cast:
1. f(x) Victoria : Song Qian
2. Super Junior-M Zhou Mi (as Rose TRAX)
3. EXO Kris : Wu Fan
4. f(x) Amber : Yi Yun
5. EXO Tao : Zi Tao
Part 1
-Betina alfa bertugas untuk menjaga keturunan-keturunannya dengan pejantan alfa dalam klan serigala. Anak-anak serigala sangat rapuh saat kecil; karena itu, kedua orang tua mereka, terutama sang betina, harus menjaga anak-anaknya dari musuh, terutama manusia.-
"Katakan kalau ini berita bohong!" Stella Kim mengguncang-guncang bahu rekan kerjanya, Song Qian—atau yang di dunia modelling lebih dikenal dengan Victoria. Wanita di depan Stella hanya tertawa menanggapi keterkejutan itu. "Kau heboh sekali. Aku hanya akan menikah, bukannya melakukan bom bunuh diri di agensi."
"Iya, tetapi kau akan menikah dan meninggalkan karirmu di sini! Kalau aku jadi kau, siapapun lelaki yang mengajakku menikah akan kutinggalkan! Karirmu sangat cemerlang dan lelaki tak akan bisa memberimu itu! Ya Tuhan, Vic, apa otakmu sudah mulai rusak?" Stella merepet. Victoria menyesap sedikit latte yang ia pesan. "Kau bilang akan menolak siapapun yang mengajakmu menikah kalau kau punya karir secemerlang aku? Hh, kau tak akan bisa menolak kalau Rose TRAX yang melamarmu."
Stella terdiam sejenak, seolah ada loading bar tercetak di dahinya. Kemudian... "Hah?! Rose TRAX?! Astaga, demi ap—"
Dengan jari-jarinya yang lentik, Victoria menutup bibir Stella yang kadang suka bocor itu. "Kau! Ayolah, kau tak mau rahasia ini tembus media sebelum waktunya, 'kan?"
"Ups."
Victoria menghembuskan napas panjang, lalu menarik kembali tangannya. "Ya, laki-laki yang melamarku itu Rose TRAX alias Zhou Mi. Memangnya kenapa?"
TRAX adalah band alternative rock yang beranggotakan empat orang: Typhoon, Rose, Attack, dan X-mas. Jika nama panggung mereka disingkat, maka akan menjadi nama band tersebut. Rose atau Zhou Mi adalah salah satu dari dua vokalis TRAX, yang memiliki ciri khas rambut dicat merah violet seperti mawar—dari mana ia mendapatkan nama panggungnya.
"Aku tak tahu kalian pernah dekat. Hei, kau dan Rose sama-sama punya pesona tak tertolak; apa jadinya rumah tangga kalian nanti? Kalian akan saling cemburu dan sangat sering bertengkar." Stella berpendapat, kali ini sedikit berbisik. Victoria mengernyit. "Kau kelihatannya tidak senang aku menikah. Apa kau mantannya Rose? Atau malah pacarnya?" tanyanya curiga. Stella memutar bola matanya. "Tuh, 'kan? Belum apa-apa sudah begini. Apa jadinya kalau kalian menikah nanti? Gila, tidak, aku belum pernah bertemu dengan pria rambut merah itu secara langsung, apalagi jadi pacarnya atau istrinya. Please, aku tak mungkin menikahi rocker. Mereka kelihatan keren di panggung, tetapi pasti serampangan kalau menjadi kepala rumah tangga. Ih!"
Tak ada respon dari Victoria selama beberapa detik. Ia hanya mengaduk-aduk lattenya dengan sedotan. Stella, yang awalnya mengalihkan pandang ke luar jendela setelah mengoceh sekian banyak, kini kembali memperhatikan Victoria. Ia jadi merasa bersalah. Aku sudah terlalu banyak bicara, pikirnya.
"Vic..."
"Rose orang yang baik," sahut Victoria, "Ah, tidak. Bukan Rose yang baik, tetapi Zhou Mi."
Pelan dan tenang, Victoria menghirup latte dinginnya lagi. "Zhou Mi sudah membuktikannya dan aku bertekad untuk terus mempercayainya."
Sejenak, iris hazel Victoria berubah sewarna dengan lipstik yang baru ia iklankan: scarlet. Itu membuat Stella ketakutan setengah mati, sehingga wanita itu lalu menunduk dan menghirup kopinya dengan gugup. "Aku cuma tidak mau mencederai citramu sebagai 'The Huge Beauty', kau tahu."
"Seseorang yang menikah akan tambah cantik, kok. Lihat saja aku beberapa tahun lagi. Kau pasti akan takjub." Victoria tersenyum penuh rahasia, lalu menepuk-nepuk bibirnya lembut dengan tisu setelah menamatkan lattenya.
Dua tahun kemudian, berlangsung sebuah pesta peresmian agensi modelling baru, cabang dari agensi model tempat Victoria dulu bekerja. Victoria termasuk salah satu undangan dan tentu saja, Victoria memenuhi undangan bergengsi itu. Sudah lama ia tak menghadiri pesta semacam ini sejak mengandung anak pertamanya. Beruntung, sekarang anak pertamanya sudah lahir, jadi Zhou Mi membolehkan Victoria untuk sedikit bersenang-senang.
"Ah, itu dia! Victoria!" Stella melambaikan tangan pada kawannya yang sedang kebingungan mencarinya. Victoria langsung cerah ketika menemukan teman-temannya. "Stella! Jessica! Hei!" Wanita dengan gaun satin hitam berhiaskan corsage mawar merah itu berjalan sedikit tergesa menuju dua model rekan kerjanya.
"Wah, Victoria, apa ini putramu? Dia tampan!" Stella menjabat tangan bayi mungil dalam pelukan Victoria. Sebagai ibu yang baik, Victoria tentu tidak mau meninggalkan anaknya yang tersayang itu di rumah. Jessica membungkuk, memperhatikan si bayi mungil yang lucu dan tampan secara bersamaan itu lebih dekat. "Hai, Pangeran Cilik, siapa namamu?"
Victoria tertawa ketika putranya kelihatan tak tertarik dengan dua wanita cantik itu. Si bayi malah lebih memilih memainkan kalung Victoria yang berbandul kupu-kupu hitam. "Namanya Wu Fan," jawab Victoria, "dan dia pemuda yang dingin."
Jessica menggembungkan pipinya. "Beda sekali dengan Rose yang ramah. Benar ini anaknya?"
Victoria memicingkan mata. "Apa maksudmu? Wu Fan itu murni hasil kerja samaku dengan Zhou Mi, tau!"
Stella dan Jessica tertawa. "Bercanda, bercanda," kata Stella setelah tawanya mereda, tetapi kemudian tertawa lagi, kali ini lebih pelan, "Kulihat kau agak gemuk, Vic."
Refleks, Victoria memerhatikan perutnya, lalu bahu dan lengannya yang terekspos. Wajah Victoria agak muram. Kalau dibandingkan dengan ibu muda lain, sebenarnya Victoria masih tergolong langsing, tetapi berhubung Victoria adalah mantan model, otomatis badannya terlihat jauh berbeda dari yang dulu. Apa boleh buat? Orang hamil 'kan memang selalu mengalami kenaikan berat badan; kalau tetap langsing malah bahaya untuk janinnya.
"Kau tidak mencoba diet lagi pasca melahirkan Wu Fan?" tanya Jessica. Victoria menggeleng lemah. "Zhou Mi tidak membolehkanku. Katanya, kalau aku diet, nanti Wu Fan tidak akan dapat cukup nutrisi. Aku masih dalam masa menyusui, 'kan?"
"Cobalah cari saran diet yang sehat atau ajak Rose ke dokter untuk merencanakan dietmu. Kau kelihatan sangat berbeda dengan yang dulu, sumpah." komentar Stella. Victoria menghembuskan napas panjang. "Zhou Mi bilang aku masih cantik. Kupikir, itu berarti tidak masalah aku tampil dengan tubuh seperti ini."
"Itu hanya caranya untuk membesarkan hatimu. Pandangan orang lain tidak selalu sama dengannya."
Wu Fan mulai rewel setelah Stella menyelesaikan kalimatnya. Victoria tersenyum lebar, merasa dapat pembelaan. "Lihat, Wu Fan sependapat dengan ayahnya. Baginya, aku pasti masih sangat cantik," candanya, lalu berbalik menuju taman yang lebih sepi, "Sepertinya, anakku lapar, jadi permisi, aku harus pergi selama beberapa saat. Aku akan segera kembali."
Keletak-keletok heels Prada merah yang dikenakan Victoria mengantarkan wanita itu keluar dari gedung pesta. Berpasang-pasang mata masih menatapnya, jadi Victoria harus mencari tempat yang lebih terlindung supaya bisa 'berduaan' dengan anaknya yang lapar. Setelah menemukan tempat yang lumayan nyaman dan aman, Victoria memulai tugas hariannya sebagai ibu baru. Ditutupkannya scarf merah lebar ke atas dadanya; scarf yang semula ia gunakan sebagai pemanis penampilan itu ternyata berfungsi ganda. Sambil mengusap-usap pelan punggung anaknya yang sedang minum, Victoria bergelut sendiri dengan pikirannya.
Mereka tidak tahu apa yang mereka katakan. Mereka tak pernah tahu bahwa menjadi ibu jauh lebih banyak sisi baiknya. Mereka pasti iri padaku. Mereka belum memiliki putra yang tampan seperti Wu Fan, sementara aku sudah berbahagia dengannya juga Zhou Mi. Tahan sedikit, Song Qian, ejekan mereka tak akan bertahan lama. Ini hanya sakit sedikit—
—tidak seberapa dengan luka di tangan Zhou Mi.
Sejenak, rasa rindu menghujani Victoria. Sang 'mawar' pasti masih sibuk menghibur orang lain saat ini, di saat pria itu sendiri ingin menemui penghiburan hatinya.
"Mi, aku akan bosan di rumah. Aku boleh ikut kau manggung, ya?" tanya Song Qian saat membantu suaminya mengepak pakaian untuk dibawa tur. TRAX akan mengadakan roadshow ke 12 kota di Cina selama 4 bulan. Jadi, selama itu pula, Song Qian tidak boleh keluar rumah. Zhou Mi sudah menetapkan peraturan bahwa jika dirinya tidak ada di rumah, maka Song Qian tidak boleh keluar kecuali untuk membeli beberapa kebutuhan rumah atau pergi ke dokter.
"Tidak bisa. Kau harus di rumah dan menjaga dirimu serta anak kita baik-baik." Zhou Mi memasukkan beberapa pakaian yang tak jadi dibawanya kembali ke lemari. Song Qian menggembungkan pipinya, kesal karena Zhou Mi tidak memperhatikan ke arahnya saat bicara. "Kau akan roadshow sangat lama! Apa kau tidak kasihan padaku? Bayangkan, aku akan terjebak di rumah tanpamu selama 4 bulan; apa yang akan kulakukan?"
"Apa saja yang bisa dan ingin kau lakukan tanpa keluar rumah, Qian. Aku tidak akan membiarkanmu keluar sering-sering, kecuali jika kau ada teman. Aku sudah menghubungi Meng Jia untuk bersiap jika kau membutuhkannya, tetapi ingat, hanya ke swalayan dan dokter."
Meng Jia adalah tetangga terdekat mereka (yang rumahnya berjarak 10 km dari rumah mereka; maklum, manusia serigala seperti Zhou Mi dan Song Qian harus membangun 'sarang' di jauh dalam hutan), seorang wanita lajang yang sering mereka mintai bantuan.
"Kau tidak pernah tahu rasanya mati bosan, ya?"
"Tidak," jawab Zhou Mi tegas, membuat Song Qian mendongkol, "Dengar, aku tidak bermaksud menyusahkanmu. Manusia di luar sana semakin ganas, apalagi kalau kau bertemu dengan orang-orang mabuk saat malam hari, seperti saat kita belum menikah dulu. Aku akan berada sangat jauh darimu selama roadshow, tidak bisa menolongmu saat kau dalam bahaya. Kau hamil dan itu akan sangat mempersulitmu menjaga diri. Kau paham?"
"Aku yakin akan tetap bisa melindungi diriku sendiri walaupun perutku membesar, bahkan mungkin melindungi Meng Jia sekalian jika dia pergi denganku."
"Song Qian," Zhou Mi cepat memotong ucapan betinanya, menunjukkan dominansinya, "Patuhlah padaku."
Akhirnya, Song Qian diam dan tertunduk. Ia tidak akan bisa melawan dominansi pejantan alfanya.
Satu bulan, dua bulan, Song Qian tidak mengalami masalah berarti untuk memenuhi perintah Zhou Mi. Ia mulai dekat dengan Meng Jia yang bisa mengobati kebosanannya. Kebetulan, mereka seumuran, jadi bisa saling mengerti. Akan tetapi, memasuki bulan ketiga, bersamaan dengan bulan kedelapan kehamilan, Song Qian merasa jenuh berada di rumah. Ketika ia menceritakan masalahnya ini pada Meng Jia, bukannya mengalihkan dari topik tersebut, Meng Jia malah memperbesar masalah.
"Sebenarnya sih aku mau melaksanakan perintahnya karena aku takut dengannya. Dalam hatiku tidak setuju kau dikurung begitu dalam rumah dan tidak boleh bersenang-senang. Pria memang begitu, suka memerintah istri, tetapi dirinya sendiri melanggar aturan. Kalau ia ingin melindungimu, mestinya dia tolak saja tur itu dan menjagamu di rumah. Iya, 'kan?"
Penjelasan Meng Jia itu mulai terasa benar bagi Song Qian. Seolah-olah, Zhou Mi memintanya untuk menjaga teritori sementara pria itu sendiri keluar dengan bandnya. Apa-apaan itu?
"Sudah agak lama Zhou Mi pergi dan tidak ada apa-apa sejauh ini, Qian. Kalau kau mau keluar, tidak apa-apa, kok. Aku akan menemuimu jam delapan, lalu kita jalan-jalan."
"Sungguh?" Song Qian tidak lagi bimbang menerima tawaran itu. Ia benar-benar ingin jalan-jalan di kota—atau setidaknya keluar teritori sebentar. Meng Jia mengiyakan dan Song Qian setuju untuk pergi malam itu.
Namun, malam itu tidak berjalan lancar.
Acara jalan-jalan yang asyik membuat Song Qian dan Meng Jia lupa waktu. Pukul sebelas malam, keduanya baru dalam perjalanan pulang. Sayang, tiba-tiba, mobil Meng Jia dihentikan oleh sekelompok pria mengerikan yang bersenjata. Song Qian sering mendengar berita tentang orang-orang iseng yang dengan tanpa alasan menghancurkan mobil-mobil yang lewat di jalanan sepi—sepertinya orang-orang inilah yang dimaksud.
"Song Qian, bagaimana ini?" Meng Jia gemetar ketakutan. Song Qian menatap lurus ke depan, sementara mobil mulai melambat. "Jalan terus, Meng Jia. Tambah kecepatan. Tabrak saja mereka."
"Eh?!"
"Jangan berhenti."
Meng Jia masih belum menambah kecepatan mobilnya, memudahkan pria-pria bersenjata untuk menyerang mobil itu. Sekarang, mereka berdua benar-benar sudah terhadang. Para pria itu mulai menghancurkan jendela mobil dengan kapak. "Meng Jia, berlindung!" perintah Song Jia segera menekuk tubuhnya dan bersembunyi di bawah dasbor. Tak lama setelah itu, kaca jendela depan pecah. Ujung kapak hampir saja membelah Song Qian, tetapi beruntung, Song Qian menangkap mata kapak itu dan melemparnya ke belakang mobil. Song Qian melompat keluar dari jendela depan mobil. Ia menarik kerah baju orang yang tadi memegang kapak, lalu dibenturkannya kepala orang itu dua kali ke ujung-ujung tajam pecahan beralih pada orang yang hendak membuka pintu dekat kursi pengemudi. Ia melempar orang itu ke arah kap mobil setelah menghantamnya sampai hancur.
"Wanita sialan!" Dua pria memegang tangan Song Qian dari belakang. Song Qian menggeram kesal. Orang-orang itu tahu Song Qian tak bisa menggunakan kakinya dengan bebas karena kehamilannya. Tak kehabisan akal, Song Qian menginjak telapak kaki orang-orang yang menahannya dengan heel sepatunya yang tajam. Orang-orang itu kesakitan dan melepaskan genggamannya. Song Qian menyikut keduanya keras-keras hingga keduanya terjatuh. Pertarungan itu masih jauh dari kata selesai, tetapi Song Qian mulai merasa perutnya sakit dan pandangannya berputar. Gawat.
Seseorang mengayunkan kapaknya ke arah Song Qian. Kali ini, refleks Song Qian kurang bagus. Ia terlambat menghindar...
...tetapi tiba-tiba saja, Zhou Mi sudah ada di belakang Song Qian. Zhou Mi menahan mata kapak yang hampir membelah dua istrinya. Darah mengalir di antara telunjuk dan jari tengah Zhou Mi. Song Qian terbelalak; telapak tangan jantannya hampir terbelah hingga bagian bawah ibu jari.
"Meng Jia, keluar dari bawah dasbor dan pulanglah sekarang!" teriak Zhou Mi.
Setelah Meng Jia menyetir pulang, Song Qian hanya bisa terpaku ketika melihat jantannya bertarung untuk melindunginya. Pertarungan itu berakhir lebih cepat, walaupun belum semua orang tumbang. Zhou Mi langsung membopong Song Qian dan membawa Song Qian pergi dari situ dengan mobilnya.
"Kita ke rumah sakit sekarang."
Zhou Mi dan Song Qian tidak saling bicara hingga Song Qian melahirkan. Melihat wajah Wu Fan yang jernih tanpa dosa melunakkan hati Zhou Mi, sehingga pria itu mau masuk ke kamar tempat Song Qian dirawat.
"Kenapa kau keluar malam itu?"
Nada bicara Zhou Mi dingin dan menuntut. Song Qian menarik napas panjang. Mungkin, Zhou Mi tidak akan menoleransi pelanggaran yang ia lakukan, biarpun ia masih sangat lemah setelah melahirkan. Ia mencari sedikit ketenangan dan keberanian dengan memeluk erat bayinya, lalu berkata, "Aku hanya bosan, Mi."
"Kau tahu betapa paniknya aku saat merasakan auramu meninggalkan teritori? Untung, aku sudah masuk ke Hunan saat kau diserang."
"Ya, aku tahu," Song Qian berucap dengan hati-hati dan penuh rasa bersalah, "Maafkan aku. Aku menyesal telah melanggar perintahmu."
Iris Zhou Mi merah padam dan itu bukan pertanda baik bagi Song Qian. Tangan Zhou Mi terulur ke arah Song Qian, seolah-olah akan memberikan penghukuman pada betinanya. Song Qian menutup matanya takut, tetapi kemudian, ia merasakan tepukan ringan di pipinya. Ia membuka matanya dan tak melihat apapun. Zhou Mi menghalangi pandangannya karena pria itu mencondongkan tubuh ke arahnya—mencium dahinya.
"Aku sudah 'menamparmu' sebagai hukuman. Jangan diulangi lagi, mengerti?" tanya Zhou Mi lembut sambil tersenyum. Air mata Song Qian mengalir turun, penuh terima kasih. "Maafkan aku... Kau selalu saja terluka karenaku... Aku selalu membuatmu susah..."
Zhou Mi menarik kursi dan duduk di samping ranjang Song Qian. "Kau juga terluka barusan gara-gara itu artinya melukai dirimu, 'kan?"
"Tidak, tidak sama sekali," Song Qian cepat menggeleng, "Aku berani melukai diriku sendiri jika itu untukmu dan Wu Fan."
"Sama denganku. Jadi, kau tak perlu merasa bersalah lagi jika aku terluka karena melindungimu. Hei, Wu Fan itu nama pangeran cilik kita?"
Dua tahun kemudian...
"Meja delapan di sebelah sana." Seorang pelayan wanita di sebuah kafe menunjukkan Victoria di mana Stella dan Jessica berada. "Terima kasih," Victoria mengangguk sopan, lalu menggandeng tangan putra sulungnya, "Ayo, Wu Fan."
Dalam diam, Wu Fan mengikuti ibunya.
"Uwaa! Lihat ibu muda kita!" Stella bertepuk tangan senang melihat kedatangan Victoria. Yang diberi sambutan meriah hanya tersenyum, lalu duduk di seberang meja setelah membantu Wu Fan duduk di kursinya. "Kalian seperti tidak pernah lihat ibu dua anak saja." komentar Victoria.
"Prestasimu hebat! Dua anak di usia 24 tahun 9 bulan! Rose bekerja keras, ya," Jessica tertawa, lalu menyodorkan menu pada kawannya, "Nah, nah, mau pesan apa?"
"Jangan bicara macam-macam tentang Zhou Mi deh, Sica," Victoria merona mukanya, "Aku ingin frappucino. Hm, pai kacang di sini enak, tidak? Wu Fan mungkin akan suka. Iya 'kan, Sayang?"
Wu Fan mengangguk singkat, masih diam. Ia menatap curiga ke arah dua wanita yang sepertinya tak asing baginya. Ditatap seperti itu oleh si pangeran cilik membuat Stella dan Jessica grogi. "Aduh, aduh, Wu Fan masih cool saja. Apa kabarmu? Kamu sudah besar, ya." Stella mengulurkan tangannya, mencairkan suasana. Wu Fan menjabat tangan itu. "Baik." jawabnya singkat. Suaranya masih suara anak-anak umur dua tahun, tetapi Wu Fan tetap terkesan dewasa.
Ah, Victoria tahu apa masalah putra sulungnya. "Wu Fan, senyum sedikit. Bibi Stella dan Jessica takut denganmu."
Patuh, senyum Wu Fan perlahan terkembang. Hanya dengan itu saja, kesan yang ditimbulkan sudah sangat berbeda. Stella dan Jessica menghembuskan napas lega. "Nah, kalau tersenyum begitu, kamu jadi seratus kali lebih tampan." puji Stella. Jessica mengiyakan. "Makin hari, Wu Fan makin terlihat mirip dengan Rose, ya." katanya pada Victoria.
"Tentu saja. Dia harus belajar untuk menjadi anak seorang public figure." kata Victoria setelah menyampaikan pesanannya pada pelayan kafe.
"Kalau begitu, apa kau juga akan melatih gadis cilikmu ini menjadi seorang lady?" Stella menggelitik pipi lembut bayi dalam pelukan Victoria. Bayi perempuan itu terbangun perlahan dan menguap, lalu tangisnya pecah. Victoria menghembuskan napas panjang. "Stella, lihat akibat perbuatanmu." katanya, membuat Stella merasa bersalah. "Maafkan aku..."
"Tak apa," Victoria menimang-nimang putrinya, "Sudah, sudah... Ayo, tidur lagi, Yi Yun... Bibi Stella cuma ingin memegangmu..."
Yi Yun, bayi cantik yang mengenakan pakaian serba biru itu, mulai tenang kembali setelah melihat wajah ibunya. Apalagi, tak lama kemudian, kakak kesayangannya melongok ke arahnya. Yi Yun mulai 'bicara' tak jelas sambil meraih-raih ke arah Wu Fan. "Hei, Wu Fan ternyata bisa menenangkannya! Ini pasti karena hubungan kakak-adik yang erat, ya." Jessica tertawa geli melihat anak-anak yang manis di depannya.
"Aku yakin, mereka pasti akan makin saling menyayangi di masa depan." harap Victoria. Jessica tersenyum. "Mau menambah momongan lagi?"
"Tak tahu," Victoria menyangga dagunya dengan tangan, "Mengurus anak bayi yang baru lahir itu sedikit melelahkan..."
"Aku bisa melihatnya," Stella menunjuk bagian bawah matanya, "Kantung hitam di matamu itu sepertinya belum ada saat kau mengurus Wu Fan."
Victoria tertawa tak enak. "Yah... ibu baru memang harus selalu bangun malam. Anak bayi punya kecenderungan nokturnal."
"Kau bisa hilangkan kantung matamu itu dengan kompres mata, Vic. Kau sungguh kelihatan seperti panda sekarang." komentar Stella. Victoria mengangguk. "Akan kucoba."
"Kuharap kau punya waktu untuk melakukannya." kata Jessica, sedikit menyindir. Victoria hanya mengangkat sedikit salah satu sudut bibirnya sebagai respon.
Aku masih jauh lebih cantik dan kuat darimu, Sica. Kau hanya tak tahu cerita di balik kantung mata ini.
THIRD STORY OF HOMO HOMINI LUPUS SERIES: TO BE CONTINUED
