Judul : A Romantic Story about Minseok
Genre : Romance
Rate : M
Cast
Kim Minseok/Xiumin (GS)
Luhan
Kim Jongdae
Park Chanyeol
Do Kyungsoo (GS)
Yixing (GS)
Yang lain menyusul
Cerita GS
Story don't Belong to Me
Remake dari Novel Santhy Agatha dengan Judul A Romantic Story about Serena
Ganti nama sesuai dengan pemeran utama
aku remake karena membayangkan mereka sebagai pemeran utama karena udah jarang FF untuk LuMin/XiuHan
CHAPTER 1
Minseok menarik napas panjang sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat begitu mewah dan berkuasa itu seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya. Sambil menenangkan debar jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Minseok tersenyum kecut,
Seperti akan menghadapi hukuman mati saja, desisnya dalam hati.
Ketika masuk Minseok menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana didalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari desainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan untuk ruangan ini. Temperaturnya diatur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma cendana yang menenangkan. Semua yang ada diruangan ini sungguh menyenangkan, ups!,.. salah, semua menyenangkan kecuali satu hal, dan satu hal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak dibalik meja dengan keangkuhan yang mencerminkan seolah-olah dirinyalah pusat dunia,
Lalu tatapannya itu, tatapannya itu! Sangat mengerikan. Mata biru itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.
Minseok membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu. Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara mereka. Minseok mengangkat dagunya dan melemparkan tatapan "well aku sudah disini, sekarang apalagi?" kepada lelaki itu.
Si mata biru mengerutkan alis gusar melihat tingkah berani Minseok, mulutnya menipis,
"Kudengar kau menyebabkan kekacauan di proyek kali ini",
Akhirnya! Minseok menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka laki-laki itu.
"Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan", sebenarnya Minseok tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu mau tak mau memunculkan sisi defensif dari dirinya.
"Menyelamatkan keadaan katamu?" , Lelaki itu tampak begitu murka mendengar jawaban Minseok,"Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang itu untuk menyelamatkan keadaan ?"
Minseok membalas tatapan garang lelaki itu dengan tak kalah garang, "Orang yang anda bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut, apakah menurut anda, saya, sebagai supervisor yang bertugas dilapangan hanya boleh diam saja dan tidak membelanya ?!"
Tatapan mata meremehkan dari mata biru itu benar benar membuat Minseok sebal,
"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan seorang supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukannya mengusirnya", jawab lelaki itu tenang.
"Jadi menurut anda saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?!"
"Moralitas selamanya tidak akan dapat memberikan keuntungan, dalam hal apapun", si mata biru mengangkat bahu dengan bosan.
Cukup sudah! Minseok menarik napas dalam-dalam,
"Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang, anda akan menerima surat pengunduran diri dari saya !",
Sejenak suasana menjadi begitu hening, dan kalaupun si mata biru itu kaget dengan keputusan impulsif Minseok, dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Minseok dengan ekspresi menilai.
Suasana terasa makin hening, dan Minseok menunggu. Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus.
Lalu, sebuah senyum muncul disudut bibir lelaki itu, walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.
"Tidak semudah itu nona Minseok, mungkin saya adalah pemimpin tertinggi sekaligus pemilik perusahaan ini, tetapi bukan berarti saya tidak mengetahui setiap detail terkecil pegawai di sini",
Lelaki itu menatap dengan tajam sebelum menjatuhkan bom-nya,
"Kau memiliki pinjaman yang belum selesai pada perusahaan ini senilai 40 juta, katakan sekarang nona Minseok, apakah kau bisa melunasi pinjaman itu dengan tunai sekarang juga? Kalau ya, saya akan dengan senang hati meluluskan permohonan pengunduran dirimu".
Wajah Minseok benar-benar pucat pasi, dalam kemarahannya tadi, sama sekali tidak terpikirkan mengenai pinjaman itu. Dan si mata biru tadi menanyai apakah dia bisa membayar pinjamannya secara tunai? Tanpa sadar Minseok mengernyit seolah kesakitan, Ya Tuhan , itu tidak mungkin, bahkan sekarang dia sedang dalam kekalutan besar dan membutikan lebih banyak uang untuk..., cepat-cepat dihapusnya pikiran itu sebelum melayang lebih jauh,
Si mata biru mendengus menghina melihat kebekuan Minseok,
"Oke saya asumsikan kau tidak dapat membayar tunai pinjaman itu, meskipun saya sedikit bertanya-tanya kenapa wanita lajang seperti anda bisa menghabiskan uang sebanyak itu, tapi toh itu bukan urusan saya",
Senyum di sudut bibir lelaki itu langsung menghilang dan tatapannya berubah menjadi dingin,
"Jadi, selama kau masih berhutang pada perusahaan ini dan belum bisa menyelesaikan kewajibanmu, jangan seenaknya mengira kau bisa mengundurkan diri dari perusahaan ini. Hanya sayalah, yang bisa memutuskan apakah kau layak dipertahankan atau disingkirkan, jadi kembalilah bekerja dan singkirkan moralitasmu yang munafik itu !"
Minseok menatap lelaki itu dengan kebencian yang meluap-luap,
"Hanya pinjaman itu yang menahan saya disini, dan jika saya berhasil melunasi pinjaman itu, saya akan langsung angkat kaki dari perusahaan ini!, sekarang mohon ijin permisi, saya akan kembali bekerja!"
...
Luhan menatap pintu yang tertutup dengan agak keras di depannya. Dia menunggu beberapa saat, lalu mendesah sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik, dengan letih dia bersandar di kursi sambil memejamkan mata,
Bukan salah gadis itu jika sekarang tubuhnya terasa begitu panas, tidak!, bukan cuma panas, kau sekarang benar-benar terbakar man!,
"Kim Minseok ",
Luhan menggumamkan nama itu bagaikan mantra, lalu matanya membuka penuh perhitungan,
Well, jangan harap kau bisa semudah itu pergi dari sini, karena aku tak akan membiarkanmu pergi, Minseok, gumamnya dalam hati.
Luhan mengingat saat dia pertama kali melihat Minseok, biasanya dia tak pernah memperhatikan wanita, para wanitalah yang biasanya mengejar-ngejar dirinya, Meski suka berganti ganti wanita, Luhan dikenal sebagai kekasih yang sangat dingin. Dia selalu menjaga jarak dan tak pernah mengijinkan siapapun terlalu dekat, baginya wanita hanyalah tempat penyaluran gairahnya dan dia akan membayar itu dengan perhiasan mahal, pakaian mewah dan hadiah-hadiah lainnya, dan itu sudah cukup memuaskan bagi dirinya dan wanita-wanita itu.
Tapi Minseok..., gadis itu sudah 2 tahun bekerja sebagai supervisor lapangan disini, dan Luhan bahkan tak pernah bertemu langsung dengannya,
Yah tentu saja! Luhan mendengus,
Seorang CEO tidak ada urusannya dengan supervisor lapangan.
Dan entah nasib sial apa yang menghinggapinya ketika pertama kali dia bertemu dengan Minseok, ketika itu dia sedang menjamu tamu penting dilokasi yang berdekatan dengan proyek pameran pemasaran yang sedang berlangsung, maka secara impulsif diputuskannya untuk pameran langsung tergopoh-gopoh menyambutnya.
Lalu gadis itu muncul.
Dengan tubuh mungil, pakaian kerja yang efisien dan make up sederhana, Minseok jelas-jelas kalah jika dibandingkan dengan pacar-pacarnya yang selalu seksi dan spektakuler serta berasal dari kelas atas. Tapi tubuh Luhan bagaikan disadarkan ketika melihat Minseok, dan ketika mereka bersalaman, tangannya bagaikan disengat listrik,gairah langsung meletup dari ujung kepala sampai ke kakinya begitu menggebu-gebu sampai membuat kepalanya pening.
Kenyataan bahwa Minseok sama sekali tidak memperhatikannya kecuali sebagai bos sama sekali tidak membantu,
Luhan menyadari ia mulai terobsesi pada Minseok, dimanapun ia berada, kapanpun ia ada, ia selalu mencari gadis mau seharipun dilewatinya tanpa menyempatkan diri melihat Minseok, hingga seolah-olah gadis itu merupakan eksistensi demi hal itu, sekarang ia mendapati dirinya mulai memanipulasi beberapa proyek yang sedapat mungkin melibatkan divisi Minseok semata-mata agar dia bisa sering melihat Minseok.
Mungkin ini kegilaan sesaat, atau mungkin alamiah. Luhan pernah membaca bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dapat membuatmu sangat bergairah, entah karena hormon, aroma atau yang lainnya, mungkin Minseok salah satu diantaranya.
Ini hanyalah masalah nafsu, dan akan segera hilang begitu nafsu ini dipuaskan, gumam Luhan dalam hati, berusaha menenangkan dirinya.
Dengan dahi berkerut dipandanginya laporan pinjaman karyawan dimejanya.
Yah sepertinya ini akan sangat mudah, melihat besarnya pinjaman Minseok, kelihatannya gadis ini sangat konsumtif dan menyukai uang, dengan sedikit pengeluaran ekstra pasti akan sangat mudah menarik gadis itu ke ranjangnya, dan setelah dia terpuaskan, pasti akan lega sekali bisa terlepas dari obsesi yang menyiksa ini.
...
"Bagaimana kondisinya suster?",
Minseok baru saja sampai, di luar hujan deras sekali, dan air menetes-netes dari rambutnya.
Perawat itu memandangnya dengan penuh kasih, sudah 2 tahun dia mengenal Minseok. Dari Minseok masih gadis polos yang kebingungan, sampai akhirnya dia berubah menjadi gadis tegar yang penuh semangat dan mengambil alih semua tanggung jawab yang mungkin terlalu berat untuknya,
Kasihan sekali kau nak, gumamnya dalam hati,
"Kondisinya baik Minseok, tekanan darahnya normal dan detak jantungnya stabil, itu bagus, dia begitu tenang seharian ini, dia tidak mengalami serangan, jadi tidak perlu merasakan kesakitan"
"Dia tidak mengalami serangan?", mata Minseok melebar bahagia, "terimakasih suster Yixing ,kalau begitu aku akan melihatnya dulu",
Minseok memasuki ruangan putih sederhana itu, dipandangnya ranjang yang menjadi pusat ruangan itu. Di atas ranjang, terbaring sosok yang lemah, tubuhnya terhubung dengan selang yang terjalin ke mesin-mesin,
Minseok duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan yang terhubung dengan jarum infus, sebuah cincin emas melingkar di jari lelaki itu, ya, cincin yang sama yang melingkar di jarinya, lelaki ini adalah Jongdae, tunangannya yang terbaring koma sejak lebih dua tahun yang lalu,
"Apa kabarmu sayang?", gumamnya penuh perasaan.
Sosok itu tetap diam dan ruangan terasa hening, hanya suara mesin mesin pemonitor detak jantung dan desisan alat pengatur oksigen yang terdengar,
Minseok mengecup cincin di jari lelaki itu, ingatannya menerawang kembali ke masa dua tahun lalu dimana hidupnya yang indah dan bahagia berubah menjadi tragedi,
Saat itu persiapan pernikahan mereka, Jongdae sudah cukup mapan dan sangat mencintai Minseok, dan Jongdae tidak mempunyai keluarga, lelaki itu dibesarkan di panti asuhan lalu berjuang mandiri sehingga bisa menjadi pengacara handal yang cukup sukses,
"Aku sebatang kara di dunia ini sebelum bertemu denganmu", begitu ucapan syukur Jongdae dulu ketika Minseok menerima lamarannya. Minseok begitu bahagia waktu itu, dia begitu dicintai dan kedua orang tuanya begitu mendukungnya, sebagai anak tunggal orang tuanya memang sedikit lebih protektif padanya dibandingkan orang tua lainnya, tapi mereka bisa melihat ketulusan hati Jongdae dan menerima Jongdae dengan tangan terbuka,
Lalu pagi yang penuh tragedi itu terjadilah, Minseok sedang melakukan pengepasan gaun pengantin, pernikahan mereka tinggal sebulan lagi. Ketika itu Jongdae menelpon, karena Minseok meminta tolong padanya untuk menjemput orangtua Minseok di bandara, orang tua Minseok baru pulang dari tugas dinas ayah Minseok di Samarinda.
Sebenarnya merupakan tugas Minseok menjemput mereka, tetapi karena supir keluarga sedang cuti dan waktunya bersamaan dengan jadwal fitting baju pengantin, Minseok meminta bantuan Jongdae . Jongdae tidak pernah merasakan punya orang tua, jadi dia sangat menyayangi kedua orang tua Minseok, begitu pula sebaliknya, jadi, tugas sepele seperti menjemput orangtua di bandara terasa sangat menyenangkan baginya,
"Kami akan menuju ke tempat fitting baju segera setelah sampai,lalu kita bisa makan siang bersama-sama, tapi ups! Kamu kan tidak boleh makan banyak-banyak, nanti baju pengantin itu tak akan cukup sebulan lagi"' candanya dengan riang
Minseok sempat merajuk tapi kemudian Jongdae bisa membuatnya tertawa lagi,
"Kau tahu,aku tidak sabar bertemu dengan orangtuamu,...aku merindukan mereka"
Lelaki itu tertawa lalu menutup telepon setelah mengucapkan satu-satunya janji yang tidak bisa ditepatinya,
"Aku janji,segera setelah kami dekat tempatmu, aku akan menelponmu, jadi kau bisa siap-siap di depan, Bye calon pengantinku, i love u",
Itulah saat terakhir Jongdae menelponnya.
Sama sekali tidak ada firasat hari itu, sama sekali tidak ada pertanda bahwa pagi itu akan menjadi mimpi paling buruk dalam hidupnya, Dan telepon itulah awal dari rentetan bencana.
Yang menelponnya kemudian bukanlah Jongdae yang dicintainya, melainkan petugas rumah sakit. Mobil yang dikendarai Jongdae menjadi salah satu korban tabrakan beruntun di jalan tol, Ayahnya meninggal di tempat, Ibunya dalam kondisi kritis dan Jongdae sudah tak sadarkan diri karena benturan keras di kepalanya.
Minseok menjalani semuanya seorang diri, hari itu dia bergerak bagai robot mengurusi pemakaman ayahnya sekaligus mengkhawatirkan kondisi ibu dan tunangannya, tak ada waktu untuk menangis, dan kemudian keesokan harinya ibunya meninggal menyusul ayahnya, Minseok harus menanggung kepedihan memakamkan kedua orang tuanya dalam dua hari berturut-turut seorang diri, lalu malam itu, ketika dokter memutuskan bahwa Jongdae mengalami koma serta tidak diketahui kapan akan sadar, ketegaran Minseok runtuhlah sudah, semua kepedihan bertubi-tubi yang menerjangnya sudah tidak dapat ditanggungnya lagi, dia pingsan dan ketika sadar dia hanya bisa menangis,
Lalu Suster Yixing datang, seorang perawat setengah baya yang sangat keibuan. Suster itulah yang membantu Minseok agar tidak terpuruk, yang membuat Minseok sadar bahwa dialah satu-satunya yang dimiliki Jongdae untuk membantunya bertahan hidup.
Dengan cepat Minseok bangkit, menyadari bahawa dia sendiri yang harus berjuang demi Jongdae, lelaki yang sangat dia cintai. Dan mengetahui bahwa biaya perawatan Jongdae tidak murah, Minseok segera bergerak cepat, dijualnya rumah keluarganya, dan dikumpulkannya semua aset yang dimilikinya lalu pindah ke tempat kost yang mungil memahami bahwa efisiensi sangatlah penting, lalu dia pindah pekerjaan dengan gaji lebih bagus,
"Berjuanglah untuk bertahan Jongdae, karena aku akan berjuang untukmu", tekad Minseok dalam hati waktu itu.
Namun sekarang hampir dua tahun lebih berlalu, seluruh aset yang dimiliki Minseok sudah habis, bahkan dia harus menanggung hutang ke perusahaan untuk menutup biaya perawatan Jongdae, dan tunangannya tercinta itu masih belum sadar juga,
"Kau tahu tadi pagi aku bertengkar dengan bosku", Minseok memulai kebiasaannya, mengobrol satu arah dengan Jongdae, menceritakan kisah kehidupannya sehari-hari pada Jongdae, "Matanya biru dan dia sangat menyebalkan, dan kau tahu? Dia sama sekali tak menghargai moralitas, kau pasti akan bertengkar hebat dengannya karena sebagai pengacara kau sangat menjunjung tinggi moralitas",
Minseok terkekeh membayangkan hal itu, lalu direbahkannya kepalanya di ranjang sambil mengamati wajah Jongdae," aku merindukanmu tahu, sudah lama aku tidak mendengar suaramu, sampai kapan kau mau tidur terus? Awas ya, jangan salahkan aku kalau suatu saat kau memanggilku ditempat ramai dan aku tidak mengenali suaramu",
Diluar pintu, suster Yixing yang mendengar percakapan itu menutup mulutnya dengan tangan, matanya berkaca-kaca. Betapa tegarnya gadis itu, betapa hebatnya dia, selama dua tahun dia berjuang dan belum mendapat jawaban, tapi semangatnya sama sekali tidak pernah surut.
Selama hampir dua jam Minseok bercakap-cakap searah dengan Jongdae, lalu ketika Suster Yixing mengingatkan bahwa waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, Minseok bangkit dari duduknya, dikecupnya dahi Jongdae penuh kasih sayang,
"Sudah dulu ya, aku akan pulang dan tidur, besok aku akan kesini dan menengokmu lagi, aku mencintaimu Jongdae",
Minseok lalu menemui suster Ana yang masih menunggu di luar, suster itu menyerahkan kantong plastik pada Minseok,
"Ini mie goreng kesukaanmu, kau tadi buru-buru kesini karena hujan, pasti kau tak sempat makan malam"
"Terimakasih suster", Minseok memeluk wanita setengah baya yang selama dua tahun ini telah menjadi sandaran hatinya.
"Wajahmu terlihat pucat nak, kau pasti kecapekan, jangan terlalu memaksakan diri",
Minseok menarik napas letih tapi tetap mencoba tersenyum riang,
"Aku harus terus bekerja suster, apalagi sudah hampir tanggal lima",
Tanggal lima adalah tanggal rutin Minseok harus melunasi biaya perawatan Jongdae yang makin membengkak setiap bulannya,
Suster Yixing memandang Minseok dengan hati-hati,
"Kau tahu nak, ada beberapa cara yang lebih ringan, dokter memperbolehkan Jongdae dirawat dirumah...",
"Tidak!", Minseok memandang suster Ana dengan ngeri, "Jongdae kan sering mengalami serangan, aku tidak mau Jongdae kenapa-kenapa, disini adalah tempat Jongdae akan mengalami penanganan yang paling tepat, dan aku akan berjuang berapapun biayanya"
Suster Yixing memandang Minseok dengan penuh kasih sayang, menyadari betapa bisa keras kepalanya gadis itu jika dia sudah punya kemauan,
"Ya sudah, pulang dan istirahatlah, jangan lupa dimakan mienya, dan ingat Minseok kalau kau kekurangan uang, aku punya simpanan uang yang...",
Minseok memeluk suster Yixing sekali lagi dengan penuh rasa sayang,
"Anda tahu suster, Bantuan suster sudah lebih dari cukup selama ini, saya tidak tahu bagaimana lagi saya harus berterimakasih"
TBC
