War of Difference Chapter 1
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pair : NaruSasu
Genre : Romance and Angst. Ada sedikit bumbu Western.
Warning : BoysLove, Historical, typo(s), Lime, OC, M-PREG ( in Chapter 2), dll.
.
.
Tidak bermaksud untuk menjelekkan pihak apapun, fanfic ini di buat untuk memperingati suatu kejadian di bulan Agustus pada masa perang dunia ke dua.
Damai itu indah ^_^
Happy Reading
.
.
Osaka, Japan, February 1939.
Pemandangan ini begitu asing dilihat oleh lelaki berambut pirang bertubuh tegap ini. Ia belum pernah menginjakkan kaki di negeri asing, seorang diri, untuk berlibur.
Kenapa juga ia harus berlibur di luar negaranya? Lelaki itu tidak mengerti dengan pemikiran atasannya, yang pasti kemarin pagi ia mendapat misi dari pria berambut putih itu untuk berlibur selama 1 bulan di negara yang mereka sebut dengan Japan.
Jepang ya... Lelaki itu ingat jika ia memiliki darah Jepang dari ibunya yang memutuskan untuk menjadi warga negara Amerika Serikat mengikuti sang Ayah. Ia memang mengetahuinya dan memang belum sekalipun menginjak tanah kelahiran Ibunya ini.
Bangga sih pada akhirnya bisa pergi ke negara ini dengan tujuan berlibur, tetapi masalahnya hanya satu, Bahasa. Orang sini tidak bisa berbahasa Inggris – Atau memang menolak menggunakan bahasa inggris? – dan dia pun tidak bisa berbahasa Jepang.
Jadilah seharian ini ia memilih untuk menggunakan bahasa isyarat saat berinteraksi dengan orang sini. Kini, ia pun mendapat masalah kembali setelah pergi berbelanja.
Ia lupa dimana letak penginapannya berada. Memalukan sekali.
Nama penginapannya saja dia lupa, maka dari itu ia tidak bisa bertanya kepada warga sini dan memilih untuk berjulan terlunta-lunta mengelilingi kota mencari letak penginapannya.
"Hei you! Stop please!"
Lelaki itu reflek berhenti, lalu memutar tubuhnya. Melihat seorang warga sini yang tengah berseru memanggilnya dari kejauhan.
Eh, memanggilnya? Dengan bahasanya?
Ia menunjuk dirinya sendiri dengan ragu, warga itu menganggukkan kepalanya.
Warga itu berjalan ke arahnya dengan pelan lalu berdiri di hadapannya.
"Sudah kuduga kau memang orang asing yang tersesat." Warga itu berkata dengan bahasa yang tidak Naruto – Nama Lelaki Asing – mengerti.
"Sorry?I can't-"
"Iam understand, I can speak English. Your Language?"
Naruto tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum lebar, ia bersyukur masih ada warga Jepang yang memahami bahasa asing, seperti Inggiris misalnya. Ia pun menganggukkan kepalanya cepat.
"Terima kasih." Ujarnya.
Warga berambut hitam itu hanya tersenyum tipis lalu berjalan mendahului Naruto, "Jadi, apa nama penginapanmu?"
Eh, kok dia bisa tahu jika ia tengah mencari penginapannya?
"Aku tidak mengetahuinya."
"Hn?"
Naruto menghela nafasnya seraya mengacak rambutnya yang memang telah berantakan, "Kau kan tahu jika aku tidak bisa berbahasa Jepang, jadi aku asal masuk penginapan saja, saat aku ingin membaca apa nama penginapannya, aku tidak bisa membacanya karena menggunakan abjad yang tidak aku ketahui."
"Bagaimana kalau kau masuk penginapan dengan yakuza di dalamnya? Ceroboh sekali." Ujar warga itu kembali.
"Yakuza? Sejenis mafia?"
"Yah, begitulah."
Mereka berdua masih terus berjalan hingga warga tersebut memutuskan untuk berhenti di depan sebuah rumah sederhana, "Karena aku yang menemukanmu maka aku yang bertanggung jawab, masuklah ke dalam, ini rumahku."
"Kau tidak curiga padaku? Mungkin saja aku seorang-"
"Cepat masuk atau aku akan membiarkanmu terlunta kembali." Perintah warga itu dingin. Naruto tanpa sadar menelan ludahnya dengan susah payah.
Ia pun memilih untuk memasuki rumah sederhana tersebut dan suara gonggongan anjinglah yang ia dengar. Ia pun terkejut setengah mati saat melihat seekor anjing besar berwarna putih berlari ke arahnya dengan riang.
Mungkin maksudnya berlari ke arah lelaki yang menolongnya tadi, dan langsung menjilati wajah sang lelaki.
"Ah, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya lelaki itu setelah lepas dari jilatan sang anjing peliharaan.
"Uzumaki Naruto, kau boleh memanggilku Naruto." Jawab Naruto lugas.
Lelaki itu mengerutkan dahinya, "Bukankah itu nama Jepang? Kau benar-benar orang asing kan? Apa itu nama yang kau gunakan saat di Jepang saja?"
Sudah Naruto duga lelaki itu akan bertanya perihal ke anehan namanya, "Namaku memang Uzumaki Naruto, ibuku yang seorang Jepang lah yang memberiku nama ini, dan aku sangat menyukainya."
"Ohhh aku mengerti, kalau begitu kau istirahatlah di rumahku dengan anjing-anjingku, aku akan mencari dimana penginapanmu dengan menggunakan identitasmu." Lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu berbalik arah keluar dari rumahnya sendiri bersama dengan anjing putih besar tersebut.
"Eh? Aku bisa i-"
"Ada beberapa makanan di dapur, kau harus makan sesuatu atau kau akan pingsan nanti." Dan lelaki itu benar-benar telah pergi.
Bagaimana bisa lelaki itu mempercayai orang asing begitu saja? Bagaimana kalau ia seorang pencuri?
"Gukk!"
Ah ia pun mengerti. Ada sekitar 10 anjing penjaga di dalam rumah ini, pencuri mana yang berani memasuki rumah ini?
Naruto pun memutuskan untuk mendudukan dirinya di lantai, iya lantai, menurutnya sih, dan merebahkan dirinya. Melemaskan seluruh ototnya yang hampir seharian ini ia buat untuk berjalan tanpa berhenti. Rasanya dingin sekali hingga membuatnya mengantuk.
Sebelum ia bisa menutup kedua matanya, ia merasakan lehernya terasa dingin sekali seperti tersentuh oleh suatu benda yang run-
Eh, runcing?
Ia pun membuka kedua matanya dan melihat seseorang tengah menodong sebuah pedang ke arah lehernya. Terkejut, ia pun berniat untuk segera menyingkir sebelum orang itu berteriak ke arahnya.
"Berhenti bergerak atau kepalamu aku penggal!"
Naruto memang tidak mengetahui maksud ucapan itu, tetapi yang pasti ucapan itu bernada penuh ancaman. Lelaki berambut pirang itu memutuskan untuk tenang dan mencoba untuk tidak bergerak.
"Siapa kau?!"
Naruto tidak menjawab, ia tidak tahu apa yang orang itu katakan.
Tetapi orang itu berfikir lain, orang itu menganggap jika Naruto memilih untuk bungkam dari pada memberi tahu identitasnya.
"Jawab pertanyaanku sialan!"
Untuk berkomunikasi dengan orang ini ia perlu menggerakkan tubuhnya, tetapi bergerak sedikit saja pedang itu semakin mendekat ke lehernya, bagaimana bisa Naruto menjelaskan semuanya?
Ah, coba saja ia balas dengan bahasa inggris, memilih untuk pasrah jika orang tersebut tidak mengerti apa yang ia katakan dan menunggu hingga lelaki yang menolongnya tadi datang untuk menjelaskan semuanya.
"Aku hanya orang asing yang tersesat lalu ditolong oleh pemilik rumah ini. Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, aku tidak bisa berbahasa Jepang." Ujarnya cepat.
Ia melihat orang itu mengerutkan dahinya. Alamat buruk untuknya, orang itu benar-benar tidak tahu apa yang ia katakan.
"Foreigner?"
Ia pun menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Eh...
"Kau bisa berbahasa inggris?" tanyanya terkejut.
Orang tersebut tidak menjawab apapun, pedang pun masih kuat dalam pegangannya seakan-akan siap untuk memenggal kepalanya.
"Kau benar-benar bisa berbicara inggris?" tanya Naruto sekali lagi, Bisa saja orang itu hanya kebetulan tahu saja kan?
"Kenapa?"
Karena hampir semua warga yang aku temui tidak bisa berbahasa inggris sama sekali! Naruto ingin sekali mengatakan hal itu, tetapi melihat wajah beraut mengerikan ini membuatnya mengurungkan niatnya.
"Tidak apa-apa, jadi... bisakah kau turunkan pedangmu itu? Aku ke sini untuk berlibur, bukan untuk merenggang nyawa? Aku ini orang asing loh, jangan sampai hubungan kedua negara menjadi kacau karena perbuatan remeh kita.." ujar Naruto hati-hati. Ucapannya juga tidak sepenuhnya salah, mereka hidup di zaman dimana hubungan suatu negara sangat-sangatlah rapuh. Satu kesalahan remeh pun bisa membuat masalah besar.
Seakan mengerti apa yang di katakan Naruto, orang itu pun segera menarik pedangnya dan menyarungkan pedangnya kembali.
"Siapa yang membawamu kemari?"
"Umm... Lelaki dengan tato segitiga berwarna merah terbalik. Dia temanmu kan? Seekor anjing besar sangat dekat dengannya."
Orang tersebut meletakkan pedangnya kembali ke dinding – Jadi pedang itu hanya sebuah hiasan? – lalu berjalan menjauhi Naruto.
"Jangan mengacau, tunggu di sini hingga orang bodoh itu datang dan membawamu pergi." Ujar orang tersebut dingin.
"Tunggu!" seru Naruto. "Bisakah kau temani aku hingga temanmu itu datang?"
Lelaki itu membalikkan badannya, memandang Naruto tajam, "Siapa kau hingga memintaku menemanimu? Aku tidak perlu mengawasimu, aku sudah menyuruh anjing-anjing ini untuk menggigitmu hingga mati jika kau bertingkah mencurigakan. Peduli setan dengan masalah internasional." Ujarnya sarkatis lalu mempercepat jalannya masuk ke dalam rumah.
Naruto pun dibuat melongo. Nggak ada ramahnya sama sekali, berbeda sekali dengan temannya yang menolongnya tadi.
"Ah Naruto-san, aku sudah menemukan penginapanmu. Untung saja itu bukan sarang yakuza. Apa kau ingin aku antar sekarang?" seorang lelaki yang menolongnya tadi datang dan tengah tersenyum lebar kepadanya yang masih melongo.
"Naruto-san? Naruto-san?"
"Lelaki itu..." Naruto pun mengejap-erjapkan kedua matanya, "Apa dia temanmu? Dia hampir membunuhku tadi."
"Oh, dia memang temanku. Rumah ini di huni 4 orang dan sebelas anjing, jadi tampak sangat ramai sekali ya?" jawab lelaki itu seraya mendudukan dirinya di samping Naruto. "Aku lupa memperkenalkan diriku, namaku Inuzuka Kiba, aku tahu jika kau seorang asing yang sedang tersesat juga dari warga sekitar yang melihatmu wajah bingungmu."
"Jadi masih ada dua orang lagi? Astaga, satu orang saja sudah hampir membunuhku, apalagi jika dua orang lainnya memergokiku juga."
"Tenang saja, dua orang lainnya adalah seorang dokter, wanita loh. Tapi tetap jangan anggap remeh mereka, kau tahu sendiri kan jika saat ini Jepang sedang mendeklarasikan perang di pasifik, terkadang mereka juga-"
"Hentikan Kiba, bisa saja dia mata-mata barat!"
Naruto mendengar ucapan tajam itu kembali, ia pun membalikkan badannya dan melihat lelaki berambut hitam berkulit pucat itu tengah memandang tajam Kiba.
"Bukankah sudah kubilang jika aku hanya berlibur? Aku di beri beberapa pilihan dan aku memilih Jepang karena ini tanah kelahiran ibuku! Aku juga berniat mencari kerabat-kerabatku." Sahut Naruto tak terima, bagaimana bisa pula ia menjadi mata-mata dengan keterbatasan bahasa yang ia kuasai?
"Tetap saja, kami tidak bisa membeberkan informasi begitu saja. Kau berasal dari mana?"
"Aku dari Amerika Serikat. Negaraku tidak ikut berperang dengan negara Eropa. Aku ke sini benar-benar untuk liburan." Naruto sangat lelah sekali, ia sudah membeberkan identitasnya tetapi tetap saja di curigai.
Lelaki itu pun terdiam seraya berdecak sebal, "Cepat antarkan dia ke penginapannya Kiba. " ujarnya kepada Kiba, lalu mata hitamnya kembali memandang Naruto ketus, "Aku tetap mencurigaimu, Amerika Serikat bersekutu baik dengan Britania Raya. Bisa jadi kau agen rahasia dari Bri-"
"Terserah lah! Terserah!"
(*)(*)(*)
Sudah satu minggu Naruto lewati liburan ini dengan hal yang membosankan yang ia ulangi setiap harinya. Ingin sekali ia segera pulang dan kembali bekerja seperti biasanya, namun atasannya kembali tidak mengizinkannya.
"Bisa saja kau menemukan jodohmu di sana."
Berbicara aja susah, bagaimana mau berinteraksi? Masa' ia harus menggombal dengan bahasa isyarat? Hahaha nggak lucu. Lagi pula wanita muda di sini lebih memilih untuk menjauhinya. Takut dan merasa aneh mungkin.
"Naruto-san!"
Kepala pirang itu mencari sumber suara yang tengah memanggilnya dan senyum sumringah terpampang di wajahnya saat mengetahui siapa yang tengah memanggilnya.
"Untung saja aku bertemu denganmu di sini, aku malas sekali kalau harus mengunjungi penginapanmu untuk mengajakmu." Ujar Kiba, sedangkan anjing putih raksasa bernama Akamaru itu menggonggong senang.
"Mengajakku kemana? Aku benar-benar bosan saat ini, aku harap kau membawaku ke tempat yang menarik." Balas Naruto. Mereka berdua dan seekor anjing pun memutuskan untuk berjalan kembali.
"Bukan taman hiburan tentunya, aku ingin membawamu ke rumahku. Kau sudah kenal Sakura dan Ino bukan? Mereka kembali pulang dan memasak kue banyak sekali. Kau harus membantuku menghabiskannya."
Naruto pun hanya tersenyum seraya mengangguk semangat. Ia pun bersyukur dalam hati karena bisa mengenal dan sedikit akrab dengan orang asli sini, bisa berbahasa inggris lagi, benar-benar berkah untuknya.
"Wah jadi kau yang bernama Naruto ya? Kau terlihat berbeda dengan para tentara barat yang aku temui~"
"Tentu saja berbeda Ino-pig! Abaiakan saja ucapannya, silahkan masuk dan cicipi kue ringan yang kami berdua buat."
Suara 'kicauan' kedua wanita dan gonggongan anjing-anjing benar-benar sebuah kombinasi yang tidak baik untuk telinga Naruto. Namun sebagai seorang gentleman, ia pun memilih untuk menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar.
"Terima kasih telah mengundangku." Syukur juga sih kedua wanita itu menguasai bahasa inggris juga. Ia pun memasuki rumah lebih dalam dan sampailah mereka pada sebuah meja makan rendah dimana ia akan duduk di bawah alias lesehan.
Mata birunya memandang Sakura dan Ino yang telah duduk dengan manis di hadapan meja makan berbentuk bulat, begitu juga dengan Kiba yang kini tengah melambaikan tangannya, menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya.
Para anjing-anjing pun telah berkumpul melingkari mereka berempat. Mereka semua lucu-lucu sekali, ingin sekali ia memelihara seekor anjing juga, namun mengingat kenangan pahitnya – Ia pernah menangis tiada henti saat anjing miliknya mati – membuatnya mengurungkan niatnya.
"Apa kau tidak capek merawat anjing sebanyak ini Kiba? Mengurus satu saja sudah susah kan?" tanyanya penasaran.
"Mereka adalah anjing yang pintar, jadi aku dan ketiga kawanku bisa lebih mudah untuk merawat mereka. Mereka adalan anjing-anjing yang terlantar karena di tinggal majikannya mengungsi ke tempat yang lebih aman." Jawab Kiba seraya mengelus Akamaru.
"Huh..." Sakura menopang kepalanya dengan sebelah tangan, "Kenapa dia lama sekali.." keluhnya.
"Dia itu orang penting jidat! Walaupun mendapat libur, ia masih harus mengurus banyak hal pada kondisi perang sepert ini! Sabar sedikit kenapa!"
"Aku tahu! Aku tahu! Nggak usah bentak juga kenapa!"
Dan kedua wanita itu kembali bertatap-tatapan sengit. Naruto swetdrop melihat pertikaian kekanakan mereka.
"Pertengkaran mereka berdua cukup menjadi hiburan di tengah suasana perang yang suram ini Naruto-san. Mereka berdua adalah seorang dokter dan relawan yang menangani para tentara-tentara yang terluka. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk melepas penat."
Naruto mengerti. Naruto juga cukup peka dengan kondisi negara tempatnya berlibur ini, menurut koran internasional yang ia baca, Jepang telah berhasil menginvasi negara 'tetangganya' dan mendeklarasikan perang.
Seperti kata temannya, ia berlibur di kandang singa yang sedang pada masa kawin. Mengerikan. Tetapi untungnya warga sini tidak terlalu terpengaruh dengan sikap politik negaranya. Jadi ia masih bisa merasakan tenang.
"Tadaima."
"Okaeri! Cepat kemari Sasuke-kun! Kau lama!"
Naruto mengangkat wajahnya, mata birunya bertabrakan dengan mata hitam milik lelaki yang baru saja datang. Mata hitam lelaki itu kembali memandangnya sebal.
"Kenapa kau membawa orang bodoh ini!" ujarnya dengan bahasa Jepang. Mungkin sengaja agar Naruto tidak mengetahui maksud ucapannya. Tetapi, 'Baka' adalah kata-kata pertama yang Naruto ketahui artinya. Walaupun tidak lengkap, Naruto tahu jika lelaki ini tengah mengejek dirinya.
"Sakura dan Ino membuat kue banyak sekali, memangnya kau dan aku bisa memakannya sendirian?" sahut Kiba santai.
Seseorang yang di panggil Sasuke itu hanya mendengus kesal seraya mendudukan dirinya di samping Kiba, otomatis membuatnya duduk bersebelahan dengan Naruto.
"Minggir!"
"Hah?"
"Aku bilang minggir, aku mau duduk di sini!"
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud! Kau bisa berbahasa inggris kan?"
"Mau sampai kapan orang sini berbaik hati kepadamu, orang asing? Jujur saja kami semua sebenarnya malas menggunakan bahasa inggris. Kau benar-benar tidak menghormati kami? Hah!"
Lelaki ini, setiap mereka bertemu pasti ada saja yang membuat mereka bertengkar. Lelaki ini begitu mencurigainya, tidak terbuka seperti teman-temannya yang lain. Memang benar sih kalau kita tidak tidak boleh percaya begitu saja kepada orang asing, tetapi rasa curiga orang ini benar-benar keterlaluan.
"Aku mulai mempelajari bahasamu! Bukan berarti aku langsung mengerti apa yang kau katakan teme!"
"Belagak sekali kau! Apakah kau mempelajari bahasa Jepang hanya untuk memaki orang!"
"Kau juga sama!"
"Oi! Kalian berdua!" Kiba berusaha menarik Sasuke menjauhi Naruto. "Kalian ini sama saja dengan kedua wanita berisik itu, kalau mau bertengkar nanti saja setelah kita menyantap kue lezat ini."
Kedua pasang lelaki berbeda kebangsaan ini saling membuang muka dan mendudukan diri saling menjauhi, dengan Kiba di antara mereka.
Mereka pun saling berpesta hingga sore menjelang malam, mereka semua tertawa bahagia dan juga merasa kenyang. Naruto tidak akan pernah melupakan kenangan indah ini.
"Oh ya Sasuke, aku harus pergi ke pusat kota. Biasalah, kau tahu kan apa maksudku? Jadi kau antarkan Naruto ke penginapannya ya?" Kiba telah membersihkan diri dan bersiap untuk keluar rumah.
"Dia bukan anak kecil yang harus di antar pulang." Sasuke juga telah membersihkan diri. Namun ia memilih untuk mendudukan dirinya dan membaca beberapa surat kabar.
Tidak ada sahutan dari Kiba, karena lelaki itu telah pergi dengan begitu cepatnya. Sasuke berdecak dalam hati.
Sedangkan Naruto hanya diam, dan memilih duduk menjauh dari Sasuke. Kedua orang yang lain kini telah tertidur dengan pulasnya di dekat meja makan. Mungkin mereka kelelahan, jadi Naruto lebih memilih untuk tidak mengganggu.
"Kau masih mencurigaiku?" tanyanya memulai perbincangan.
Sasuke tidak menjawab, ia masih asik membaca surat kabar.
"Aku benar-benar ingin kembali ke penginapan, dan aku benar-benar lupa jalan pulangnya. Aku memang bodoh. Yah, kau pasti mengira jika sikap bodohku ini adalah salah satu kamuflaseku sebagai mata-mata barat. Tetapi kali ini saja, berhenti mencurigaiku."
Jika memang benar atasannya mengirimnya ke sini untuk mata-mata, mungkin ia akan mengalami kesusahan karena warga di sini begitu tertutup di balik wajah ramah mereka. Informasi yang ia ketahui hanya Jepang turut adil dalam perang dunia. Itu saja, orang luar juga pasti tahu pasti akan hal itu.
"Selain karena tempat lahir ibumu, apa yang membuatmu memutuskan untuk berlibur di sini? Kau memang bodoh, tetapi tidak cukup bodoh untuk mengerti kondisi negara ini bukan? Kalau bukan mata-mata, apalagi?"
Naruto menyamakan duduknya lalu memasang wajah berfikir, mencoba mengingat-ingat pilihan liburan yang atasannya itu berikan 'Spesial' kepadanya.
"Ada empat negara yang atasanku usulkan : Jepang, Swiss, wilayah Afrika, dan juga Hindia Belanda. Jika aku memilih Swiss, aku pasti akan sangat sulit memasukinya karena adanya Jerman. Afrika juga, aku pasti akan mati duluan saat berada di sana. Lalu Hindia Belanda, wilayah itu berada dalam jajahan Belanda, sebagai orang barat, mungkin aku akan mendapat ke istimewaan jika ke sana, tetapi tetap saja aku tidak pernah tega melihat rakyat pribumi terjajah, jadi aku lebih memilih mengunjungi Jepang saja." Jelas Naruto dengan satu tarikan nafas.
"Walaupun kondisinya tidak jauh berbeda dengan ketiga negara yang aku sebutkan, aku memilih negara ini karena alasan pertamaku. Siapa tahu juga aku bertemu dengan kerabatku."
"Aku tidak ingat ada seseorang bermarga Uzumaki di Osaka dan sekitarnya, kemungkinan tempat asal ibumu jauh dari sini dan mungkin kau akan mati duluan sebelum menemukan kerabatmu." Ujar Sasuke mulai menimpali pembicaraan.
"Kau benar, tetapi aku berharap sekali bertemu dengan mereka. Aku ingin memberi tahu mereka kalau ibu dan ayahku sudah meninggal." Ujar Naruto seraya tersenyum.
Sasuke mengerutkan dahinya, tidak mengerti maksud senyuman tersebut.
"Oh iya Sasuke, aku selalu ingin bertanya ini kepadamu, apakah kau tidak bersekolah lagi karena perang ini? Tetapi aku sempat melihat warga sini berangkat bersekolah loh." Tanya Naruto seraya memandang Sasuke prihatin. Itulah mengapa Naruto benci sekali dengan perang, pihak yang tidak bertikai pun menjadi korban.
Sasuke pun bangkit dari duduknya seraya menggulung surat kabar yang telah selesai ia baca, tanpa aba-aba ia pun memukul kepala bersurai kuning tersebut dengan surat kabar tadi.
"Umurku 25 tahun bodoh!"
"Hehhh?!"
.
.
.
.
.
"Yahh aku kan hanya bertanya."
"..."
"Sasuke, aku senang sekali kau mau mengantarku pulang. Tapi jangan diam jugaaa."
"..."
"Wajahmu masih terlihat muda loh, jangan salahkan aku kalau berfikir seperti itu!"
Lelaki berambut hitam itu berdecak kesal lalu menghentikan langkahnya, "Itu adalah sebuah penghinaan untukku. Kalau kau membahasnya lagi aku benar-benar akan melapor ke aparat jika kau seorang penyusup!"
Naruto memutuskan untuk membungkam mulutnya sendiri dan mereka pun mulai jalan dalam keheningan.
Sore ini tidak banyak warga yang berlalu lalang, tidak seperti yang Naruto lihat sebelumnya, ia pun memutuskan untuk tidak bertanya kepada Sasuke tentang hal ini karena saat melihat wajah kesal sang Uchiha masih terlihat jelas.
Suara desingan pesawat terbang, juga suara kapal yang mulai berlayar atau pun berlabuh menarik perhatian Naruto. Ia mencari sumber suara dan ia pun menyadari jika ada sebuah laut di sebelah kanannya. Kiba tidak pernah mengajaknya melewati jalan ini, jadi ia baru tahu jika di Osaka ada sebuah pantai.
"Bisakah kita berhenti sebentar? Aku ingin menikmati hembusan angin laut di pantai itu." Ujar Naruto kepada Sasuke. "Aku mohon..." pintanya saat melihat gelagat menolak dari sang Uchiha.
Sasuke pun memutar bola matanya bosan, "Hanya sebentar, aku sibuk."
"Oke!" dengan semangat Naruto pun berlari menuju pantai, namun belum juga ia sampai, Sasuke sudah meneriakinya kembali.
"Jangan masuk ke pantainya, banyak sekali tentara yang berjaga. Kau bisa di tangkap!"
Membuat Naruto memutuskan untuk meniadakan tujuannya untuk berbasah-basah ria. Ia tahu apa yang di maksudkan Sasuke, untuk meyakinkan Sasuke jika ia bukan mata-mata saja sudah sangat susah, apalagi tentara yang lebih profesional?
"Sayang sekali..." Naruto pun memutuskan untuk duduk di atas sebuah beton cukup tinggi yang menjadi pembatas antara pantai dan kota.
"Kalau kau ingin bermain air pantai, sana cepat pulang ke asalmu."
"Sayangnya aku harus tetap di sini sampai satu bulan ke depan."
Sasuke pun memutuskan untuk diam, ia pun tetap berdiri dan memandang ke hamparan lautan yang luas, ia pun dapat melihat sebuah kapal perang yang berlalu lalang.
"Sasuke.." panggil Naruto, ia pun menepuk tempat di sebelahnya, "Duduklah di sampingku. Nggak capek apa berdiri terus?"
"Tidak ada waktu untuk bersantai, aku harus segera pulang." Sahut sang Uchiha datar, iris hitamnya memandang hamparan laut berwarna jingga ke merah-merahan dengan banyak kapal perang yang berlayar.
Naruto pun ikut memandang hamparan laut seraya merasakan hembusan angin, udara sore hari ini sangatlah segar, jika tahu ada pantai di sekitar sini, sudah pasti ia akan kemari setiap harinya.
Apalagi jika ditemani oleh seorang teman.
"Sasuke..." Naruto menutup kedua matanya sejenak lalu membukanya perlahan. Tangan kanannya ia gunakan untuk menghalau poni rambutnya yang selalu berkibar diterpa angin, ia pun memandang Sasuke, "Bagaimana kalau besok kita-"
Ucapannya mendadak terhenti, tepat di atasnya – Karena ia sedang duduk – terpampang sebuah pemandangan yang membuat pikirannya mendadak kosong.
Siapakah sosok menawan di atasnya?
Siapakah sosok dengan rambut yang melambai-lambai di terpa angin tersebut?
Siapakah sosok yang tengah memejamkan kedua matanya menikmati semilir angin tersebut?
Naruto pun mengejap-erjapkan kedua matanya seraya memalingkan wajahnya, ia tidak sadari jika sedari tadi ia tengah menahan nafasnya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Ada apa dengan perasaannya kali ini?
"Ayo kita pulang." Mendadak saja suara ketus itu terdengar begitu anggun di telinganya. Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan di samping Sasuke tanpa berkata apapun. Hingga sampai di penginapan.
*(*)(*)(*)(*)(*)(*)*
Sasuke mengerutkan dahinya saat melihat sesosok pirang tengah berdiri tegap membelakangi dirinya di depan rumah. Sudah tiga hari ia pergi dari Osaka dan baru saja pulang kemarin malam, keesokan pagi harinya saat ia ingin berolahraga, sosok pirang itu telah berdiri di depan rumahnya.
"Naruto?" panggilnya ragu.
Sosok itu pun membalikkan badannya dan langsung saja tersenyum saat melihat Sasuke, "Kenapa kau ada-Ah maksudku bagaimana bisa kau ada di sini?" tanyanya heran. Bukankah sosok pirang ini sangat buta arah sekali?
"Memangnya aneh ya? Selama tiga hari ini aku berusaha menghafal tahu, aku tidak buta arah sekali seperti yang kau pikirkan." Jawab Naruto enteng. "Kau ingin jalan-jalan pagi kan? Aku juga sama, ayo kita bersama-sama." Ajaknya.
Sasuke pun memutuskan untuk diam dan berjalan mendahului Naruto, ia pun lari-lari kecil ke sembarang arah, Naruto pun langsung saja mengambil tempat di samping Sasuke dan ikut lari-lari kecil.
"Tiga hari ini kau kemana? Kata Kiba kau orang yang penting sekali hingga selalu sibuk. Aku kira kau hanya seorang pedagang biasa." Tanyanya penasaran, dan ia pun sudah pasrah jika saja Sasuke tidak menjawab pertanyaannya.
"Bekerja apapun itu sangat penting sekali." Jawab Sasuke datar dan cukup membuat Naruto terkejut. Ia pun tersenyum tipis seraya melancarkan pertanyaan kembali.
Semalaman penuh ia tidak bisa menutup kedua matanya alias ia terkena insomnia, banyak sekali pikiran yang menghantui dirinya. Apalagi setelah ia memandang wajah menawan Sasuke saat di pantai tiga hari yang lalu.
Setelah lebih dari 2 jam ia memikirkan perasaannya, ia pun sadar...
Jika ia telah jatuh cinta kepada lelaki berwajah judes tersebut.
Ia sendiri pun heran, bagaimana bisa ia memiliki perasaan itu hanya dalam waktu kurang lebih lima menit? Ia bahkan ragu jika perasaan aneh yang ia rasakan itu adalah murni cinta.
Tetapi saat ini ia yakin jika perasaan itu adalah cinta saat Tuhan langsung memberinya cobaan dengan perginya Sasuke selama tiga hari untuk bekerja. Galau, baper, insomnia lagi, dan bahasa anak muda 78 tahun dari sekarang lah yang melanda Naruto saat itu.
"Naruto.." Sasuke menghentikan larinya dan langsung saja memandang Naruto, "Semenjak bertemu denganmu, aku ingin sekali bertanya ini kepadamu." Ujarnya serius.
Naruto pun ikut menghentikan larinya dan memandang Sasuke bingung, "Tanya apa lagi? Bukankah sudah berkali-kali aku katakan jika aku bukan seorang mata-mata? Aku ini hanya pengun-"
"Apa pekerjaanmu?" sela Sasuke dengan sebuah pertanyaan. Mata hitamnya memandang Naruto penuh selidik.
"Hah?"
Sasuke memandang Naruto kesal, "Apa pekerjaanmu di tempat asalmu? Bentuk tubuhmu itu, aku sangat mengenalinya sekali. Itulah yang membuatku curiga kepadamu." Jelasnya cepat.
"Kenapa aku harus memberitahumu?" Naruto memandangnya heran, "Aku ingin berlibur dengan menanggalkan sebentar pekerjaanku, aku tidak ingin kau membahas tentang pekerjaanku. Aku juga tidak pernah membahas pekerjaanmu." Ujarnya tegas.
"Kau..." Sasuke memincingkan kedua matanya, "Benar-benar terlihat seperti mata-mata, kebetulan sekali di dekat sini ada sebuah kantor polisi." Ia mencekal lengan kanan Naruto lalu menariknya dengan keras.
"Oi!" Naruto yang terkejut pun berusaha untuk membebaskan tangannya, "Sasuke! Oi Sasuke! Aku bukan mata-mata!"
Sasuke tidak mendengarkan ucapan Naruto, malah ia semakin mengeratkan cengkramannya dan menarik Naruto menuju ke kantor polisi.
Naruto sendiri pun heran bagaimana bisa Sasuke yang memiliki tubuh lebih kecil darinya itu bisa menarik dirinya sekuat ini, terkadang ia juga merintih saat cengkraman pada lengannya ini dieratkan.
"Aku akan memberitahu pekerjaanku!" ujar Naruto pasrah, lebih baik membocorkannya sekarang dari pada berurusan lebih panjang lagi kantor polisi. "Kau dengar tidak Teme! Lepaskan aku!"
Sasuke pun melepaskan cengkraman tangannya seraya memandang Naruto tajam.
Menghela nafas pasrah, Naruto pun menarik pelan tangan Sasuke dan membawanya ke tempat yang cukup sepi. Setelah melihat keadaan, ia pun mendekatkan wajahnya seraya berbisik.
"Aku seorang tentara."
Naruto bisa melihat raut terkejut yang samar-samar Sasuke perlihatkan, namun beberapa detik kemudian raut itu pun menghilang. "Tentara? Tentara Amerika? K-Kau-"
"Sssttt..." Naruto menutup mulut Sasuke dengan jari telunjuknya, "Jangan berfikiran aneh-aneh, aku tentara yang mendapat liburan setelah menyelesaikan misi yang panjang. Dua minggu lagi aku akan pulang dan kembali bertugas, aku tidak bermaksud mata-mata, aku kemari murni karena liburan dan semua alasan yang sudah aku beberkan kemarin." Ujarnya pelan.
"Lagi pula negara kita tidak terlalu bermusuhan kan? Jadi perang dunia di pasifik tidak terlalu berdampak pada-" ucapan Naruto terhenti ketika merasakan sebuah benda dingin nan padat menempel di kepalanya. Ia melirik dengan iris birunya dan melihat sebuah senapan tengah ditodongkan ke arah kepalanya.
Naruto pun memandang sang pelaku datar, "Bagaimana bisa seorang warga sipil memiliki senjata?" tanyanya. Walaupun tanpa bertanya pun, ia telah mengetahui jawabannya.
Sasuke pun tersenyum sinis, "Apa kau terlalu meremehkanku, Mr. Uzumaki?" ia pun semakin menekan senapannya kepada Naruto, "Atau bisa kau ubah pernyataanmu itu? baru beberapa hari yang lalu aku membinasakan tentara Cina di perbatasan dengan senapan ini." lanjutnya santai.
"Jadi..." Naruto memandang Sasuke serius, "Kau juga seorang tentara ya? Jujur aku benar-benar terkejut."
"Kau benar-benar meremehkanku, brengsek."
"Hahahaha..." Naruto tertawa kecil seraya menurunkan senapan di kepalanya dengan perlahan, ia bersyukur Sasuke tidak memberikan perlawanan sama sekali. "Percayalah jika aku kemari benar-benar karena berlibur. Tidak apa-apa kau menaruh waspada kepadaku, tetapi jangan melaporkan aku kepada atasanmu dengan tuduhan macam-macam."
"Bagaimana jika aku melakukannya?"
Naruto tersenyum cerah seraya mengacak-acak rambut hitam milik Sasuke, "Aku percaya kau tidak akan melakukannya." Ujarnya tulus.
Sasuke pun diam dan membiarkan rambutnya berantakan oleh tangan besar milik Naruto, ia pun menundukan kepalanya dan tanpa sadar menikmati semua yang Naruto lakukan.
Seharusnya ia menembak Naruto sekarang juga, Naruto adalah seorang tentara barat, dan barat adalah musuh Jepang – Dampak masa isolasi masih terasa hingga ke generasinya – pemimpinnya juga akan membela dirinya jika ia membunuh Naruto.
Jepang tidak peduli jika hal itu akan menimbulkan perang yang lebih besar lagi, asalkan Jepang bisa menjadi nomer satu, ia akan melakukan apapun untuk meraihnya.
Tetapi...
Sasuke memandang Naruto yang kini mulai melemparkan candaan untuk mendinginkan suasana.
Kenapa ia tidak bisa melakukannya?
Ia seorang Kolonel yang dikenal tak memiliki perasaan, membunuh semua orang yang menjadi musuh Jepang dengan wajah datarnya.
Kenapa ia tidak bisa membunuh Naruto? Seorang tentara musuh negaranya?
"Sasuke?" Naruto melambai-lambaikan tangannya di hadapan Sasuke, "Kau melamun? Kau merencanakan sesuatu untuk membunuhku ya?"
Sasuke pun menyentak tangan Naruto lalu berjalan mendahului sang Uzumaki, berniat untuk melaporkan hal ini kepada atasannya, berlama-lama bersama Naruto selalu membuat jantungnya berdetak tak karuan, ia bisa gila jika merasakan degupan ini setiap harinya.
"Sasuke." Naruto mencekal tangan Sasuke dan langsung menubrukkan tubuh Sasuke kepada tembok, ia pegang erat tangan Sasuke sedangkan tangannya yang lain mengunci pergerakan Sasuke dengan meletakkan tangan kirinya di samping kepala Sasuke. Membuat sang Uchiha terjebak antara tubuhnya dan juga tembok.
"Apa yang kau lakukan?!" tanya Sasuke kesal, ia berusaha membebaskan dirinya dari jeratan Naruto, namun usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil, pada akhirnya ia pun memilih untuk diam.
"Aku mempercayaimu." Ujar Naruto pelan, namun penuh dengan ketegasan. "Kau mungkin suka berperang, tetapi tidak denganku. Aku tidak ingin berperang karena masalah sepele seperti ini. Aku mohon jangan berkata apapun, rahasiakan ini kepada orang lain. Dua minggu lagi aku akan pulang dan kita tidak akan memiliki hubungan apapun lagi."
"Aku tidak akan mengatakan apapun!" sahut Sasuke cepat seraya berusaha melepaskan dirinya, "Jika kau berbuat masalah, biarkan aku yang menghabisimu. Sekarang cepat lepaskan!"
Naruto tidak mengindahkan ucapan Sasuke, tangan kirinya yang menganggur pun masuk ke dalam saku celana yang Sasuke kenakan dan menemukan sebuah dompet. Ia membukanya dengan lihai dan melihat sebuah kartu nama sederhana yang menerangkan identitas Sasuke di dunia militer.
"Uchiha Sasuke, lahir tanggal 23 Juli 1913, pangkatmu saat ini seorang ko-Wow! Kau lebih tinggi dariku Sasuke." Naruto lekas melepaskan Sasuke karena terkejut, Sasuke yang melihat kesempatan segera menyambar kartu identitasnya.
Naruto memandangnya terkejut, kedua tangan tannya langsung saja menyambar kedua pipinya dan menariknya berlainan arah. Seakan-akan tidak percaya jika lelaki manis yang baru-baru ini ditaksirnya ini memiliki pangkat yang lebih tinggi dari pada dirinya.
"Apa yan kau lakukan dobe! Kau ini benar-benar brengsek! Sialan!" Sasuke pun menggeplak kepala Naruto dan kembali melanjutkan langkahnya. Namun kembali tertahan saat lagi-lagi Naruto mencekal tangannya.
"Ada apa lagi hah?! Kau ingin benar-benar kulaporkan hah?!"
"Kau seorang kolonel? Kau lebih muda dariku dan memiliki jabatan lebih tinggi dariku? Seberapa hebat dirimu ini?" tanya Naruto heran, penampilan Sasuke kali ini benar-benar menipunya. Ia adalah seorang Tentara Angkatan Udara berpangkat Mayor, dua tingkat lebih rendah dari Sasuke.
Mendadak ia merasa tubuhnya sangat merinding. Jika Sasuke benar-benar menembaknya tadi, mungkin ia akan pulang hanya dengan nama.
"Apa itu masalah? Apa kau tidak pernah mendengar pepatah jika jangan kau remehkan musuhmu apapun yang terjadi? Sudahlah, aku mau pulang." Balas Sasuke malas.
Ia bersyukur kali ini Naruto tidak lagi mencekal tangannya kembali, mungkin perbedaan tingkatan ini membuat Naruto lebih berhati-hati kepadanya. Ia tertawa dalam hati.
"Sebentar lagi aku akan setara denganmu, sebentar lagi aku akan di lantik menjadi letnan kolonel. Aku tidak akan kalah darimu!" sorak Naruto dari belakang.
Sasuke memutar bola matanya malas seraya membalikkan badannya, "Kenapa kau begitu gamblangnya memberitahu kedudukanmu di militer? Kau mau aku memata-mataimu hah?! Atau kau memang ingin aku-"
"Aku mempercayaimu." Jawab Naruto dengan kalimat yang sama.
Lontaran yang ingin Sasuke ucapkan seakan mengawang di udara, ia menggigit bibir bawahnya dan kembali membalikkan badannya.
"Terserah." Dan Sasuke pun benar-benar pergi.
"Besok kita jalan-jalan lagi ya!" seru Naruto seraya melambaikan tangan kanannya. Lima detik kemudian ia menurunkan tangannya dan memandang kepergian Sasuke dengan resah.
"Bodoh..." lirihnya pelan, ia pun menjambak rambutnya sendiri, "Pada akhirnya aku membeberkan statusku. Tapi syukurlah..." ia tersenyum kecil seraya meregangkan tubuhnya.
'Untung saja aku bisa menahan diriku untuk tidak menciumnya tadi.' Batinnya dalam hati. Bagaimana tidak, posisi Sasuke tadi benar-benar menggairahkan untuknya. Berbagai pikiran kotor menghinggapi dirinya yang errr bisa dibilang kurang belaian.
Hah... Ia benar-benar butuh hiburan.
.
.
"Sudah kuduga jika ia seorang tentara. Tetapi tidak kukira jika identitasnya terbongkar begitu cepatnya." Ujar Kiba seraya mendudukan dirinya di samping Sasuke yang masih terdiam. Majalah yang ia baca sedari tadi tidak berganti halaman, Kiba bisa menyimpulkan jika kini Sasuke tengah melamun.
"Melamunkan Naruto ya?" celetuknya polos. Sontak membuat Sasuke dengan reflek memukul kepalanya.
"Siapa yang melamun hah?! Aku sedang membaca majalah!" sentaknya keras. Tanpa ia sadari wajahnya telah berubah menjadi merah, dan Kiba mengetahuinya.
"Ohhh membaca majalah ya... Apa kau membayangkan jika binaragawan di majalah itu adalah Naruto yang sedang bertelanjang dada? Oww tidak kusangka kau semesum itu Sasuke~ Apa perlu aku katakan kepada Naruto kalau kau-Ittai!"
Sasuke menginjak kaki Kiba tanpa ampun dan langsung berdiri dari duduknya, "Cepat push up 200 kali selama 2 menit Kapten Inuzuka!" perintahnya seraya menunjuk Kiba yang langsung memasang wajah tak terima.
"Penyalahgunaan kekuasaan ini namanya!"
"Tambah menjadi 400 kali karena kau membangkang! Cepat!" bagaikan sebuah ultimatum dari kolonel tak berperasaan itu, Kiba langsung saja mengambil posisi untuk melakukan push up.
Sasuke tahu ia sedang menyalah gunakan kekuasaannya, tetapi wajahnya kini menjadi semakin memerah dan ia tidak ingin Kiba mengetahuinya. Ia pun memandang majalah di tangannya dan membuangnya begitu saja, bagaimana mungkin ia melamun saat majalah bagian ini terbuka?
Ia tidak sedang melamunkan Naruto. Ia hanya sedang memikirkan-Arghhh! Memikirkan hal itu saja cukup membuatnya gila.
'Aku mempercayaimu.'
Hentikan.
'Aku mempercayaimu.'
Lupakan ingatan kemarin.
Aku mempercayaimu.
Aku mempercayaimu.
Aku mempercayaimu.
Aku mempercayaimu.
"Sialan!" dan terdengar pintu kamar yang tertutup dengan kerasnya. Kiba yang telah menyelesaikan push up nya pun memandang Sasuke heran.
Suara ketukan pintu membuat perhatiannya teralihkan, ia menghampiri pintu utama rumahnya dan melihat Naruto telah datang dengan senyum charmingnya.
"Apa Sasuke ada? Aku ingin membicarakan sesuatu dengannya." Ujarnya gugup, berkali-kali ia menggaruk pipinya dengan telunjuknya atau melakukan hal lain untuk menutupi gugupnya.
Tetapi Kiba bukanlah orang bodoh yang tidak mengetahui apa maksud Naruto mencari Sasuke.
"Apa kau menyukai Sasuke?"tanyanya to the point.
Mata Naruto membelalak kaget, "Hah? Bagaimana kau ta-Ah! Aku.. tidak kok! Aku hanya.. Aku..."
"Akan aku panggilkan Sasuke, sebenarnya aku sedang kesal dengannya karena seenaknya sendiri menyuruhku push up." Sela Kiba seraya membalikkan badannya, berkali-kali ia menahan dirinya untuk tidak tertawa keras-keras.
Kiba pun memanggil Sasuke berkali-kali dan beberapa menit kemudian ia telah keluar dari kamarnya, masih dengan wajah memerah.
"Naruto datang mencarimu."
..dan ia pun tertawa dengan kerasnya saat melihat tingkat salting Sasuke saat menghampiri Naruto. Walaupun Sasuke masih tetap mempertahankan wajah datarnya, namun Kiba tahu jika kini perasaan Sasuke sangatlah berbeda dengan raut wajahnya.
Setiap hari Naruto selalu datang dan mengajak Sasuke pergi, hingga hari ketujuh sebelum kepulangan Naruto satu minggu lagi, mereka berdua masih sering berpergian bersama. Terkadang Sakura dan Ino akan mengikuti mereka berdua dan membawa mereka berdua ke tempat para dokter berkumpul, memamerkan jika mereka berdua dekat dengan dua tentara yang tampan.
Kiba tidak tahu sejauh mana hubungan mereka saat ini, namun terakhir kali ia bertanya kepada Sasuke perihal hubungannya dengan Naruto, Uchiha itu malah membalasnya dengan pelan.
"Seperti ini saja sudah cukup untukku."
Lalu bagaimana dengan Naruto?
"Aku sudah menyatakan perasaanku beberapa hari yang lalu, dan sampai sekarang ia belum mau membalas dan membahasnya. Aku tidak mungkin memaksanya kan?" jawabnya seraya tersenyum kecut. "Padahal satu minggu lagi aku harus pulang dan entah bisa kembali lagi atau tidak."
"Jadi belum ada jawaban ya..." balas Kiba seraya menuangkan sake kedalam cawan minumnya. "Besok Sasuke akan kembali berangkat ke medan perang, ia di tugaskan untuk membebaskan tentara Jepang yang di tawan di Manchuria. Entah kapan ia akan pulang, tetapi kupikir kau harus segera mendapat jawabannya."
Naruto menggebrak meja di hadapannya, "Benarkah? Ia tidak mengatakan akan berperang kembali! Bagaimana bisa ia tega menggantungku segitu lamanya?" ujarnya kesal, efek sake yang di minumnya mungkin sedikit mempengaruhi emosinya.
"Segera temui dia sebelum ia pergi, aku tidak tahu pasti kapan ia pergi ke markas utama di Edo." Sebelum ia menyelesaikan ucapannya, Naruto telah pergi dengan begitu cepatnya.
Namun sayang.
Sesampainya mereka di rumah, Naruto tidak lagi melihat keberadaan Sasuke, ia telah pergi.
"Sialan!"
Lagi-lagi ia harus menunggu lebih lama lagi.
..
..
..
..
...
Perasaan ini benar-benar menyenangkan untuknya, membuatnya mendadak gila karena selalu tersenyum-senyum sendiri saat membayangkan hari bahagia mereka berdua. Hari dimana mereka selalu bersama, saling mengenal satu sama lain, dan berusaha melepas semua status yang melekat pada diri mereka.
Namun lelaki berambut hitam itu menyadari jika kisah indah mereka tidak akan bertahan terlalu lama.
Lagi-lagi karena status mereka.
Mungkin saja mereka masih bisa mempertahankan hubungan aneh ini dan menjalaninya dengan santai, namun ia tidak bisa melakukannya terlalu lama.
"Maaf..."
Hanya itu yang bisa ia katakan sebagai balasan atas pernyataan sang pirang kepadanya. Setelah itu hubungan mereka sama sekali tidak berubah dan tetap bersama seperti biasanya.
Namun ia tahu jika saat ini sang pirang sangat kecewa kepadanya, berkali-kali lelaki itu meminta harapan kepadanya, melakukan hal konyol apapun agar ia menerimanya.
"Beri aku waktu."
Ujarnya pada akhirnya, dan bibir sang lelaki itu pun tersenyum.
Ia sangat menyukai senyum sang pirang, senyum itu seakan menjadi energi untuknya untuk tetap melakukan aktifitas, terkadang rasa marahnya hilang hanya karena sebuah senyuman.
Ia sangat membutuhkan senyuman itu setiap hari.
Ia ingin berada di sisi matahari-nya setiap saat.
"Pergilah ke Manchuria dan pimpin pasukanmu untuk membebaskan tawanan Jepang dan membantu di sana, aku beri kau waktu satu minggu. Lebih dari itu kau aku anggap gagal, dan promosi kenaikan jabatanmu akan ditiadakan. Kau mengerti?!"
"Saya mengerti!"
Sebelum mengatakan semuanya, ia harus lekas pergi meninggalkan Osaka.
Tugas negara lebih penting dari segalanya, ia selalu menganggapnya begitu. Ia akan pergi berperang dengan perasaan tenang dan bangga, mengalahkan musuh dan kembali pulang seperti biasanya.
Tetapi entah mengapa kali ini, ia pergi ke medan perang dengan perasaan sesak.
Penyesalan selalu datang terlambat.
Pelampiasan rasa sesak ini ia lakukan dengan membantai habis-habisan seluruh tentara Manchuria, bahkan ia membunuh para penduduk sipil yang kebetulan lewat di hadapannya. Ia benar-benar sangat berdosa.
"Bagaimana dengan tawanannya?"
"Semua sudah bebas Kolonel! Tidak ada tentara yang terbunuh!"
Sasuke menghela nafas lega, "Kita akan pulang besok, setelah menyelematkan tawanan, tidak ada lagi hak tim kita untuk berada di sini. Cepat persiapkan semua dan pergi dari sini."
"Siap! Kalau begitu saya permisi dahulu! Hormat!" dan salah satu anak buahnya itu dengan tegap memberikan salam hormat kepadanya.
Ia pun menganggukkan kepalanya dan membiarkan anak buahnya itu pergi dari ruangannya. Ia pun mendudukan dirinya di kursi dan tak sengaja mata hitamnya melihat sebuah kalender usang penuh lumpur.
Tangan putihnya mengambil kalender tersebut dan mengusap kotoran yang menghalangi pemandangannya. Matanya membelalak lebar, ingat jika besok Naruto akan kembali pulang ke tanah kelahirannya.
Itu berarti, ia tidak akan lagi...
Sasuke pun bangkit dari duduknya dan berlari menuju ke arah dermaga, hanya untuk melihat salah satu anak buahnya tadi tengah memasang wajah bingung.
"Hormat!"
Seluruh tentara di dermaga itu pun lekas menaikkan tangannya dan melakukan salam hormat saat Sasuke datang dengan terburu-buru.
"Kita akan pulang hari ini, cepat siapkan semua kapalnya!" perintahnya.
Anak buahnya itu maju dan memberi salam hormat singkat, "Maaf Kolonel Uchiha Sasuke, kapal yang kita tumpangi hanya bisa berlayar keesokan harinya, hari ini cuaca sedang buruk."
DEG!
"Besok... Pastikan semua telah siap, jam 6 tepat kita berlayar" Sasuke menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sesak yang menghinggapi dadanya. Dengan wajah penuh kecewa, ia pun membalikkan badannya dan berjalan pelan.
Sesampainya ia di ruangannya, tak tahan lagi ia pun menjatuhkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada tembok. Kedua kakinya ia tekuk, dan ia pun menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya.
Setetes, dua tetes, dan banyak sekali tetesan yang membasahi celana hitam – Seragam Militernya saat tidak sedang bertugas – dan jas hitamnya. Berbagai lencana dan pangkat di pundaknya bergetar pelan bersamaan dengan isakan lirih yang terdengar sangat menyakitkan.
"Aku mencintaimu Uchiha Sasuke."
*..*..*..*..*..*
"Jadi pada akhirnya seperti ini ya..." Kiba memandang Naruto prihatin, sedangkan Sakura dan Ino memandang dirinya dengan lelehan air mata.
Kini mereka berempat telah berada di sebuah bandara, Naruto berkata jika sekitar jam 7 nanti akan ada sebuah helikopter yang menjemputnya, tentu saja helikopter itu masuk dengan seizin pihak Angkatan Udara milik Jepang. Naruto tidak ambil pusing bagaimana caranya mendapat izin semudah itu.
"Mungkin ia akan datang sore nanti, ia harus melapor kepada atasan, dan melakukan hal sibuk lainnya. Aku harap kau memakluminya."
"Aku mengerti." Sahut Naruto seraya tersenyum. "Beberapa bulan lagi aku akan kembali ke Jepang untuk meminta jawaban darinya, aku tidak akan pernah menyerah dengan perasaanku ini. Tetapi... Kalau bisa." Tak lama senyum cerahnya berubah menjadi senyum pahit.
"Apa kau tidak bisa di sini beberapa hari lagi?" tanya Sakura terisak-isak, "Aku yakin sekali jika Sasuke-kun juga memiliki perasaan yang sama, aku yakin ia hanya belum mau mengakuinya saja. Ia sangat berbeda sekali semenjak bertemu denganmu, aku tidak ingin raut bahagianya hilang dengan kepergianmu."
Naruto terdiam mendengar ucapan Sakura. Memang benar, ia yakin sekali jika Sasuke memiliki perasaan yang sama. Dunia kemiliteran lah yang membuat Sasuke merasa bingung.
Suara tapak kaki terdengar keras sekali membuat perhatiannya teralihkan, bersamaan dengan itu sebuah desingan helikopter dari atas membuatnya merasa terkejut.
Suara tapak kaki itu terhenti dan di gantikan oleh hembusan nafas terengah-engah yang keluar dari pemiliki sepasang kaki berbalut sepatu hitam tersebut.
"Jangan..." ujarnya terputus-putus, lelaki itu pun mendongakkan kepalanya, "Jangan pergi dulu idiot!"
"Naruto." Seorang lelaki berpakaian seragam resmi militer turun dari helikopter dan memandangnya dengan tatapan malas, "Kita harus segera pergi, akan ada tugas yang menantimu." Ujarnya.
Naruto memandang keduanya bingung, namun perhatiannya lebih di fokuskan kepada seorang lelaki berambut hitam yang tengah memandangnya dengan mata berkaca-kaca.
"Sebentar saja, jangan pergi..." kepala hitam itu kembali di tundukkan, "Aku tahu aku memang egois, aku berlaku seenaknya dengan menggantungmu terlalu lama. Tetapi... aku hanya..."
Mendadak saja suasana bandara terasa sangat hening, bahkan suara baling-baling helikopter itu terdengar sangat lirih sekali.
"Aku bisa mati kapan saja, aku hanya tidak ingin menyakitimu dengan kehilangan cinta dengan begitu cepatnya, begitu juga sebaliknya. Aku juga tidak ingin jika pada akhirnya... kita harus bermusuhan demi negara kita. Aku... Aku... Sangat mencintaimu Naruto, aku-"
Naruto pun menarik lengan Sasuke, membawa tubuh itu mendekat dan meniadakan jarak di antara mereka berdua. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk menyentuh surai hitam milik Sasuke seraya menekannya perlahan, mempererat pagutan bibirnya pada benda yang sama.
Kedua mata mereka saling terpejam, saling menikmati satu sama lain kedekatan yang entah kapan bisa mereka rasakan kembali. Kedua tangan mereka saling merengkul dan semakin mendekatkan diri, oksigen seakan tak menjadi penghalang untuk menghentikan mereka.
Pagutan itu pun berakhir, mata biru safir itu pun memandang sang hitam dengan pandangan bahagia.
"Terima kasih. Aku juga sangat mencintaimu." Ujarnya seraya mengusap air mata yang membasahi kedua pipi Sasuke.
"Maafkan aku.."
"Ya... Aku mengerti kok." Naruto menyentuh kedua bahu Sasuke, memandang lekat-lekat wajah pucat tersebut seraya tersenyum, "Tetapi aku pikir hubungan semacam 'Pacaran' ini tidak lagi cocok untuk kita."
Sasuke memandang Naruto, tertegun juga kaget, "Bukankah kau mau memaafkanku? Kenapa.." ia tak bisa lagi melanjutkan perkataannya. Ia merasa jika ini adalah akhir dari segalanya. Pasti Naruto terlalu kecewa kepadanya hingga tidak lagi mau melanjutkan hubungan ini.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Sasuke, Naruto pun memundurkan langkahnya seraya menelengkan kepalanya ke belakang.
"Shika, aku minta waktu 3 jam. Setelah itu aku benar-benar akan pulang." Pintanya.
Sedangkan lelaki berambut ala nanas itu pun hanya mendengus malas, "Sudah kuduga. Baiklah, hanya tiga jam."
Naruto pun tersenyum lega, ia pun merogoh saku celananya seraya merendahkan tubuhnya.
.
.
.
.
.
.
"Kau harus menikah denganku."
.
.
.
.
.
..
..
..
..
..
..
Melakukan ini adalah yang pertama untuk Sasuke.
Sekedar info saja jika Sasuke telah berkecimpung di dunia militer semenjak remaja, semua ia fokuskan untuk menjadi seorang tentara yang baik dan hebat, di saat teman satu regunya saling berkumpul untuk melihat suatu video dengan suara yang aneh, ia sendiri malah duduk di pojokan seraya membaca buku.
Disaat teman satu regunya memasuki tempat pelacuran untuk memuaskan diri, ia sendiri malah memilih berendam di air panas tanpa di temani siapapun.
Mimpi basah hanya sekedar penanda kedewasaan untuknya, entah siapa yang ia bayangkan saat itu, ia juga tidak mengenalnya, dan tidak peduli.
Tak ia bayangka juga jika kini ia akan melakukannya.
Dengan seorang pria yang baru saja melamarnya – dan juga menikahinya dengan tidak resmi – beberapa menit yang lalu.
"Akan kita lakukan dengan perlahan, jangan khawatir." Ia menganggukkan kepalanya kaku, mata hitamnya memandang lelaki yang kini telah menggagahinya. Ia sendiri telah di rebahkan di atas tempat tidur.
Jangan tanya bagaimana caranya ia bisa berada di sini, semuanya telah menjadi akal-akalan lelaki di atasnya.
Padahal baru beberapa jam yang lalu ia merasa kebingungan setengah mati, takut jika ia tidak sempat melihat wajah penuh kehangatan itu lagi. Kini ia malah telah memasrahkan tubuhnya untuk suami barunya.
"Mungkin inilah yang namanya pernikahan dan bulan madu yang terlampau cepat."
Perlahan ia bisa merasakan jika sesuatu tengah merayapi seluruh tubuhnya, dengan sedikit pijatan yang cukup membuatnya merasa rileks.
Tidak ada suara apapun, lelaki di atasnya yang biasanya berisik itu pun mendadak terdiam. Ia jadi bingung sendiri, kenapa mereka berdua harus saling terdiam?
"Naruto kau ke-Ahh!" ia tak tahu kenapa ia mendesah saat merasakan suatu titik di dadanya di sentuh oleh Naruto. Rasa geli dan sensasi aneh yang menghantarkannya pada tubuh bagian bawahnya, membuatnya tak tahan lagi untuk mengeluarkan suara-suara yang terdengar sama seperti suara dari video yang pernah teman-temannya lihat.
"Hentikan-Mengapa kau-ahh-denganhh... Ahh.." sentuhan dengan jari itu pun digantikan dengan benda basah yang Sasuke yakini adalah lidah Naruto, sensasi ini benar-benar membuatnya tak bisa berhenti untuk mendesah.
"Suaramu semakin seksi sayang..." ujar Naruto seraya menghentikan perbuatannya, ia memandang wajah Sasuke yang sangat memerah dan sayu, padahal menurutnya ini belum apa-apa.
Maklum, ini adalah pengalaman pertama untuk Sasuke, dan ia bersyukur sekali mendapatkan pasangan yang masih 'Bersih'.
Jarang sekali ada di dunia yang semrawaut ini.
"Narutoo... Jangan menyentuh.. akhh-Ituhh.. kotor..ahh!"
Ekspresi itu, hanya dialah yang tahu.
"Tak apa, kau telah menjadi milikku."
"Akhh-Ahh-ahhh! Mulutmu akah kotorhh!"
"Tidak apa-apa sayangg.."
"Engg.. ahhh... Naruhhh..."
"Hmm..."
'Bukankah itu menjijikan' batin Sasuke saat melihat Naruto tengah memasukkan miliknya ke dalam mulutnya. Walaupun begitu tetap saja ia merasa keenakan. Saat ingin mengutarakan batinnya, mendadak ia merasakan sesuatu yang mendesak ingin keluar dari benda miliknya yang telah menegang sempurna.
"Ahh..Ada... Ada yang.. engg... keluarhhh-Keluarhh ahhh!"
Naruto tidak menjawab, ia pun semakin mempercepat kulumannya, jemarinya yang menganggur tidak lupa untuk mengusap kedua nipple Sasuke.
"Apa yang kau lakukanhh? Lepaskanhh.. Ahhh..." Punggung Sasuke pun melengkung ke atas, desakan itu semakin terasa hingga membuatnya memejamkan kedua matanya nikmat, "Aku keluar... Kelu-Ahhhhh!"
Ia merasa lega luar biasa saat cairan miliknya keluar dan tertampung oleh mulut Naruto yang langsung menelannya. Nafasnya terengah-engah, ini adalah ejakulasi pertamanya semenjak mimpi basah yang ia lalui 12 tahun yang lalu.
"Nikmat?" tanya Naruto seraya menyingkirkan poni yang menghalangi pandangan Sasuke di dahinya. Sasuke menganggukkan kepalanya.
"Teruskann..." pintanya pelan, dan Naruto pun tersenyum dengan lebarnya.
"Dengan senang hati."
Dan hari ini Sasuke merasakan sakit luar biasa – melebihi saat ia tertembak oleh musuh – saat milik Naruto memasuki lubang sempitnya.
"Ittai! Hentikanhhh! Ahhhh!"
.
.
Beberapa jam setelah permainan panas tersebut.
Naruto pergi.
#E#N#D#
#O#F#
#T#H#I#S#
#C#H#A#P#T#E#R#
Kembali bertemu dengan saya di bulan Agustus ini!
Sebenarnya fanfic ini sudah saya kerjakan semenjak bulan Mei yang lalu – Alias sebelum puasa – tetapi karena fanfic ini bertemakan perang dan peristiwa sekitar bulan Agustus, maka dari itu aku posting bulan Agustus saja.
Peristiwa sejarah di sini tidak seratus persen benar, dan juga pangkat kemiliteran di fanfic ini aku samakan dengan pangkat kemiliteran milik TNI saat ini.
Jadi jika berbeda dengan pangkat kemiliteran milik Jepang dan Amerika Serikat ya maaf-maaf saja, lah cari informasinya sulit banget jadi pake aja pangkat kemiliteran milik Indonesia.
Untuk seragam militer resmi mereka berdua, hampir aku samakan dengan seragam militer milik Jepang (Yang Hitam) dan Amerika Serikat di Anime Hetalia Axis Power. Silahkan googling untuk mengetahui bagaimana seragam mereka hehehe. *Kalau Mau sihh*
Jika ada yang ingin di tanyakan, silahkan review atau PM saya aja ya!
Next Chapter : 6 Agustus 2016
Words : 7.600
Review Pleaseee
.
.
Uchiha Iggyland
