya.
Ya, Athrun Zala, pemuda yang dua tahun lalu menyatakan perasaannya itu kini menempati sebuah apartemen yang sama dengan dirinya.
Ya, Athrun Zala.
Cagalli membalikkan badannya dan memandang tajam pemuda itu, "aku membayar separuh harga. Terserah aku jika aku ingin begadang atau tidak."
Athrun tersenyum kecil. Ia kemudian mengeluarkan ponsel di sakunya; mengernyitkan keningnya ketika melihat sebuah nama yang membuat sebuah panggilan tak terjawab, panggilan yang mati sebelum sempat ia angkat, "uhmmm … Cagalli meng-?"
"Aku tidak menghubungimu. Ingat itu. Aku tidak mengkhawatirkanmu sama sekali. Aku tak peduli kau mau pulang malam atau bahkan tak pulang sama sekali," gadis berambut pirang itu berkata panjang memutuskan perkataan Athrun.
Athrun tersenyum kembali ketika Cagalli membalikkan badannya dan menutup semua jendela dalam laptopnya kemudian mematikan laptop itu. Ia berdiri dan mengangkut semua peralatannyadi kedua tangannya. Kini, ia berhadap-hadapan dengan Athrun yang masih berdiri di pintu sebelum berkata, "jangan panggil aku 'Cagalli'. Kau itu lebih muda dua tahun dariku, tahu! Sekarang, minggir!"
Athrun masih diam tak bergeming di pintu. Sepasang mata hijaunya memancarkan kasih sayang pada gadis bermata amber di depannya itu sebelum berucap berulang kali, "Cagalli. Cagalli. Cagalli. Cagalli. Cagalli."
"Diam, bodoh! Aku mau tidur. Minggir!"
Setelah berkata demikian, Cagalli menubruk Athrun hingga pemuda itu terjatuh di lorong. Kemudian, dengan langkah lebar ia berjalan menuju kamarnya yang berada di ujung lorong sebelah kanan.
Athrun, masih dengan pakaiannya yang sedikit lembab karena udara yang dingin di luar memandangi kepergian Cagalli. Jangan kira ia tak melihat sepasang pipi Cagalli yang sedikit memerah tadi. Kedua tangan besar dinginnya menutupi wajahnya sendiri. Hangat. Cagalli memang selalu membuatnya merasa hangat. Sejak dua tahun lalu.
"Cagalli … kenapa kau selalu membuatku seperti ini?"
Ya, pemuda yang berusia dua tahun lebih muda dari Cagalli itu masih menyukai gadis itu. Bahkan, kini ia merasa perasaannya semakin besar dan besar. Tiap kali melihat gadis itu, jantungnya selalu berdegup kencang. Badump. Badump. Badump.
Setahun yang lalu, ia menyusul Cagalli yang melanjutkan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas December; setelah ia bekerja keras di kelas akselerasi. Gadis itu tinggal satu apartemen dengan Kira yang juga berkuliah di Universitas December; Fakultas Hubungan Internasional. Namun, di tahun kedua kuliahnya di fakultas itu, Kira mengikuti kegiatan pertukaran pelajar yang dilaksanakan oleh Universitas December dan Universitas Ethernal selama satu tahun. Karena keikutsertaan Kira di program itu, Cagalli mau tak mau harus tinggal sendiri di apartemen besar itu. Kira, sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik-nya, tak ingin ia tinggal sendiri. Jadi, sebuah keputusan besar diambilnya. Ia menemui Athrun yang dengan sukses diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Desember; satu universitas dengan pujaan hatinya itu.
"Athrun, tinggallah di apartemenku. Tapi, jika kau melakukan hal-hal aneh pada Cagalli, aku akan membuatmu jatuh ke kerak neraka."
Satu kalimat terakhir yang Kira sampaikan padanya selalu terngiang di kepala pemuda berambut biru itu. Pesan yang aneh, mengingat Cagalli adalah orang yang masih sedikit brutal. Yang seharusnya dikhawatirkan adalah dirinya, kan? Apa Kira sudah lupa kejadian ia pulang dengan luka memar di kali pertama ia pergi dengan Cagalli? Tak mungkin lupa. Pemuda berambut cokelat itu hanya overprotective terhadap saudara kembarnya itu.
Si kepala biru pun membawa barang-barangnya ke apartemen itu; bahkan ketika Cagalli melakukan protes keras. Di minggu-minggu awal, memang terasa berat, mengingat berbagai macam kekejaman yang dilakukan oleh mantan preman Orbu High itu. Namun, setelah melewati sekitar enam bulan bersama di apartemen yang sama, ia menyadari bahwa ia sebenarnya merasakan hidup di surga. Setiap hari melihat Cagalli. Setiap hari mendengar omelan Cagalli. Setiap hari melihat pipi Cagalli yang memerah. Setiap hari memasak untuk Cagalli; gadis itu tak bisa memasak. What blissful days!
Athrun bangkit dengan senyuman yang lebar. Ia kemudian melangkah menuju kamarnya yang berada di seberang kamar Cagalli. Melewati pintu kamar gadis itu, ia mendengar suara samar gadis itu, "Athrun bodoh."
Jika bibirnya bisa berubah semakin lebar, ia mungkin sudah tersenyum semakin lebar.
Sambil melangkah masuk ke kamarnya, ia berkata, "selamat malam, Cagalli."
Di balik pintu di seberang kamarnya, Cagalli sekali lagi berteriak, "Athrun bodoooh!"
000
To be continued.
000
Yatta. Nah, ini dia sekuel L. Tadinya sih mau dibikin one-shot. Tapi tampaknya akan menyenangkan jika dibuat multi-chapters. Jadi, inilah hasilnya. Khukhukhu. Mungkin, banyak yang tidak tahu jika aku bikin poll tentang sekuel. Tapi, berhubung hasil polling kurang memuaskan, aku memutuskan untuk membuat semua sekuel untuk semuanya.
'Antara Ada dan Tiada' punya sekuel one-shot.
Sekuel 'Loe Gue End' akan aku buat multi-chap. Tapi mengantri setelah sekuel ini selesai. So, maukah kalian menunggu kehadirannya?
So, mind to review?
Yang nuntut pengen sekuel harus review! Awas kalo enggak review! Aku kejar sampe alam mimpi. Khukhukhu XD
