Mingyu menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga yang hangat. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan nya dengan penuh putus asa. Sambil mengendurkan ikatan dasi yang melilit lehernya sejak pagi, dia memejamkan matanya.

Tas kerja hitam berisi berkas lamaran kerja tergeletak pasrah didekat kakinya.

Dia baru saja pulang setelah seharian berkeliling mengikuti wawancara pekerjaan setelah Minggu sebelumnya dia mengirimkan berpuluh-puluh surat lamaran kerja pada tiap perusahaan yang mengadakan lowongan.

Dan untuk kesekian kalinya, Dewi Fortuna tidak memberkati nya.

Omong-omong, Mingyu sudah melakukan nya sejak lulus kuliah, setahun lalu.

"Gagal lagi?" Seorang wanita berumur lima tahun lebih tua dari Mingyu menghampiri, tangannya menampa sebuah piring kecil berisi cake dengan potongan Cherry.

Mingyu mengangguk lesu.

"Sudah kubilang kau itu tidak cocok pakai jas. Kenapa tidak terima saja tawaranku, sih?" Tanya Hyuna lagi, sambil menyendok potongan kue kedalam mulutnya.

Mingyu memutar bola matanya malas lalu melirik sinis kakak perempuannya.

"Aku masih waras ya, untuk bekerja pada seorang produser film gay porno seperti mu!" Sembur Mingyu, lelah dan penat membuat nya senewen.

Hyuna terkikik. "Katakan itu pada dirimu sendiri, dasar gay tidak tahu diri." Ejek Hyuna pula. Dengan santai menyalakan televisi.

"Im not gay, Noona." Cela Mingyu. Lagi-lagi mendelik ke arah kakaknya.

"Of course, because you're an upcoming gay." Lagi-lagi Hyuna menyahut dengan enteng.

Mingyu menghela nafas panjang.

"Ada baiknya kau terima saja tawaranku. Kau pantas jadi aktor, tahu. Dan aku yakin kau pasti terkenal." Ucap kakaknya lagi, masih berusaha merayu adiknya meski selalu di tolak mentah-mentah.

"Ya tapi tidak jadi aktor film porno gay juga!" Gerutu Mingyu, kesal.

"Ya dari pada kau jadi pengangguran." Hyuna melirik Mingyu lewat ekor matanya yang terbalut smokey eyes.

Mingyu membisu. Diam-diam membenarkan ucapan kakaknya. Dia sudah bosan sebenarnya, sepanjang tahun menghabiskan waktu dengan melamar pekerjaan kesana kemari. Menghabiskan beratus-ratus lembar CV dan surat lamaran kerja, dan tidak satupun yang tembus.

Dulu pernah sih lamarannya di terima dan ia sempat kerja selama sebulan, sebelum bos nya yang seorang perawan tua hampir memperkosanya karena Mingyu menolak perasaan wanita bermake up menor itu.

Ah, Mingyu jadi teringat ucapan bekas bos nya yang setengah sinting-menurut Mingyu- itu, saat Mingyu mengirimkan surat pengunduran dirinya.

"Kalau kau tetap mengundurkan diri, kusumpahi kau takkan dapat kerja di perusahaan manapun!"

Mingyu jadi semakin kesal rasanya. Dia adalah sarjana ekonomi dengan rekor cumlaude saat wisuda, tapi kenapa nasibnya miris begini.

"Sudah berhenti melamar pekerjaan, kau ditakdirkan menjadi aktorku, adik tercinta." Ucapan Hyuna membuyarkan lamunan Mingyu tentang kegagalan nya hari ini.

Mingyu mendengus. Kakaknya sudah berbulan-bulan mengejarnya dan membujuknya setiap hari agar ia mau menjadi aktor di rumah produksi miliknya itu.

Sebenarnya Mingyu mau saja jadi aktor, masalahnya, yang kakaknya produksi ini film porno, gay pula.

Mingyu kan masih suka perempuan, walaupun trauma juga gara-gara bekas bos nya itu.

"Sudah cukup kak, kau ini bukan memberiku pekerjaan, tapi menjerumuskan ku. Sekarang aku paham kenapa suami mu meninggalkan mu." Ucap Mingyu, datar.

Dan terasa begitu menusuk ulu hati bagi kakaknya.

Mingyu bangkit, meninggalkan kakaknya yang terpekur akibat ucapan tajamnya.

Mingyu masuk kekamar nya, membuka setelannya, lalu melilitkan handuk di pinggang nya. Masuk kedalam kamar mandi.

Harapan Mingyu saat pergi mandi begitu tinggi, ia berharap fikirannya jadi lebih segar dan penatnya hanyut terbawa aliran air keran, atau setidaknya bisa sabun itu dapat membersihkan nya dari sumpah bekas bos nya.

Begitu selesai mandi, Mingyu menghampiri lemarinya. Menarik sehelai kaos hitam dan celana training dari dalam sana.

Sambil memandangi bayangan dirinya di kaca lemari, Mingyu mulai berpakaian. Fikirannya mulai merambat pada kejadian tadi.

"Apa aku terlalu kasar, ya?" Tanya Mingyu, seolah pada dirinya sendiri. Meski Mingyu tidak suka dengan tawaran kakaknya yang begitu terobsesi dengan pasangan gay, tapi agaknya keterlaluan sekali mengungkit masalah pribadi kakaknya.

Mingyu membawa tubuhnya berbaring di ranjang, memandangi langit-langit dan memikirkan banyak hal.

Ketika Mingyu hampir terlelap, suara ketukan pintu terdengar, disusul suara kakaknya yang parau.

"Mingyu, waktunya makan malam."

Pemuda jangkung itu kembali membuka matanya, lalu menatap pintu yang tertutup rapat.

"Aku segera kesana, Noona." Ucapnya. Mingyu bangkit, agaknya ia harus meminta maaf pada kakaknya.

Kakak beradik itu terduduk canggung di meja makan. Hening menyelimuti rumah mewah itu. Hanya terdengar suara detak jarum jam dinding dan denting suara sendok menabrak piring.

Mereka larut dalam fikiran masing-masing sampai makan malam mereka habis. Dan Hyuna mulai membereskan meja makan.

Mingyu masih bergeming di tempatnya. Mencoba memikirkan kata yang tepat untuk memulai pembicaraan.

"Noona." Panggil Mingyu, lirih.

Hyuna menoleh sambil memasukan makanan yang tersisa kedalam kulkas. "Hm?" Sahutnya pelan.

Mingyu menatap kakaknya menyesal, "Maafkan aku. Tak seharusnya aku bicara begitu." Ucap Mingyu kemudian.

Hyuna tersenyum. "Tidak apa-apa, kau benar. Aku bukanlah kakak yang baik. Ucapan mu menyadarkan ku, Mingyu." Sahutnya.

Mingyu mengigit bibirnya. Ia tahu kakaknya berbohong, sorot kesedihan jelas terpancar dari mata indah wanita itu.

"Sungguh, aku benar-benar tak berniat mengatakan nya. Kau tahu, em. . . Aku hanya kesal karena lelah dan selalu gagal." Ucap Mingyu lagi, berusaha menjelaskan.

"Iya, aku tahu. Sudah, sekarang aku minta tolong kau jemput ponakan mu, ya? Aku benar-benar tak ingin melihat bajingan itu." Balas Hyuna.

"Iya, aku pergi sekarang."

Setelah selesai menjemput Daehan, anak kakaknya, Mingyu kembali rebahan di kamarnya.

Ia menatap langit-langit kamarnya yang ditempeli foto-foto polaroid dirinya dengan kakaknya.

Sebenarnya, sedikit banyak Mingyu iri pada kakaknya. Bisa dibilang Hyuna itu sukses, dalam pekerjaan sekaligus hobinya.

Hyuna adalah satu-satunya produser film porno gay yang sudah dapat izin resmi untuk memproduksi film, dan rumah produksi nya juga salah satu yang terbesar di Korea. Selain itu, dia juga menjalin kerjasama dengan rumah produksi di Jepang dan Thailand. Membuat nya kaya raya dengan penghasilan berlimpah.

Padahal awalnya, Hyuna hanya iseng membaca komik yaoi milik temannya.

Entah kegilaan nya terhadap pasangan gay itu anugerah atau musibah. Tapi wanita itu benar-benar total dalam kegilaan nya itu, dia tidak segan buang uang hanya untuk menonton pasangan gay bercinta. Dan pada akhirnya, dia sendiri yang memproduseri para pasangan gay itu.

Mingyu menghela nafas. Lelah sekali rasanya. Perlahan ia memejamkan mata. Mencoba menjemput mimpi.

Dalam hati dia merasa bersalah pada kakaknya yang sudah membiayai pendidikannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga siang saat Mingyu meregangkan tangannya setelah seharian duduk mempersiapkan amplop-amplop berisi berkas lamaran pekerjaan. Dia juga baru selesai mengirimkan berpuluh-puluh email dengan tujuan yang sama.

Mingyu menyandarkan punggungnya ke kursi yang di dudukinya.

Menatap menerawang keluar jendela. Lagi-lagi Mingyu merasa kesal dengan keadaannya.

Lalu Mingyu mengalihkan pandangannya pada amplop-amplop yang menumpuk di depannya. Dan laptop yang menyala menampilkan deretan kotak email terkirim nya.

Mingyu menghela nafas.

"Apa aku terima saja tawaran Noona, ya?" Gumam Mingyu, putus asa.

Hyuna membelalakkan matanya tak percaya sampai bola mata cantik itu seakan hampir meloncat keluar.

Dia benar-benar berharap kalau telinga nya tidak salah dengar, didepannya, adik kesayangannya berdiri dengan seraut ekspresi yang tak bisa dibaca.

"K-kau serius? Hanya becanda kan?" Hyuna bertanya, memastikan.

"Iya, Noona. Aku menerima tawaran mu. Maaf atas penolakan ku kemarin-kemarin." Ucap Mingyu dengan nada putus asa.

Hyuna menatapnya prihatin, ia bingung sekarang. Lalu akhirnya, wanita itu memutuskan memeluk adik laki-lakinya. Mengusap punggungnya untuk menenangkan nya.

"Mingyu, kau tidak perlu memaksakan diri seperti ini. Jangan sampai kau menyesal nantinya. Aku tahu kau hanya sedang putus asa dan marah." Ucap Hyuna, menasehati adiknya.

Mingyu melepas pelukan mereka. Lalu menggeleng cepat.

"Tidak, Noona. Keputusan ku sudah bulat. Aku benar-benar ingin menerima tawaran mu."

Dan tatapan Hyuna seketika berbinar.

Mingyu berjalan membuntuti kakaknya yang membawa nya masuk ke dalam rumah produksi nya. Ini pertama kalinya Mingyu masuk kesana.

Sambil berjalan-jalan, Mingyu menatapi poster-poster vulgar yang menempel di sepanjang lobby.

Diam-diam Mingyu meringis, apa nanti foto vulgar nya akan berakhir jadi poster film porno seperti itu?

Hyuna membawa Mingyu kelantai tiga, berjalan dengan penuh semangat di lorong dan berakhir masuk kedalam ruangan studio.

Ketika Hyuna masuk, seluruh staff yang ada di situ langsung menghampirinya.

Salah seorang staff datang sambil membawa kursi, dan mempersilahkan Hyuna untuk menduduki nya.

Mingyu menatap karyawan kakaknya satu persatu, kebanyakan wanita. Apa mereka semua sama seperti kakaknya?

"Aku akan memberikan pengumuman penting hari ini. Kita sekarang punya aktor baru. Dia akan menjadi aktor pertama kita." Ucap Hyuna, mengawali pengumuman nya.

Beberapa staf nya saling berbisik dan melirik ke arah Mingyu.

Selama ini, rumah produksi itu hanya memproduksi film, sedangkan aktor di datangkan dari agensi khusus yang menjalin kerjasama dengan mereka.

Jadi, ini merupakan hal baru.

"Kenalkan, ini Kim Mingyu. Yang akan menjadi aktor pertama di rumah produksi kita." Hyuna memperkenalkan Mingyu, membuat para stafnya bertepuk tangan.

"Huuu, dia tampan sekali, aku yakin fansnya akan banyak!" Komentar salah satu staf.

"Proporsinya bagus, dia cocok sekali memerankan top kinky."

Mingyu hanya tersenyum canggung sambil membungkuk mendapat sorakan dan bisikan-bisikan itu.

"Bos, bukankah sebaiknya kita ,memberinya nama panggung?" Tanya salah seorang staf.

"Ah, aku sudah menyiapkannya." Hyuna berkedip jahil.

Sementara Mingyu mengerutkan keningnya. Penasaran dengan ucapan selanjutnya.

"Nama panggung nya adalah; Playboy." Hyuna lagi-lagi berkedip jahil, bahkan kali ini disertai seringainya.

Para staf disana bersorak ramai.

"Hidup Playboy!"

"And the gang of Cherry!" Well, itu adalah nama rumah produksi mereka.

Dan sejak saat itulah, Mingyu dikenal sebagai Playboy. Aktor film porno gay yang menjadi topik hangat nomor satu di komunitas pecinta film itu.

To be continue.

aku cuma mau kasih tau kalo ff ini tersedia di wattpad ku, cek @hanikjawers

besok aku update you in me huhuhuhuhu janji :"