Hay~hay~ minna~! Jumpa lagi dengan saiia di fic yang baru ^^ Kali ini saiia bikin fic dengan pair yang berbeda dari sebelumnya~ Dan... pairing kali ini adalah...

*jeng...jeng...jeng*

Senbonzakura X Shirayuki~! Wkwkwkwk*ketawa nista*

Sebelumnya, saiia ucapkan terimakasih untuk author-tachi dan reader-tachi yang sudah membaca, me-review, bahkan sampai mem-fave fic saiia yang terdahulu "The Truth About Forever"...*nangis terharu* Dan, juga untuk yang sudah memasukkan saiia ke dalam favorite authors list-nya... saiia cinta kalian semua~

Oh, iya... request fic yang kalian ajukan saiia tampung dulu, ya~ semoga saiia ada waktu untuk merealisasikannya ^^

Ya sudahlah... langsung saja~


Senandung Lagu Cinta

Song & Lyrics by Ada Band

Story by d-She ryuusei Hakuryuu


Pairing(s):

Main: SenShira

Slight: HyouShira


Genre(s):

Romance/Hurt/Comfort/Friendship


Warning(s): Over OOC (Out of Character), Miss typo bertebaran di mana-mana, GaJe, Aneh, Abal, Alur kecepetan dan terlalu maksa,dan masih banyak lagi.

Don't Like? Don't Eat(?)!

And then, No Flame, please! Thanks before ^^


Disclaimer(s):

BLEACH © Tite Kubo

Senandung Lagu Cinta (Song and Lyrics) © Ada Band/PT. EMI Indonesia

Senandung Lagu Cinta (Story) © d-She ryuusei Hakuryuu


Enjoy, please~!


Chapter #1

You're Fool


Senandung lagu cinta tercipta untukmu

Yang getarkankan jiwa ini, lumpuhkan jantungku


Mencintai dan dicintai mungkin memang bukan suatu hal yang aneh bagi manusia, bahkan bagi seorang shinigami—dewa kematian—sekali pun, tapi apakah hal itu juga berlaku bagi sebuah jiwa dari sebilah pedang zanpakuto? Mungkin pikiran itulah yang kini telah menghantui seorang pemuda tampan bernama Senbonzakura, yang merupakan materialisasi dari jiwa zanpakuto seorang rokuban-tai taichou Gotei 13, Kuchiki Byakuya.

Kenapa di saat dia sedang bersama gadis itu, dia merasakan sebersit perasaan nyaman di hatinya? Dan juga mengapa tiba-tiba muncul rasa hangat yang menjalari tubuhnya saat dia melihat senyum manis gadis cantik itu?

Bila tanpa sengaja tangan sang gadis menyentuhnya, dia merasakan ada getaran-getaran manis merasuk ke dalam sukmanya. Dan bila ada pemuda lain selain dirinya berada di dekat gadis itu, seolah ada ribuan jarum-jarum kecil nan halus menusuk jantungnya.

Perasaan apa ini? Apa yang sedang melanda hati seorang Senbonzakura saat ini? Atau benarkah ini yang sering orang-orang sebut dengan nama cinta? Entahlah, Senbonzakura terlalu lelah untuk memikirkan apa yang sebenarnya membuat hatinya resah beberapa hari belakangan ini.

"Kau begitu mencintai gadis itu, Sen-chan?" Tiba-tiba terdengar suara berat dari belakang punggung Senbonzakura yang langsung membuat pemuda itu kaget dengan suara yang muncul tiba-tiba itu.

Senbonzakura menghela napas kesal. "Kau mengagetkanku, Byakkuu," sungutnya kemudian.

Pria yang menjadi asal suara itu hanya diam saja mendengar sungutan zanpakuto-nya itu. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Sen-chan," ujarnya, lalu tiba-tiba Byakuya mengernyit melihat Senbonzakura yang sedang duduk dengan santainya di bingkai jendela ruang kerja Byakuya di kantor divisi enam itu. "Lagipula, sedang apa kau melamun sambil duduk di bingkai jendela ruang kerjaku seperti itu?"

"Eh? Kau bicara apa, sih, Byakkuu? Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja kau tanyakan," sanggah Senbonzakura sambil memalingkan wajahnya, menghindari tatapan tajam sang master. "Dan, aku hanya duduk-duduk saja di sini. Memangnya kenapa? Tidak boleh?"

Byakuya mengedikkan bahunya. "Ya, sebenarnya itu memang bukan urusanku. Tapi, cepat selesaikan urusan pribadimu itu, karena aku tak mau kalau suatu saat kau kehilangan konsentrasimu saat kita bertugas nanti."

"Aku tahu, Byakuu," sahut Senbonzakura frustasi. "Tapi, aku benar-benar sedang bingung!"

Byakuya menatap partner-nya simpati. Gadis itu benar-benar sudah membuat pemuda di depannya ini hampir gila. "Aku hanya bisa menyarankan, sebaiknya cepat kau utarakan perasaanmu padanya, sebelum kau benar-benar menjadi gila. Aku yakin, dia pasti bisa mengerti."

Senbonzakura langsung terdiam seketika setelah mendengar perkataan Byakuya. Bagaimana mungkin dia bisa menyampaikan perasaannya sementara dirinya sendiri masih ragu dengan apa yang sedang dirasakannya?

"Nii-sama, boleh aku masuk ke dalam?" ijin sebuah suara dari balik pintu ruang kerja Byakuya.

"Masuklah, Rukia," balas Byakuya yang telah hafal benar suara gadis yang memanggilnya 'nii-sama' itu. Byakuya segera beranjak ke tempat duduknya dan mulai berkutat dengan paperwork yang seolah tak ada habisnya itu.

"Ohayou, Nii-sama," sapa Rukia dengan sedikit membungkukkan badannya setelah memasuki ruangan, ekor matanya menangkap sosok Senbonzakura di pojok ruangan. "Dan, Senbonzakura."

"Hn," jawab Byakuya dengan anggukan kecil.

Jantung Senbonzakura langsung berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya. 'Bila ada Rukia, berarti...,' batin Senbonzakura.

"Ohayou, Byakuya-sama," ujar sosok gadis cantik berambut panjang yang berjalan menyusul langkah kaki Rukia dari belakang. "Sen-chan."

'Degg.'

Gadis itu... Gadis itulah yang telah menarik perhatiannya selama ini. Gadis yang diam-diam mulai mengisi relung hatinya yang kosong.

"Sh-Shirayuki." Sebuah nama meluncur mulus dari mulut seorang Senbonzakura.

Ya, dialah Sode no Shirayuki.


Kecantikan sempurna yang tak terlukiskan

Bahagiakan diri ini saat bersamamu


"Mau sampai kapan, kau memandangiku dengan pandangan aneh begitu, Sen-chan?" ujar Shirayuki yang merasa risih karena sejak tadi dipandangi dengan pandangan 'lapar' oleh Senbonzakura.

Mereka berdua kini sedang duduk di salah satu serambi di kediaman keluarga Kuchiki, menikmati sakura yang memang sudah musimnya untuk bersemi sambil bermandikan cahaya rembulan yang temaram. Atau mungkin hanya Shirayuki-lah yang memandangi kuncup-kuncup sakura yang mulai bermekaran itu, karena pemuda yang duduk di sampingnya sedari tadi itu sepertinya sedang sibuk menikmati pesona 'keindahan' ciptaan Tuhan yang lainnya.

"Kau cantik sekali, Shirayuki," ucap Senbonzakura tanpa sadar, yang langsung disusul dengan rutukan pelan yang keluar dari mulut Senbonzakura, menyumpahi dirinya sendiri karena sudah keceplosan bicara.

"Eh? Kau bilang apa tadi?" tanya Shirayuki yang memang tidak terlalu mendengarkan perkataan pemuda itu.

"Ah, tidak. Lupakan saja," elak Senbonzakura sambil memalingkan wajahnya yang tertutup topeng, dan mungkin jika wajah tampannya tidak tertutup oleh topeng itu, kita bisa menyaksikan semburat merah terpampang di pipinya.

Shirayuki yang penasaran dengan apa yang baru saja Senbonzakura katakan hanya bisa menaikkan sebelah alisnya bingung. Tapi, beberapa saat kemudian, gadis itu sudah mulai sibuk melihat kuncup-kuncup bunga sakura yang indah. Elemennya mungkin memang es, tetapi dia juga tetaplah seorang gadis yang menyukai hal-hal manis seperti bunga.

Senbonzakura yang merasa hidupnya telah terselamatkan hanya bisa menghembuskan napas lega. Hampir saja dia tertangkap basah sedang mengagumi kecantikan pujaan hatinya itu.

Mungkin dia memang mencintai Shirayuki, tetapi Senbonzakura terlalu takut untuk mengungkapkan isi hatinya. Sebelum memutuskan untuk mengutarakan perasaannya, berbagai macam kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi jika Shirayuki menolaknya sudah menghantui pikirannya. Apalagi kalau Shirayuki malah akan beringsut menjauhinya setelah mengetahui kalau dia mencintai gadis itu. Dan semua pikiran-pikiran negatif itulah yang membuatnya semakin frustasi.

'Ya sudahlah. Mungkin memang belum saatnya. Suatu saat nanti, aku pasti akan menyatakannya. Dan, untuk saat ini, cukuplah seperti ini saja. Hanya dengan berada di sisinya dan memandang wajahnya saja aku sudah merasa bahagia,' ujarnya dalam hati sambil menerawang hampa ke arah sang dewi malam.

'Walaupun suatu saat kau akan didahului orang lain? Dan kau akan kecewa nantinya, karena dia jauh lebih menginginkan pemuda lain dibandingkan kau?' salah satu sisi hatinya berteriak, membuat Senbonzakura tersentak kaget. Belum pernah sekali pun dia memikirkan tentang kemungkinan itu.

Senbozakura kembali dilanda dilema. 'Lalu aku harus bagaimana?' tanya Senbonzakura pada dirinya sendiri.

'Entahlah, Sen-chan. Tapi, sementara kau sibuk berpikir, mungkin kau memang sudah benar-benar terlambat.'


Meskipun kusadari tak mungkin memelukmu

Waktu kau isyaratkan bahwa dirimu t'lah bersamanya


"Ada perlu apa kau mengumpulkan kami semua di ruangan ini, Shirayuki?" tanya Byakuya, penasaran dengan apa yang akan dilakukan zanpakuto milik adik iparnya itu.

Saat ini Byakuya, Rukia, dan juga Senbonzakura sedang duduk dengan tenang di ruang tamu kediaman keluarga Kuchiki. Mereka semua berkumpul di ruangan itu demi memenuhi permintaan Shirayuki.

"Maafkan saya karena sudah meminta Byakuya-sama dan Rukia-sama untuk berkumpul di ruangan ini—dan kau juga, Sen-chan," kata gadis cantik itu. "Sebenarnya ada sesuatu yang harus saya katakan."

Rukia mengeryit bingung mendengar perkataan zanpakuto-nya itu, begitu pula dengan yang dilakukan Senbonzakura—sedikit menerka-nerka apa yang akan dikatakan pujaan hatinya itu. Sementara Byakuya hanya tetap bersikap cool sambil menunggu penjelasan Shirayuki selanjutnya, dan sesekali menghirup teh hijau yang telah disediakan.

Shirayuki terdiam sejenak, terlihat seperti sedang menarik napas. Dan kemudian, meluncurlah rangkaian kata-kata yang akan menggemparkan kediaman keluarga Kuchiki ini—oh, tidak, bukan hanya menggemparkan kediaman keluarga Kuchiki, melainkan juga akan menghebohkan Soul Society.

"Saya... hamil," kata Shirayuki yang langsung membuat ketiga orang didepannya memperlihatkan ekspresi kaget. Byakuya tersedak saat meminum green tea-nya, Rukia melongo, dan mata Senbonzakura melebar sempurna di balik topengnya.

"Sh-Shirayuki... Kenapa... tiba-tiba kau berkata seperti itu?" tanya Rukia, masih belum bisa memercayai pendengarannya.

"Maafkan saya, Rukia-sama," ujar Shirayuki, air mata sudah mulai menggenangi pelupuk matanya.

Semua orang makin bingung ketika melihat Shirayuki menitikkan air mata. Rukia segera menghampiri zanpakuto-nya itu, lalu memeluknya, berusaha menenangkan Shirayuki.

"Tenanglah dulu, Shirayuki. Jelaskan saja pelan-pelan. Kami akan berusaha mengerti keadaanmu," kata Rukia sambil mengelus-elus punggung Shirayuki.

"Saya hamil, Rukia-sama," ulang Shirayuki. "Saya mengandung anak pria itu."

"S-siapa?" ucap Senbonzakura tanpa sadar, kedua tangannya terkepal keras di atas pahanya, akal sehatnya benar-benar sudah macet total.

"Hyourinmaru...," ujar Shirayuki lagi, isakannya semakin kuat.

Rukia terpekik kaget. "Astaga."

Senbonzakura benar-benar geram, berbagai macam sumpah serapah sudah mengalir keluar dari mulutnya. Byakuya yang duduk di sampingnya hanya bisa melirik simpati, memang sudah lama Byakuya mengetahui perasaan Senzonzakura terhadap Shirayuki, tapi dia hanya diam saja, membiarkan zanpakuto-nya itu menyelesaikan masalah pribadinya sendiri.

"Apa kau mencintainya?" tanya Byakuya pada Shirayuki, sambil sesekali melirik Senbonzakura. "Maksudku... apakah kau dulu melakukan 'itu' dengannya berdasarkan perasaan saling suka?"

Shirayuki yang memang sudah tidak terisak terdiam sebentar, lalu dialihkannya pandangannya pada Rukia, masternya. Rukia hanya balas menatapnya dengan pandangan katakan-saja-dengan-jujur. Shirayuki kembali menatap Byakuya, lalu mengangguk pelan. "Ya," ujarnya lirih. "Maafkan saya, Byakuya-sama, Rukia-sama."

Bertepatan dengan terucapnya kata 'ya' dari mulut Shirayuki, tubuh Senbonzakura serasa baru dialiri listrik statis. Hatinya begitu perih, sakit hati. Senbonzakura merasakan air hangat keluar dari bola matanya, mengalir menuruni pipinya.

Guntur menggelegar, memecah keheningan. Langit pun mengeluarkan air matanya semakin deras, ditambah dengan angin yang bertiup sangat kencang. Hujan badai mengguyur Soul Society.

Senbonzakura berusaha berdiri dari duduknya, tak kuat lagi jika harus kembali mendengar kenyataan pahit yang lebih menyakitkan. Dia berjalan terhuyung menuju pintu keluar. Dia merasa harus segera pergi dari tempat ini. Hanya kesendirianlah yang sedang ia butuhkan saat ini untuk kembali menenangkan pikirannya.

Rukia yang heran melihat Senbonzakura bergegas beranjak pergi, menanyainya, "Kau mau ke mana, Senbonzakura?"

"Biarkan saja dia, Rukia. Dia butuh waktu untuk sendiri," ujar Byakuya menahan adiknya.

"Tapi, Nii-sama, di luar sedang hujan badai. Senbonzakura bisa sakit, nanti," kata Rukia cemas. "Lagipula, kenapa dia terburu-buru begitu?"

Byakuya hanya diam saja mendengar pertanyaan Rukia, matanya tertuju pada teh hijau yang tengah menampilkan siluet wajah tanpannya. Jujur saja, sebenarnya dia juga mencemaskan keadaan Senbonzakura.

Sementara itu, Shirayuki kembali menangis, bingung dengan apa yang akan dilakukannya kemudian. Dia sudah terlanjur mengandung anak Hyourinmaru, lalu apa yang harus dilakukannya selanjutnya?

Keheningan kembali menyeruak di antara mereka bertiga, hanya ada isak tangis Shirayuki yang mewarnai suasana di ruang itu. Hingga akhirnya, Rukia angkat bicara.

"Lalu kita harus bagaimana, Nii-sama? Shirayuki sudah terlanjur hamil," kata Rukia sambil terus berusaha menenangkan zanpakuto-nya itu.

"Apa boleh buat..." Byakuya menarik napas panjang, terlihat sangat berat untuk melanjutkan kalimatnya yang masih menggantung. "Kita harus segera menikahkan Shirayuki dengan Hyourinmaru."


Bodoh...

Kau memang benar-benar bodoh, Sen-chan...

Sudah berapa kali aku memperingatkanmu?

Sudah berapa kali aku mendesakmu untuk segera mengatakannya?

Tapi, kau selalu saja pura-pura tuli...

Apakah aliran logikamu sudah tersumbat oleh pikiran-pikiran bodoh yang kauciptakan sendiri?

Kau terlalu munafik untuk mengakuinya... Kau terlalu pengecut untuk mengatakannya... Dan, kau terlalu takut akan akibat yang mungkin ditimbulkannya...

Dasar bodoh...

Ya...

Penyesalan memang ditakdirkan untuk menghantui di saat semuanya sudah benar-benar terlambat.

Dan pada akhirnya, kau tak bisa melakukan sesuatu untuk mengubah apa pun.


Hujan turun dengan lebat malam ini. Senbonzakura melangkah di tengah jalanan kompleks Seireitei, tubuhnya basah kuyup. Dalam hujan, Senbonzakura mengemeretakkan giginya berusaha menahan emosi yang berkecamuk di dalam dada.

Senbonzakura berjalan, setengah menyeret tubuhnya. Badannya menggigil kedinginan. Sorot matanya kosong.

Dia terus menyeret langkahnya tanpa tahu harus ke mana, tak peduli dengan badannya yang menggigil kedinginan dan basah kuyup di tengah hujan badai seperti sekarang ini. Dia mungkin baru akan berhenti melangkah setelah semua kesedihan, kemarahan, keputusasaan, dan semua rasa sakit yang menyergapnya lenyap.

Tapi, ternyata tidak. Dia menghentikan langkahnya saat berada tepat di depan markas divisi sepuluh, kantor sekaligus tempat tidur Hitsugaya-taichou—bila sedang kerja lembur menyelesaikan paperwork yang menumpuk—dan tentu saja Hyourinmaru, zanpakuto kapten cilik itu, juga akan ikut menemani sang master. Di tempat itu juga sepertinya sedang terjadi kegemparan, mungkin Hyourinmaru juga sedang melakukan pengkuan atas apa yang telah dilakukannya pada Shirayuki.

Ingin rasanya, Senbonzakura menerobos masuk dan memberi pelajaran pada Hyourinmaru karena telah merebut Shirayuki darinya.

Tetapi, apakah hal itu bisa dibilang "merebut"? Bukankah selama ini Shirayuki tak pernah sekali pun menjadi miliknya? Bagaimana bisa itu dikatakan merebut 'milik'nya—'milik' Senbonzakura?

Lagipula, bukan salah Hyourinmaru jika dia dan Shirayuki saling mencintai. Kalau saja Senbonzakura berani mengutarakan isi hatinya, mungkin kejadiannya tak akan sampai seperti ini.

'Buakkk.'

Senbonzakura meninju pohon tak berdosa yang tumbuh di sebelahnya. Dia benar-benar merasa bodoh. Kenapa? Kenapa dulu dia tidak menyatakan isi hatinya pada Shirayuki? Kenapa dia harus selalu merasa ragu?

Dan kini, tubuh Senbonzakura sudah merosot jatuh ke tanah yang becek karena hujan yang masih belum berhenti mengguyur Seireitei. Tangannya sibuk menjambak-jambak rambut panjangnya yang terikat ala seorang samurai jaman dulu, sehingga mengakibatkan kaitan tali yang membuat topengnya tetap terpasang di wajahnya itu terlepas, menampakkan wajah tampan pemuda yang hatinya tengah dilanda kehancuran itu.

Di sela air hujan yang mengguyur wajah tampannya, nampak dengan jelas buliran-buliran kristal yang berasal dari matanya meluncur mulus menuruni pipinya. Ya, Senbonzakura sedang menangis, menangisi kebodohan dirinya sendiri.


~*Masih Nyambung*~


(A/N):

Hmmmm... pendeknyoooo~ gomen ne ^^ chapter 1 saiia buat singkat(sekali)...

Nyaaaaa~ padahal pengennya buat oneshot =,=a ternyata kepanjangan... Jadinya malah saiia putus di bagian ini TT^TT lirik lagunya juga ikut kepotong... Maafkan saiia, minna~*bungkuk-bungkuk*

Lanjutannya akan menyusul kapan-kapan*plakk* Kalau saiia sudah agak senggang dan gak ada tugas sekolah, saiia janji akan cepat-cepat melanjutkan fic ini ^^

Oh, iya... saiia ingin mengatakan kalau saiia tidak terima flame di sini ^^ sebab pikiran saiia sudah terlalu penuh dan saiia rasa tidak perlu untuk ditambah dengan beban flame...

Terima kasih untuk author-tachi dan reader-tachi yang sudah berkenan untuk membaca fic saiia yang satu ini... saiia sayang kalian semua~!*peluk-peluk seenaknya*kicked*

Sekian~ sebelum minna-san menekan tombol back, saiia punya satu permohonan~ ^^

Review, please?