A/N: Saya kembali dan masih dengan kemampuan saya untuk membuat Hibari menderita. *tonfa'ed* This fic is based on true story (not my story) with some dramatizations here and there XD. Whether you want to believe it or not, it's up to you. ^^" Ini fic hancur sangat. Hontou ni gomenasai, Reader-sama. Btw, happy reading! Oya... Minal aidzin wal faidzin, reader-sama! *telat*

Oya oya, saya mau nitip bales review di 'Our Happy Ending?'. Semoga yang bersangkutan membacanya. Hehe, *ngarep dot com*

Yukkarin: Pertama thanks for RnR. Terus saran buat sequelnya saya tampung deh. Kapan2 saya buat.

Nesia Eg Yufa: Thanks for RnR. Oh, kalau Tsuna emang mau dibagi, saya siap mbaginya kok. *nyolong pisau punya Kaasan*

Okay...Here is the story! ^^


Title: Regret

Disclaimer: KHR © Akira Amano

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Rating: K+

Pairing: D18, 6927, 6918, 8018

Warning: Super OOC (sumpah. Sudah kuperingatkan lho...), shounen ai, abal, alur bolak-balik, misstypos, dll

Timeline: Sesudah Varia arc

Summary:

Semua yang diucapkannya hanyalah kebohongan. Kenyatannya pemuda itu mencampakannya begitu saja. Namun, dia ingin pemuda itu menjadi miliknya, tapi pada akhirnya dia ingin melupakannya.

Presented by: Yanagisawa Shiori


ooOoOoOoOoo

REGRET

-Chapter One-

ooOoOoOoOoo

"Kenapa kau tidak melupakannya saja?" ucap Dino seraya memeluk Hibari dari belakang. Pemuda yang bersangkutan tidak bergeming. Dia yang tengah berada di ruang komite disiplin menetap keluar jendela. Mata abu-abu kebiruannya menangkap bayangan dua orang pemuda yang sedang tertawa di depan pintu gerbang Nami-chuu. Ekspresi kedua pemuda itu menunjukkan kebahagian yang tiada tara. Berbeda dengan ekspresi pemuda berambut hitam itu.

Matanya terlihat begitu suram dan setiap tatapan yang dilemparnya terkesan kosong. Wajahnya yang biasanya tak menunjukkan ekspresi, kini terisi oleh ekspresi kesedihan.

"Kyoya." Dino mempererat pelukannya pada pemuda itu. Dia dapat merasakan tubuh Hibari yang sedikit bergetar. Kulit pucatnya terasa dingin. Aroma tubuhnya sedikit berbeda dari aromanya di hari-hari yang telah lalu.

Dino mengikuti arah mata Hibari yang terpaku pada kedua remaja itu. Seorang dari mereka adalah seorang pemuda berambut cokelat dengan perawakan kecil. Sedangkan satu pemuda lainnya adalah seseorang dengan perawakan lebih tinggi dan berambut biru dengan model yang cukup unik. Mereka masih tertawa.

Baik Dino maupun Hibari tak dapat mendengar apa yang dibicarakan kedua pemuda itu. Akan tetapi, kedua pemuda itu terlihat senang. Terlihat jelas di mata Dino saat dua pemuda itu berpelukan. Saat itu Dino langsung mengalihkan perhatiannya pada kekasihnya yang sedang berada dalam dekapannya. Dia melihat Hibari yang menggigit bibir bawahnya. Matanya sudah tidak memandang kedua pemuda itu.

Dino tahu, bahkan seorang Hibari Kyoya pun akan menangis jika melihat itu karena dia mencintai seorang Rokudo Mukuro yang telah dimiliki seorang Tsunayoshi Sawada.

ooOoOoo

"Kyoya-kun, ti amo," ucap pemuda berkepala nanas itu sambil mengikuti langkah pemuda berambut hitam. Awan-awan putih berarak di atas mereka, menepis cahaya panas matahari yang siap menyengat kulit kedua pemuda itu.

"Berhenti mengikutiku, herbivor!" balas Hibari tanpa menghentikan langkahnya.

"Kufufu... aku tidak akan berhenti mengikutimu kalau kau belum mengatakan bahwa kau mencintaiku." Mukuro belum mau menyerah.

"Aku tidak pernah mencintaimu," ujar Hibari yang mulai sebal karena terus dibuntuti.

"Jangan bercanda seperti itu, Kyoya-kun!"

Tiba-tiba Hibari menghentikan langkahnya, membuat Mukuro juga berhenti melangkah. Perlahan Hibari membalikkan tubuhnya. Mata abu-abu kebiruannya yang tajam bertemu dengan mata merah dan biru Mukuro. Garis di bibirnya melengkung ke atas. Wajahnya memancarkan keseriusan.

"Aku tidak bercanda," ucap Hibari dengan memberi tekanan pada kata 'tidak'.

Mukuro tidak langsung merespon ucapan Hibari. Dia masih diam, memproses apa yang baru saja didengarnya. Beberapa detik kemuadian kedua bola matanya terbelalak lebar, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Saat itu tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hibari hanya melihat Mukuro yang terlihat terkejut lalu segera beranjak dari hadapan Mukuro.

Beberapa langkah dia pergi, Hibari merasakan sesuatu yang hangat memegang pergelangan tangannya. Dia berhenti melangkah dan menoleh ke belakang dan mendapati Mukuro di sana. Sekilas dia melihat ekspresi wajah Mukuro yang dipenuhi kesungguhan lalu dia segera mengalihkan pandangannya pada tangan Mukuro yang memegang tangannya.

"Kyoya-kun, kau menolakku?" tanya Mukuro.

"Aku tidak ingin menjalani hubungan yang seperti itu," balas Hibari sambil memalingkan mukanya.

"Kalau begitu, saat kau menginginkan hubungan yang seperti itu, katakan saja padaku," sahut Mukuro.

Hibari terdiam. Tidak bisa menjawab. Dia hanya tidak ingin memiliki hubungan istimewa dengan seseorang. Kenyataan bahwa sebuah hubungan itu akan mennyebabkan rasa sakit sudah terpatri dalam benak Hibari sejak dulu. Karena itulah, dia tidak ingin membuat hubungan istimewa dengan seseorang. Dia tidak ingin disakiti atau pun menyakiti seseorang.

"Aku akan selalu mencintaimu, Kyoya-kun," ucap Mukuro sekali lagi.

"Maafkan aku, tapi... aku tidak pernah mencintaimu," balas Hibari.

Hening.

Sesaat kemudian Mukuro segera melepaskan tangan Hibari dan membiarkan orang yang dicintainya itu berajak meninggalkannya sendirian di bawah awan yang masih menaunginya.

"Aku akan selalu mencintaimu, Kyoya-kun. Selalu." Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Mukuro. Sayup-sayup Hibari mendengar apa yang diucapkan pemuda berambut biru itu. Sebuah senyum kecil terpahat di muka Mukuro. Dan saat itu tatapan seorang Rokudo Mukuro terlihat begitu sayu.

ooOoOoo

Dino hanya membiarkan Hibari yang terdiam memalingkan wajahnya. Sementara itu, dia kembali melihat kedua pemuda yang masih berada di depan pintu gerbang Namichuu. Sekarang mereka berdua sudah melepaskan pelukannya. Dari ruang komite disiplin, Dino dapat melihat pemuda yang lebih tinggi mengelus perlahan pemuda yang lebih pendek. Sebuah semburat merah muncul di wajah pemuda lebih pendek. Mereka berdua tersenyum seolah-olah senyuman itu sudah terukir abadi di wajah mereka.

ooOoOoo

"M-mukuro-san, aku mencintaimu," ucap Tsuna perlahan pada pemuda yang berdiri di hadapannya.

Mukuro terkejut, tetapi dia sama sekali tidak meunjukkan keterkejutannya. Dia tersenyum seperti biasa, menanti Tsuna untuk mengucapkan kata-kata lainnya.

"Maukah Mukuro-san menjadi milikku?" tanya Tsuna.

Mukuro hanya diam. Dia teringat pada kejadian saat Hibari menolaknya yang cukup memberinya sebuah pukulan telak. Dia melihat iris karamel pemuda mungil yang ada di depannya. Mata itu memancarkan keseriusan, seperti keseriusan mata Hibari saat Sang Presiden Komite Disiplin itu menolaknya. Dia merasakan sedikit rasa sakit menyeruak dalam hatinya.

'Cinta pertamaku sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka.' Entah kenapa tiba-tiba kata-kata itu muncul di kepala , jauh di dalam hatinya, Mukuro masih menginginkan Hibari, akan tetapi dia takut Hibari tidak akan menerimanya.

"Mukuro-san..."

Ucapan Tsuna meruntuhkan lamunan Mukuro. Pemuda berambut biru itu seolah melihat tanda tanya besar di wajah Tsuna.

"Apa kau benar-benar mencintaiku?" tanya Mukuro.

"Iya, aku mencintai Mukuro-san," jawab Tsuna sambil mengangguk mantap,"Aku akan selalu mencintaimu."

Saat itu, Mukuro merasa jantungnya berhenti berdetak. Kata-kata Tsuna. Sepertinya dia pernah mendengar kata-kata seperti itu. Tapi, kenapa kata-kata Tsuna membuatnya merasa tidak enak.

Mukuro mencoba mengais-ngais memori diotaknya hingga akhirnya dia kembali teringat dengan kejadian yang membuatnya ragu dalam cinta.

'Aku akan selalu mencintaimu.' Kata-kata itu adalah kata-kata yang diucapkannya pada Hibari saat itu.

Ragu-ragu Mukuro memikirkan perasannya pada pemuda berambut cokelat yang dengan setia menanti jawabannya. Apa dia mencintai Tsuna? Mukuro berusaha menepis pertanyaan itu karena dia tidak mencintai Tsuna meskipun pemuda itu selalu baik padanya. Mukuro hanya mencintai Hibari. Akan tetapi, Hibari sudah menolaknya.

"Jadi, bagaimana, Mukuro-san?" tanya Tsuna, kembali memecahkan lamunan Mukuro.

Pemuda yang lebih tinggi itu tersenyum lalu meraih kepala Tsuna hanya untuk mengelus rambutnya.

"Tentu saja aku mau, Tsunayoshi-kun."

Kata-kata itu keluar dengan sendirinya dari mulut Mukuro. Tsuna yang mendengarnya memperlebar senyum manisnya kemudian dia segera memeluk pemuda yang dicintainya, membagi sebuah dekapan hangat. Mukuro membalas pelukan itu, berpikir kenapa dia menerima Tsuna.

ooOoOoo

Dino masih memeluk tubuh Hibari yang sedikit bergetar entah karena sedih atau karena marah. Yang pasti Dino melakukan itu karena dia ingin memberitahu Hibari kalau dia tidak sendirian. Dia ingin Hibari menceritakan apa yang sebenarnya dia rasakan.

Menit demi menit berlalu. Hibari masih memalingkan wajahnya dan Dino masih mengamati kedua pemuda yang sedang bersenang-senang di depan gerbang Nami-chuu. Beberapa menit yang lalu, Dino melihat pemuda yang lebih pendek pergi dan sekarang dia kembali dengan membawa dua buah es krim di tangannya. Dia memberikan satu dari es krim itu pada pemuda berambut biru yang sedari tadi menunggunya. Bukannya menikmati es krimnya sendiri, akan tetapi pemuda berambut biru itu malah menjilat es krim milik partnernya.

ooOoOoo

Seperti hari-hari yang telah lalu, siang itu Hibari berbaring di atap Namichuu. Dia menerawang ke atas langit biru cerah tanpa awan. Langit memang selalu indah tanpa awan. Tanpa awan, dia bisa memamerkan keelokannya pada siapa pun tanpa penghalang. Tanpa awan, tidak ada yang bisa menyaingi keanggunanya.

Meskipun terkesan seperti hari-hari biasa lainnya, sebenarnya hari itu sedikit berbeda bagi Hibari karena hari itu untuk pertama kalinya dia merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa kesal, bingung, dan sakit. Sebenarnya dia merasakan itu sejak beberapa hari yang lalu, setelah dia melihat Mukuro bersama dengan Tsuna.

Hibari melihat semuanya. Hibari mendengar semuanya. Dia tahu kalau tsuna mencintai Mukuro dan dia juga tahu kalau Mukuro menyukai Tsuna. Dan... dia tahu kalau dia tidak mencintai Mukuro, tapi kenapa perasaan seperti itu muncul. Dalam hatinya, Hibari merasa tidak rela jika Mukuro menjadi milik Tsuna.

Hibari masih diam menatap langit, membiarkan Hibird terbang berputar-putar di atasnya. Perlahan Hibari mulai bangkit dan berdiri. Dia mengangkat kakinya, mengambil langkah menuju tepian atap. Dari atas sana dia melihat jauh kebawah. Dia melihat sekeliling hingga pada akhirnya, mata abu-abu kebiruannya menangkap bayangan dua pemuda yang sudah tak asing lagi baginya. Mukuro dan Tsuna.

Sang Presiden Komite Disiplin tidak lagi melihat sekeliling. Dia memusatkan perhatiannya pada dua pemuda yang tengah berteduh di bawah pohon yang daunnya telah berguguran. Samar-samar dia melihat Mukuro mengecup ringan dahi pasangannya. Tidak cukup jelas terlihat, tapi Hibari cukup yakin dengan apa yang dilihatnya.

Tiba-tiba, Hibari mesakan rasa sakit di hatinya semakin kuat. Kenapa? Padahal dia tidak mencintai Mukuro.

'Aku akan selalu mencintaimu, Kyoya-kun.'

Kata-kata Mukuro kembali terngiang di kepala Hibari. Hibari masih ingat saat Mukuro mengatakan itu. Dia percaya dengan apa yang diucapkan Mukuro. Dia percaya kalau Mukuro memang akan selalu mencintainya. Namun, setelah melihat itu, Hibari sedikit bimbang.

Dengan kuat dia meremas pagar yang ada di atap. Anehnya dia terus mengamati yang dilakukan kedua pemuda itu.

ooOoOoo

Dino menyadari Hibari yang kembali menatap pada dua pemuda yang ada di depan gerbang sekolah tercintanya. Kedua pemuda itu masih sibuk dengan es krim mereka. Kedua terlihat berantakan karena es krim yang mengotori wajah dan baju mereka, tetapi tetap saja mereka tertawa dengan bahagia.

Dino menatap mata Hibari dan mendapati sebersit penyesalan di dalamnya. Dia yang melihat Hibari seperti itu, sebenarnya merasa sakit. Dia ingin Hibari melupakan orang itu. Orang yang telah menipunya, hingga mengoyak-oyak hatinya. Dia ingin Hibari menatapnya dan mencintainya seutuhnya.

ooOoOoo

Apa yang dilihat Hibari kemarin sepertinya cukup mempengaruhinya. Sepanjang hari, Hibari hanya berbaring di sofa yang ada di ruang komite disiplin. Tak sekali pun di mengintip keluar jendela. Dia tidak ingin melihat pemandangan seperti itu lagi.

"Apa aku mencintainya?" gumam Hibari pada angin yang berhembus.

Dia mendesah lalu menutup matanya. Dia ingin tidur, tapi rasanya sulit sekali tidur dengan adanya pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya. Dan karena pikiran itu jugalah dia tidak tidur semalaman.

Hibari mencoba membaca apa yang sebenarnya di rasakan hatinya. Apa yang sebenarnya perasannya pada Mukuro? Apakah kalau cemburu artinya cinta? Hibari tidak tahu, yang dia ketahui hanyalah bahwa dia tidak ingin Tsuna memiliki Mukuro. Dia ingin memiliki Mukuro, tetapi kenyataannya sekarang Mukuro adalah milik Tsuna seorang.

"Tok... tok... tok..."

Terdengar ketukan lalu sesaat kemudian terdengar suara pintu yang tergeser. Hibari membuka matanya. Dilayangkannya sebuah pandangan ke pintu yang terbuka dan mendapati seorang pemuda berambut hitam berdiri di ambang pintu. Pemuda itu berjalan ke arah Hibari dan Hibari pun segera bangun.

"Apa kau ada urusan denganku, Herbivor?" tanya Hibari pada pemuda itu.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar pemuda si pemuda berambut hitam setelah berhenti sekitar satu meter di depan Sang Presiden Komite Disiplin.

"Cepat katakan! Aku ingin istirahat." Rupanya Hibari marah karena upayanya untuk tidur diinterupsi seperti itu.

Pemuda itu terdiam sejenak sambil menatap iris abu-abu kebiruan Hibari. Pandangan mereka pun bertumbukan. Dengan malas Hibari menunggu pemuda yang bernama Yamamoto Takeshi itu untuk bicara.

"Hibari..."

Yamamoto berhenti sejenak.

"Aku mencintaimu," lanjutnya.

Seolah ada petir menyambar di hari cerah tanpa awan. Hibari sangat terkejut. Alis kanannya terangkat. Dia berharap kalau dia salah dengar.

"Apa?" tanya Hibari untuk memastikan apa yang telah masuk ke telinganya.

"Aku mencintaimu," kata Yamamoto dengan singkat.

"Kenapa?" tanya Hibari sembari mengalihkan matanya dari mata Yamamoto.

"Kenapa?" Yamamoto membalas pertanyaan Hibari dengan pertanyaan yang sama. Hibari hanya mengangguk kecil untuk menjawabnya, tetapi masih enggan menatap lawan bicaranya.

"Apa aku butuh alasan untuk mencintaimu?" tanya Yamamoto. Suaranya terdengan begitu meyakinkan di telinga Hibari. Sekali lagi Hibari hanya mengangguk kecil.

Yamamoto menghela nafas, berpikir sejenak, dan mulai berbicara,"Aku menyukaimu. Aku suka matamu, rambutmu, jari-jarimu, sifatmu, semuanya. Aku menyukai semua yang ada padamu. Haha..."

Hibari melempar tatapan tak percaya pada Yamamoto. Dia tidak ingin percaya pada Yamamoto. Dia tidak ingin ditipu Yamamoto seperti dia ditipu oleh ucapan Mukuro. Ditipu itu menyakitkan.

"Aku tidak pernah mencintaimu," ucap Hibari dengan ketus. Dalam hati dia bertanya-tanya kenapa ada dua orang yang menyatakan cintanya padanya dalam waktu dekat seperti ini. Terlalu aneh bagi orang yang ketus sepertinya.

"Tapi aku mencintaimu," balas Yamamoto. Dia melangkah maju dan memperkecil jarak di antara mereka.

"Lalu?"

"Kenapa kau tidak mencoba untuk mencintaiku?" ucap Yamamoto sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Matanya memandang ke arah lain, bukan ke arah Hibari. Mendengar perkataan Yamamoto yang demikian membuat Hibari cukup terkejut. Hibari pun memalingkan wajahnya.

"Jadi?" tanya Yamamoto.

"Beri aku sebuah alasan kenapa aku harus mencintaimu?"

"Mungkin, karena aku akan mebuatmu bahagia. Haha..."

Hibari terdiam. Dia berusaha mencerna tiap kata yang masuk ke telinganya. Akhirnya dia bertanya-tanya bagaimana perasannya pada pemuda pecinta baseball itu. Namun, jika boleh jujur, sebenarnya Hibari tidak mempunyai rasa apa-apa untuk pemuda berambut hitam itu. Akan tetapi, jika dengan mengetahui perasaan Yamamoto padanya, Hibari malah kembali mempertanyakan apa yang dirasakan, hingga pada akhirnya, yang ada hanyalah kebimbangan.

Sejak dahulu hibari memang tidak pernah dekat dengan Yamamoto. Yang diketahui Hibari tentang Yamamoto adalah bahwa dia adalah herbivor yang selalu berkerumun bersama Tsuna dan Gokudera. Herbivor yang sering bermain baseball. Dia sendiri bingung kenapa Yamamoto bisa mencintainya. Padahal, mereka jarang bertemu.

"Bagaimana, Hibari?" Yamamoto kembali bertanya.

Sang presiden komite disiplin kembali menatap Yamamoto dan menangkap sebuah gurat keseriusan di wajah ramahnya. Saat itu, jantungnya berdetak lebih kencang. Dilihatnya Yamamoto yang memperlebar senyumnya yang dengan sukses membuat jantung Hibari berpacu lebih cepat.

"Hmpph..."

Senyuman di wajah Yamamoto melebar.

To be continued...


A/N: Tuh'kan, hancur. -_- Author maksa sih. Tolong jangan bunuh saya karena chara-nya jadi OOC banget. DX Masalahnya terkadang orang bisa jadi OOC gara-gara cinta.

Well, thanks for reading my fic, reader-sama. I'll be very grateful if you leave a review so that I'll write a better fic next time. ^^