Apakah Yoongi harus mengatakan bahwa ini adalah hari terburuknya?

Bagaimana tidak? Setelah dipecat dari bar yang mempekerjakannya sebagai pelayan, karena tidak sengaja menyenggol segelas champagne seorang pelanggan yang kemudian cipratan champagne tersebut mengenai celana pelanggan tersebut.

.

.

.

Jimin's Order, a BTS FanFiction

Disclaimer : BTS © God, Story © Faychimen

Pairing : MinYoon

Genre : Romance

Warning : Typo(s), OOC, AU, Yaoi, BL

.

.

.

Yoongi merasa begitu lega saat pelanggan tersebut tersenyum ramah padanya dan mengatakan tidak apa, setiap kali Yoongi terus meminta maaf kepadanya. Hanya saja, kalimat pelanggan tersebut kemudian membuat Yoongi sedikit kebingungan.

"Setelah jam kerjamu selesai, temui aku di rumah makan di seberang bar ini, oke?"

Yoongi hanya mengiyakan si pelanggan, masih merasa bersalah karena kelalaiannya. Lagipula, jam kerja Yoongi selesai tidak menentu. Kenapa pelanggan tersebut memintanya untuk menemuinya, tanpa menentukan waktu perjanjian terlebih dahulu? Apakah pelanggan tersebut meminta pertanggung jawaban Yoongi yang telah menodai celananya? Pertanyaan demi pertanyaan terus bergemul di pikiran Yoongi, tanpa menemukan satupun jawaban.

Beberapa saat setelah pelanggan tersebut melangkahkan kakinya keluar dari bar tersebut, Yoongi di panggil oleh manajer bar untuk segera menghadapnya di ruangan pribadinya. Pada detik itu pula, Yoongi dinyatakan dipecat.

.

Tapi, bagaimana bisa? Ia baru saja bekerja disini selama seminggu― Dan kini ia dipecat karena tidak sengaja memecahkan gelas sekaligus menumpahkan pesanan pelanggan.

Dengan berat hati, Yoongi melangkahkan kakinya keluar dari bar tersebut. Tiba-tiba saja, ia teringat sesuatu.

"Pelanggan itu.." Entah mengapa, ia berasumsi bahwa pelanggan tadi ada kaitannya dengan perihal pemecatan dirinya.

Yoongi melangkahkan kakinya secepat mungkin menuju rumah makan yang memang terletak di seberang bar tempat ia bekerja sebelumnya. Bahkan sebelum ia tiba di rumah makan tersebut, ia dapat melihat sosok pelanggan tersebut tengah duduk di salah satu bangku, sembari melambai kearahnya. Yoongi mendecih kesal, sebelum akhirnya ia mencapai tempat pelanggan tersebut berada.

"Annyeong, pelayan― Ups, kau sudah bukan pelayan lagi, ya?" Pelanggan tersebut tertawa kecil, seolah menertawakan Yoongi. Yoongi segera membuang pemikirannya yang sebelumnya beranggapan bahwa senyuman ramah pelanggan ini terlihat begitu menawan.

"Uhm, maaf, Tuan? Apakah Anda yang merencanakan ini semua?" Yoongi masih berusaha bersikap setenang mungkin, berusaha memperjelas keadaan.

"Ah, sudahlah― Jangan terlalu formal begitu. Sebaiknya kau duduk dulu."

Yoongi segera duduk berhadapan dengan si pelanggan setelah dipersilahkan. Yoongi berharap pelanggan ini dapat menjelaskan sesuatu dibalik kejadian sebelumnya. Yoongi menatap tajam pelanggan yang hingga kini bahkan belum Yoongi ketahui siapa namanya, dan kini berada di hadapannya.

Hingga akhirnya beberapa saat kemudian, sosok di hadapannya mengulurkan tangannya dan tersenyum lembut, "Jimin, Park Jimin."

Dengan ragu-ragu, Yoongi menjabat tangan seorang yang bernama Jimin, "Yoongi." Ia masih berusaha untuk bersikap setenang mungkin, tidak ingin tenggelam dalam emosinya.

Jimin sempat lupa diri saat menggenggam tangan Yoongi, hingga akhirnya Yoongi sendiri yang menarik tangannya secara paksa.

"Hm, Yoongi.." Jimin sempat berdeham kecil sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya, "Yah, langsung saja.. Sebelumnya, aku ingin bertanya, kenapa kau bekerja di bar itu?"

Yoongi mendelik saat Jimin menanyakan hal tersebut, "Ya, tentu saja karena aku butuh uang untuk bertahan hidup!" Apa maksud pertanyaannya? Dan untuk apa ia menanyakan pertanyaan itu?

"Memangnya kau tinggal sendirian?" Pertanyaan selanjutnya kini dijawab oleh anggukan Yoongi.

Jimin menghela nafas sebelum akhirnya ia menunjukkan cengiran khas yang terpatri di wajahnya.

"Apa? Kenapa?" Yoongi merasa risih dengan cengiran Jimin seperti itu, merasa bahwa ia sedang merencanakan sesuatu yang bahkan tak Yoongi ketahui.

"Hm. Begini. Sebenarnya, aku adalah pemilik bar itu." Jimin melirik kearah bar yang hanya terletak beberapa blok dari rumah makan tempat mereka berada kini. "Dan aku memang sudah merencanakan pemecatan karyawan sebelumnya. Hm, tapi aku merasa perlu bertanggung jawab atas hilangnya pekerjaan karyawanku."

"Hah? Maksudmu?" Penjelasan Jimin membuat Yoongi sedikit mengerti. Namun tetap saja, ia tidak mengerti maksud akhir kalimat Jimin. Lagipula, mengapa harus Yoongi? Dan, apakah Jimin bisa dipercaya?

"Bagaimana kalau kita bermain gunting-batu-kertas?"

"Maaf?" Yoongi kini semakin binggung, serius.

"Aku punya penawaran bagus― Kalau kau menang, aku akan memberikanmu rumah mewah dan harta berlimpah. Sebaliknya, kalau kau kalah, kau harus menjadi peliharaanku. Bagaimana? Penawaran yang menarik, bukan?"

Yoongi segera menerima tawaran Jimin. Ia merasa tidak akan dirugikan dalam penawaran ini. Kalaupun ia kalah, berarti ia harus bekerja untuk Jimin, bukan? Untuk saat ini, ia beramsumsi bahwa 'peliharaan' sama maknanya dengan 'pelayan', begitulah. Menurutnya, tidak akan berbeda dengan pekerjaan sebelumnya sebagai pelayan.

.

Seolah penawaran Jimin begitu tepat sasaran. Yoongi kalah.

Setelah akhirnya Jimin mempersilahkan Yoongi menyantap menu yang dihidangkan di rumah makan tersebut, Jimin segera mengantar Yoongi pulang ke flat kecil yang merupakan tempat tinggal Yoongi saat ini.

"Wow, ini tempat tinggalmu?" Pertanyaan Jimin hanya dijawab oleh anggukan Yoongi yang kemudian membuka pintu mobil yang dikendarai oleh Jimin.

"Hm. Besok, pagi-pagi sekali aku akan menjemputmu. Untuk seterusnya, kau harus tinggal di kediamanku selama menjadi peliharaanku, oke?" Tak lupa Jimin memaparkan senyuman ramahnya yang menurut Yoongi begitu menawan, walau hanya sesaat. Setelah itu, Jimin segera melajukan mobilnya hingga menghilang dari pandangan Yoongi.

.

.

.

Yoongi menghempaskan tubuhnya diatas ranjang lusuhnya dan menatap langit-langit kamarnya. Sejujurnya, ia masih tidak begitu mengerti dengan apa yang baru saja di alaminya. Ia kehilangan pekerjaannya di bar. Namun disisi lain, ia justru dipekerjakan secara langsung oleh pemilik bar tersebut. Lalu apa mengapa Yoongi merasa begitu khawatir? Semakin memikirkannya, semakin membuat Yoongi bingung.

Setelahnya, Yoongi menghentikan lamunannya dan segera mengepak barang-barang yang akan dibawanya besok.

.

.

.

Bunyi klakson mobil membuat Yoongi keluar dari flat kecil yang sebelumnya menjadi tempat tinggalnya, sebelum akhirnya ia berpamitan dengan pemilik flat dan segera melangkahkan kakinya menuju mobil yang memang menjemputnya.

Setelah akhirnya meletakkan tas ranselnya di bangku penumpang, kemudian Yoongi mengambil posisi duduk bersebelahan dengan tasnya. Membuat Jimin akhirnya menoleh ke belakang dan menghernyitkan dahinya.

"Hei, bangku disebelahku masih kosong."

"Huh. Ya, ya. Baiklah." Dengan malas, Yoongi keluar, masuk lagi kedalam mobil, dan duduk di bangku disebelah bangku supir.

Jimin tersenyum puas menatap Yoongi kemudian pandangan matanya teralihkan kearah tas ransel Yoongi, sebelum akhirnya ia melajukan mobilnya. "Kau hanya membawa satu ransel?"

Yoongi menjawab dengan anggukan pelan, "Aku hanya membawa baju. Aku tidak punya barang berharga untuk dibawa."

"Hm, begitu. Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku. Aku akan segera memenuhi kebutuhanmu."

Apa ini? Setelah dipekerjakan, diberi tempat tinggal, kemudian dipenuhi kebutuhannya? Sejujurnya Yoongi sedikit merinding saat mendengar kalimat Jimin yang terdengar tulus. Namun, Yoongi hanya ingin memastikan.

".. Kau.. Tidak merencanakan sesuatu, kan?"

Hanya dijawab oleh kekehan Jimin. Setelahnya, hanya keheningan yang menyelimuti. Bahkan hingga akhirnya mereka tiba di kediaman Park yang begitu megah.

.

.

.

Jimin sempat menunjukkan setiap ruangan dan seluk beluk kediaman Park kepada Yoongi. Hingga akhirnya langkah mereka berdua terhenti di salah satu ruangan yang kemudian Jimin mempersilahkan Yoongi untuk masuk terlebih dahulu.

"Nah, mulai saat ini, ruangan ini menjadi kamarmu."

Baru saja Yoongi dibuat terkesan karena keindahan bangunan dan furnitur kediaman Park yang sangat megah menurutnya, kini ia dibuat kehabisan kata-kata saat diberikan sebuah ruangan yang terbilang sangat luas, baginya. Kamar pelayan saja begini, bagaimana lagi kamar utama? Begitulah, pikir Yoongi.

"Yoongi." Pemilik nama kemudian menoleh kearah sumber suara, Jimin yang membuyarkan lamunannya, "Tugasmu sebagai peliharaanku, hanyalah melayaniku. Hanya aku." Seperti yang diperkirakan Yoongi sebelumnya, ia memang dipekerjakan sebagai pelayan pribadi Jimin.

"Hari ini kau bebas, gunakan waktumu untuk membiasakan diri dengan lingkungan barumu― Sampai nanti malam, oke?" Jimin mengakhiri kalimatnya kemudian menutup pintu kamar Yoongi.

Dan Yoongi hanya menghabiskan seharian penuh di dalam kamar barunya. Sesekali pelayan lain datang membawakan makan siang ke dalam kamar Yoongi. Sedikit heran, sebenarnya. Apakah pelayan memang diperlakukan begini oleh pelayan lain? Atau mungkin ia diperlakukan spesial, sebagai pelayan pribadi Jimin? Lagipula, kalau Jimin sudah memiliki banyak pelayan, mengapa ia mempekerjakan Yoongi?

.

Malam hari telah menjelang. Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Yoongi sebelum akhirnya masuk dan mengatakan bahwa makan malam sudah disediakan di ruang makan. Sesegera mungkin, Yoongi melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Hampir saja ia mencapai ruang makan, tiba-tiba saja salah seorang pelayan yang lain memanggilnya dan meminta Yoongi untuk memanggilkan Jimin untuk makan malam.

"Tuan Jimin terus menolak ketika saya panggil untuk makan malam, bagaimana kalau Anda yang memanggilnya, Yoongi-ah?"

Yoongi segera menyanggupi permintaan pelayan tersebut dan melangkahkan kakinya menuju kamar Jimin. Setelah mengetuk pintu kamar, Yoongi memberanikan diri untuk mengeluarkan suara, sedikit takut jika Jimin juga menolak ajakannya.

"T-tuan Jimin? Makan malam sudah disediakan."

"Ah, Yoongi― Benar juga, makan malam, ya? Oh ya, kau harus mencoba hidangan pembuka dulu, disini. Masuklah."

Yoongi sedikit heran, ketika yang didapatkannya malah respon positif. Terlebih lagi, Jimin menyuruhnya untuk masuk kedalam kamarnya.. Untuk mencoba hidangan pembuka? Dengan ragu-ragu, Yoongi membuka kenop pintu kamar dan..

Ia tercengang dengan apa yang dilihatnya. Tentu saja, ruangan kamar yang jauh lebih luas dari ruangan kamarnya, dan..

Jimin yang tengah duduk di pinggir ranjang, tanpa busana.

.

.

.

TBC